Anda di halaman 1dari 9

MARGIN CALL

Studi kasus

Fakultas : SBM
Program Studi : Administrasi Bisnis
Mata Kuliah : Law & Business Ethic

SINDIKAT 2
1. Arifin Eko Jati (arifineko_jati@sbm-itb.ac.id)
2. Hasbi Asidik (hasbi_asidik@sbm-itb.ac.id)
3. Benny Nugroho Ardhiansyah (bennynugroho_ardhiansyah@sbm-itb.ac.id)
4. Ade Syarifuddin (ade_syarifuddin@sbm-itb.ac.id)
5. Eko Tri Wahyudi (ekotri_wahyudi@sbm-itb.ac.id)
1. Summary

Film Margin Call bercerita tentang dunia saham pada awal masa krisis ekonomi yang
melanda dunia tahun 2008. Film dimulai dengan kejadian pengurangan karyawan/
PHK yang dilakukan secara massif pada sebuah perusahaan Investasi. Pada proses
tersebut terdapat seorang karyawan bernama Eric Dale yang merupakan pimpinan di
divisi Risk management yang ikut terkena pemutusan kerja.

Pemutusan kerja yang mendadak tersebut mengagetkan Dale, dan membuatnya tidak
sempat menyelesaikan sebuah perhitungan analisa ekonomi yang sedang dia
kerjakan. Saat terakhir sebelum meninggalkan kantor, Dale sempat meng -copy
pekerjaannya dalam sebuah disk dan diserahkan kepada Peter Sullivan (Bawahan
Dale) sambil berpesan “Hati-hati”

Gambar 1. Beberapa Pemeran dan figure dalam film Margin Call

Karena penasaran dengan isi Flash disk tersebut, pada saat malam selesai jam kantor,
Peter Sullivan membukanya. Kemudian dia mencoba menyelesaikan Algoritma buatan
Dale yang belum selesai, betapa terkejutnya ia karena pada perhitungan tersebut
menjelaskan bahwa kondisi perusahaan yang tidak aman, bahkan jika keadaan makin
memburuk, akan membuat perusahaan bangkrut.

Mengetahui hal tersebut, Peter kemudian menelfon Will dan Seth yang sedang
berpesta dan meminta mereka untuk datang kembali ke kantor. Sesampai di kantor
Peter menceritakan apa yang ia temukan dan akhirnya Will menghubungi senior
eksekutif yaitu Sam Rogers (Atasan Dale), menceritakan apa yang terjadi dan
meminta Sam untuk segera ke kantor.

Sam meminta Will dan Seth untuk mencari Dale, Sam menghubungi Jared Cohen
(Atasan Sam) untuk melakukan emergency meeting malam itu juga bersama jajaran
manager dan senior eksekutif lainnya. Saat melakukan meeting bersama, Jared
meragukan perhitungan Dale yang telah disempurnakan Peter, mengingat Peter
merupakan pegawai baru dan lulusan Space Aeronautika yang tidak ada
hubungannya dengan dunia saham.
Pada meeting tersebut diputuskan untuk memanggil John Tuld, yang merupakan CEO
Perusahan, untuk menentukan nasib perusahaan kedepan. Tuld datang cepat dengan
helicopter. Tuld meminta Peter untuk menjelaskan apa yang terjadi dengan bahasa
yang sederhana dan meminta bawahannya untuk mencari alternative solusi.

Solusinya adalah menjual asset-aset beresiko meskipun harus dengan diskon besar-
besaran sebelum kondisi pasar memahami apa yang akan terjadi kedepan. Sam
memperingatkan, bahwa hal tersebut merupakan perbuatan curang, yang dapat
merusak citra perusahaan dan menghancurkan kepercayaan kolega bisnis yang
telah dengan susah payah dibangun selama puluhan tahun.
Pada pagi harinya, akhirnya keputusan telah diambil, seluruh karyawan bagian trader
diharuskan berangkat pagi dan sebelum pasar dibuka, mereka diberitahu bahwa
mereka harus melakukan penjualan besar-besaran terhadap asset beresiko, mereka
harus sadar bahwa apa yang akan mereka lakukan dapat merusak reputasi mereka
sendiri, bahkan mungkin harus berhenti dari industry trading selamanya. Namun
barang siapa yang berhasil menjual sesuai target akan mendapat bonus yang besar
sebagai kompensasi.

Film diakhiri dengan adegan pada malam harinya, Sam menguburkan Anjing
kesayangannya yang mati karena sakit di halaman depan rumahnya dahulu yang
sudah dikuasai oleh mantan istrinya. Di sini dapat dilihat, pada hari itu, Sam menerima
beban hidup yang cukup berat.

2. Background/general knowledge of specific industry showcased in the movie

Margin Call dalam bidang keuangan adalah kondisi yang terjadi ketika jumlah jaminan
wajib dari suatu perusahaan berada dibawah batas minimum yang telah ditetapkan.
Untuk mengatasi hal tersebut, ada tiga cara yang dapat investor lakukan, meminjam
uang, menjual sekuritas, dan kontrak berjangka. Jika ketiga cara tersebut tidak dapat
terlaksana, maka broker akan menjual surat berharga milik perusahaan untuk
menutupi margin call yang terjadi.

Terdapat beberapa penyebab utama terjadinya krisis finansial pada tahun 2008 yaitu
dari sektor regulasi pemerintah dan eksposur lembaga keuangan di investasi yang
memiliki resiko tinggi. Selain itu Bank Sentral Amerika (The Fed) melakukan
penurunan suku bunga pada tahun 2001-2004 yang bertujuan untuk mendorong
ekonomi pasca krisis 1998 dan mendukung pemerintah dalam meningkatkan
kepemilikan rumah. Penurunan suku bunga tersebut mengakibatkan permintaan
terhadap Subprime-mortgage meningkat, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan
antara supply dan demand yang mengakibatkan meningkatnya harga rumah/properti.
3 faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya Great Recession antara lain:
• Deregulasi
Tahun 1990-an, Pemerintah US membuat regulasi Mortgage yaitu merupakan
sistem pemberian pinjaman dengan adanya perjanjian antara peminjam
dengan pemberi pinjaman (Bank/Lembaga keuangan lainnya) untuk membeli
suatu aset berupa rumah. Peminjam dapat mengajukan kredit dengan
memenuhi beberapa persyaratan, salah satunya menyediakan down payment
(DP) sekitar 20% dan verifikasi penghasilan (income) dikenal sebagai Prime
Mortgage dikarenakan dengan verifikasi dan manajemen resiko yang ketat.
Rumah yang menjadi aset akan disita Bank ketika peminjam tidak dapat
memenuhi kewajibannya. Pada tahun 1992, pemerintah US membuat suatu
kebijakan baru untuk meningkatkan kepemilikan rumah yang diperuntukan bagi
masyarakat dengan penghasilan rendah dan menengah. Lahirlah Kebijakan
subprime-mortgage dengan beberapa relaksasi persyaratan sehingga dapat
meningkatkan kepemilikan rumah di US. Subprime-Mortgage dinilai menarik
oleh Bank karena memiliki suku bunga yang tinggi yaitu dapat mencapai 2x
lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga prime-mortgage sehingga
memberikan Bank margin/profit yang tinggi dan Bank beranggapan bahwa jika
terjadi default (gagal bayar) Bank dapat menyita rumah tersebut sehingga
Bank menganggap bisnis subprime-mortgage sangat menguntungkan
& bargaining position Bank tinggi.

Tahun 1999 Gramm-Leach Bileley Act, atau yang lebih dikenal


sebagai Financial Services Modernazation Act. mencabut the Glass-Steagall
Act of 1993 dimana sebelumnya terdapat pemisahan antara investment
banking dengan retail banking. Investment bank melakukan kegiatan usaha di
pasar saham atau biasa disebut stock market, sedangkan retail
banking sebagai intermediasi yaitu melakukan penghimpunan dana (deposit)
dan menyalurkannya ke dalam bentuk loan (pinjaman). Pemisahan tersebut
mengakibatkan retail banking (Bank) tidak diperbolehkan menggunakan dana
deposit untuk berinvestasi di instrumen yang beresiko tinggi dan penuh dengan
spekulasi. Kebijakan pemisahan tersebut muncul akibat stock market
crash pada saat terjadinya great depression, dimana Bank memiliki eksposur
portofolio yang tinggi di pasar saham sehingga ketika saham
mengalami bubble dan jatuh akan menyebabkan kepanikan bagi depositor
(nasabah). Kondisi tersebut akan menimbulkan rush yaitu menarik uang
secara besar-besaran di waktu yang bersamaan sehingga Bank akan
mengalami kesulitan likuiditas akibat kerugian investasi dan juga penarikan
uang besar - besaran.

Dengan dicabutnya The Glass-Steagel Act, Retail Bank diperbolehkan


menggunakan dana simpanannya untuk diinvestasikan ke dalam produk
derivatif. Salah satu alasan dicabutnya kebijakan tersebut dikarenakan industri
keuangan dinilai kurang kompetitif dengan perusahaan asing dan
menghasilkan profit yang kecil sehingga pemerintah melakukan deregulasi
yang memungkinkan sektor keuangan khususnya perbankan untuk membuat
instrumen derivatif. Regulasi memberikan keleluasaan Bank dan investment
bank untuk membuat bisnis baru yang dapat menghasilkan profit yang besar,
salah satunya dengan membuat produk derivatif dari suprime-mortgage. Bank
membuat inovasi produk untuk dijual ke Investment Bank dalam Mortgage-
Backed-Security (MBS) selanjutnya Investment Banking
menjual Collateralized Debt Obligation (CDO) yang salah satu komposisinya
adalah MBS. CDO sangat diminati oleh investor dikarenakan hasil yang
didapatkan lebih menarik dibandingkan produk derivatif yang pernah ada
selama ini.

• Bank/Investment Bank melakukan investasi besar di suprime-mortgage


Bank/Investment Bank dalam rangka untuk meningkatkan profit membuat 2
Produk yaitu Mortgage Backed Security (MBS) dan Collateralized Debt
Obligation (CDO).

a. Mortgage Backed Security (MBS)


Bank adalah suatu lembaga keuangan yang salah satu core bisnisnya
sebagai intermediasi yaitu menghimpun uang dalam bentuk deposit dan
menyalurkannya kedalam bentuk kredit (pinjaman). MBS merupakan produk
turunan dari kredit kepemilikan rumah (KPR) yang diberikan dijual Bank
kepada Investment Bank untuk menambah likuiditas. Tenor untuk kredit
perumahan biasanya cenderung panjang sehingga salah satu cara agak
Bank dapat melakukan ekspansi bisnis yaitu dengan menjual kembali
portfolio kredit yang dimilikinya tersebut kepada lembaga keuangan lainnya
salah satunya kepada Investment Banking. Bank menjual portfolio kreditnya
(KPR) kepada Investment Bank sehingga fungsi Bank sebenarnya hanya
sebagai perantara antara Investment Bank dengan peminjam KPR. Aset
KPR yang dijual kepada Investment Bank dengan harga lebih murah
(diskon). simulasinya yaitu ketika Bank memberikan kredit perumahan Rp 1
M dengan bunga sebesar 8%, dengan asumsi Bank
memiliki customer (peminjam) sebanyak 1000 orang dengan nilai kredit dan
bunga yang sama dengan jangka waktu KPR selama 10 tahun, Bank akan
mendapatkan uang tersebut kembali (pokok dan bunga) di tahun ke -10.
Menjual aset KPR kepada Investment Bank memberikan suntikan likuiditas
kepada Bank untuk kembali melakukan penyaluran KPR baru. Investment
Bank membeli portfolio KPR dengan harga lebih murah yaitu jika dengan
kasus tadi maka Investment Bank akan membeli 1000 aset KPR dengan
bunga lebih murah yaitu 5% selama 10 tahun. Bank mendapatkan
keuntungan lebih cepat dibandingkan harus menunggu selama 10 tahun.
Investment Bank akan mendapatkan uang dari pembayaran bunga dan
pokok yang diterima dari customer Bank tersebut selama 10 tahun.

b. Collateralized Debt Obligation (CDO) dan Credit Default Swap


CDO adalah produk yang dibuat oleh Investment Bank yang dijual kepada
investor dalam bentuk Obligasi. Investment Bank membuat produk tersebut
dengan melakukan bundling dari beberapa aset keuangan lainnya salah
satunya MBS dan surat hutang lainnya. CDO yang diterbitkan memiliki
komposisi MBS yang beresiko, khususnya subprime-mortgage. CDO
memiliki beberapa jenis (tranches) dengan resiko yang berbeda-beda dari
yang beresiko rendah sampai yang tinggi. Terdapat 3 tranches yaitu senior
tranche, mezzanine tranche dan junior tranche. Junior
tranche memiliki yield yang lebih tinggi tetapi jika terjadi default maka akan
dibayarkan paling terakhir. CDO terus berkembang dan lahirlah Credit
Default Swap (sejenis asuransi untuk pemegang CDO) dimana terdapat
kontrak antara pihak yang membeli proteksi dengan membayarkan premi
kepada pihak penjual proteksi. Ketika terjadi default maka pembeli proteksi
akan menerima pembayaran dari penjual proteksi.
Perusahaan asuransi terbesar di dunia adalah The American International
Group (AIG) selain menjual asuransi konvensional juga menjual produk
CDS. Investor yang memegang portfolio CDO biasanya juga membeli CDS
untuk mengamankan asetnya dengan membayarkan premi ke AIG dan akan
mendapatkan pembayaran ketika terjadi default di portfolio CDO yang
mereka asuransikan. CDS yang dijual oleh AIG bukan hanya dijual kepada
Investor yang memegang CDO tetapi dijual juga ke spekulan tanpa
memegang CDO. Hal tersebut dikarenakan tidak ada regulasi yang ketat
untuk mengatur CDS. Permintaan CDS meningkat pesat yang
mengakibatkan ketidakmampuan AIG Untuk membayar asuransi tersebut
kepada pemegang CDS ketika terjadi keruntuhan CDO market. Salah satu
pemain besar adalah Investmant Bank yaitu Goldman Sachs dan Lehman
Brothers dimana secara tertutup melakukan pembelian CDS ke AIG. Pada
tahun 2008 terjadi keruntuhan CDO-Market yang menyebabkan
jatuhnya Mortgage-lender yaitu Fannie Mae and Freddy Mac yang di bailout
oleh The Fed. Selanjutnya menyebar ke Investment Bank. Bear Stearn
diakuisisi oleh J.P Morgan dan Lehman Brother mengalami kesulitan
likuidatas dan mengalami kebangkrutan. AIG diambil oleh pemerintah
dikarenakan kerugian akibat CDS

• Lemahnya mitigasi resiko dalam pemberian fasilitas kredit perumahan


dan tingginya suku bunga subprime-mortgage.
Salah satu kelemahan utama dari periode 2000-an adalah kegagalan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang dikonversikan ke dalam
peningkatan pendapatan rumah tangga (household income). Ekonomi dengan
tingkat konsumsi yang tinggi seperti US, pendapatan relatif stagnan selama
periode ini. Terjadi peningkatan spending masyarakat namun tidak diiring
dengan peningkatan upah kerja, hal ini merupakan salah satu penyebab terjadi
krisis finansial.

Pada tahun 2001 bank terkena dampak yang luar biasa akibat krisis Mata Uang
pada tahun 1997-1998 dan juga krisis akibat bubble dot-com. Pada tahun
2001, The Fed's chairman Alan Greenspan menurunkan suku bunga ke 1,75%,
kemudian The Fed menurunkan kembali suku bunga pada tahun 2002 ke
1,25% dan juga menurunkan adjustable-rate mortgage. Kejadian ini
menyebabkan meningkatnya jumlah peminjam dan diikuti dengan lemahnya
mitigasi resiko dalam pemberian fasilitas kredit perumahan. The Fed menaikan
suku bunga kembali pada tahun 2004 menjadi sebesar 2,25% dan pada akhir
tahun 2005 suku bunga menjadi 4,25% dan terjadilah market bubble. Di
pertengahan tahun 2006 suku bunga sebesar 5,25%. Subprime-mortgage yang
ditawarkan menggunakan fasilitas interest-only loan yaitu dengan bunga yang
tinggi (dua kali lipat dari bunga primer) terkena dampak paling besar ketika
terjadinya kenaikan suku bunga. Hal ini menyebabkan peminjam kesulitan
untuk membayar bunga sehingga terjadi penurunan daya beli di sektor
perumahan. Penurunan ini menyebabkan mortgage-holder tidak
dapat/kesulitan menjual rumah dan hasil penjualan rumah juga tidak cukup
untuk mengcover sisa hutang mereka di bank. Sehingga pada tahun 2007
terjadi krisis keuangan yang menyebar ke Wall Street pada tahun 2008, bahkan
efeknya juga menjalar ke berbagai negara.

Dampak ekonomi akibat krisis finansial 2008 sangat besar bagi Amerika
Serikat dikarenakan sumber utama penyebab krisis sub-prime mortgage
berada di Amerika Serikat. Pada bulan Desember 2007, Amerika mengalami
resesi ekonomi yang cukup dalam. Pertumbuhan ekonomi Amerika mengalami
pelemahan dan turun sebesar 2,7% di tahun 2009. Dampak ekonomi bukan
hanya dirasakan oleh Amerika tetapi menyebar keseluruh dunia dikarenakan
pada era globalisasi terjadi keterkaitan ekonomi antar negara-negara di seluruh
dunia sehingga ketika Amerika Serikat mengalami resesi maka dampaknya
menyebar ke seluruh dunia. Penurunan pertumbuhan ekonomi Amerika masih
lebih rendah dibandingkan negara anggota G20 dan lebih rendah dari rata-rata
ekonomi negara maju (-3%). Selain itu tingkat kemiskinan juga mengalami
peningkatan yang disebabkan oleh tingginya angka pengangguran. Pada
tahun 2007, tingkat kemiskinan di Amerika Serikat sebesar 12,5%, lalu
meningkat menjadi sebesar 15% di tahun 2010.
Langkah Penyelamatan Ekonomi
Pemerintah US menurunkan suku bunga hingga 0% dan melakukan
penyelamatan Fannie Mae, Freddie Mac & AIG yang merupakan salah satu
bailout terbesar dalam sejarah US, Pada tahun 2008, The Fed memberikan
paket penyelamatan ekonomi sebesar $700 B untuk memberikan stimulus
ekonomi.

3. Business law vs ethics discussion/analisis (relate to one or more of our in class


session/lecture)

a. Penjualan secara besar – besaran asset yang dianggap “tidak baik” atau tidak
menguntungkan. Dalam film tersebut ditampilkan bahwa bagaimana perusahaan
ingin menyelamatkan diri sendiri namun mengorbakan banyak orang, dengan
menjual asset sebelum harganya benar – benar turun. Hal tersebut juga berarti
mengorban orang – orang yang membeli asset sebagai investasi.
Secara business law hal yang dilakukan perusahaan dalam film adalah tindakan
legal, namun secara business ethics tidak dibenarkan karena menjual asset yang
“tidak baik”. Hal ini jelas menurunkan reputasi perusahaan.
b. Pemecatan Karyawan sebagai Solusi Awal Menyelamatkan Perusahaan.
Film ini dimulai dari bagaimana perusahaan memutuskan untuk melakukan
pemutusan kepada banyak pegawai perusahaan. Pemecatan karyawan
berlangsung secara spontan dan dalam skala besar. Penyewaan tim untuk
memecat karyawan memang sudah umum. Hanya secara ethics karyawan yang
dipecat harus meninggalkan perusahaan pada saat itu juga termasuk tidak ethics.
Mungkin perlu adanya waktu untuk membereskan ruang kerja yang bersangkutan.
Secara hukum bisnis, dalam kasus pemecatan yang terjadi pada film tersebut,
tentu saja harus merujuk pada peraturan perundangan yang berlaku di Amerika
Serikat terkait ketenaga kerjaan. Jika merujuk pada hukum perundangan di
Indonesia merujuk pada pasal 61 Undang – Undang No. 13 tahun 2003 mengenai
tenaga kerja, perjanjian kerja dapat berakhir apabila :
- Pekerja meninggal dunia.
- Jangka waktu kontak kerja telah berakhir.
- Adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.
- Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat
menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

4. Lesson Learned

Pelajaran yang didapat dari film tersebut (kejadian resesi ekonomi tahun 2008) :
a. Selalu ikuti perkembangan ekonomi, regulasi politik ataupun pemerintah jika
memasuki bidang bisnis.
b. Jika ada dalam satu tim menemukan satu isu dalam sebuah bisnis, bentuklah tim.
Misalkan bentuk 5 tim untuk observasi. Jika kelima tim tersebut beranggapan
bahwa isu tersebut tidak masuk akal, bentuklah tim ke 6. Tim yang diwajibkan
percaya pada isu tersebut, bahkan walaupun sebenarnya dalam lubuk hati
terdalam tim ke 6 pun beranggapan isu tersebut tidak masuk akal. Tujuannya agar
selalu mempertimbangkan segala aspek, sehingga jika isu tersebut ternyata
benar-benar terjadi, paling tidak sudah mempersiapkan apa yang harus dilakukan
dengan lebih matang.
c. Tidak ada jaminan bahwa kita akan dipekerjakan selamanya, walaupun kita sudah
memiliki jasa.
d. Dalam kondisi genting, satu keputusan krusial harus diambil. Walaupun itu tidak
popular di khalayak banyak.
e. Untung atau margin yang besar pasi mempunyai resiko yang besar.
f. Koordinasi antar atasan dan bawahan harus baik.
g. Melaksanakan keputusan Bersama walaupun itu bukan keputusan pilihan kita.
h. Mendengarkan masukan dari bawahan.
i. Teliti dalam mengamati gejolak perekonomian.
j. Percaya pada data.

5. Comparative cases (in Indonesia or elsewhere) if any

Krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 bermula pada krisis ekonomi
Amerika Serikat yang menyebar ke negara lain di seluruh dunia. Krisis ekonomi ini
diawali dengan gaya hidup Rakyat Amerika yang bersifat over konsumtif, hidup dalam
hutang, belanja dengan kartu kredit, dan kredit perumahan tanpa menghiraukan batas
kemampuan pendapatan mereka. Kondisi ini diperparah dengan tidak dilakukannya
verifikasi data oleh lembaga keuangan yang memberikan kredit tersebut serta
memanipulasi peraturan sehingga syarat peminjaman semakin dipermudah.
Akibatnya lembaga keuangan tersebut akhirnya mengalami kebangkrut an karena
kehilangan likuiditasnya serta tidak dapat membayar seluruh hutang-hutangnya yang
mengalami jatuh tempo pada saat yang bersamaan.

Runtuhnya perusahaan finansial tersebut mengakibatkan bursa saham Wall Street


menjadi collapse. Perusahaan-perusahaan besar tak sanggup bertahan seperti
Lehman Brothers dan Goldman Sachs. Krisis tersebut berdampak sistemik serta
merambat ke sektor riil dan non-keuangan di seluruh dunia. Krisis tersebut
menyebabkan turunnya daya beli masyarakat Amerika Serikat yang selama ini dikenal
sebagai konsumen terbesar atas produk-produk dari berbagai negara di seluruh dunia.
Penurunan daya beli dan daya serap pasar ini menyebabkan volume impor
mengalami menurun drastis yang berarti menurunnya ekspor dari negara-negara
produsen yaitu negara-negara yang mengandalkan ekspornya ke Amerika Serikat.

Negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia juga tidak terlepas dari jeratan
dampak krisis ekonomi di tahun 2008. Sepanjang tahun 2008, tingkat inflasi di
Indonesia mencapai 11,1% yang dipengaruhi oleh kenaikan harga BBM di pasar
internasional dan juga kenaikan harga bahan pokok. Bursa saham Indonesia juga
terkena dampak cukup parah. Antara tahun 2007-2009, IHSG anjlok hingga 50-60%.
Bank Indonesia lalu melakukan penurunan suku bunga dari 9,25% pada Desember
2008 menjadi sebesar 7,5% pada awal April 2009 yang bertujuan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.

Di kawasan Asia khususnya di negara-negara berkembang, dampak ekonomi yang


dirasakan tidak sebesar yang dialami oleh negara-negara maju dikarenakan
kombinasi antara pertumbuhan kredit yang masif dan tingginya defisit transaksi
berjalan (current account) di negara maju. Indonesia juga tidak terlepas dari jeratan
dampak krisis finansial 2008. Sepanjang tahun 2008, tingkat inflasi di Indonesia
mencapai 11,1% yang dipengaruhi oleh kenaikan harga BBM di pasar internasional
dan juga kenaikan harga bahan pokok. Bursa saham Indonesia juga terkena dampak
cukup parah. Antara tahun 2007-2009, IHSG anjlok hingga 50-60%. Bank Indonesia
lalu melakukan penurunan suku bunga dari 9,25% pada Desember 2008 menjadi
sebesar 7,5% pada awal April 2009 yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi.

Indonesia merupakan Negara yang masih sangat bergantung dengan aliran dana dari
investor asing, dengan adanya krisis global ini secara otomatis para investor asing
tersebut menarik dananya dari Indonesia. Hal ini yang berakibat jatuhnya nilai mata
uang kita. Aliran dana asing yang tadinya akan digunakan untuk pembangunan
ekonomi dan untuk menjalankan perusahaan-perusahaan hilang, banyak perusahaan
menjadi tidak berdaya, yang pada ujungnya Negara kembalilah yang harus
menanggung hutang perbankan dan perusahaan swasta.

Berbagai komoditas ekspor Indonesia hingga saat ini bahkan masih mengalami
pelemahan harga yang menyebabkan nilai ekspor komoditas Indonesia tidak terlalu
besar. Akan tetapi nilai ekspor Indonesia juga berperan sebagai penyelamat dalam
krisis global tahun 2008 lalu. Kecilnya proporsi ekspor terhadap PDB (Product
Domestic Bruto) cukup menjadi penyelamat dalam menghadapi krisis finansial di akhir
tahun 2008 lalu. Di regional Asia sendiri, Indonesia merupakan negara yang
mengalami dampak negatif paling ringan dari krisis tersebut dibandingkan negara
lainnya. Beberapa pihak mengatakan bahwa ‘selamat’nya Indonesia dari gempuran
krisis finansial yang berasal dari Amerika itu adalah berkat minimnya proporsi ekspor
terhadap PDB. Negara-negara yang memiliki rasio ekspor dengan PDB yang tinggi
mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif, seperti Singapura yang rasio
ekspornya mencapai 200% dan Malaysia mencapai 100%, sedangkan Indonesia
sendiri ‘terselamatkan’ dengan hanya memiliki rasio ekspor sebesar 29%.

Permintaan melemah dan ketika bicara tentang minyak dan gas di mana kami menjadi
produsen. Selain itu juga ada sawit dan karet yang sangat penting bagi perdagangan
Indonesia. Kombinasi dari pelemahan ekonomi global memberikan tantangan yang
berat bagaimana bisa terus tumbuh dan meningkatkan permintaan yang sedang
lemah.

Dampak lainnya adalah karena krisis global, kini semakin banyak perusahaan yang
mengurangi jumlah tenaga kerjanya. Diperkirakan 200 ribu jiwa menjadi
pengangguran pada tahun 2009. Dengan bertambahnya angka pengangguran maka
pendapatan per kapita juga akan berkurang dan angka kemiskinan juga akan ikut
bertambah pula. Karena krisis yang terjadi adalah krisis global, maka tenaga kerja kita
yang ada di luar negeri juga merasakan imbasnya.

Anda mungkin juga menyukai