DENGAN MASALAH
KESEHATAN ST ELEVASI MIOCARD INFARK (STEMI) DI RUANG IGD RSPAU RS.
S. HARDJOLUKITO YOGYAKARTA
OLEH:
LEMBAR PENGESAHAN
OLEH :
Dengan ini sudah disetujui dan disahkan sebagai Laporan Kegiatan Praktik Keperawatan Gawat
Darurat
Hari :
Tanggal :
Pembimbing Akademik
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit jantung merupakan penyakit yang menempati posisi tertinggi penyebab
kematian dan kecacatan baik di dunia maupun di Indonesia. STEMI (ST Elevasi Miocard
Infark) adalah jenis yang terberat dari kelompok penyakit coronary arteri disease yang
memerlukan penanganan serius baik sebelum maupun setelah serangan. Upaya
pengembalian fungsi jantung memiliki makna pencegahan serangan ulang yang dapat
berakibat lebih fatal (Andrayani, 2016).
Penilaian klinis terhadap STEMI akan dilakukan dalam waktu 24 sampai 48 jam,
secara umum penggunaan electrocardiography untuk mendeteksi iskemia. Peran perawat
dalam menangani STEMI secara lebih lanjut sangat penting dalam mengidentifikasi
pasien STEMI yang beresiko tinggi kematian. Peran perawat tentang Tindakan
kegawatdaruratan di IGD dan Instalasi Perawatan Intensif pada pasien STEMI memegang
porsi besar dalam menentukan keberhasilan pertolongan pertama (Sofyana, 2015).
Infark miokard akut (IMA) didefinisikan sebagai nekrosis miokardium yang
disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat
sumbatan akut pada arteri koroner. Sumbatan ini sebagian besar disebabkan
oleh ruptur plak ateroma pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh
terjadinya trombosis, vasokontriksi, reaksi inflamasi (Muttaqin, 2012).
IMA disebabkan oleh adanya arterosklerotik pada arteri koroner atau penyebab
lainnya yang dapat menyebabkan terjadinnya ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen miokardium. Pada kondisi awal akan terjadi ischemia miokardium,
namun bila tidak dilakukan tindakan reperfusi segera maka akan menimbulkan necrosis
miokardium yang bersifat irreversible.
IMA memiliki karakteristik serangan mendadak, umumnya pada pria usia 35-55
tahun, tanpa ada keluhan sebelumnya. Tanda dan gejala dari IMA terjadi nyeri dada yang
terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya berlangsung lebih dari
setengah jam serta tidak hilang dengan istirahat. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas,
pucat, dingin, diaphoresis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
Keluhan yang khas ialah nyeri dada restrostenal seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk,
panas atau tertindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan, bahu leher, rahang dan
punggung (Kasron, 2012).
Adapun komplikasi IMA akan mengakibatkan shock cardiogenic, gagal jantung
kongestif serta disritmia ventrikel yang bersifat lethal aritmia (Darliana, 2012). Angka
mortalitas dan morbiditas komplikasi IMA dikarenakan keterlambatan mencari
pengobatan, kecepatan serta ketepatan pengkajian dan diagnosis. Kecepatan penanganan
perawat dinilai antara onset nyeri dada sampai tiba di IGD rumah sakit dan mendapat
penanganan di rumah sakit (Sudoyo, 2010).
Pengetahuan dan peran perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada
pasien STEMI dalam mengidentifikasi dan melakukan perawatan pasien STEMI yang
beresiko tinggi terjadi kematian. Berkaitan dengan hal tersebut, kelompok tertarik untuk
membuat laporan “Asuhan Keperawatan pada pasien dengan STEMI di IGD di RSPAU
dr. S. Hardjolukito tahun 2021”
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Kelompok mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan STEMI
di IGD di RSPAU dr. S. Hardjolukito tahun 2021 dengan pendekatan proses
keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan STEMI di Ruang
IGD RSPAU dr. S. Hardjolukito tahun 2021
b. Merumuskan diagnosis keperawatan pada klien dengan STEMI di Ruang
IGD RSPAU dr. S. Hardjolukito tahun 2021
c. Membuat rencana keperawatan pada klien dengan STEMI di Ruang IGD
RSPAU dr. S. Hardjolukito tahun 2021
d. Melakukan Tindakan keperawatan pada klien dengan STEMI di Ruang
IGD RSPAU dr. S. Hardjolukito tahun 2021
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan STEMI di Ruang
IGD RSPAU dr. S. Hardjolukito tahun 2021.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian STEMI
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara
permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di
pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim
jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah pembuluh darah coroner
yang tersumbat total sehingga aliran darah benar-benar terhenti, otot jantung yang
dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati (Sudoyo,2006).
2. Etiologi STEMI
STEMI terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan kebutuhan tidak
tertangani dengan baik sehingga menyebabkan kematian sel-sel jantung
tersebut. Beberapa hal yang menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut diantaranya:
3) Faktor darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Jika daya
angkut darah berkurang, maka sebagus apapun jalan (pembuluh darah) dan
pemompaan jantung maka hal tersebut tidak cukup membantu. Hal-hal yang
menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain: anemia, hipoksemia
dan polisitemia.
1) Faktor Usia
Aterosklerosis meningkat sebanding dengan bertambahnya usia. Aterosklerosis
jarang terjadi pada usia dibawah 40 tahun.
2) Jenis kelamin
Laki-laki lebih tinggi tingkat morbiditasnya dibandingkan dengan perempuan,
karena perempuan memiliki hormone estrogen endrogen yang memiliki sifat
protektif pada wanita sebelum menopause, tetapi setelah wanita mengalami
menopause angka morbiditas perempuan sebanding dengan laki-laki
3) Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dengan penyakit jantung sebelum usia 50 tahun
meningkatkan resiko timbulnyaaterosklerosis. Riwayat keluarga dapat
mempengaruhi usia onset penyakit jantung pada keluarga dekat (Grey et al,
2005).
2) Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi secara terus menerus mengakibatkan hipertrofi
vebtrikel dan meningkatnya kebutuhan oksigen jantung. Jika kompensasi yang
dilakukan sudah maksimal maka akan mengakibatkan payah jantung. Keadaan
ini menyebabkan suplai oksigen menurun sehingga aterosklerosis yang ringan
menjadi berat. Resiko penyakit jantung seperti infark miokard akan berkurang
jika hipertensi diturunkan. Setiap penurunan tekanan darah diastolic sebesar 5
mmHg resiko penyakit jantung berkurang sebanyak 16 % (Grey et al, 2005).
3) Merokok
Merokok dapat memperburuk penyakit arteri korona dengan meningkatkan
kadar CO darah karena CO sangat mudah berikatan dengan Hb daripada O2,
sehingga menyebabkan jantung bekerja lebih keras untuk menghasilkan energi.
Merokok juga menyebabkan pelepasan katekolamin akibat rangsangan asam
nikotinat menyebabkan vasokontriksi. Merokok dapat meningkatkan adesi
trombosit sehingga menyebabkan pembentukan thrombus.
Dampak buruk merokok tergantung pada jumlah yang dihisap perhari dan
lamanya merokok. Perokok pasif lebih beresiko 20-30% terkena penyakit
jantung dibandingkan dengan orang yang tidak terpapar asap rokok. Wanita
perokok mudah terkena penyakit jantung karena mengalami menopause lebih
dini.
4) Diabetes Mellitus
Hiperglikemia meningkatkan agregasi trombosit sehingga menyebabkan
pembentukan thrombus serta menyebabkan gangguan metabolisme lemak.
Pada penderita diabetes mellitus, penyakit jantung terjadi pada usia lebih muda
dibandingkan dengan penderita tanpa diabetes melitus.
7) Tipe kepribadian
Tipe kepribadian seperti bersifat agresif, kompetitif, kasar, ambisius, keinginan
untuk dipandang, merasa diburu waktu dan gangguan tidur menjadikan
seseorang mudah mengalami stress dan terjadi abnormalitas metabolisme lipid
(Grey et al, 2005).
4. Patofisiologi STEMI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan
akumulasi lipid (Mutaqqin, 2012).
Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus,
yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI memberikan respon terhadap terapi
trombolitik (Price,2006).
STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan
oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai
penyakit inflamasi sistemik (corwin, 2009).
Secara fungsional infark miokardium menyebabkan perubahan-perubahan
seperti daya kontraksi menurun, gerakan dinding abnormal, perubahan daya
kembang dinding ventrikel, penurunan volume sekuncup, penurunan fraksi ejeksi.
Gangguan fungsional yang terjadi tergantung pada beberapa faktor seperti ukuran
infark jika mencapai 40% bisa menyebabkan syok kardiogenik. Mekanisme
kompensasi bertujuan untuk mempertahankan curah jantung dan perfusi perifer.
Aterosklerosis, thrombosis, konstriksi arteri koronaria menyebabkan aliran
darah kejantung menurun sehingga suplai oksigen dan nutrisi juga akan berkurang
yang mengakibatkan jaringan miocard mengalami injuri dan iskemik. Jika keadaan
ini tidak teratasi dalam 30 menit miokard dapat mengalami nekrosis yang bersifat
irreversible. Suplai oksigen ke miokard yang menurun dapat mengakibatkan
metabolisme anaerob dan hipoksia seluler.
Dalam kondisi kekurangan oksigen yang dihasilkan otot saat pemecahan gula
justru bukan energy melainkan asam laktat, inilah yang kemudian menyebabkan
munculnya rasa nyeri, pegal-pegal dan kelelahan. Kandungan asam laktat yang
terlalu banyak dalam tubuh merupakan pemicu terjadinya asidosis laktat, yang
mengakibatkan terjadinya asidosis metabolic sebagai tanda telah terjadi gangguan
pertukaran gas dalam tubuh.
Hipoksia dapat mengakibatkan kerusakan sel dan jaringan, hal ini yang
menyebabkan kontraktilitas miokard menurun yang berisiko terjadinya penurunan
curah jantung, dan bila cardiac output menurun dapat terjadi gangguan perfusi
jaringan. Hipoksia juga bisa mengakibatkan kerusakan miokard shingga terjadi
kegagalan pompa jantung.
Kegagalan ventrikel kiri akan mengakibatkan perubahan afterload,
bendungan arteri pulmonalis dan terjadi acut lung oedema (ALO). Jika terjadi
terjadi ALO maka alveolus akan terisi cairan dan menggu proses difusi sehingga
terjadi penumpukan CO2 dalam darah yang mengakibatkan asidosis respiratorik.
Kegagalan ventrikel kanan akan mengakibatkan perubahan preload, bendungan
pada vena cava superior dan vena cava inferior sehingga terjadi distensi vena
jugularis, edema, hepatomegali. Adanya ALO, edema, hepatomegali da distensi
vena jugulari menunjukkan adanya hipervolemia yang bisa memperburuk kondisi
pasien
Pathway STEMI
Bendungan arteri
Bendungan vera
pulmoralis
cava superior dan
vena cava inferior
Perubahan After
load Perubahan preload
Gangguan difusi
alveori Hipereuolimea
Peningkatan CO2
Gangguan perfusi
jaringan
5. Manifestasi Klinis STEMI
Menurut Mutaqqin, 2012. Manisfestasi klinik disrupsi plak tergantung pada derajat,
lokasi, lamanya iskemi miokard dan cepatnya pembentukan trombus secara
vasokontriksi sekitar plak.
a. Nyeri dada
b. Terasa sesak, tampak pucat, pusing.
c. Dada seperti ditindih, seperti ditusuk-tusuk, lama nyeri ± 20 menit
d. Berkeringat, TD menurun / meningkat
e. Adanya mual dan muntah, lemah, lesu, palpitasi.
f. Nyeri angina stabil hanya terjadi pada saat beraktivitas atau olahraga dan
menghilang dengan cepat pada saat istirahat.
g. Nyeri menjalar ke tangan kiri, kedua tangan atau kedagu.
7. Komplikasi
a) Gagal jantung kongestif apabila jantung tidak dapat memompa keluar semua
aliran darah yang diterima
b) Terjadinya syok kardiogenik apabila curah jantung sangat berkurang dalam
waktu lama
c) Dapat terjadinya ruptur miokardium
d) Dapat terjadi perikarditis, peradangan selaput jantung.
8. Penatalaksanaan
Tujuan dari penanganan pada infark miokard adalah menghentikan perkembangan
serangan jantung, menurunkan beban kerja jantung (memberikan kesempatan untuk
penyembuhan) dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Berikut ini adalah penanganan
yang dilakukan pada pasien:
a) Berikan oksigen meskipun kadar oksigen darah normal. Persediaan oksigen yang
melimpah untuk jaringan, dapat menurunkan beban kerja jantung. Oksigen yang
diberikan 5-6 L /menit melalu binasal kanul.
b) Pasang monitor kontinyu EKG segera, karena aritmia yang mematikan dapat
terjadi dalam jam-jam pertama pasca serangan
c) Pasien dalam kondisi bedrest untuk menurunkan kerja jantung sehingga
mencegah kerusakan otot jantung lebih lanjut. Mengistirahatkan jantung berarti
memberikan kesempatan kepada sel-selnya untuk pulih
d) Pemasangan IV line untuk memudahkan pemberan obat-obatan dan nutrisi yang
diperlukan. Pada awal-awal serangan pasien tidak diperbolehkan mendapatkan
asupa nutrisi lewat mulut karena akan meningkatkan kebutuhan tubuh erhadap
oksigen sehingga bisa membebani jantung.
e) Pasien yang dicurigai atau dinyatakan mengalami infark seharusnya
mendapatkan aspirin (antiplatelet) untuk mencegah pembekuan darah.
Sedangkan bagi pasien yang elergi terhadap aspirin dapat diganti dengan
clopidogrel.
f) Nitroglycerin dapat diberikan untuk menurunkan beban kerja jantung dan
memperbaiki aliran darah yang melalui arteri koroner. Nitrogliserin juga dapat
membedakan apakah ia Infark atau Angina, pada infark biasanya nyeri tidak
hilang dengan pemberian nitrogliserin.
g) Morphin merupakan antinyeri narkotik paling poten, akan tetapi sangat
mendepresi aktivitas pernafasan, sehingga tdak boleh digunakan pada pasien
dengan riwayat gangguan pernafasan. Sebagai gantinya maka digunakan petidin.
h) Pada prinsipnya jika mendapatkan korban yang dicurigai mendapatkan serangan
jantung, segera hubungi 118 untuk mendapatkan pertolongan segera. Karena
terlambat 1-2 menit saa nyawa korban mungkin tidak terselamatkan lagi
b) Beta Blocker
Obat-obatan ini menrunkan beban kerja jantung. Bisa juga digunakan untuk
mengurangi nyeri dada atau ketidaknyamanan dan juga mencegah serangan
jantung tambahan. Beta bloker juga bisa digunakan untuk memperbaiki
aritmia. Terdapat dua jenis yaitu cardioselective (metoprolol, atenolol, dan
acebutol) dan non-cardioselective (propanolol, pindolol, dan nadolol)
d) Obat-obatan antikoagulan
Obat-obatan ini mengencerkan darah dan mencegah pembentukan bekuan darah
pada arteri. Missal: heparin dan enoksaparin.
e) Obat-obatan Antiplatelet
Obat-obatan ini (misal aspirin dan clopidogrel) menghentikan platelet untuk
membentuk bekuan yang tidak diinginkan.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Umur
Sebagian besar kasus penyakit terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan
meningkat dengan bertambahnya umur. Kadar kolesterol pada laki-laki
dan perempuan mulai meningkat umur 20 tahun. Pada laki-laki kolesterol
meningkat sampai umur 50 tahun. Pada perempuan sebelum menopause
(45-50) lebih rendah dari pada laki-laki dengan umur yang sama. Setelah
menopasuse kadar kolesterol perempuan meningkat menjadi lebih tinggi
dari pada laki-laki.
2) Jenis kelamin
Laki-laki mempunyai resiko 2-3 x lebih besar dari perempuan.
2. Keluhan Utama
Keluhan uatama biasanya nyeri dada dapat menjalar, perasaan sulit bernapas.
3. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama dengan melakukan serangkaian pertanyaan tentang nyeri dada
klien secara PQRST adalah:
a) Provoking incident
nyeri setelah beraktivitas dan kadang tidak berkurang dengan istirahat
b) Quality of pain
seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien, sifat keluhan
nyeri seperti tertekan
c) Regio, rediation, relief
lokasi nyeri di daerah subternal atau di atas perikardium. Penyebaran dapat
meluas di dada. Dapat terjadi nyeri serta ketidakmampuan bahu dan tangan
d) Severe (scale) of pain
Klien bisa ditanya dengan menggunakan rentang 0-5 dan klien akan menilai
seberapa jauh rasa nyeri yang di rasakan. Biasanya pada saat angina skala
nyeri berkisar antara 4-5 skala (0-5)
e) Time
Sifat mula timbulnya onset, gejala timbul mendadak. Lama timbulnya
(durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit.
4. Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, diabetes
mellitus dan hiperlipidemia. Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum
oleh klien pada masa lalu yang masih relevan. Tanyakan juga mengenai rekasi
alergi obat dan reaksi apa yang timbul.
5. Riwayat keluarga
Riwayat di dalam keluarga ada dalam menderita penyakit jantung, diabetes,
stroke, hipertensi dan perokok.
6. Riwayat pekerjana dan kebiasaan
Tanyakan situasi tempat kerja dan lingkungannya. Kebiasaan sosial dan kebiasaan
pola hidup misalnya minum alkohol atau obat tertentu.
7. Pemeriksaan fisik
a. Muskuloskeletal
Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur (mungkin didapatkan
takikardi dan dispnea pada saat beristirahat atau pada saat beraktivitas)
b. Respirasi
Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif, riwayat merokok dengan
pernafasan kronis. Pada pemeriksaan mungkin didapatkan peningkatan
respirasi, pucat atau sianosis, suara nafas cracles atau wheezing atau vesikuler.
c. Kardiovaskuler
Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang dengan beraktivitas atau
dengan nitrogliserin. Lokasi nyeri dada bagian depan subternal yang mungkin
menyebar sampai ke lengan, rahang dan wajah. Karakteristik nyeri dapat
dikatakan sebagai rasa sangat nyeri. Tekanan darah meningkat, capilary refill
time memanjang dan distrimia. Ventrikel kehilangan kontrakstilitasnya, murmur
jika ada merupakan akibat dari insufisiensi katup. Heart rate takikardi atau
bradikardi, irama jantung mungkin ireguler atau juga normal. Jugular vena
distension, edema anasarka, crackles mungkin juga timbul dengan gagal jantung.
Dispnea atau nyeri dada atau dada berdebar-debar saat beraktivitas.
d. Integumen
warna kulit mungkin pucat, di bibir dan di kuku pucat
e. Pencernaan
Bising usus mungkin meningkat atau juga normal, mual, kehilangan nafsu
makan, penurunan turgor kulit, berkeringat banyak muntah dan perubahan berat
badan
f. Neurobehavior
Nyeri kepala yang hebat
C. Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri akut berhubungan dengan sindroma koroner akut
b) Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan afterload
c) Hipervolemia berhubungan dengan kegagalan jantung kongestif
d) Risiko perfusi miocard tidak efektif
e) Intoleransi aktivitas berhubungan Penyakit jantung koroner
f) Ansietas berhubungan dengan Penyakit akut.
g) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gagal jantung kongestif
D. Intervensi Keperawatan
Intervensi atau perencanaan berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).
Diagnosis keperawatan : Nyeri akut berhubungan dengan sindroma
koroner akut
Kriteria hasil:
1. Keluhan nyeri menurun
2. Tidak Meringis
3. Tidak Gelisah
4. Diaporesis menurun
5. Frekuensi nadi membaik
6. Pola nafas membaik
7. Tekanan darah membaik
Manajemen nyeri
Observasi
1) Fasilitasi istirahat/tidur
2) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
Kolaborasi
Kriteria hasil:
Perawatan jantung
Observasi
Terapi
Kolaborasi
Observasi
Terapi
Kolaborasi
Manajemen hipervolemia
Observasi
Terapi
Edukasi
Kriteria Hasil:
Manajemen aritmia
Observasi
Terapi
Edukasi
Kolaborasi
Terapi oksigen
Observasi
1) Monitor kecepatan aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
2) Monitor tanda-tanda hipoventilasi
3) Monitor efektifitas terapi oksigen
Terapi
Edukasi
Kolaborasi
Manajemen energy
Observasi
Terapi
Edukasi
Kolaborasi
Kriteria Hasil:
Pemantauan respirasi
Observasi
Terapi
Edukasi
Observasi
1) Monitor kecepatan aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
Terapi
Edukasi
Kolaborasi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Identitas Diri Pasien
Nama : Tn. H
Umur : 48 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Status : Kawin
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Sleman
Suku : Jawa
Tanggal MRS : 26 Januari 2021
Tanggal Pengkajian : 26 Januari 2021
Diagnosa Medis : STEMI
Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri dada dan merasa lemah.
Primary Survey
Airway :
Tidak ada sumbatan jalan nafas
Breathing :
Mengalami sesak nafas tanpa aktifitas, tidak menggunakan otot bantu pernafasan, irama
nafas tidak teratur, Respirasi Rate : 28 x/menit, S02 : 97 %
Circulation :
N : 105x/menit, irama tidak teratur, denyut nadi kuat. TD : 152/106 mmHg, capilary refill
time <3 detik, tidak terdapat edema.
Disability :
E : 4, V: 5, M : 6 = kesadaran komposmentis
Secondary Survey
1. Riwayat keluhan saat ini
Tn. H datang ke IGD RSPAU dr. S. Hardjolukito mengeluh nyeri dada mulai pukul 23:00,
nyeri menjalan ke leher dan perut. P : Proses penyakit, Q : Seperti dibakar, R : Dada (menyebar),
S: 10, T : Terus menerus. Hasil pengkajian TTV, TD : 152/106 mmHg, N : 105x/menit, RR ;
28x/menit, Spo2 : 97 %, S : 36,5 oC, E4V6M5, irama nafas tidak teratur, Kesadaran compos
mentis, VES (Ventrikel Ekstra Sitol) +/+, ekspresi wajah pasien meringis, pasien tampak lemah,
keringat dingin (+), smoker : sudah 20 th sehari menghabiskan 6 bungkus rokok , kekuatan otot
5/4, 5/4, edema -/- .
Keterangan :
= pasien
= perempuan
= Laki-laki
d. Jenis : --
e. Makanan yang disukai : --
f. Makanan pantangan : tidak ada Alergi : tidak ada
g. Nafsu makan : [ ] baik
[ ] kurang, alasan :
h. Masalah pencernaan [ - ] mual
[ - ] muntah
[ - ] kesulitan menelan
[ - ] sariawan
i. Riwayat operasi/trauma gartrointestinal : Tidak ada
j. Diit rumah sakit : --
Cairan, elektrolit, dan asam basa
a. Frekuensi minum : 4-5 kali/hari, konsumsi air/hari : 300 cc hari
b. Turgor kulit : Baik
3. Aktivitas dan latihan
a. Pekerjaan :
b. Olah raga rutin : tidak pernah frekuensi : tidak ada
c. Alat bantu : [ - ] walker
[ - ] kruk
[ - ] kursi roda
[ - ] tongkat
d. Terapi : [ - ] traksi, di
[ - ] gips, di
e. Kemampuan melakukan ROM: pasif
Jenis kegiatan 0 1 2 3
Makan dan minum √
BAK/BAB √
Mandi √
Ambulasi √
Berubah posisi √
0: mandiri,
1: Alat bantu,
2: dibantu orang lain,
3: dibantu orang lain dan alat,
Oksigenasi
Terpasang O2 NK 3 Lpm
4. Tidur dan istirahat
a. Lama tidur : 8 jam/hari
b. Kesulitan tidur di RS :--
Alasan : susah tidur
c. Kesulitan tidur : [ - ] menjelang tidur
[ - ] mudah/sering terbangun
[ - ] merasa tidak segar saat bangun
5. Eliminasi
Eliminasi fekal/bowel Sebelum sakit.
a. Frekuensi : 2 X Sehari penggunaan pencahar : Tidak
b. Waktu : siang / malam
c. Warna : Kuning Darah : Tidak ada konsistensi : lembek
d. Ggn. Eliminasi bowel : [ - ] konstipasi
[ - ] diare
[ - ] incontinencia bowel
e. Keb. Pemenuhan ADL bowel :
Eliminasi urin
a. Frekuensi : 1000-1200 cc/Hari penggunaan pencahar : Tidak
b. Warna : Kuning Darah : Tidak ada
c. Ggn. Eliminasi urine : [ - ] nyeri saat BAK
[ - ] brunning sencation
[ - ] bladeer terasa penuh setelah BAK
[ - ] incontinensia urin
d. Riwayat dahulu : [ - ] penyakit ginjal
[ - ] batu ginjal
[ - ] injury/trauma
e. Penggunaan kateter : ya
f. Keb. Pemenuhan ADL urine : bantuan
6. Pola hubungan dan komunikasi
Keluarga mengatakan hubungan dan komunikasi pasien dengan keluarga dan teman
baik, pasien termasuk orang yang gampang dekat dengan orang lain.
7. Koping keluarga
Keluarga mengatakan jika ada masalah dalam keluarga akan diselesaikan bersama dan
secara kekeluargaan.
8. Kognitif dan persepsi
a. Ggn. Penglihatan : Pasien mengatakan tidak ada gangguan penglihatan
b. Ggn. Pendengaran : Pasien mengatakan tidak ada gangguan pendengaran
c. Ggn. Penciuman : Pasien mengatakan tidak ada gangguan penciuman
d. Ggn. Sensasi taktil : Pasien mengatakan tidak ada gangguan sesasi taktil
e. Ggn. Pengecapan : Pasien mengatakan tidak ada gangguan pengecapan
f. Riwayat penyakit : [ - ] eye surgery
[ - ] otitis media
[ - ] luka sulit sembuh
Kulit :
Warna : sawo matang
Petekie : tidak ada
Lesi : tidak ada
Kepala :
Bentuk : mecocepal
Rambut : pertumbuhan rata
Mata :
Konjungtiva : berwarna kemerahan
Sklera : berwarna putih
Reaksi cahaya : tidak ada
Hidung :
Tidak ada riwayat fraktur tulang hidung
Tidak ada nyeri tekan
Mulut dan tenggorokan :
Mukosa : lembab
Stomatitis : tidak ada
Gigi : tidak ada karies gigi
Gigi tidak lengkap
Tidak ada gangguan menelan
Leher :
normal
Dada :
Tidak menggunakan otot bantu pernafasan, VES +/+
Abdomen :
Normal
Ekstermitas :
Akral hangat
Kekuatan otot :
5 4
5 4
Genitalia :
Terpasang kateter.
Anus dan rektum :
Hemoroid : tidak ada
Tidak ada perdarahan
Tidak ada nyeri
7. Hasil pemeriksaan
Laboratorium
Hb : 15, 2 OT : 29
AL : 14, 140 PT : 34
AT : 292.000 GDS : 140
NLR : 1,98 Na : 145
8. Pengobatan
a. Terapi
No Nama obat Dosis
2 Aspirin 4 tab
3 CPG 4 tab
4 ISDN 5 mg
3 Infus RL 20tpm
b. Analisa data
No Analisis Data Etiologi problem
DO :
- TTV :
TD : 152/106 mmHg,
N : 105x/menit,
RR ; 28x/menit,
- VES (Ventrikel Ekstra Sitol) +/
+,
- ekspresi wajah pasien meringis
2. DS : Pasien mengatakan merasa
lemah
DO :
- Keadaan tampak lemah Perubahan irama Penurunan curah
- Tampak sesak jantung
- Terpasang O2 NK 3lpm jantung
- TD: 152/106 mmHg
- Nadi 105x/menit
- RR : 28x/menit
c. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b.d Agens cedera biologis ( iskemik miokard)
2. Penurunan curah jantung b.d Perubahan irama jantung
Nursing Care Plan
No Dx keperawatan NOC NIC
Nyeri akut b.d Agens cedera Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Lakukan monitor nyeri secara
biologis ( iskemik miokard) 1x8 jam diharapkan nyeri teratasi dengan kriteria komprehensif, catat karakteristik
hasil: nyeri, lokasi, intensitas lama dan
Indikator O.Awal O.Akhir penyebarannya
1. Menggunakan 1 2 2. Observasi adanya petunjuk
tindakan nonverbal dari ketidaknyamanan
pengurangan 3. Anjurkan pasien untuk melaporkan
nyeri tanpa nyeri segera
analgetik 4. Lakukan manajemen nyeri
2. Menggunakan 2 4 keperawatan yang meliputi, atur
1. analgesic yang posisi, istirahat pasien
direkomendasika 5. Berikan oksigen tambahan dengan
n nasal kanul atau masker yang
3. Melaporkan 2 3 sesuai dengan indikasi
nyeri terkontrol 6. Ajarkan teknik relaksasi nafas
Keterangan : dalam
1 : Deviasi berat dari kisaran normal 7. Kolaborasi pemberian terapi
2 : Deviasi yang cukup berat dari kisaran farmakologi.
normal
3 : Deviasi sedang dari kisaran normal
4 : Deviasi rinngan dari kisaran normal
5 : Tidak ada deviasi dari kisaran normal
2. Penurunan curah jantung b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Pastikan tingkat aktifitas pasien
Perubahan irama jantung 1x8 jam diharapkan penurunan curah jantung yang tidak membahayakan curah
teratasi dengan kriteria hasil:
jantung atau memprovokasi
serangan jantung
Indikator O.Awal O.Akhir 2. Monitor EKG
1. Tekanan darah 2 4
sistol 3. Lakukan penilaian komperhensif
pada sirkulasi perifer
2. Tekanan darah
2 4 4. Monitor sesak nafas dan kelelahan
diastole
5. Kolaborasi pemberian terapi
3. Kelelahan 2 4
farmakologi.
Keterangan :
1 : Deviasi berat dari kisaran normal
2 : Deviasi yang cukup berat dari kisaran
normal
3 : Deviasi sedang dari kisaran normal
4 : Deviasi rinngan dari kisaran normal
5 : Tidak ada deviasi dari kisaran normal
EVALUASI
DIAGNOSA Waktu Implementasi Evaluasi
Nyeri akut b.d Agens 08:00 1. Melakukan pengkajian nyeri S : Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang.
secara komprehensif
cedera biologis ( iskemik WIB
O:
miokard) 08:15 2. Menganjurkan pasien - TD : 142/100 mmHg,
melakukan teknik relaksasi - N : 80x/menit,
WIB
nafas dalam jika merasakan - RR : 22x/menit,
nyeri - Pasien tampak lebih tenang
- Terpasang O2 Nasal Kanul 3lpm
08:20
3. Menganjurkan pasien untuk A : Masalah keperawatan teratasi sebagian.
WIB melaporkan segera jika Indikator O.Awal O.Akhir
merasakan nyeri 1. Menggunakan 1 2
tindakan
08:22 4. Mengatur posisi pasien dan pengurangan
membatasi pengunjung nyeri tanpa
WIB
analgetik
08:25 5. Memberikan oksigen nasal 2. Menggunakan
kanul 3lpm analgesic yang 2 3
WIB
direkomendasika
08:30 6. Berkolaborasi dengan dokter n
untuk pemberian terapi O2 3. Melaporkan nyeri
WIB 2 2
Nasal kanul 3lpm dan Aspirin terkontrol
4 tab,
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7
Penurunan curah jantung 08:50 1. Memastikan tingkat aktifitas S: Pasien mengatakan masih merasakan lemah dan
sesak
b.d Perubahan irama WIB pasien yang tidak
O:
jantung membahayakan curah jantung - Pasien masih tampak lemah
- Tampak sesak
atau memprovokasi serangan
- Terpasang O2 NK 3lpm
jantung seperti menganjurkan -
TD: 145/90 mmHg
-
Nadi 86x/menit
pasien untuk tidak mengedan
-
CRT <3 detik
saat BAB -
RR : 28x/menit
-
Hasil EKG:
813 : Takikardi
08:55 2. Memonitor EKG 711 : Abnormal Q
621 : Negatif T
WIB
611 : Flat T
09:15 3. Melakukan penilaian 131 : Low Voltage (Limb Leads)
A: Masalah belum teratasi
WIB komperhensif pada sirkulasi
P: Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4, 5
perifer
09:18 4. Memonitor sesak nafas dan
WIB kelelahan
09:30 5. Berkolaborasi dengan dokter
WIB untuk pemberian terapi CPG
4tab, aspirin 4tab, ISDN
5mg.
DAFTAR PUSTAKA
Andrayani Lalewisnu. 2016. Exercise pada Pasien dengan ST Elevasi Miokard Infark
(STEMI). Jurnal Kesehatan Prima, Vol. 10, No. 2.
Darliana Devi. 2012. Manajemen Pasien ST Elevasi Miokard Infark (STEMI). Idea
Nursing Journal, Vol. 1, No. 1.
Putra Bagus Fitriadi. 2018. STEMI Inferior dengan Bradikardi dan Hipotensi. Cermin
Dunia Kedokteran Journal 260/Vol. 45, No. 1.
Sofyana Merlyn Gischa. 2015. Peran Perawat dalam Menangani Pasien dengan
Gangguan IMA di IGD RSU Dr. Moewardi Surakarta.Bachelor Program in
Nursing Sciena Kusuma Husada Journal.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi
V. Jakarta: Interna Publishing.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta.
42
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
43