Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA ….

DENGAN MASALAH
KESEHATAN ST ELEVASI MIOCARD INFARK (STEMI) DI RUANG IGD RSPAU RS.
S. HARDJOLUKITO YOGYAKARTA

Pembimbing: Tengku Isni Yuli Lestari Putri, S.Kep., Ns., M.Kep.

OLEH:

STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA


2021

LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA …. DENGAN MASALAH


KESEHATAN ST ELEVASI MIOCARD INFARK (STEMI) DI RUANG IGD RSPAU RS.
S. HARDJOLUKITO YOGYAKARTA

OLEH :

Dengan ini sudah disetujui dan disahkan sebagai Laporan Kegiatan Praktik Keperawatan Gawat
Darurat

Hari :

Tanggal :

Pembimbing Akademik

(Tengku Isni Yuli Lestari Putri, S.Kep., Ns., M.Kep.)


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit jantung merupakan penyakit yang menempati posisi tertinggi penyebab
kematian dan kecacatan baik di dunia maupun di Indonesia. STEMI (ST Elevasi Miocard
Infark) adalah jenis yang terberat dari kelompok penyakit coronary arteri disease yang
memerlukan penanganan serius baik sebelum maupun setelah serangan. Upaya
pengembalian fungsi jantung memiliki makna pencegahan serangan ulang yang dapat
berakibat lebih fatal (Andrayani, 2016).
Penilaian klinis terhadap STEMI akan dilakukan dalam waktu 24 sampai 48 jam,
secara umum penggunaan electrocardiography untuk mendeteksi iskemia. Peran perawat
dalam menangani STEMI secara lebih lanjut sangat penting dalam mengidentifikasi
pasien STEMI yang beresiko tinggi kematian. Peran perawat tentang Tindakan
kegawatdaruratan di IGD dan Instalasi Perawatan Intensif pada pasien STEMI memegang
porsi besar dalam menentukan keberhasilan pertolongan pertama (Sofyana, 2015).
Infark miokard akut (IMA) didefinisikan sebagai nekrosis miokardium yang
disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat
sumbatan akut pada arteri koroner. Sumbatan ini sebagian besar disebabkan
oleh ruptur plak ateroma pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh
terjadinya trombosis, vasokontriksi, reaksi inflamasi (Muttaqin, 2012).
IMA disebabkan oleh adanya arterosklerotik pada arteri koroner atau penyebab
lainnya yang dapat menyebabkan terjadinnya ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen miokardium. Pada kondisi awal akan terjadi ischemia miokardium,
namun bila tidak dilakukan tindakan reperfusi segera maka akan menimbulkan necrosis
miokardium yang bersifat irreversible.
IMA memiliki karakteristik serangan mendadak, umumnya pada pria usia 35-55
tahun, tanpa ada keluhan sebelumnya. Tanda dan gejala dari IMA terjadi nyeri dada yang
terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya berlangsung lebih dari
setengah jam serta tidak hilang dengan istirahat. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas,
pucat, dingin, diaphoresis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
Keluhan yang khas ialah nyeri dada restrostenal seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk,
panas atau tertindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan, bahu leher, rahang dan
punggung (Kasron, 2012).
Adapun komplikasi IMA akan mengakibatkan shock cardiogenic, gagal jantung
kongestif serta disritmia ventrikel yang bersifat lethal aritmia (Darliana, 2012). Angka
mortalitas dan morbiditas komplikasi IMA dikarenakan keterlambatan mencari
pengobatan, kecepatan serta ketepatan pengkajian dan diagnosis. Kecepatan penanganan
perawat dinilai antara onset nyeri dada sampai tiba di IGD rumah sakit dan mendapat
penanganan di rumah sakit (Sudoyo, 2010).
Pengetahuan dan peran perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada
pasien STEMI dalam mengidentifikasi dan melakukan perawatan pasien STEMI yang
beresiko tinggi terjadi kematian. Berkaitan dengan hal tersebut, kelompok tertarik untuk
membuat laporan “Asuhan Keperawatan pada pasien dengan STEMI di IGD di RSPAU
dr. S. Hardjolukito tahun 2021”

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Kelompok mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan STEMI
di IGD di RSPAU dr. S. Hardjolukito tahun 2021 dengan pendekatan proses
keperawatan.

2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan STEMI di Ruang
IGD RSPAU dr. S. Hardjolukito tahun 2021
b. Merumuskan diagnosis keperawatan pada klien dengan STEMI di Ruang
IGD RSPAU dr. S. Hardjolukito tahun 2021
c. Membuat rencana keperawatan pada klien dengan STEMI di Ruang IGD
RSPAU dr. S. Hardjolukito tahun 2021
d. Melakukan Tindakan keperawatan pada klien dengan STEMI di Ruang
IGD RSPAU dr. S. Hardjolukito tahun 2021
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan STEMI di Ruang
IGD RSPAU dr. S. Hardjolukito tahun 2021.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI)

1. Pengertian STEMI

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara
permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di
pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim
jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah pembuluh darah coroner
yang tersumbat total sehingga aliran darah benar-benar terhenti, otot jantung yang
dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati (Sudoyo,2006).

2. Etiologi STEMI

STEMI terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan kebutuhan tidak
tertangani dengan baik sehingga menyebabkan kematian sel-sel jantung
tersebut. Beberapa hal yang menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut diantaranya:

a) Berkurangnya suplai oksigen ke miokard


Menurunya suplai oksigen disebabkan oleh tiga factor, antara lain:
1) Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah mencapai
sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan pembuluh darah
diantaranya: aterosklerosis, spasme dan artritis. Spasme pembuluh darah bisa juga
terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya dan
biasanya dihubungkan dengan beberapa hal antara lain mengkonsumsi obat-
obatan tertentu, stress emosional atau nyeri, terpapar suhu dingin yang ekstrim
dan merokok.
2) Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung keseluruh
tubuh sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini tidak akan lepas dari
faktor pemompaan dan volume darah yang dipompakan. Kondisi yang
menyebabkan gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis
maupun isufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta, mitrlalis
maupun trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardac output. Penurunan
cardiac output yang diikuti oleh penurunan sirkulasi menyebabkan bebarapa
bagian tubuh tidak tersuplai darah dengan adekuat, termasuk dalam hal ini otot
jantung.

3) Faktor darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Jika daya
angkut darah berkurang, maka sebagus apapun jalan (pembuluh darah) dan
pemompaan jantung maka hal tersebut tidak cukup membantu. Hal-hal yang
menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain: anemia, hipoksemia
dan polisitemia.

4) Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh


Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi
diantaranya dengan meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan cardiac
output. Akan tetapi jika orang tersebut telah mengidap penyakit jantung,
mekanisme kompensasi justru pada akhirnya makin memperberat kondisinya
karena kebutuhan oksigen semakin meningkat, sedangkan suplai oksigen tidak
bertambah. Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya
kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya infark. Misalnya: aktivtas berlebih,
emosi, makan terlalu banyak dan lain-lain. Hipertropi miokard  bisa memicu
terjadinya infark karea semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen,
sedangkan  asupan oksien menurun akibat dari pemompaan yang tidak efektive.
3. Faktor Resiko STEMI

A. Faktor-faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi:

1) Faktor Usia
Aterosklerosis meningkat sebanding dengan bertambahnya usia. Aterosklerosis
jarang terjadi pada usia dibawah 40 tahun.

2) Jenis kelamin
Laki-laki lebih tinggi tingkat morbiditasnya dibandingkan dengan perempuan,
karena perempuan memiliki hormone estrogen endrogen yang memiliki sifat
protektif pada wanita sebelum menopause, tetapi setelah wanita mengalami
menopause angka morbiditas perempuan sebanding dengan laki-laki

3) Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dengan penyakit jantung sebelum usia 50 tahun
meningkatkan resiko timbulnyaaterosklerosis. Riwayat keluarga dapat
mempengaruhi usia onset penyakit jantung pada keluarga dekat (Grey et al,
2005).

B. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi:

1) Diet tinggi lemak jenuh (peningkatan lipid serum)


Plasma lipid yaitu kolesterol, trigliserida dan fosfolipid. Kadar kolesterol HDL
yang rendah meningkatkann kejadian aterosklerosis. Peningkatan kadar
kolesterol diatas 180 mg/dl resiko aterosklerosis meningkat dan lebih cepat jika
kadarnya lebih dari 240 mg/dl. Minuman beralkohol mempengaruhi
pemecahan kolesterol sehingga konsumsi alcohol sangat rentan terjadinya
penyakit jantung.

2) Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi secara terus menerus mengakibatkan hipertrofi
vebtrikel dan meningkatnya kebutuhan oksigen jantung. Jika kompensasi yang
dilakukan sudah maksimal maka akan mengakibatkan payah jantung. Keadaan
ini menyebabkan suplai oksigen menurun sehingga aterosklerosis yang ringan
menjadi berat. Resiko penyakit jantung seperti infark miokard akan berkurang
jika hipertensi diturunkan. Setiap penurunan tekanan darah diastolic sebesar 5
mmHg resiko penyakit jantung berkurang sebanyak 16 % (Grey et al, 2005).

3) Merokok
Merokok dapat memperburuk penyakit arteri korona dengan meningkatkan
kadar CO darah karena CO sangat mudah berikatan dengan Hb daripada O2,
sehingga menyebabkan jantung bekerja lebih keras untuk menghasilkan energi.
Merokok juga menyebabkan pelepasan katekolamin akibat rangsangan asam
nikotinat menyebabkan vasokontriksi. Merokok dapat meningkatkan adesi
trombosit sehingga menyebabkan pembentukan thrombus.
Dampak buruk merokok tergantung pada jumlah yang dihisap perhari dan
lamanya merokok. Perokok pasif lebih beresiko 20-30% terkena penyakit
jantung dibandingkan dengan orang yang tidak terpapar asap rokok. Wanita
perokok mudah terkena penyakit jantung karena mengalami menopause lebih
dini.

4) Diabetes Mellitus
Hiperglikemia meningkatkan agregasi trombosit sehingga menyebabkan
pembentukan thrombus serta menyebabkan gangguan metabolisme lemak.
Pada penderita diabetes mellitus, penyakit jantung terjadi pada usia lebih muda
dibandingkan dengan penderita tanpa diabetes melitus.

5) Gaya hidup yang kurang aktivitas


Kejadian penyakit jantung turun sebesar 20-40% jika teratur melakukan olah
raga. Gaya hidup yang kurang aktivitas memicu terjadinya obesitas. Obesitas
menyebabkan terjadinya peningkatan kolesterol dan meningkatkan kerja
jantung serta kebutuhan oksigen.
6) Stress psikologis
Stress menyebabkan pelepasan katekolamin sehingga dapat mengakibatkan
kontriksi pembuluh darah. Kontriksi yang berlebihan mengakibatkan
keparahan jantung.

7) Tipe kepribadian
Tipe kepribadian seperti bersifat agresif, kompetitif, kasar, ambisius, keinginan
untuk dipandang, merasa diburu waktu dan gangguan tidur menjadikan
seseorang mudah mengalami stress dan terjadi abnormalitas metabolisme lipid
(Grey et al, 2005).

4. Patofisiologi STEMI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan
akumulasi lipid (Mutaqqin, 2012).
Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus,
yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI memberikan respon terhadap terapi
trombolitik (Price,2006).
STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan
oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai
penyakit inflamasi sistemik (corwin, 2009).
Secara fungsional infark miokardium menyebabkan perubahan-perubahan
seperti daya kontraksi menurun, gerakan dinding abnormal, perubahan daya
kembang dinding ventrikel, penurunan volume sekuncup, penurunan fraksi ejeksi.
Gangguan fungsional yang terjadi tergantung pada beberapa faktor seperti ukuran
infark jika mencapai 40% bisa menyebabkan syok kardiogenik. Mekanisme
kompensasi bertujuan untuk mempertahankan curah jantung dan perfusi perifer.
Aterosklerosis, thrombosis, konstriksi arteri koronaria menyebabkan aliran
darah kejantung menurun sehingga suplai oksigen dan nutrisi juga akan berkurang
yang mengakibatkan jaringan miocard mengalami injuri dan iskemik. Jika keadaan
ini tidak teratasi dalam 30 menit miokard dapat mengalami nekrosis yang bersifat
irreversible. Suplai oksigen ke miokard yang menurun dapat mengakibatkan
metabolisme anaerob dan hipoksia seluler.
Dalam kondisi kekurangan oksigen yang dihasilkan otot saat pemecahan gula
justru bukan energy melainkan asam laktat, inilah yang kemudian menyebabkan
munculnya rasa nyeri, pegal-pegal dan kelelahan. Kandungan asam laktat yang
terlalu banyak dalam tubuh merupakan pemicu terjadinya asidosis laktat, yang
mengakibatkan terjadinya asidosis metabolic sebagai tanda telah terjadi gangguan
pertukaran gas dalam tubuh.
Hipoksia dapat mengakibatkan kerusakan sel dan jaringan, hal ini yang
menyebabkan kontraktilitas miokard menurun yang berisiko terjadinya penurunan
curah jantung, dan bila cardiac output menurun dapat terjadi gangguan perfusi
jaringan. Hipoksia juga bisa mengakibatkan kerusakan miokard shingga terjadi
kegagalan pompa jantung.
Kegagalan ventrikel kiri akan mengakibatkan perubahan afterload,
bendungan arteri pulmonalis dan terjadi acut lung oedema (ALO). Jika terjadi
terjadi ALO maka alveolus akan terisi cairan dan menggu proses difusi sehingga
terjadi penumpukan CO2 dalam darah yang mengakibatkan asidosis respiratorik.
Kegagalan ventrikel kanan akan mengakibatkan perubahan preload, bendungan
pada vena cava superior dan vena cava inferior sehingga terjadi distensi vena
jugularis, edema, hepatomegali. Adanya ALO, edema, hepatomegali da distensi
vena jugulari menunjukkan adanya hipervolemia yang bisa memperburuk kondisi
pasien
Pathway STEMI

Aterosklerosis Tombosis Konstriksi arteri koronaria

Aliran darah jantung menurun

Jaringan Miocard Isemik

Nekrosa lebih dari 30 menit

Metabolisme an aerob Seluler hipoksia

Asidosis Timbunan asam laktat Nyeri Resiko penurunan


Kontraktilitas
metabolik meningkat curah jantung
turun

Gangguan Fatigue Cemas


COP turun Kegagalan pompa
Pertukaran
jantung
Gas
Intoleransi
aktivitas
Gangguan perfusi
Gagal jantung
jaringan

Kegagalan partikel kiri Kegagalan ventrikel


kanan

Bendungan arteri
Bendungan vera
pulmoralis
cava superior dan
vena cava inferior

Perubahan After
load Perubahan preload

Acut lungoedema Edema, distensi vena


jugularis, hepatomegali

Gangguan difusi
alveori Hipereuolimea

Peningkatan CO2

Gangguan perfusi
jaringan
5. Manifestasi Klinis STEMI
Menurut Mutaqqin, 2012. Manisfestasi klinik disrupsi plak tergantung pada derajat,
lokasi, lamanya iskemi miokard dan cepatnya pembentukan trombus secara
vasokontriksi sekitar plak.
a. Nyeri dada
b. Terasa sesak, tampak pucat, pusing.
c. Dada seperti ditindih, seperti ditusuk-tusuk, lama nyeri ± 20 menit
d. Berkeringat, TD menurun / meningkat
e. Adanya mual dan muntah, lemah, lesu, palpitasi.
f. Nyeri angina stabil hanya terjadi pada saat beraktivitas atau olahraga dan
menghilang dengan cepat pada saat istirahat.
g. Nyeri menjalar ke tangan kiri, kedua tangan atau kedagu.

6. Pemeriksaan penunjang STEMI


a) Pemeriksaan EKG: memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman
yang dilakukan saat sedang nyeri dada sangat mendukug hasil pada diagnosis
STEMI:
1) Depresi Segmen ST > 0,05 mv
2) Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mv inversi gelombang T

Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG :

No Lokasi Gambaran EKG


1. Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-
V4/V5.
2. Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-
V3
3. Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-
V6 dan I dan aVL
4. Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-
No Lokasi Gambaran EKG
V6 dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang
Q di I dan aVL
5. Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
6. Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
dan aVF
7. Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
aVF, V1-V3
8. True Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST
posterior depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
9. RV Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R)
Infraction Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam
pertama infark.

b) Pemeriksaan biokimia jantung


1) Petanda (Biomarker) Kerusakan Jantung
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinin Kinase CKMB dan cardiac
specific troponin sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai
kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan
CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi
diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker.
Pengingkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan
ada nekrosis jantung (infark miokard).
2) CKMB
Meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10-24 jam dan kembali normal dala 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan
kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
3) Cardiac specific troponin
Meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10-24 jam dan masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari.

c) Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:


1) Mioglobin
Dapat dideteksi satu jam setelah infark dalam 4-8 jam.
2) Creatinin Kinase (CK)
Meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.

3) Lactic dehydrogenase (LDH)


Meningkat setelah 24 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari
dan kembali normal dalam 8-14 hari.
4) Pemeriksaan HDL, LDL, GDS, darah rutin, status elektrolit, test fungsi ginjal,
koagulasi darah.
5) Pemeriksaan coronary angiography
Pemeriksaan khusus sinar x pada jantung dan pembuluh darah.
6) Echocardiogram, chest X-ray.

7. Komplikasi
a) Gagal jantung kongestif apabila jantung tidak dapat memompa keluar semua
aliran darah yang diterima
b) Terjadinya syok kardiogenik apabila curah jantung sangat berkurang dalam
waktu lama
c) Dapat terjadinya ruptur miokardium
d) Dapat terjadi perikarditis, peradangan selaput jantung.

8. Penatalaksanaan
Tujuan dari penanganan pada infark miokard adalah menghentikan perkembangan
serangan jantung, menurunkan beban kerja jantung (memberikan kesempatan untuk
penyembuhan) dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Berikut ini adalah penanganan
yang dilakukan pada pasien:
a) Berikan oksigen meskipun kadar oksigen darah normal. Persediaan oksigen yang
melimpah untuk jaringan, dapat menurunkan beban kerja jantung. Oksigen yang
diberikan 5-6 L /menit melalu binasal kanul.
b) Pasang monitor kontinyu EKG segera, karena aritmia yang mematikan dapat
terjadi dalam jam-jam pertama pasca serangan
c) Pasien dalam kondisi bedrest untuk menurunkan kerja jantung sehingga
mencegah kerusakan otot jantung lebih lanjut. Mengistirahatkan jantung berarti
memberikan kesempatan kepada sel-selnya untuk pulih
d) Pemasangan IV line untuk memudahkan pemberan obat-obatan dan nutrisi yang
diperlukan. Pada awal-awal serangan pasien tidak diperbolehkan mendapatkan
asupa nutrisi lewat mulut karena akan meningkatkan kebutuhan tubuh erhadap
oksigen sehingga bisa membebani jantung.
e) Pasien yang dicurigai atau dinyatakan mengalami infark seharusnya
mendapatkan aspirin (antiplatelet)  untuk mencegah pembekuan darah.
Sedangkan bagi pasien yang elergi terhadap aspirin dapat diganti dengan
clopidogrel.
f) Nitroglycerin dapat diberikan  untuk menurunkan beban kerja jantung dan
memperbaiki aliran darah yang melalui arteri koroner. Nitrogliserin juga dapat
membedakan apakah ia Infark atau Angina, pada infark biasanya nyeri tidak
hilang dengan pemberian nitrogliserin.
g) Morphin merupakan antinyeri narkotik paling poten, akan tetapi sangat
mendepresi aktivitas pernafasan, sehingga tdak boleh digunakan pada pasien
dengan riwayat gangguan pernafasan. Sebagai gantinya maka digunakan petidin.
h) Pada prinsipnya jika mendapatkan korban yang dicurigai mendapatkan serangan
jantung, segera hubungi 118 untuk mendapatkan pertolongan segera. Karena
terlambat 1-2 menit saa nyawa korban mungkin tidak terselamatkan lagi

Obat-obatan yang digunakan pada pasien diantaranya:


a) Obat-obatan trombolitik
Obat-obatan ini ditujukan untuk memperbaiki kembali airan darah pembuluh
darah koroner, sehingga referfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih
lanjut. Obat-obatan ini digunakan untuk melarutkan bekuan darah yang
menyumbat arteri koroner. Waktu paling efektive pemberiannya adalah 1 jam
stelah timbul gejal pertama dan tidak boleh lebih dari 12 jam pasca serangan.
Selain itu tidak boleh diberikan pada pasien diatas 75 tahun Contohnya adalah
streptokinase

b) Beta Blocker
Obat-obatan ini menrunkan beban kerja jantung. Bisa juga digunakan untuk
mengurangi nyeri dada atau ketidaknyamanan dan juga mencegah serangan
jantung tambahan. Beta bloker juga bisa  digunakan untuk memperbaiki
aritmia. Terdapat dua jenis yaitu cardioselective (metoprolol, atenolol, dan
acebutol) dan non-cardioselective (propanolol, pindolol, dan nadolol)

c) Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) Inhibitors


Obat-obatan ini menurunkan tekanan darah dan mengurangi cedera pada otot
jantung. Obat ini juga dapat digunakan untuk memperlambat kelemahan pada
otot jantung. Misalnya captropil.

d) Obat-obatan antikoagulan
Obat-obatan ini mengencerkan darah dan mencegah pembentukan bekuan darah
pada arteri. Missal: heparin dan enoksaparin.

e) Obat-obatan Antiplatelet
Obat-obatan ini (misal aspirin dan clopidogrel) menghentikan platelet untuk
membentuk bekuan yang tidak diinginkan.  

Jika obat-obatan tidak mampu menangani/menghentikan serangan jantung., maka dpat


dilakukan tindakan medis, yaitu antara lain
a) Angioplasti
Tindakan non-bedah ini dapat dilakukan dengan membuka arteri koroner yang
tersumbat oleh bekuan darah. Selama angioplasty kateter dengan balon pada
ujungnya dimasukan melalui pembuluh darah menuju arteri koroner yang
tersumbat. Kemudian balon dikembangkan untuk mendorong plaq melawan
dinding arteri. Melebarnya bagian dalam arteri akan mengembalikan aliran
darah.Pada angioplasti, dapat diletakan tabung kecil (stent) dalam arteri yang
tersumbat sehingga menjaganya tetap terbuka.  Beberapa stent biasanya dilapisi
obat-obatan yang mencegah terjadinya bendungan ulang pada arteri.

b) CABG (Coronary Artery Bypass Grafting)


Merupakan tindakan pembedahan dimana arteri atau vena diambil dari bagian
tubuh lain kemudian disambungkan untuk membentuk jalan pintas melewati arteri
koroner yang tersumbat. Sehingga menyediakan jalan baru untuk aliran darah
yang menuju sel-sel otot jantung.  

c) Setelah pasien kembali  ke rumah maka penanganan tidak berhenti, terdapat


beberapa hal  yang perlu diperhatikan:
-  Mematuhi manajemen terapi lanjutan dirumah baik berupa obat-obatan
maupn mengikuti program rehabilitasi.
- Melakukan upaya perubahan gaya hidup sehat yang bertujuan untuk
menurunkan kemungkinan kekambuhan, misalnya antara lain: menghindari
merokok, menurunkan BB, merubah dit, dan meningatkan aktivitas fisik.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Umur
Sebagian besar kasus penyakit terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan
meningkat dengan bertambahnya umur. Kadar kolesterol pada laki-laki
dan perempuan mulai meningkat umur 20 tahun. Pada laki-laki kolesterol
meningkat sampai umur 50 tahun. Pada perempuan sebelum menopause
(45-50) lebih rendah dari pada laki-laki dengan umur yang sama. Setelah
menopasuse kadar kolesterol perempuan meningkat menjadi lebih tinggi
dari pada laki-laki.
2) Jenis kelamin
Laki-laki mempunyai resiko 2-3 x lebih besar dari perempuan.
2. Keluhan Utama
Keluhan uatama biasanya nyeri dada dapat menjalar, perasaan sulit bernapas.
3. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama dengan melakukan serangkaian pertanyaan tentang nyeri dada
klien secara PQRST adalah:

a) Provoking incident
nyeri setelah beraktivitas dan kadang tidak berkurang dengan istirahat
b) Quality of pain
seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien, sifat keluhan
nyeri seperti tertekan
c) Regio, rediation, relief
lokasi nyeri di daerah subternal atau di atas perikardium. Penyebaran dapat
meluas di dada. Dapat terjadi nyeri serta ketidakmampuan bahu dan tangan
d) Severe (scale) of pain
Klien bisa ditanya dengan menggunakan rentang 0-5 dan klien akan menilai
seberapa jauh rasa nyeri yang di rasakan. Biasanya pada saat angina skala
nyeri berkisar antara 4-5 skala (0-5)
e) Time
Sifat mula timbulnya onset, gejala timbul mendadak. Lama timbulnya
(durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit.
4. Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, diabetes
mellitus dan hiperlipidemia. Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum
oleh klien pada masa lalu yang masih relevan. Tanyakan juga mengenai rekasi
alergi obat dan reaksi apa yang timbul.
5. Riwayat keluarga
Riwayat di dalam keluarga ada dalam menderita penyakit jantung, diabetes,
stroke, hipertensi dan perokok.
6. Riwayat pekerjana dan kebiasaan
Tanyakan situasi tempat kerja dan lingkungannya. Kebiasaan sosial dan kebiasaan
pola hidup misalnya minum alkohol atau obat tertentu.
7. Pemeriksaan fisik
a. Muskuloskeletal
Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur (mungkin didapatkan
takikardi dan dispnea pada saat beristirahat atau pada saat beraktivitas)
b. Respirasi
Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif, riwayat merokok dengan
pernafasan kronis. Pada pemeriksaan mungkin didapatkan peningkatan
respirasi, pucat atau sianosis, suara nafas cracles atau wheezing atau vesikuler.
c. Kardiovaskuler
Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang dengan beraktivitas atau
dengan nitrogliserin. Lokasi nyeri dada bagian depan subternal yang mungkin
menyebar sampai ke lengan, rahang dan wajah. Karakteristik nyeri dapat
dikatakan sebagai rasa sangat nyeri. Tekanan darah meningkat, capilary refill
time memanjang dan distrimia. Ventrikel kehilangan kontrakstilitasnya, murmur
jika ada merupakan akibat dari insufisiensi katup. Heart rate takikardi atau
bradikardi, irama jantung mungkin ireguler atau juga normal. Jugular vena
distension, edema anasarka, crackles mungkin juga timbul dengan gagal jantung.
Dispnea atau nyeri dada atau dada berdebar-debar saat beraktivitas.
d. Integumen
warna kulit mungkin pucat, di bibir dan di kuku pucat
e. Pencernaan
Bising usus mungkin meningkat atau juga normal, mual, kehilangan nafsu
makan, penurunan turgor kulit, berkeringat banyak muntah dan perubahan berat
badan
f. Neurobehavior
Nyeri kepala yang hebat

C. Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri akut berhubungan dengan sindroma koroner akut
b) Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan afterload
c) Hipervolemia berhubungan dengan kegagalan jantung kongestif
d) Risiko perfusi miocard tidak efektif
e) Intoleransi aktivitas berhubungan Penyakit jantung koroner
f) Ansietas berhubungan dengan Penyakit akut.
g) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gagal jantung kongestif

D. Intervensi Keperawatan
Intervensi atau perencanaan berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).
Diagnosis keperawatan : Nyeri akut berhubungan dengan sindroma
koroner akut
Kriteria hasil:
1. Keluhan nyeri menurun
2. Tidak Meringis
3. Tidak Gelisah
4. Diaporesis menurun
5. Frekuensi nadi membaik
6. Pola nafas membaik
7. Tekanan darah membaik

Manajemen nyeri

Observasi

1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan intensitas


nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
4) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
5) Monitor efek samping penggunaan analgesik
Terapi

1) Fasilitasi istirahat/tidur
2) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi

1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri


2) Jelaskan strategi meredakan nyeri

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian anagesik

Diagnosis Keperawatan: Penurunan curah jantung berhubugan


dengan penurunan afterload

Kriteria hasil:

1. Kekuatan nadi perifer meningkat


2. Gambaran EKG aritmia menurun
3. Dispnea menurun
4. Pucat/sianosis menurun
5. Tekanan Darah membaik

Perawatan jantung

Observasi

1) Identifikasi tanda dan gejala primer penurunan curah jantung (dispnea,


kelelahan, edema, peningkatan JVP)
2) Identifikasi tanda dan gejala sekunder penurunan curah jantung
(hepatomegali, distensi vena jugularis, palpitasi, ronchi, oliguri, batuk,
kulit pucat)
3) Monitor tekanan darah
4) Monitor intake output
5) Monitor saturasi oksigen
6) Monitor EKG 12 lead

Terapi

1) Posisikan pasien semi fowler


2) Berikan O2 untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian anti aritmia

Manajemen syok kardiogenik

Observasi

1) Monitor status cardio pulmonal


2) Monitor status oksigenasi
3) Monitor status cairan
4) Monitor tingkat kesadaran
5) Monitor EKG 12 lead
6) Monitor rontgent dada
7) Monitor enzim jantung

Terapi

- Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian inotropik (dobutamin)


2) Kolaborasi pemberian vasopresor(dopamine)
3) Kolaborasi pemberian vasopresor kuat (nor epineprin)
4) Kolaborasi pemberian antiaritmia
Diagnosis Keperawatan: Hipervolemia berhubungan dengan
kegagalan jantung kongestif
Kriteria Hasil:
1. Out put urine meningkat
2. Dispnea menurun
3. Edema perifer menurun
4. Distensi vena jugularis menurun
5. Suara nafas tambahan menurun
6. Kongesti paru menurun
7. Frekuensi nadi membaik

Manajemen hipervolemia

Observasi

1) Periksa tanda dan gejala hypervolemia (ortopnea, dispnea, edema, JVP/CVP


meningkat, suara nafas tambahan)
2) Identifikasi penyebab hipervolemia
3) Monitor status hemodinamik (Frekuensi jantung, tekanan darah, MAP,
CVP)
4) Monitor intake-out put cairan
5) Monitor tanda peningkatan onkotik plasma (albumin)

Terapi

1) Batasi asupan cairan dan garam


2) Tinggikan kepala 30-40 derajat

Edukasi

- Ajarkan cara membatasi cairan


Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian diuretic


2) Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretic

Diagnosis Keperawatan: Risiko perfusi miokard tidak efektif

Kriteria Hasil:

1. Gambaran ECG aritmia menurun


2. Nyeri dada menurun
3. Diaphoresis menurun
4. Mual menurun
5. Takikardi membaik
6. Tekanan darah membaik
7. CRT membaik

Manajemen aritmia

Observasi

1) Periksa onset dan pemicu aritmia


2) Identifikasi jenis aritmia
3) Monitor frekwensi dan durasi aritmia
4) Monitor keluhan nyeri dada
5) Monitor respon hemodinamik akibat aritmia
6) Monitor saturasi oksigen
7) Monitor kadar elektrolit

Terapi

1) Berikan lingkungan yang tenang


2) Pasang monitor jantung
3) Rekam EKG 12 sadapan
4) Berikan oksigen sesuai indikasi
5) Pasang akses intra vena

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian anti aritmia, jika perlu


2) Kolaborasi pemberian Kardioversi, jika perlu

Terapi oksigen

Observasi

1) Monitor kecepatan aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
2) Monitor tanda-tanda hipoventilasi
3) Monitor efektifitas terapi oksigen

Terapi

1) Gunakan perangkat oksigen sesuai dengan tingkat mobilitas klien


2) Berikan oksigen tambahan jika perlu

Edukasi

- Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen

Kolaborasi

- Kolaborasi penentuan dosis

Diagnosis Keperawatan: Intoleransi aktifitas berhungan dengan

penyakit jantung coroner


Kriteria hasil:

1. Dispnea saat aktifitas menurun


2. Dispnea setelah aktifitas menurun
3. Sianosis menurun
4. Tekanan darah membaik
5. Frekuensi nafas membaik
6. EKG iskemia membaik

Manajemen energy

Observasi

1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mngakibatkan kelelahan


2) Monitor kelelahan fisik dan emosional
3) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktifitas

Terapi

1) Sediakan lingkungan yang nyaman


2) Lakukan rentang gerak pasif/aktif
3) Berikan aktifitas distraksi yang menyenangkan

Edukasi

1) Anjurkan tirah baring


2) Anjurkan melakukan aktifitas bertahap
3) Anjurkan menghubungi perawat bila tanda dan gejala keklelahan tidak
berkurang

Kolaborasi

- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang peningkatan asupan makanan

Diagnosis Keperawatan: Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan


gagal jantung kongestif

Kriteria Hasil:

1. Tingkat kesadaran meningkat


2. Dispnea menurun
3. Pusing menurun
4. Diaforesis menurun
5. Gelisah menurun
6. pCO2 membaik
7. pO2 membaik
8. pH arteri membaik
9. Takikardi membaik
10. Pola nafas membaik

Pemantauan respirasi

Observasi

1) Monitor frekwensi, irama, kedalaman, dan upaya nafas


2) Monitor pola nafas
3) Auskultasi bunyi nafas
4) Monitor saturasi oksigen
5) Monitor AGB
6) Monitor hasil x-ray thorax

Terapi

1) Atur interval pemantauan respirasi


2) Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


Terapi Oksigen

Observasi

1) Monitor kecepatan aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup

2) Monitor tanda-tanda hipoventilasi

3) Monitor efektifitas terapi oksigen

Terapi

1) Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas

2) Berikan oksigen tambahan jika perlu

Edukasi

- Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen

Kolaborasi

- Kolaborasi penentuan dosis oksigen

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1.       Identitas Diri Pasien
Nama : Tn. H
Umur : 48 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Status : Kawin
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Sleman
Suku : Jawa
Tanggal MRS : 26 Januari 2021
Tanggal Pengkajian : 26 Januari 2021
Diagnosa Medis : STEMI
Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri dada dan merasa lemah.
Primary Survey
Airway :
Tidak ada sumbatan jalan nafas
Breathing :
Mengalami sesak nafas tanpa aktifitas, tidak menggunakan otot bantu pernafasan, irama
nafas tidak teratur, Respirasi Rate : 28 x/menit, S02 : 97 %
Circulation :
N : 105x/menit, irama tidak teratur, denyut nadi kuat. TD : 152/106 mmHg, capilary refill
time <3 detik, tidak terdapat edema.
Disability :
E : 4, V: 5, M : 6 = kesadaran komposmentis

Secondary Survey
1. Riwayat keluhan saat ini
Tn. H datang ke IGD RSPAU dr. S. Hardjolukito mengeluh nyeri dada mulai pukul 23:00,
nyeri menjalan ke leher dan perut. P : Proses penyakit, Q : Seperti dibakar, R : Dada (menyebar),
S: 10, T : Terus menerus. Hasil pengkajian TTV, TD : 152/106 mmHg, N : 105x/menit, RR ;
28x/menit, Spo2 : 97 %, S : 36,5 oC, E4V6M5, irama nafas tidak teratur, Kesadaran compos
mentis, VES (Ventrikel Ekstra Sitol) +/+, ekspresi wajah pasien meringis, pasien tampak lemah,
keringat dingin (+), smoker : sudah 20 th sehari menghabiskan 6 bungkus rokok , kekuatan otot
5/4, 5/4, edema -/- .

2. Riwayat kesehatan yang lalu


Keluarga mengatakan ada Hipertensi dan ada riwayat stroke iskemik pada bulan September
2020.
3. Riwayat keluarga
Keluarga mengatakan tidak ada penyakit keturunan
4. Genogram

Keterangan :
= pasien

= perempuan

= Laki-laki

5. Pola kesehatan pasien saat ini


1. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan
2. Nutrisi dan cairan
 Nutrisi
a. Frekuensi makan : Baik
b. BB/TB : 80 kg/165 cm
c. BB dalam 1 bulan terakhir : [  ] tetap
[ - ] meningkat : -- kg
Alasannya : --
[ -] menurun :
Alasannya :

d. Jenis : --
e. Makanan yang disukai : --
f. Makanan pantangan : tidak ada Alergi : tidak ada
g. Nafsu makan : [ ] baik
[ ] kurang, alasan :
h. Masalah pencernaan [ - ] mual
[ - ] muntah
[ - ] kesulitan menelan
[ - ] sariawan
i. Riwayat operasi/trauma gartrointestinal : Tidak ada
j. Diit rumah sakit : --
 Cairan, elektrolit, dan asam basa
a. Frekuensi minum : 4-5 kali/hari, konsumsi air/hari : 300 cc hari
b. Turgor kulit : Baik
3. Aktivitas dan latihan
a. Pekerjaan :
b. Olah raga rutin : tidak pernah frekuensi : tidak ada
c. Alat bantu : [ - ] walker
[ - ] kruk
[ - ] kursi roda
[ - ] tongkat
d. Terapi : [ - ] traksi, di
[ - ] gips, di
e. Kemampuan melakukan ROM: pasif
Jenis kegiatan 0 1 2 3
Makan dan minum √
BAK/BAB √
Mandi √
Ambulasi √
Berubah posisi √
0: mandiri,
1: Alat bantu,
2: dibantu orang lain,
3: dibantu orang lain dan alat,
Oksigenasi
Terpasang O2 NK 3 Lpm
4. Tidur dan istirahat
a. Lama tidur : 8 jam/hari
b. Kesulitan tidur di RS :--
Alasan : susah tidur
c. Kesulitan tidur : [ - ] menjelang tidur
[ - ] mudah/sering terbangun
[ - ] merasa tidak segar saat bangun
5. Eliminasi
 Eliminasi fekal/bowel Sebelum sakit.
a. Frekuensi : 2 X Sehari penggunaan pencahar : Tidak
b. Waktu : siang / malam
c. Warna : Kuning Darah : Tidak ada konsistensi : lembek
d. Ggn. Eliminasi bowel : [ - ] konstipasi
[ - ] diare
[ - ] incontinencia bowel
e. Keb. Pemenuhan ADL bowel :
 Eliminasi urin
a. Frekuensi : 1000-1200 cc/Hari penggunaan pencahar : Tidak
b. Warna : Kuning Darah : Tidak ada
c. Ggn. Eliminasi urine : [ - ] nyeri saat BAK
[ - ] brunning sencation
[ - ] bladeer terasa penuh setelah BAK
[ - ] incontinensia urin
d. Riwayat dahulu : [ - ] penyakit ginjal
[ - ] batu ginjal
[ - ] injury/trauma
e. Penggunaan kateter : ya
f. Keb. Pemenuhan ADL urine : bantuan
6. Pola hubungan dan komunikasi
Keluarga mengatakan hubungan dan komunikasi pasien dengan keluarga dan teman
baik, pasien termasuk orang yang gampang dekat dengan orang lain.
7. Koping keluarga
Keluarga mengatakan jika ada masalah dalam keluarga akan diselesaikan bersama dan
secara kekeluargaan.
8. Kognitif dan persepsi
a. Ggn. Penglihatan : Pasien mengatakan tidak ada gangguan penglihatan
b. Ggn. Pendengaran : Pasien mengatakan tidak ada gangguan pendengaran
c. Ggn. Penciuman : Pasien mengatakan tidak ada gangguan penciuman
d. Ggn. Sensasi taktil : Pasien mengatakan tidak ada gangguan sesasi taktil
e. Ggn. Pengecapan : Pasien mengatakan tidak ada gangguan pengecapan
f. Riwayat penyakit : [ - ] eye surgery
[ - ] otitis media
[ - ] luka sulit sembuh

 Kenyamanan dan nyeri


a. Nyeri : Pasien mengatakan nyeri dada
b. Paliatif : Proses penyakit
c. Qualitas : Seperti terbakar
d. Region : Dada (menyebar)
e. Severity : 10
f. Time : Terus-menerus
g. Ambulasi di tempat tidur : -
9. Konsep diri
Keluarga mengatakan pasien merasakan sebagai lelaki seutuhnya
10. Seksual
Keluarga mengatakan sebelum masuk RS klien mengatakan tidak pernah melakukan
hubungan seksual.
11. Nilai dan kepercayaan
Keluarga mengatakan pasien menganut agama islam
6. Pengkajian Fisik
 Kondisi Umum :
Pasien laki – laki usia 48 tahun, pasien mengeluh nyeri, nyeri menjalan ke leher dan perut.
P : Proses penyakit, Q : Seperti dibakar, R : Dada (menyebar), S: 10, T : Terus menerus. Hasil
pengkajian TTV, TD : 152/106 mmHg, N : 105x/menit, RR ; 28x/menit, Spo2 : 97 %, S : 36,5
o
C, E4V6M5, Kesadaran compos mentis, VES (Ventrikel Ekstra Sitol) +/+, ekspresi wajah
pasien meringis, keringat dingin, kekuatan otot 5/4, 5/4, edema -/- , terpasang kateter, terpasang
O2 Nasal kanul 3lpm, terpasang inf. RL 20tpm dan terpasang monitor jantung.

 Kulit :
Warna : sawo matang
Petekie : tidak ada
Lesi : tidak ada
 Kepala :
Bentuk : mecocepal
Rambut : pertumbuhan rata
 Mata :
Konjungtiva : berwarna kemerahan
Sklera : berwarna putih
Reaksi cahaya : tidak ada
 Hidung :
Tidak ada riwayat fraktur tulang hidung
Tidak ada nyeri tekan
 Mulut dan tenggorokan :
Mukosa : lembab
Stomatitis : tidak ada
Gigi : tidak ada karies gigi
Gigi tidak lengkap
Tidak ada gangguan menelan
 Leher :
normal
 Dada :
Tidak menggunakan otot bantu pernafasan, VES +/+
 Abdomen :
Normal
 Ekstermitas :
Akral hangat
Kekuatan otot :
5 4

5 4

 Genitalia :
Terpasang kateter.
 Anus dan rektum :
Hemoroid : tidak ada
Tidak ada perdarahan
Tidak ada nyeri

7. Hasil pemeriksaan
Laboratorium
Hb : 15, 2 OT : 29
AL : 14, 140 PT : 34
AT : 292.000 GDS : 140
NLR : 1,98 Na : 145

8. Pengobatan
a. Terapi
No Nama obat Dosis

1 O2 Nasal kanul 3 lpm

2 Aspirin 4 tab

3 CPG 4 tab

4 ISDN 5 mg

3 Infus RL 20tpm

b. Analisa data
No Analisis Data Etiologi problem

1 - DS : Pasien mengeluh nyeri Agens cedera Nyeri akut


dada mulai pukul 23:00, nyeri
biologis ( iskemik
menjalan ke leher dan perut
P : Proses penyakit miokard)
Q : Seperti dibakar
R : Dada (menyebar)
S: 10
T : Terus menerus

DO :

- TTV :
TD : 152/106 mmHg,
N : 105x/menit,
RR ; 28x/menit,
- VES (Ventrikel Ekstra Sitol) +/
+,
- ekspresi wajah pasien meringis
2. DS : Pasien mengatakan merasa
lemah
DO :
- Keadaan tampak lemah Perubahan irama Penurunan curah
- Tampak sesak jantung
- Terpasang O2 NK 3lpm jantung
- TD: 152/106 mmHg
- Nadi 105x/menit
- RR : 28x/menit

c. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b.d Agens cedera biologis ( iskemik miokard)
2. Penurunan curah jantung b.d Perubahan irama jantung
Nursing Care Plan
No Dx keperawatan NOC NIC

Nyeri akut b.d Agens cedera Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Lakukan monitor nyeri secara
biologis ( iskemik miokard) 1x8 jam diharapkan nyeri teratasi dengan kriteria komprehensif, catat karakteristik
hasil: nyeri, lokasi, intensitas lama dan
Indikator O.Awal O.Akhir penyebarannya
1. Menggunakan 1 2 2. Observasi adanya petunjuk
tindakan nonverbal dari ketidaknyamanan
pengurangan 3. Anjurkan pasien untuk melaporkan
nyeri tanpa nyeri segera
analgetik 4. Lakukan manajemen nyeri
2. Menggunakan 2 4 keperawatan yang meliputi, atur
1. analgesic yang posisi, istirahat pasien
direkomendasika 5. Berikan oksigen tambahan dengan
n nasal kanul atau masker yang
3. Melaporkan 2 3 sesuai dengan indikasi
nyeri terkontrol 6. Ajarkan teknik relaksasi nafas
Keterangan : dalam
1 : Deviasi berat dari kisaran normal 7. Kolaborasi pemberian terapi
2 : Deviasi yang cukup berat dari kisaran farmakologi.
normal
3 : Deviasi sedang dari kisaran normal
4 : Deviasi rinngan dari kisaran normal
5 : Tidak ada deviasi dari kisaran normal

2. Penurunan curah jantung b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Pastikan tingkat aktifitas pasien
Perubahan irama jantung 1x8 jam diharapkan penurunan curah jantung yang tidak membahayakan curah
teratasi dengan kriteria hasil:
jantung atau memprovokasi
serangan jantung
Indikator O.Awal O.Akhir 2. Monitor EKG
1. Tekanan darah 2 4
sistol 3. Lakukan penilaian komperhensif
pada sirkulasi perifer
2. Tekanan darah
2 4 4. Monitor sesak nafas dan kelelahan
diastole
5. Kolaborasi pemberian terapi
3. Kelelahan 2 4
farmakologi.

Keterangan :
1 : Deviasi berat dari kisaran normal
2 : Deviasi yang cukup berat dari kisaran
normal
3 : Deviasi sedang dari kisaran normal
4 : Deviasi rinngan dari kisaran normal
5 : Tidak ada deviasi dari kisaran normal
EVALUASI
DIAGNOSA Waktu Implementasi Evaluasi
Nyeri akut b.d Agens 08:00 1. Melakukan pengkajian nyeri S : Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang.
secara komprehensif
cedera biologis ( iskemik WIB
O:
miokard) 08:15 2. Menganjurkan pasien - TD : 142/100 mmHg,
melakukan teknik relaksasi - N : 80x/menit,
WIB
nafas dalam jika merasakan - RR : 22x/menit,
nyeri - Pasien tampak lebih tenang
- Terpasang O2 Nasal Kanul 3lpm
08:20
3. Menganjurkan pasien untuk A : Masalah keperawatan teratasi sebagian.
WIB melaporkan segera jika Indikator O.Awal O.Akhir
merasakan nyeri 1. Menggunakan 1 2
tindakan
08:22 4. Mengatur posisi pasien dan pengurangan
membatasi pengunjung nyeri tanpa
WIB
analgetik
08:25 5. Memberikan oksigen nasal 2. Menggunakan
kanul 3lpm analgesic yang 2 3
WIB
direkomendasika
08:30 6. Berkolaborasi dengan dokter n
untuk pemberian terapi O2 3. Melaporkan nyeri
WIB 2 2
Nasal kanul 3lpm dan Aspirin terkontrol
4 tab,
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7

Penurunan curah jantung 08:50 1. Memastikan tingkat aktifitas S: Pasien mengatakan masih merasakan lemah dan
sesak
b.d Perubahan irama WIB pasien yang tidak
O:
jantung membahayakan curah jantung - Pasien masih tampak lemah
- Tampak sesak
atau memprovokasi serangan
- Terpasang O2 NK 3lpm
jantung seperti menganjurkan -
TD: 145/90 mmHg
-
Nadi 86x/menit
pasien untuk tidak mengedan
-
CRT <3 detik
saat BAB -
RR : 28x/menit
-
Hasil EKG:
813 : Takikardi
08:55 2. Memonitor EKG 711 : Abnormal Q
621 : Negatif T
WIB
611 : Flat T
09:15 3. Melakukan penilaian 131 : Low Voltage (Limb Leads)
A: Masalah belum teratasi
WIB komperhensif pada sirkulasi
P: Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4, 5
perifer
09:18 4. Memonitor sesak nafas dan
WIB kelelahan
09:30 5. Berkolaborasi dengan dokter
WIB untuk pemberian terapi CPG
4tab, aspirin 4tab, ISDN
5mg.
DAFTAR PUSTAKA

Andrayani Lalewisnu. 2016. Exercise pada Pasien dengan ST Elevasi Miokard Infark
(STEMI). Jurnal Kesehatan Prima, Vol. 10, No. 2.

Darliana Devi. 2012. Manajemen Pasien ST Elevasi Miokard Infark (STEMI). Idea
Nursing Journal, Vol. 1, No. 1.

Halimuddin.2016. Tekanan Darah dengan Kejadian Infark Pasien Acute Coronary


Syndrome.Idea Nursing Journal Vol. VII, No. 3.

Putra Bagus Fitriadi. 2018. STEMI Inferior dengan Bradikardi dan Hipotensi. Cermin
Dunia Kedokteran Journal 260/Vol. 45, No. 1.

M. Bulechek, G. (2016). Edisi 6. Nursing interventions classification ( N I C ).


Singapore:

Elsevier Global Rights.

Sofyana Merlyn Gischa. 2015. Peran Perawat dalam Menangani Pasien dengan
Gangguan IMA di IGD RSU Dr. Moewardi Surakarta.Bachelor Program in
Nursing Sciena Kusuma Husada Journal.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi
V. Jakarta: Interna Publishing.

Sue Moorhead, d. (2016). Edisi enam Nursing outcomes classification (Noc).Singapore:

Elsevier Global Rights.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st

ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).

Jakarta.

42
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi

dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat

Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

43

Anda mungkin juga menyukai