Anda di halaman 1dari 14

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Fungsi Kognitif Lansia Sebelum Diberikan Intervensi Brain Gym di

Posyandu Pandan Wangi Puskesmas Tanjung Paku Tahun 2018

Penelitian ini dilakukan terhadap lansia yang mengalami gangguan

fungi kognitif di Posyandu Pandan Wangi Puskesmas Tanjung Paku dengan

jumlah responden sebanyak 9 orang. Selama penelitian berlangsung, 1 orang

responden drop out karena tidak mengikuti intervensi dari awal sampai akhir

sehingga responden berkurang menjadi 8 responden. Pada pengambilan data

tentang fungsi kognitif, diketahui bahwa fungsi kognitif pada lansia sebelum

melakukan intervensi brain gym berdasarkan identifikasi menggunakanan

kuesioner Mini Mental State Examination (MMSE), didapatkan 5 orang

(62,5%) responden mengalami fungsi kognitif sedang dengan skor kognitif

antara 17-23, dan 3 orang (37,5%) responden mengalami fungsi kognitif

rendah dengan skor kognitif antara 12-16.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti sejalan dengan hasil

penenlitian yang dilakukan oleh Handayani (2013) di Desa Wonosari Trucuk

Klaten yang menunjukkan bahwa 77,8% dari 18 orang lansia yang mengalami

penurunan fungsi kognitif berada pada kategori sedang. Pada penelitian

Yuliati (2017) juga menunjukan hasil bahwa sebagian besar lansia yang

menjadi respondennya mengalami fungsi kognitif sedang.

Rerata penilaian fungsi kognitif pada pretest dengan menggunakan uji

statistik deskriptif fungsi kognitif sebelum pemberian intervensi brain gym

58
2

dari 8 responden adalah 18,00 dengan skor fungsi kognitif tertinggi adalah 22

dan skor fungsi kognitif terendah adalah 13.

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi frekuensi karakteristik

responden berdasarkan usia menunjukkan bahwa lebih dari separuh

responden berusia diatas 65 tahun yaitu sebanyak 5 orang responden (62,5 %)

dan 3 diantaranya berada pada kategori fungsi kognitif rendah. Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian Handayani (2013) di Posyandu Desa

Wonosari Trucuk Klaten menunjukkan bahwa (50,0%) responden berusia

diatas 65 tahun mengalami penurunan fungsi kognitif. Menurut Chang et al

(2018) usia dapat memprediksi kinerja seseorang, bertambahnya usia, organ

akan mengalami proses penuaan termasuk otak. Otak mengalami perubahan

fungsi salah satunya fungsi kognitif yaitu sulit mengingat dan berkurangnya

kemampuan mengambil keputusan dan bertindak. Seiring bertambah usia

struktur dan fungsi pada sistem saraf akan mengalami perubahan dalam

sistem neurologisnya yaitu penyusutan jumlah neuron dan neurotransmitter

sehingga mengakibatkan penurunan sinapsis antar sel dan otak tidak mampu

menyampaikan dan menyimpan informasi (Smeltzer, 2001 dalam Andari dkk,

2018).

Riwayat pendidikan responden SMA sebanyak 1 orang (12,5%), SMP

sebanyak 2 orang (37,5%) dan yang paling banyak adalah SD yaitu sebanyak

4 orang (50%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Martini (2016)

di PSTW Mulia Dharma Kubu Raya menunjukkan bahwa (80,8%) responden

dengan tingkat pendidikan rendah (Tidak sekolah dan SD). Menurut Tamher
3

& Noorkasiani (2009) semakin tinggi tingkat pendidikan seorang individu

maka semakin baik fungsi kognitifnya, teori menjelaskan tentang synaptic

reserve hypothesis dimana orang yang berpendidikan tinggi mempunyai

banyak synaps di otak, ketika synaps itu rusak maka synaps yang lain akan

menggantikan tempat yang rusak tadi (Izzah,2014).

Pada pretest ditemukan sebanyak 5 orang (62,5%) responden

mengalami gangguan fungsi kognitif sedang dengan skor antara 17-23.

Berdasarkan identifikasi menggunakan MMSE, 5 orang sering lupa pada

tanggal, hari dan bulan, 5 orang sulit mengulang kembali tiga kata benda

yang telah disebutkan, 5 orang sulit menghitung mundur angka dari 100 yang

dikurangi 7 secara berurutan, 1 orang tidak bisa menulis kalimat secara

spontan dan 3 orang tidak bisa mengkopi gambar pentagon. Menurut

Nugroho (2008) dalam (Yuliati 2017) menjelaskan bahwa gangguan fungsi

kognitif sedang biasanya disertai dengan terjadinya kemunduran dalam daya

ingat, disorientasi waktu dan tempat serta sangat mudah lupa terutama pada

peristiwa yang baru terjadi. Pada umumnya kenangan untuk kejadian dimasa

lalu lebih banyak tertahan dan diingat dibandingkan dengan informasi yang

bersifat masih baru ha ini dikarenakan adanya kerusakan pada serebral yang

bertanggung jawab dalam memproses rangasangan, tingkat kerusakan

serebral akan menentukan apakah bersifat progresif, permanen atau temporer.

(Smeltzer,2001 dalam Andari, 2018)

Pada pretest juga ditemukan 3 orang (37,5%) responden mengalami

gangguan fungsi kognitif rendah. Dari hasil identifikasi menggunakan MMSE


4

didapatkan 3 orang sering lupa pada tanggal, hari dan bulan, 3 orang sulit

mengulang kembali tiga kata benda yang telah disebutkan, 3 orang sulit

menghitung mundur angka dari 100 yang dikurangi 7 secara berurutan, 3

orang tidak bisa menulis kalimat secara spontan dan 3 orang tidak bisa

mengkopi gambar pentagon. Penurunan fungsi kognitif dapat menyebabkan

reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat, sedangkan fungsi

psikomotorik (konatif) meliputi hal yang berhubungan dengan dorongan

kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang mengakibatkan lansia

menjadi kurang cekatan (Dewi, 2016).

B. Fungsi Kognitif Lansia Setelah Diberikan Intervensi Brain Gym di

Posyandu Pandan Wangi Puskesmas Tanjung Paku Tahun 2018

Dari hasil pengukuran kognitif menggunakan kuesioner Mini Mental

State Examination (MMSE) setelah diberikan intervensi brain gym,

didapatkan 6 orang (75,0 %) responden mengalami peningkatan skor kognitif

menjadi tinggi dengan skor antara 24-30, 2 orang (25,0 %) responden

mengalami peningkatan skor kognitif menjadi sedang dengan skor antara 17-

23. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan fungsi kognitif sebelum

dan setelah diberikan intervensi brain gym.

Rerata penilaian fungsi kognitif pada posttest dengan menggunakan uji

statistik deskriptif, setelah pemberian intervensi brain gym dari 8 orang

responden adalah 24,12 dengan standar deviasi sebesar 3,563 diperoleh skor

fungsi kognitif tertinggi adalah 28 dan skor fungsi kognitif terendah 18. Hasil

penelitian ini juga menunjukkan bahwa setelah pemberian intervensi brain


5

gym pada 8 responden selama 12 kali didapatkan keseluruhan responden

mengalami peningkatan skor fungsi kognitif dengan peningkatan skor

tertinggi adalah 8 dan skor fungsi kognitif terendah adalah 5.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuliati (2017)

yang melakukan penelitian kuantitatif dengan studi Pre Experimental tentang

pengaruh brain gym terhadap fungsi kognitif lansia di Kelurahan Tandes

Surabaya. Hasil penelitian ini menunjukkan manfaat yang signifikan secara

statistik dalam meningkatkan fungsi kognitif stelah diberikan intervensi brain

gym.

Peningkatan skor fungsi kognitif yang didapatkan setelah setelah

intervensi brain gym adalah karena pemberian stimulus pada otak yang

dilakukan menggunakan gerakan-gerakan brain gym. Pemeliharaan otak

secara fungsional dapat dilakukan dengan berbagai proses belajar gerak,

belajar mengingat, dan belajar merasakan, dengan melakukan gerakan

permainan olah tangan dan kaki yang menghasilkan stimulasi atau

rangsangan (Yuliati, 2017). Otak beradaptasi terhadap stimulasi lingkungan,

dimana semakin banyak dan semakin sering otak diberikan stimulasi, maka

semakin banyak dan kuat jalinan antar sel saraf, saat ada stimulasi maka

struktur otak akan berubah secara signifikan, hubungan antar neuron lebih

banyak, sel glia yang menyokong fungsi neuron bertambah dan kapiler-

kapiler darah yang menyuplai darah dan oksigen ke otak menjadi lebih padat

stimulasi otak memiliki efek positif terhadap struktur dan fungsi otak,

termasuk dalam menambah jumlah cabang-cabang dendrit, memperbanyak


6

sinapsis, meningkatkan jumlah sel penyokong saraf dan meperbaiki

kemampuan memori (Martini,2016).

Gerakan pada brain gym yang dilakukan dapat menstimulasi otak untu

bekerja. Pada dimensi lateralis, gerakan yang digunakan adalah gerakan

silang (Cross Crawl) (Nasrullah, 2016). Gerakan silang dilakukan dengan

cara kaki dan tangan digerakkan secara berlawanan, gerakan ini dapat

merangsang bagian otak yang menerima informasi (receptive) dan bagian

yang menggunakan informasi (expressive) sehingga memudahkan proses

mempelajari hal baru dan meningkatkan daya ingat, kemudian gerakan

delapan tidur (Lazy 8) gerakan ini dilakukan dengan cara meluruskan tubuh

mengahadap pada satu titik yang terletak setinggi posisi mata sebagai titik

tengah dari angka delapan dan membuat angaka delapan tidur dengan mata

mengikuti delapan tidur, kepala bergerak sedikit dan leher tetap rileks,

gerakan ini bermanfaat mengaktifkan dan mengintegrasikan mata kanan dan

kiri dan mengaktifkan kedua belahan otak dan juga dapat meningkatkan

konsentrasi dan meningkatkan kemampuan visual (Pratiwi, 2016).

Gerakan yang dilakukan pada dimensi pemfokusan adalah gerakan

mengaktifkan tangan (Arm Activation), gerakan burung hantu (The Owl),

pasang kuda-kuda (Grounder), lambaian Kaki (The Footflex), dan luncuran

gravitasi (The Gravity Glider) (Amtonis& Fata, 2014). Gerakan mengaktifkan

tangan (Arm Activation) adalah gerakan yang dilakukan dengan meluruskan

tangan ke atas, kesamping telinga sambil mengatur napas, gerakan ini akan

mengaktifkan otak untuk penggunaan sekat rongga dada yang


7

relaks,meningkatkan pernapasan, fokus dan konsentrasi sementara gerakan

burung hantu (The Owl) adalah gerakan memijit bahu kiri dan kanan yang

dapat bermanfaat untuk mengasah penglihatan dan pendengaran (Dennison,

2008).

Gerakan brain gym pada dimensi pemusatan yang dipilih adalah

gerakan sakelar otak. Gerakan ini dilakukan dengan melakukan pemijitan

pada daerah sakelar otak yaitu terletak didada yaitu jaringan lunak dibawah

tulang selangka dikiri dan kanan tulang dada menggunakan jari dan tangan

lainnya berada dipusar gerakan ini dapat mengaktifkan otak untuk

meningkatkan penerimaan oksigen, merangsang arteri karotis yang membawa

darah segar dengan kandungan oksigen tinggi ke otak (Dennison, 2008).

Setelah dilakukan intervensi brain gym sebanyak 3 kali dalam

seminggu selama 4 minggu didapatkan hasil 8 orang responden mengalami

peningkatan fungsi kognitif yaitu diantaranya 5 orang responden mengalami

peningkatan fungsi kognitif tingkat sedang menjadi tinggi, 2 orang responden

mengalami peningkatan fungsi kognitif tingkat rendah menjadi sedang.

Sedangkan 1 orang responden mengalami peningkatan fungsi kognitif tingkat

rendah menjadi tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa brain gym merupakan

terapi yang efektif dan berpengaruh terhadap fungsi kognitif lansia.

Hasil ini sesuai dengan teori bahwa brain gym adalah serangkaian

gerak sederhana yang menyenangkan dan memberikan ransangan atau

stimulus pada otak yang dapat menimbulkan stimulus dan dapat

meningkatkan kemampuan kognitif (kewaspadaan, konsentrasi, kecepatan,


8

persepsi, belajar, memori, pemecahan masalah dan kreativitas) (Andari,

2018). Dibandingkan dengan gerakan senam lansia lainya brain gym lebih

efektif dalam meningkatkan kognitif karena pada gerakan senam lain hanya

lebih berfokus kepada tingkat kebugaran dan kesehatan fisik (Nasrullah,

2016).

Keistimewan brain gym adalah gerakan ringan olah tangan dan kaki

yang dapat menstimulus otak, gerakan yang menyelaraskan kemampuan

berpikir dan beraktivitas pada saat bersamaan, gerakan brain gym yang

cenderung lambat hal ini terkait dengan pernapasan, gerak yang lambat akan

diimbangi dengan pernapasan untuk menghirup dan menghembus udara

sehingga oksigen akan terasa maksimal serta gerakan yang dilakukan secara

rutin akan mendapatkan hasil yang lebih maksimal (Nasrullah, 2016). Hal ini

didukung oleh teori Markam dalam penelitian Yuliati (2017), yang

mengatakan bahwa brain gym yang dilakukan secara teratur oleh kelompok

lansia dapat meningkatkan fungsi kognitif pada lansia.

Hasil penelitian menunjukkan setelah dilakukan brain gym, responden

dengan fungsi kognitif rendah sebanyak 3 responden meningkat menjadi

fungsi kognitif sedang sebanyak 2 responden. Berdasarkan hasil wawancara

dan identifikasi kuesioner responden tidak dapat menjawab pertanyaan ketika

disuruh mengulang tiga kata benda yang sudah disebutkan. Responden

mengatakan sering lupa meletakkan kunci rumah dan juga terlihat reponden

lupa meletakkan barang yang baru saja dipegang, hal ini dikarenakan 2

responden dengan pendidikan sekolah dasar dan usia diatas 70 tahun.


9

Pendidikan yang kurang akan membuat seseorang tidak menggunakan otak

untuk berpikir secara rutin dan otak tidak terlatih akhirnya daya ingat tidak

dapat dijaga.

Hasil kuesioner didapatkan 1 responden dengan fungsi kognitif rendah

meningkat menjadi fungsi kognitif tinggi dan 5 responden dengan kognitif

sedang semuanya meningkat menjadi fungsi kognitif tinggi. Dari hasil

identifikasi kuesioner MMSE (Mini Mental State Examination) 6 orang

responden ini mulai bisa menjawab pertanyaan yang diajukan pada kuesioner

MMSE (Mini Mental State Examination) hanya saja pada pertanyaan

mengkopi gambar pentagon masih ada yang tidak mampu membuat dengan

lengkap ke 10 sisi pentagon hal ini dikarenakan tingkat kesulitan lansia dalam

mengingat kemudian membuat gambar. Enam responden mengalami

peningkatan skor fungsi kognitif tinggi setelah dilakukan intervensi brain

gym, hal ini membuktikan bahwa apabila brain gym dilakukan secara rutin

dapat melawan proses penuaan otak dan dapat menghambat proses penurunan

fungsi kognitif. Brain gym dapat menyelaraskan antara anggota gerak dan

pernapasan, gerakan pada brain gym cenderung lambat gerakan yang lambat

akan diimbangi dengan pernapasan untuk menghirup dan menghembuskan

udara sedalam-dalamnya sehingga oksigen akan terasa maksimal (Nasrulah,

2016).

Dibandingkan dengan terapi yang digunakan untuk meningkatkan

fungsi kognitif lainnya, brain gym tidak memerlukan waktu lama dan dapat

dilakukan tanpa waktu khusus serta tidak memerlukan bahan atau tempat
10

khusus dan tidak membutuhkan energi yang banyak disamping itu brain gym

juga mampu merangsang fungsi organ tubuh dalam menigkatkan imun dan

dengan melakukan latihan yang teratur juga mampu mengendalikan kecepatan

jantung serta badan akan terasa lebih bugar (Nasrullah, 2016).

Fungsi kognitif dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

adalah usia dan tingkat pendidikan, usia termuda pada responden adalah 60

tahun dengan fungsi kognitif pada pretest 16 dan pada posttest 24, sedangkan

usia tertua pada responden adalah 74 tahun dengan fungsi kognitif pretest 15

dan posttest 21, gangguan kognitif merupakan gangguan yang erat kaitanya

dengan penambahan usia seiring bertambahnya usia maka akan terjadi

penururan fungsi kognitif (Andari, 2018). Tingkat pendidikan responden

paling tinggi adalah SMA dengan skor fungsi kognitif pretest adalah 22 dan

postest adalah 28 sementara tingkat pendidikan responden terendah adalah

SD dengan skor fungsi kognitif pretest terendah adalah 13 dengan skor

posttest 18. Menurut Tamher & Noorkasiani (2009) semakin tinggi tingkat

pendidikan seorang individu maka semakin baik fungsi kognitifnya, teori

menjelaskan tentang synaptic reserve hypothesis dimana orang yang

berpendidikan tinggi mempunyai banyak synaps di otak, ketika synaps itu

rusak maka synaps yang lain akan menggantikan tempat yang rusak tadi

(Izzah, 2014)
11

C. Pengaruh Pemberian Intervensi Brain Gym terhadap Fungsi Kognitif

Lansia di Posyandu Pandan Wangi Puskesmas Tanjung Paku Tahun

2018

Brain gym adalah suatu rangkaian latihan berbasis gerakan tubuh yang

sederhana dan mudah yang bertujuan untuk merangsang optimalisasi otak.

Gerakan yang menimbulkan stimulus itulah yang dapat meningkatkan

kemampuan kognitif (kewaspadaan, konsentrasi, kecepatan, persepsi,

belajar, memori, pemecahan masalah dan kreativitas) ( Andari, 2018). Brain

gym adalah latihan fisik nonarobik yang dianggap sebagai strategi terapi

yang berguna untuk orang lanjut usia karena dapat meningkatkan fungsi

kognitif khususnya perhatian dan memori (Ya’guez et al 2011).

Brain gym dapat mengaktifkan tiga dimensi yaitu dimensi lateralis

dapat menstimulasi koordinasi kedua belahan otak, memperbaiki

pernapasan, melepas ketegangan dan mengurangi kelelahan, dimensi

pemfokusan untuk melepaskan hambatan fokus dari otak yang dapat

memperbaiki kurangnya perhatian dan konsentrasi dan dimensi pemusatan

dapat meningkatkan aliran darah ke otak dan meningkatkan penerimaan

oksigen (Dennison, 2008). Gerakan ringan tangan dan kaki dapat

memberikan rangsangan pada otak gerakan itulah yang dapat meningkatkan

fungsi kognitif, menyamakan kemampuan beraktivitas dan berpikir pada

saat yang bersamaan, meningkatkan keseimbangan atau harmonisasi antara

kontrol emosi dan logika, mengoptimalkan fungsi kinerja panca indra,

menjaga kelenturan dan keseimbangan tubuh (Nasrullah, 2016).


12

Berdasarkan tabel 5.4, analisis data untuk menguji perbedaan rerata

skor fungsi kognitif sebelum dan sesudah pemberian intervensi brain gym

pada responden menggunakan uji paired t-test diperoleh (p ≤ 0,05) yang

secara statistik berarti terdapat perbedaan bermakna antara rerata skor fungsi

kognitif sebelum dan sesudah diberikan intervensi brain gym. Pengaruh dari

brain gym yang dilakukan secara rutin sebanyak 12 kali dalam sebulan ini

membuktikan bahwa fungsi kognitif dapat dihambat dengan terapi non

farmakologis seperti brain gym yang dilakukan secara rutin.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Yuliati (2017) kepada lansia di Kelurahan Tandes Surabaya. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui pengaruh brain gym terhadap fungsi kognitif

pada lansia. Hasil analisis statistik menunjukkan p-value sebesar 0,0014

yang artinya ada pengaruh brain gym terhadap fungsi kognitif lansia

tersebut. Penelitian lain yang mendukung adalah yaitu yang dilakukan oleh

Andari dkk (2018) dengan nilai p sebesar 0,000 yang berarti ada pengaruh

brain gym terhadap peningkatan kemampuan kognitif lanjut usia. Menurut

Dennison (2008) gerakan brain gym memberikan rangsangan atau stimulasi

pada kedua belahan otak yang dikoordinasikan secara fisiologis melalui

corpus colosom, sehingga bisa meningkatkan daya ingat dan fungsi kognitif

kemudian brain gym juga dapat membuat pikiran jernih dan stres emosional

berkurang.

Pada saat kita melakukan aktivitas fisik secara tidak langsung otak

pun ikut terstimulasi, dengan melakukan brain gym hubungan antar neuron
13

lebih banyak, sel glia yang menyokong fungsi neuron dan kapiler-kapiler

darah yang menyuplai darah dan oksigen ke otak lebih banyak dan padat.

Pada saat melakukan brain gym otak mencapai kondisi homeostasis,

keseimbangan kandungan zat kimia otak dan sistem-sistem dalam otak

(neurotransmitter dopamin, serotonin, norepinefrin) dan meningkatkan

stimulasi neurogenesis sel-sel di gyrus dentata (berperan dalam memori

baru dan mengatur kebahagian), di hipocampus (area otak pembentukan

memori jangka panjang dan pemeliharaan fungsi kognitif yaitu

pembelajaran) dan amygdala (Black & Hawks, 2014).

Selanjutnya protein BDNF (Brain Derived Neutrophic Factor) yang

juga berperan dalam regenerasi sel dan menjaga sel agar tetap sehat dan

bugar, BDNF (Brain Derived Neutrophic Factor) di otak disekresikan oleh

sel neuron dan glia, yang terdistribusi hampir diseluruh jaringan otak

dengan konsenstrasi yang berbeda-beda dimana konsentrasi tertinggi

terdapat di hipocampus (Yudiarto, 2006). Beberapa penelitian membuktikan

bahwa rendahnya kadar protein Brain Derived Neutrophic Factor (BDNF)

dapat menyebabkan kepikunan (Yuliati,2017).

Kemudian pada otak besar, otak besar terbagi atas otak kiri dan otak

kanan jika dilihat dari atas tampak dipisahkan oleh lekukan yang

memanjang yang disebut dengan fissura longitudinalis, pada lekukan ini

terdapat sekumpulan serat yang menghubungkan kedua belahan otak yang

disebut dengan corpus callosum (otak tengah) yang dijuluki dengan

“golden bridge atau jembatan emas” (Yusuf,dkk 2010). Gerakan brain gym
14

memberikan stimulus perbaikan pada serat-serat di corpus callosum yang

mana corpus callosum ini banyak menyediakan hubungan saraf dua arah

antara area kortikal kedua hemisfer otak, sehingga dapat meningkatkan daya

ingat dan fungsi kognitif (Amtonis & Fata 2014).

Kemudian pada cortex cerebri, korteks serebri merupakan lapisan

luar otak yang terlibat dalam proses kognitif tingkat tinggi yang dapat dikuti

oleh peningkatan fungsi kognitif yang lain seperti orientasi, registrasi,

perhatian dan berhitung, menyebutkan kembali dan bahasa, penyusutan

neuron dapat mempengaruhi kinerja dari korteks serebri karena sebagian

besar penyimpanan informasi dan proses pikir terjadi disini, penurunan

kemampuan korteks serebri akan mengakibatkan gangguan sistem transmisi

neurotransmitter yang dapat mengakibatkan gangguan mental dan perilaku

sehingga berakibat penurunan kognitif dengan brain gym akan terjadi

perbaikan pada fungsi sinaps, sinaps berfungsi menghantarkan informasi

dari neuron ke neuron lain dengan mudah dengan perbaikan pada fungsi

sinaps dapat mempengaruhi kinerja korteks serebri yang terlibat dalam

proses informasi sebagai jalan menuju korteks untuk penyimpanan memori

secara permanen (Yusuf,2010).

Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan, dapat disimpulkan bahwa

ada pengaruh brain gym terhadap peningkatan kognitif lansia di Posyandu

Pandan Wangi Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Paku. Keberhasilan brain

gym dalam meningkatkan fungsi kognitif lansia dapat mencapai hasil yang

maksimal karena melakukan secara baik, benar dan teratur.

Anda mungkin juga menyukai