Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

PARALISIS PERIODIK HIPOKALEMIA

Supervisor Pembimbing:
dr. Taufik R. Biya, Sp.PD

Dokter Pembimbing:
dr. Melina Megawati T. M

Disusun oleh:
dr. Felix Martua

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD DR. HASRI AINUN HABIBIE
GORONTALO
2020

1
Laporan kasus dengan Judul:

PARALISIS PERIODIK EC HIPOKALEMIA

Telah dikoreksi, dibacakan dan disetujui pada Hari/Tanggal:

Mengetahui,

Supervisor Pembimbing

dr. Taufik R. Biya, Sp.PD

Dokter Pembimbing

dr. Melina Megawati T. M.

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...............................................................................i

DAFTAR ISI ....................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................1

BAB II. LAPORAN KASUS ............................................................................3

BAB III. PEMBAHASAN ..............................................................................21

BAB IV. KESIMPULAN ...............................................................................29

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................30

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Paralisis periodik merupakan kelainan pada membran yang sekarang ini dikenal
sebagai salah satu kelompok kelainan penyakit chanellopathies pada otot skeletal.
Kelainan ini dikarakteristikkan dengan terjadinya suatu episodik kelemahan tiba-tiba
yang disertai gangguan pada kadar kalium serum. Periodik paralisa ini dapat terjadi pada
suatu keadaan hiperkalemia atau hipokalemia.
Paralisis periodik hipokalemi (HypoPP) merupakan sindrom klinis yang jarang
terjadi tetapi berpotensial mengancam jiwa. Insidensinya yaitu 1 dari 100.000. 1,2 HypoPP
banyak terjadi pada jenis kelamin wanita dibanding pria dengan rasio 3-4 : 1 dengan onset
usia pada dekade pertama dan kedua.2,3 Di Indonesia sendiri hanya RSUP DR. M Djamil
Padang yang melakukan studi epidemiologis dari paralisis periodik hipokalemia, dimana
mereka mendapatkan 10 pasien, 9 diantaranya jenis kelamin wanita dengan usia rerata
dari sampel adalah usia 32 tahun. Berdasarkan studi dari jenis kelamin, paralisis periodik
hipokalemia didominasi oleh jenis kelamin wanita dengan persentase 71% dan dari
kelompok usia, usia 21-30 tahun adalah kelompok usia dengan prevalensi paralisis
tertinggi. 2,4
Diagnosis dini akan pertanda hipokalemi memainkan peran penting dalam proses
penanganan, pemeriksaan yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis paralisis
periodik hipokalemi diantaranya pemeriksaan kadar serum kalium dan pemeriksaan
elektrokardiografi untuk menegakkan diagnosis secara pasti, termasuk menentukan
penyebab terjadinya kondisi hipokalemi pada pasien tersebut.Bila gejala-gejala dari
sindroma tersebut dapat dikenali dan ditangani dengan tepat maka pasien dapat sembuh
secara optimal.4

Prinsip penatalaksanaan pada paralisis periodik hipokalemi meliputi koreksi kadar


kalium baik melalui pemberian per oral maupun secara intravena dengan pengawasan
secara intensif, bergantung pada keadaan klinis dan beratnya penurunan kadar kalium
pasien.5

Berikut ini akan dilaporkan kasus seorang pasien yang dirawat dengan diagnosis
paralisis periodik hipokalemia yang dirawat di RSUD dr. Hasri Ainun Habibie Provinsi
Gorontalo

1
BAB II

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

 Nama : Ny. NH
 Umur : 32 tahun
 No RM : 03.90.71
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
 Pendidikan : SMA
 Suku : Gorontalo
 Agama : Islam
 Tanggal masuk RS : 30-10-2020
 Tanggal keluar RS : 04-11-2020

II. Riwayat Penyakit

Diperoleh melalui heteroanamnesa pada tanggal 30 Oktober 2020 di IGD RSUD


Dr. Hasri Ainun Habibie pada pukul 12.50 WITA

Keluhan Utama : Kelemahan pada anggota gerak

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien perempuan Ny. NH usia 32 tahun datang ke RSUD Hasri Ainun Habibie
pada tanggal 30 Oktober 2020 pukul 12.50 WITA dengan keluhan kelemahan
pada anggota gerak sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Tiga hari sebelum
masuk rumah sakit pasien mengalami mual-muntah dengan frekuensi muntah
kurang lebih 5 kali per hari disertai penurunan nafsu makan, keluhan nyeri ulu hati
juga dialami pasien sehingga pasien dirawat inap di Puskemas Tolangohula.
Tetapi setelah satu hari perawatan timbul kelemahan anggota gerak pada pasien
sehingga pasien dirujuk ke RSUD dr. Hasri Ainun Habibie.

2
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kelemahan anggota gerak timbul sesekali sejak 2 tahun terakhir terutama
jika kurang makan, tetapi tidak seberat episode saat ini.
tidak seberat episode saat ini
 Riwayat penyakit jantung : (-)
 Riwayat hipertensi : (-)
 Riwayat diabetes melitus : (-)
 Riwayat penyakit asma : (-)
 Riwayat alergi terhadap makanan : (-)
 Riwayat alergi terhadap obat : (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal.

Riwayat Kebiasaan :
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol

III. Pemeriksaan Fisik


Pada tanggal 30 Oktober 2020 (pukul 12.52)
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis, GCS: 13
 Tanda – Tanda Vital
o Tekanan darah : 100 / 60 mmHg
o Nadi : 76 x/menit
o Pernafasan : 24 x/menit
o Suhu : 36.4oC
o SpO2 : 98%
 Berat badan : 45 kg
 Tinggi badan : 160 cm
 IMT : 17,6 (Kurang)

3
Pemeriksaan Generalisata

Kepala

 Mata : CA -/-, SI -/-, pupil bulat, isokor, reflek cahaya +/+


 Telinga : Bentuk normal, sekret -/-
 Hidung : bentuk normal, septum deviasi, sekret (-)
 Tenggorokan : tonsil T1/T1, hiperemis -/-
 Mulut : mukosa basah, lidah kotor (-), karies (-)

Leher
Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak teraba pembesaran

Thorax
 Pulmo
 Inspeksi : Pergerakan dada simetri, retraksi -/-
 Palpasi : Fremitus kanan-kiri simetris, massa (-)
 Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
 Auskultasi : Vesikular di seluruh lapang paru,
ronkhi -/-, wheezing -/-
 Jantung
 Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis
 Palpasi : Pulsasi ictus cordis dalam batas normal
 Perkusi : Redup, batas jantung dalam batas normal
 Auskultasi : Bunyi jantung I/II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
 Inspeksi : Tampak mendatar dan simetris
 Auskultasi : Supel, bising usus (+) normal
 Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
 Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+)

4
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan.
Ekstremitas : Akral hangat, edema -/- ; -/-, CRT < 2 detik.
Refleks patologis tidak ditemukan
Kekuatan Otot
Ekstremitas atas: 3/3
Ekstremitas bawah: 2/2

IV. Pemeriksaan Penunjang

a. Hasil Laboratorium darah rutin (30/10/2020):


Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 12,5 12.0 - 18.0 g/dL
Leukosit 22.400 4800 - 10800 /uL
Eritrosit 4,24 4-6 juta
Hematokrit 34,12 42 - 52
Trombosit 450000 150000 - 450000 /uL
MCH 29,3 27-31 Picogram
MCHC 36,5 32-36%
MCV 80,4 82-92 Fentoliter
Limfosit 9 20 – 40%
Neutrofil Segmen 88 50 - 70%
NLR 9.7
Glukosa Sewaktu 126 <200 mg/dL
Natrium 140 135-145
Kalium 3,3 3,5-5,5
Klorida 109 98-108

b. Pemeriksaan Rapid Test Antibodi (30/10/2020)


Anti SARS COV-2 IgG/IgM : IgM (-) non-reaktif; IgG (-) non-reaktif

Foto Thorax
-Bercak-bercak infiltrat minimal pada basal
c. Hasil Pemeriksaan Foto Thorax PA (30/10/2020):
paru bilateral
-Cor: CTI sulit dinilai (kurang inspirasi),
aorta normal
-Kedua sinus dan diafragma baik
-Tulang rusuk intak
5 Kesan:
- Bronkopneumonia minimal
bilateral
V. Diagnosa kerja
Paralisis periodik hipokalemia + sindrom dispepsia + Bronkopneumonia minimal
bilateral

VI. Tatalaksana
 Awasi tanda vital dan saturasi
 IVFD RL 20 tpm
 KSR 3 x 600 mg p.o.
 Sucralfat syr. 3x 1cth po
 Inj. Ranitidin 40 mg /12 jam i.v.
 Cefoperazone sulbactam injeksi 1gr/12 jam i.v.
 Inj. Ondancentron 8 mg. i.v. (jika perlu)

6
VII. Follow up
31-10-2020
(Perawatan Hari Pertama di Rawat Inap Interna)
S Lemah anggota gerak, Penurunan Kesadaran, Sesak Napas
O KU: Tampak sakit sedang Kes: Somnolen
T: 90/60 mmHg N: 110 x/m R: 24 x/m Sb: 36,8 C SpO2: 96%
Kep: Conj. Anemis (-/-) , Sklera ikterik (-/-)
Tho: Sp. Vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)
Cor: Bj I-II regular, bising (-)
Abd: Lemas, BU(+)N
Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik
Kekuatan Otot
Ekstremitas atas: 3/3
Ekstremitas bawah 2/2
A Paralisis periodik hipokalemia + sindrom dispepsia + Bronkopneumonia minimal bilateral
P  Awasi tanda vital dan saturasi
 IVFD RL secepatnya
 KSR 3 x 600 mg p.o.
 Inj. Ranitidin 40 mg /12 jam i.v.
 Cefoperazone sulbactam injeksi 1gr/ 12 jam amp i.v.
 Inj. Ondancentron 1 amp. Iv (jika perlu)
 Sucralfat syrup 3x1 cth
 NRM 10 lpm
 Periksa elektrolit, EKG
 Konsultasi untuk perawatan di ICU
Hasil Laboratorium Tanggal 31/10/2020

Na 132 135-145
K 1.5 3.5-5.5
Cl 95 98-108

Hasil EKG (31/10/2020)

7
Ekspertisi:

-Sinus ritme

- Interval PR memanjang pada lead I,II,III, V1-V6

- Gelombang T mendatar pada lead III, V1-V4

- Gelombang U prominen pada lead I,II, V2, V4-V6

01/11/2020
Perawatan Hari Kedua di HCU

8
S Sesak napas (+), muntah-muntah, lemah anggota gerak
O - B1 : RR : 22 x/m SpO2 : 98% terpasang NRM 10 lpm
- B2 : TD : 101/67 mmHg HR :99 x/m , MAP:77Anemis (-)
- B3 : GCS : E4 M5 V4
- B4 : Urine kateter, warna kuning, output 800 cc
- B5 : Supel, BU (+) Normal, NTE (-) Mual (-) Muntah (-)
- B6 : Akral hangat, Edema (-)
*evaluasi kekuatan otot tidak dilakukan karena kondisi pasien kurang kooperatif
A Paralisis periodik hipokalemia (K: 1.5) + sindrom dispepsia + Bronkopneumonia minimal
bilateral
P  Awasi tanda vital dan saturasi
 IVFD NaCl 0,9% + KCl 2 flaccon drips habis dalam 6 jam
 KSR 3 x 600 mg p.o.
 Inj. Ranitidin 40 mg /12 jam i.v.
 Cefoperazone sulbactam injeksi 1gr /12 jam i.v. (Hari ke-2)
 Azitromicin 500 mg tab 1x1 (Hari ke-1)
 Inj. Ondancentron 1 amp. Iv (jika perlu)
 Sucralfat syrup 3x1 cth
 NRM 10 lpm
 Periksa laboratorium elektrolit
Hasil Laboratorium darah rutin (01/11/2020):
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Natrium 121 135 – 145 mmol/L
Kalium 2.9 3.5 – 5.5 mmol/L
Chlorida 101 98 – 108 mmol/L

02-11-2020
(Perawatan Hari Ketiga di HCU)
S Sesak napas, mual, dan lemah anggota gerak mulai berkurang
O - B1 : RR : 20 x/m SpO2 : 99% tanpa NRM, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
- B2 : TD : 100/70 mmHg HR : 82 x/m Anemis (-) Perdarahan spontan (-)

9
- B3 : GCS : E4M6V5 Sb : 36.9oC
- B4 : Urine kateter, warna kuning, Volume 2000 cc/ 24 jam
- B5 : Supel, BU (+) Normal, NTE (-) Mual (-) Muntah (-)
- B6 : Akral hangat, Edema (-)
- Kekuatan otot: Ekstremitas atas 4/4 ; Ekstremitas bawah 4/4
A Paralisis periodik hipokalemia + sindrom dispepsia + Bronkopneumonia minimal bilateral
P  Awasi tanda vital dan saturasi
 IVFD NaCl 0,9% + KCl 1 flaccon 20 tpm
 KSR 3 x 600 mg p.o.
 Inj. Ranitidin 40 mg /12 jam i.v.
 Cefoperazone sulbactam injeksi 1gr /12jam amp i.v. (Hari ke-3)
 Azitromicin 500 mg tab 1x1 (Hari ke-3)
 Inj. Ondancentron 1 amp. Iv (jika perlu)
 Sucralfat syrup 3x1 cth
 O2 nasal kanul 2-4 lpm (jika perlu)
 Monitor kadar elektrolit post-koreksi
 Pindah ruang rawat biasa

Hasil Laboratorium darah rutin (02/11/2020):


Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Natrium 144 135 – 145 mmol/L
Kalium 2.5 3.5 – 5.5 mmol/L
Chlorida 116 98 – 108 mmol/L

03-11-2020
(Perawatan Hari Keempat di Rawat Inap Interna)
S Lemah anggota gerak mulai menghilang, mual-muntah tidak ada
O KU: Tampak sakit sedang Kes: Compos Mentis
T: 110/60 mmHg N: 78 x/m R: 18 x/m Sb: 36,5 C SpO2: 99%
Kep: Conj. Anemis (-/-) , Sklera ikterik (-/-)
Tho: Sp. Vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)
Cor: Bj I-II regular, bising (-)

10
Abd: Lemas, BU(+)N
Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik
Kekuatan Otot :
Ekstremitas atas: 5/5
Ekstremitas bawah 5/5
A Post-paralisis periodik hipokalemia (K:2.5) + sindrom dispepsia + Bronkopneumonia
minimal bilateral
P - IVFD NaCl 0,9% + KCl 1 flaccon 20 tpm
- Aminofluid 500 cc/24 jam/ iv
- KSR 3 x 600 mg p.o.
- Inj. Ranitidin 40 mg /12 jam i.v.
- Cefoperazone sulbactam injeksi 1gr/ 12 jam i.v. (Hari ke-4)
- Azitromicin 500 mg tab 1x1 (Hari ke-3)
- Sucralfat syrup 3x1 cth
- Monitor kadar elektrolit post-koreksi

Hasil Laboratorium darah rutin (03/11/2020):


Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Natrium 129 135 – 145 mmol/L
Kalium 2.9 3.5 – 5.5 mmol/L
Chlorida 117 98 – 108 mmol/L

04-11-2020
(Perawatan hari kelima di Rawat Inap Interna)
S Kekuatan otot ekstremitas sudah membaik
O KU: Tampak sakit sedang Kes: Compos Mentis
T: 110/80 mmHg N: 85 x/m R: 18 x/m Sb: 36,6 C SpO2: 99%
Kep: Conj. Anemis (-/-) , Sklera ikterik (-/-)
Tho: Sp. Vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)
Cor: Bj I-II regular, bising (-)
Abd: Lemas, BU(+)N
Ekstremitas: akral hangat, CRT <3 detik
Kekuatan Otot :

11
Ekstremitas atas: 5/5
- Ekstremitas bawah 5/5
A Post-paralisis periodik hipokalemia (K:2.9) + sindrom dispepsia + Bronkopneumonia
minimal bilateral
P - KSR 3 x 600 mg p.o.
- Azitromicin 500 mg tab 1x1 (Hari ke-5)
- Sucralfat syrup 3x1 cth
- Stop pemberian IVFD dan obat injeksi
- Rawat Jalan

VIII. Prognosis
o Ad Vitam : dubia ad bonam
o Ad Fungsionam : dubia ad bonam
o Ad Sanationam : dubia ad bonam

BAB III

PEMBAHASAN

Paralisis periodik hipokalemi didefinisikan sebagai kelemahan otot sementara


yang berkaitan dengan penurunan kadar serum kalium yang berlangsung selama
hitungan menit, jam, hingga hari. Berdasarkan penyebabnya paralisis periodik terbagi
menjadi primer dan sekunder, pada periodik paralisis primer terdiri dari paralisis
hipokalemik dan hiperkalemik, hingga Sindrom Andersen-Tawil dan paramyotonia
congenita sementara paralisis periodik sekunder disebabkan oleh penyakit lainnya
seperti gangguan renal, Sindrom Gitelman, dan Hipertiroidisme.1

12
Manifestasi klinis utama dari penyakit ini adalah kelemahan otot terutama pada
ekstremitas superior dan inferior yang bersifat intermiten dengan durasi menit hingga
hitungan hari. Pada pasien ini kelemahan ekstremitas bukan yang terjadi untuk pertama
kali walaupun derajatnya tidak seberat episode saat ini. Kelemahan otot pada pasien
dengan paralisis hipokalemi periodik biasanya diawali dengan sejumlah pemicu seperti
perilaku diet, alkohol, istirahat setelah latihan berat, penggunaan obat laksatif hingga
muntah dengan frekuensi tinggi.. Penegakan diagnosis paralisis periodik didasarkan dari
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Manifestasi klinis yang sering
dikeluhkan pasien yang mengalami paralisis periodik adalah kelemahan bersifat fokal
atau menyeluruh pada otot bersifat intermiten berlangsung selama beberapa jam hingga
hari. Pada pasien ini durasi kelemahan ekstremitas yang terjadi berlangsung selama
beberapa hari Pada pasien kemungkinan paralisis terpicu oleh muntah-muntah sejak
beberapa hari terakhir disertai penurunan nafsu makan yang menyebabkan kurangnya
intake dan diduga memicu kondisi hipokalemi 2
Pada pemeriksaan fisik paralisis periodik hipokalemi, kelemahan anggota gerak
timbul secara predominan di bagian tungkai bawah, seperti yang terjadi pada pasien ini
dimana pada pemeriksaan kekuatan otot ekstremitas atas masih 3/3 (mampu melawan
tahanan gravitasi tapi tidak bisa melawan tahanan minimal) dan ekstremitas bawah 2/2
(masih mampu melakukan gerakan tetapi tidak bisa melawan tahanan gravitasi). Serangan
dapat timbul secara berkala dalam hitungan hari, mingguan, hingga bulan. Serangan dapat
timbul secara spontan, namun dapat timbul dengan pemicu seperti diet tinggi karbohidrat,
alkohol, dan istirahat setelah latihan berat.3
Pemeriksaan penunjang paling penting untuk mengkonfirmasi paralisis periodik
yang disebabkan oleh hipokalemi adalah pemeriksaan kadar serum kalium untuk
mendeteksi penurunan kadar kalium/ hipokalemi. Pada keadaan normal nilai minimal
dari kadar kalium dalam darah adalah 3,5 mmol/L dan hipokalemia dapat mengancam
nyawa jika kadar kalium berada dibawah 2,5 mmol/L. 4 tetapi pada pasien ini didapatkan
kadar kalium dibawah normal (3,3 mmol/L) yang sempat menurun hingga 1,5 pada
follow-up sebelum mendapatkan koreksi kalium. Pemeriksaan EKG juga bermakna
dalam mendeteksi adanya hipokalemia, dimana kondisi tersebut dapat menyebabkan
perubahan pada hasil EKG yang khas pada keadaan hipokalemia. Gambaran EKG yang
mengarah pada kondisi hipokalemia antara lain depresi ST, perubahan gelombang T
menjadi mendatar, interval PR memanjang, dan gelombang U yang prominen. 5
Pemeriksaan EKG pada pasien ini dilakukan pada perawatan hari kedua. Karena

13
penurunan kadar kalium yang signifikan (1,5) maka gambaran EKG pasien
menunjukkan Gambaran EKG khas hipokalemi juga didapatkan pada pasien ini antara
lain PR memanjang pada lead I,II, III, gelombang T mendatar lead III, V1-V4, dan
gelombang U prominen pada lead I, II, V2, V4-V6.6
Secara garis besar, kriteria diagnostik yang dapat digunakan untuk menegakkan
paralisis periodik hipokalemia adalah 1) dua atau lebih serangan kelemahan pada otot
dengan kadar serum kalium < 3.5 mEq/L; 2) riwayat serangan kelemahan otot dalam
keturunan, dan riwayat satu serangan kelemahan pada kerabat dengan kadar serum
Kalium <3.5 mEq/mL setidaknya satu serangan; 3) tiga dari enam tanda secara
laboratorium:
a. Onset pada dekade pertama atau kedua
b. Durasi serangan (kelemahan otot yang melibatkan satu atau lebih anggota
gerak) lebih dari dua jam
c. Pemicu (makanan tinggi karbohidrat, latihan berat, stress, penggunaan obat
diuretik atau laksatif)
d. Membaik dengan pemberian kalium
e. Riwayat keluarga atau pemeriksaan genetic terkonfirmasi adanya mutasi pada
kalsium skeletal dan kanal sodium.
f. Tes latihan durasi panjang McManis positif
4) tidak ditemukannya penyebab lain dari keadaan hipokalemia (disfungsi ginjal, adrenal,
tiroid, asidosis tubular renal, dan penggunaan diuretik atau laksatif; 5) tidak ditemukan
miotonia (secara klinis atau dari temuan EMG), kecuali pada kelopak mata.7
Beberapa studi epidemiologis memprediksi beberapa faktor risiko terkait periodik
paralisis hipokalemi diantaranya jenis kelamin perempuan, riwayat penyakit yang sama
pada anggota keluarga, dan pada kelompok usia dekade pertama hingga kedua. Hasil
studi epidemiologi yang cocok jika dibandingkan dengan pasien ini adalah jenis
kelamin.8,9
Penegakan diagnosis secara dini dan mengetahui penyebab dari kondisi
hipokalemik adalah kunci dalam penanganan paralisis periodik hipokalemia, setelah
menyingkirkan kemungkinan lain penyebab paralisis pada pasien. Pada periodik paralisis
dengan hipokalemia ringan (K: 3-3,5 mEq/L) koreksi kalium dapat dilakukan per oral. 10
Pada kasus ini pasien awalnya mengalami hipokalemi ringan (K: 3,3 mEq/L) sehingga
koreksi kalium diberikan per oral dengan KSR dengan pemberian tiga kali sehari disertai
diet makanan yang mengandung kalium seperti pisang, jeruk, alpukat, kacang-kacangan,

14
dan kentang. KSR adalah obat tablet yang mengandung kalium chlorida, pasien
diinstruksikan untuk mengonsumsi KSR setelah makan untuk mengurangi efek samping
iritasi pada lambung. Untuk penanganan dyspepsia diberikan h2-reseptor agonis
(ranitidine) dan sukralfat sirup, antibiotik injeksi Cefoperazone sulbactam dan
Azitromicin tablet diberikan karena dari hasil foto thorax didapatkan tanda
bronkopneumoni dan diperkuat dengan hasil laboratorium yang menunjukkan leukositosis
(22.400).
pada follow-up hari pertama di ruang interna ternyata pasien mengalami
penurunan kadar kalium signifikan (K: 1,5 mEq/L) ditambah perburukan keadaan (sesak,
kelemahan ekstremitas memberat) sehingga koreksi kalium harus diberikan secara
intravena dan dilakukan perawatan secara intensif di ICU untuk pemantauan ketat. Pada
pasien ini diberikan KCl drip 25 mEq 2 flaccon dalam infus NaCl, habis dalam 6 jam.
Kecepatan pemberian kalium intravena pada keadaan kadar serum kalium <2 mEq/L
adalah 10-20 mEq/jam dalam pengawasan di ICU.11 Koreksi cepat dengan KCl harus
diberikan dalam larutan garam, tidak boleh diberikan dalam larutan dekstrosa karena
peningkatan insulin yang diinduksi oleh dekstrosa akan memperburuk keadaan
hipokalemia yang disebabkan oleh pelepasan insulin karena glukosa. Koreksi disertai
evaluasi kadar kalium secara berkala. Monitoring aritmia dengan EKG juga diperlukan
pada kasus koreksi kalium secara cepat12,13
Pada perawatan hari ketiga kadar kalium pasien sudah naik menjadi 2,5 mEq/L
yang diikuti oleh perbaikan secara klinis, kekuatan otot pasien mulai kembali. Pemberian
KCl dikurangi menjadi 1 flaccon disamping pemberian KSR 3x600 mg. Pasien
direncanakan melanjutkan perawatan biasa kembali di ruang Interna.
Pada perawatan hari keempat kadar kalium pasien naik menjadi 2,9 mEq/L.
kekuatan otot ekstremitas pasien sudah mencapai derajat 5 (mampu menahan tahanan
maksimal). Pasien diinstruksikan untuk diet makanan yang mengandung kalium,
menghindari makanan tinggi karbohidrat dan menghindari aktivitas berlebihan selama
masa perawatan. Makanan yang mengandung kalium umumnya adalah buah dan sayuran
seperti kentang, pisang, dan kacang-kacangan.14
Pada perawatan hari kelima koreksi kalium serta pemberian obat secara intravena
dihentikan dan hanya dilakukan per oral. Keadaan umum pasien sudah membaik sehingga
pasien bisa di rawat jalan.
Prognosis pada pasien dengan periodik paralisis hipokalemi pada umumnya baik s
selama kadar serum kalium tidak berada dibawah 2,9 mEq/L dan mendapat penanganan

15
koreksi yang tepat.15. Pada pasien ini meski kadar kaliumnya sempat mencapai 1,5 mEq/L
tetapi karena koreksi kalium dilakukan dengan cepat maka pasien dapat melewati masa
kritisnya.

16
BAB IV

KESIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah kasus tentang seorang perempuan berusia 32 tahun


rujukan dari Puskesmas Tolangohula datang dengan keluhan kelemahan pada anggota
gerak sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit serta mual muntah sejak tiga hari
terakhir. Pasien sudah beberapa kali mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Riwayat
riwayat hipertensi, diabetes, asam urat disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
kekuatan otot ekstremitas atas 3/3 dan bawah 2/2, pemeriksaan laboratorium
menunjukkan leukositosis dan hipokalemia, hasil pemeriksaan rapid test IgG dan IgM
COVID-19 non-reaktif. Pasien didiagnosa dengan paralisis periodik hipokalemia,
sindrom dispesia, dan bronkopneumonia. Terapi yang diberikan pada pasien meliputi
koreksi kalium secara oral dan intravena, pemberian antibiotik, dan terapi simptomatik
atas dyspepsia yang dialami.
Pada perawatan hari pertama pasien sempat mengalami hipokalemia berat (1,5
mEq/L) diikuti dengan kelemahan otot yang bertambah berat dan hasil pemeriksaan
EKG yang menunjukkan gambaran khas hipokalemia dan mendapat perawatan intensif
untuk pengawasan lebih lanjut dan pemberian kalium intravena secara cepat. Pada
perawatan hari ketiga kadar kalium mulai mengalami perbaikan dan klinis pasien
membaik, diikuti dengan kembalinya kekuatan otot ekstremitas pasien. Setelah perawatan
hari kelima klinis pasien sudah membaik dan dapat dirawat jalan, pasien diinstruksikan
untuk konsumsi makanan tinggi kalium dan rendah karbohidrat, menghindari aktivitas
berlebihan, dan kegiatan yang dapat memicu keadaan hipokalemia. Prognosis pada pasien
ini dubia ad bonam.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Statland JM, Fontaine B, Hanna MG, Johnson NE, Kissel JT et al. Review of the
diagnosis and treatment of periodic paralysis. Muscle Nerve 2020 57:522-30
2. Cannon SC, Channelopathies of skeletal muscle excitability. Compr Physiol 2015,
5(2):761-90
3. Venance SL, Cannon SC, Fialho D, Fontaine B, Hanna MG et al. The primary
periodic paralysis: diagnosis, pathogenesis and treatment. Brain 2006; 129:8-17
4. Kardalas E, Paschou SA, Anagnostis P, Muscogiuri G, Siasos G et al.
Hypokalemia: a clinical update. Endocr Connect. 2018; 7(4):R135-R146
5. Wang X, Han D, Li G. Electrocardiograpic manifestations in severe hypokalemia.
J Int Med Res 2020, 48(1):0300018811058
6. Gururaj N, Kumar MP. A clinical study of Hypokalemic Periodic Paralysis.
International Journal of Contemporary Medical Research 2018; 5(11):K13-K16
7. Dinata GS, Syafrita Y. Profil pasien paralisis periodik hipokalemia di bangsal
saraf RSUP DR M Djamil. Jurnal Kesehatan Andalas 2018; 7(2)
8. Farooque U, Cheema AY, Kumar R, Saini G, Kataria S. Primary periodic
paralyses: A review of etiologies and their pathogeneses. Cureus
2020,12(8):e10112
9. Weber F, Lehmann-Horn F. Hypokalemic Periodic Paralysis; in Adam MP,
Ardinger HH, Pagon RA, GeneReviews. Seattle; University of Washington. 2020
10. Pardede SO, Fahriani R. Paralisis Hipokalemik Periodik Familial. CDK-198
2012, 39(10)727-30.
11. Chandramohan G, Dineshkumar T, Arul R, Seenivasan M, Dhanapriya J et al.
spectrum of hypokalemic paralysis from tertiary care center in India. Indian J
Nephrol, 2018; 28(5):365-9
12. Cannon SC. An atypical Cav1.1 mutation reveals a common mechanism for
hypokalemic periodic paralysis. J Gen Physiol 2017, 149(12):1061-4
13. Phuyal P, Nagalli S. Hypokalemic periodic paralysis. In StatPearls Publishing;
2020 diakses melalui https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559178/
14. Weaver CM. Potassium and health. Adv Nutr 2013; 4(3):368S-377S
15. Jensen HK, Brabrand M, Vinholt JP, Hallas J Lassen AT. Hypokalemia in acute
medical patients: risk factors and prognosis. The American Journal of Medicine
2014, doi:10.1016/j.amjmed/2014.07.022

18

Anda mungkin juga menyukai