Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF

TERAPI KOMPLEMENTER DAN MANAJEMEN NYERI

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 8 / KELAS 5 C

ANGGOTA KELOMPOK :

1. Nurul Putri Istikomah (1130018074)


2. Nadiva Rifianti (1130018088)
3. Putri Ayu Nahdiyah (1130018098)
4. Arum Rahmawati (1130018120)

FASILITATOR :

Chilyatis Zahro, S.Kep.Ns,M.Kes

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mengenaiTerapi
Komplementer dan Manajemen nyeri.

Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan
bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
tidak lupa menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami
dalam pembuatan makalah ini.Namun tidak lepas dari semua itu, kami sadar bahwa sepenuhnya
ada kekurangan baik dari segi penyusunan, bahasa maupun segilainnya. Kami mohon maaf
sebesar-besarnya.

Surabaya, 20 Oktober 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................1
DAFTAR ISI..........................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN......................................................................3
1.1 Latar Belakang..................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................5
1.3 Tujuan................................................................................................5
BAB II TINJAUN TEORI....................................................................6
2.1 Definisi Terapi Koplementer dan Manajemen Nyeri........................6
2.2 Jenis – jenis Terapi Komplementer...................................................7
2.3 Klasifikasi Terapi Komplementer.....................................................8
2.4 Tujuan Terapi Komplementer...........................................................9
BAB III PENUTUP...............................................................................26
3.1 Kesimpulan .......................................................................................26
3.2 Saran .................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….….. 29
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Prevalensi nyeri bisa sulit untuk dihitung berdasarkan berbagai variasi subjektif dari rasa
sakit pada individu. Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS menunjukkan
bahwa rasa sakit mempengaruhi lebih banyak orang Amerika dari pada gabungan penyakit
jantung, kanker, dan diabetes. Pusat Statistik Kesehatan Nasional memperkirakan bahwa 1
dari setiap 4 orang Amerika memiliki rasa sakit yang bertahan lebih dari 24 jam. Penelitian
menunjukkan 25 juta orang dewasa Amerika menderita sakit setiap hari. Survei Wawancara
Kesehatan Nasional menemukan bahwa setengah dari orang dewasa Amerika (125 juta)
memiliki rasa sakit yang diidentifikasi sebagai muskuloskeletal. Lebih dari 40% dari orang
dewasa menggunakan pendekatan pelengkap dalam mengobati nyeri muskuloskeletal.
Pengeluaran out-of-pocket keseluruhan untuk pendekatan kesehatan pelengkap adalah sekitar
$ 30 miliar per tahun.
Selain terapi secara farmakologi nyeri dapat diatasi dengan penatalaksanaan terapi
farmakologis dan non- farmakologis. Beberapa terapi farmakologi yang digunakan sebagai
manajemen nyeri seperti analgesik sistemik, senyawa analgesik narkotik, agen pembangkit
efek analgesik. Efek samping dari terapi tersebut mual, muntah, pusing. Beberapa dari terapi
non farmakologis yang sering diterapkan antara lain teknik pernafasan, akupuntur,
transcutaneus electric nerve stimulations (TENS), audionalgesia, kompres dengan suhu panas
dingin, pijat dan aromaterapi (Gondo dkk, 2011).
Terapi komplementer akhir-akhir ini menjadi pusat perhatian banyak negara, hal ini
karena filosofi holistic pada terapi komplementer yang bermakna adanya harmoni dalam diri
dan promosi kesehatan dalam terapi komplementer. Meningkatnya kebutuhan masyarakat
dan berkembangnya penelitian terhadap terapi komplementer menjadi peluang perawat untuk
berpartisipasi dalam memberikan terapi komplementer. Perawat dapat berperan sebagai
konsultan untuk klien dalam memilih alternatif yang sesuai ataupun membantu memberikan
terapi secara langsung. Pemberian terapi komplementer dalam asuhan keperawatan perlu
dikembangkan lebih lanjut dalam penelitian berdasarkan (evidance based practice) sehingga
dapat dijadikan terapi tambahan dalam asuhan keperawatan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Definisi Terapi Komplementer dan Manajemen Nyeri ?
2. Bagaimana jenis-jenis terapi komplementer ?
3. Bagaimana klasifikasi terapi komplementer ?
4. Bagaimana Tujuan Terapi Komplementer ?

1.3 Tujuan
1. Mampu memahami Definisi Terapi Komplementer dan Manajemen Nyeri
2. Mmpu memahami jenis-jenis terapi komplementer
3. Mmpu memahami klasifikasi terapi komplementer
4. Mampu memahami Tujuan Terapi Komplementer
BAB 2

TINAJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Terapi Komplementer dan Manajemen Nyeri


1. Terapi Komplementer
Terapi adalah usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit,
pengobatan penyakit, perawatan penyakit. Komplementer adalah bersifat melengkapi,
bersifat menyempurnakan. Pengobatan komplementer dilakukan dengan tujuan
melengkapi pengobatan medis konvesional dan bersifat rasional yang tidak
bertentangan dengan nilai dan hukum kesehatan di Indonesia. Standar prakatek
pengobatan komplementer telah diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia.
Terapi komplementer adalah sebuah kelompok dari macam-macam sistem
pengobatan dan perawatan kesehatan, praktik dan produk yang secara umum tidak
menjadi bagian dari pengobatan konvensional.
Menurut WHO (World Health Organization) pengobatan komplementer adalah
pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari negara yang bersangkutan.
Jadi untuk Indonesia, jamu misalnya bukan termasuk pengobatan komplementer
tetapi merupakan pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional yang dimaksud
adalah pengobatan yang sudah dari zaman dahulu digunakan dan diturunkan secara
turun-temurun pada suatu negara. Tapi di Philipina misalnya jamu Indonesia bisa
dikategorikan sebagai pengobatan komplementer.
Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang digabungkan dalam
pengobatan modern. Komplementer adalah penggunaan terapi tradisional ke dalam
pengobatan modern. Terminologi ini dikenal sebagai terapi modalitas atau aktivitas
yang menambahkan pendekatan ortodoks dalam pelayanan kesehatan. Terapi
komplementer juga ada yang menyebutkan dengan pengobatan holistic. Pendapat ini
didasari oleh bentuk terapi yang mempengaruhi individu secara menyeluruh yaitu
sebuah keharmonisan individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa
dalam kesatuan fungsi.
2. Manajemen Nyeri
Manajemen nyeri merupakan upaya menghilangkan atau menurunkan nyeri level
yang lebih diterima oleh pasien. Manajemen nyeri dapat dilakukan secara
farmakologis maupun nonfarmakologis. Manajemen nyeri farmakologis adalah
metode yang melibatkan menggunakan obat-obatan analgesik, dimana dibedakan
menjadi 2 jenis yaitu jenis opiod dan non opiod.
Manajemen nyeri nonfarmakologis adalah metode menangani nyeri tanpa
penggunaan obat-obatan seperti massage, teknik relaksasi, teknik distraksi dan terapi
musik. Manajemen nyeri dikembangkan sama dengan pasien dan keluarga.
Manajemen nyeri memiliki 2 strategi yaitu:
1) Manajemen Nyeri Farmakologis
Manajemen nyeri farmakologis merupakan manajemen nyeri dimana
dalam terapinya menggunakan obat-obatan analgesic. Analgesik dapat dibagi
menjadi 2 yaitu opioid dan non-opioid.
a. Opioid
Opioid merupakan obat-obatan analgesic yang digunakan dalam terapi
untuk nyeri sedang ke berat. Analgesik opioid juga memiliki efek sedasi,
dimana dapat mengurangi ansietas serta efek tertidur. Namun menggunakan
opiod memiliki beberapa efek samping berbahaya. Efek samping yang paling
umum yaitu mual dan muntah sampai depresi pernafasan. Opioid dapat di bagi
menjadi 2 tipe yaitu opiod lemah (kodein, oxikodon, hidrokodon) dan opiod
kuat (morfin, heroin, fentanil).
b. Non-opioid
Analgesik jenis non-opioid digunakan untuk mengatasi nyeri ringan
sampai nyeri sedang. Non-opiod digunakan untuk mengatasi nyeri ringan
sampai nyeri sedang. Non-opiod merupakan obat analgesik yang tidak
bersifat narkotik. Obat-obatan non-opioid seperti paracetamol
(acetaminofren), dan Nonsteroidal anti-infalmmatory drugs (NSAIDS).
2) Manajemen Nyeri Non Farmakologis
Tipe manajemen ini sering diabaikan, namun bisa efektif untuk
mengurangi nyeri ketika digunakan sebagai terapi mandiri atau dikombinasikan
dengan terapi non-farmakologi lain ataupun farmakologi. Adapun tindakan
manajemen nyeri non-farmakologis yaitu:
a. Massage
Impuls nyeri dapat diatur ataupun di hambat oleh mekanisme pertahanan
sistem saraf pusat. Massage menggunakan teknik stimulasi pada bagian
kutaneus. Massage dapat membuat pasien merasa lebih nyaman karena
merelaksasikan otot tegang.
b. Distraksi
McCaffery mendefinisikan distrasi secara sederhana memfokuskan
perhatian pada stimulus dari nyeri. Satu teknik distraksi yang sering
digunakan adalah latihan nafas dalam. Pasien diarahkan untuk fokus pada
pernafasan mereka dengan konstrasi pada inhalation dan exhalation.
c. Therma and Mechanicak stimulation
Terapi dingin menurunkan prostaglandin yang memperkuat sensitivitas
reseptpr nyeri dengan menghambat proses inflamasi. Terapi hangat efektif
menurunkan nyeri dengan memicu reflek penghambat nyeri melalui reseptor
temperatur.
d. Music therapy
Program terapi music diberikan kepada pasien sebagai teknik-teknik
pengalih perhatian untuk nyeri dan stress. Music terapi yang tidak berlirik
dan memiliki ritme yang mengalir pelan serta mirip bunyi nadi dengan 60-80
bpm (beat per minute) mengurangi nyeri dan gelisah pada pendengar. Music
terapi sangat ideal pada pasien dengan status rendah energi, seperti pasien
dengan ventilator mekanik, dimana tidak memerlukan konsentrasi tinggi
seperti terapi imanjinas.
e. Guided imagery
Imanijasi terbimbing merupakan intervensi dimana penderita dibimbing
untuk memikirkan sesuatu yang menenangkan. Teknik ini dapat mengurangi
rasa stress dan menciptakan perasaan tenang. Teknik imanjinasi terbimbing
dapat dilakukan bersamaan dengan teknik nafas dalam untuk kondisi
relaksasi.

3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Nyeri


Pelaksanaan manajemen nyeri dipengaruhi oleh berbagai hal dan bersifat
kompleks, yang dapat berasal dari faktor pasien, penyedia tenaga kesehatan,
ataupun sisten penyediaa tenaga kesehatan. Pasien dapat mempengaruhi
pelaksanaan manajemen nyeri, seperti ketakutan akan kecanduan, efek samping
obat, dan terjadi toleran pada obat-obatan.
Penyedia pelayanan kesehatan terdapat beberapa penyebab seperti
ketakutan akan adanya kecanduan pasien akan medikasi, ketersediaan medikasi
yang tidak mencukupi, buruknya kebijakan dan prosedur manajemen nyeri, takut
akan efek obat samping, dan kurang biaya.

2.2 Jenis-Jenis Terapi Komplementer


Beberapa terapi dan teknis medis alternative dan komplementer bersifat umum dan
menggunakan proses alami (pernapasan, pikiran, dan konsentrasi, sentuhan ringan,
pergerakan, dan lain-lain) untuk membantu individu merasa lebih baik dan beradaptasi
dengan kondisi akut. Berikut jenis-jenis terapi yang dapat diakses keperawatan, yaitu :
a. Terapi Relaksasi
Respon relaksasi merupakan bagian dari penurunan umum kognitif, fisiologis,
dan stimulasi perilaku. Relaksasi juga melibatkan penurunan stimulasi. Proses relaksasi
memperpanjang serat otot, mengurangi pengiriman implus neural ke otak, dan
selanjutnya mengurangi aktivitas otak juga sistem tubuh lainnya. Relaksasi membantu
individu membangun ketrampilan kognitif untuk mengurangi cara negative dalam
merespon situasi dalam lingkungan mereka. Ketrampilan kognitif adalah sebagai berikut :
a) Fokus (kemampuan untuk mengidentifikasi, membedakan, mempertahankan dan
mengembalikan perhatian pada rangsangan ringan untuk periode yang lama)
b) Pasif (kemampuan untuk menghentikan aktivitas analisis dan tujuan yang tidak
berguna)
c) Kesediaan (kemampuan untuk menoleransi dan menrima pengalaman yang tidak
pasti, tidak dikenal, atau berlawanan)
Tujuan dari relaksasi jangka panjang adalah agar individu memonitor dirinya
terus-menerus terhadap indicator ketegangan, serta untuk membiarkan dan
melepaskan dengan sadar ketegangan yang tedapat di berbagai bagian tubuh.
b. Meditasi dan Pernafasan
Meditasi adalah segala kegiatan yang membatasi masukan rangsangan dengan
perhatian langsung pada suatu rangsangan yang berulang atau tetap. Ini merupakan
terminasi umum untuk jangkauan luas dari praktik yang melibatkan relaksasi tubuh dan
ketegangan pikiran. Menurut Benson, komponen relaksasi sangat sederhana, yaitu:
a) Ruangan yang tenang
b) Posisi yang nyaman
c) Sikap mau menerima dan
d) Fokus perhatian
Praktik meditasi tidak membutuhkan seorang pengajar, banyak individu
mempelajari prosesnya dari buku atau kaset dan mudah untuk diajarkan. Sebagian
besar teknik meditasi melibatkan pernafasan biasanya pernafasan perut yang dalam,
relaks, dan perlahan.

2.3 Klasifikasi Terapi Komplementer


1. Mind-body therapy: intervensi dnegan teknik memfasilitasi kapasitas berpikri yang
mempengaruhi gejala fisik, fungsi berpikir dan fungsi tubuh (imaagery, biofeedback,
terapi music, relaksasi, progresif dan hypoterapy)
2. Alternatif sistem pelayanan yaitu sistem pelayanan kesehatan yang mengembangkan
pendekatan pelayanan bimedis (cundarismo, homeopathy, nautraphaty).
3. Terapi biologi yaitu natural dan praktik biologis dan hasil-hasilnya seperti minuman
herbal dan makanan.
4. Terapi manipulatif dan sistem tubuh didasari oleh manipulasi dan pergerakan tubuh
misalnya kiropraksi, macam-macam pijat, rolfiing, terapi cahaya dan warna, serta
hidroterapi.
5. Terapi energi : terapi yang berfokus pada energi tubuh (biofields) atau mendapatkan
energi dari kuat tubuh (terapetik sentuhan dan pengobatan sentuhan) terapi ini kombinasi
antar energi dan bioelektromagnetik.

2.4 Tujuan Terapi Komplementer


Terapi komplementer bertujuan untuk memperbaiki fungsi dari sistem-sistem tubuh,
terutama sistem kekebalan dan pertahanan tubuh agar tubuh dapat menyembuhkan dirinya
sendiri yang sedang sakit, karena tubuh kita sebenarnya mempunyai kemampuan untuk
menyembuhkan dirinya sendiri asalkan kita mau mendengarkan dan memberikan respon
dengan asupan nutrisi yang baik dan lengkap serta perawatan yang tepat.

JURNAL

Manajemen nyeri pada lansia dengan pendekatan non farmakologi

ABSTRAK

Rasa nyeri merupakan masalah umum yang sering terjadi pada lansia. Survey kesehatan
nasional 2010 menunjukkan pada usia ≥ 55 tahun 40% lansia mengalami nyeri. Keluhan rasa
nyeri yang dirasakan oleh para lansia biasanya bersifat multifaktorial dan terkadang menemui
banyak kendala dalam penatalaksanaanya. Akibat penatalaksanaan yang kurang baik pada
keluhan rasa nyeri yang dialami seseorang akan berdampak pada status kesehatan dan kualitas
hidup lansia tersebut. Penatalaksanaan yang tidak adekuat dapat berhubungan dengan rasa
depresi, isolasi hubungan social, ketidakmampuan dan dapat pula menyebabkan gangguan tidur.
Nyeri terutama ditangani melalui penggunaan obat-obatan, namun beberapa teknik
nonfarmakologik dapat membantu mengendalikan nyeri: masase, relaksasi dan imajinasi,
stimulasi saraf dengan listrik transkutan, penggunaan kompres panas dan dingin, sentuhan
terapeutik, meditasi, hipnotis dan akupresur, TENS (Transcutaneus Electrical Nerve stimulation)
dan telah dibuktikan dalam beberapa penelitian bahwa adanya pengaruh yang signifikan
penggunaan metode non farmakologik terhadap penurunan nyeri pada lansia, sehingga dengan
demikian penggunaan metode nonfarmakologik dalam menurunkan nyeri pada lansia sangat
disarankan digunakan dalam menurunkan nyeri pada lansia sangat disarankan digunakan
menunrunkan nyeri pada lansia.

PENDAHULUAN

Nyeri merupakan masalah umum yang terjadi pada pasien yang masuk ke klinik dan
rumah sakit. Kurang dari 1% dari 4000 makalah tentang nyeri yang diterbitkan setiap tahunnya
memfokuskan pada lansia. Terdapat beberapa alasan mengapa nyeri dan kurangnya masalah
penanganan nyeri dapat menjadi masalah bagi lansia (Mickey S dan Patricia GB, 2007). Keluhan
rasa nyeri yang dirasakan oleh para lansia biasanya bersifat multifaktorial dan terkadang
menemui banyak kendala dalam penatalaksanaanya. Akibat penatalaksanaan yang kurang baik
pada keluhan rasa nyeri yang dialami seseorang akan berdampak pada status kesehatan dan
kualitas hidup lansia tersebut. Penatalaksanaan yang tidak adekuat dapat berhubungan dengan
rasa depresi, isolasi hubungan social, ketidakmampuan dan dapat pula menyebabkan gangguan
tidur (Cavaliery, 2010).Lebih dari 50% kanker di Amerika Serikat terjadi pada orang yang
berusia lebih dari 65 tahun, dan 60 sampai 80% dengan kanker mengalami nyeri sedang sampai
berat. Survey kesehatan nasional 2001 menunjukkan pada usia ≥ 55 tahun 40% lansia mengalami
nyeri (Depkes RI, 2010). Nyeri arthritis terjadi pada lebih dari setengah jumlah seluruh lansia
dengan osteoarthritis yang menyebabkan lebih banyak nyeri kronis daripada kondisi yang lain.
Jenis nyeri lain yang sering terjadi pada lansia adalah sakit kepala, nyeri punggung bagian
bawah, dan nyeri tajam dan menusuk, nyeri neuropatik terbakar (misalnya fantom ekstremitas,
neuropati diabetes, neuralgia pasca herpetic, neuralgia trigeminal, dan kausalgia (Mickey S dan
Patricia GB, 2007). Masalah musculoskeletal merupakan masalah kronis yang paling lazim
terjadi pada lansia dengan sekitar 49% lansia mengalami Bentuk arthritis (Fowles,1990 dalam
Maas,dkk,2011).

Analgesik secara kontinyu merupakan terapi utama dalam penatalaksanaan nyeri.


Sayangnya, salah satu alasan terbesar penanganan nyeri yang tidak tepat di Amerika Serikat
adalah kurangnya pengetahuan tentang farmakologi analgesic. Walaupun nyeri terutama
ditangani melalui penggunaan obat-obatan, beberapa teknik nonfarmakologik juga dapat
membantu mengendalikan nyeri: masase, relaksasi dan imajinasi, stimulasi saraf dengan listrik
transkutan, penggunaan kompres panas dan dingin, sentuhan terapeutik, meditasi, hipnoti sdan
akupresur, TENS (Transcutaneus Electrical Nerve stimulation). Tehnik-tehnik ini pada
umumnya aman, tersedia dengan mudah dan dapat dilakukan di rumah atau dalam lingkungan
fasilitas perawatan akut (Mickey S dan Patricia GB, 2007).

DAMPAK RASA NYERI

Nyeri yang terjadi pada lansia akan memiliki dampak fisiologis seperti peningkatan
respirasi rate, vasokostriksi perifer, peningkatan gula darah, peningkatan kekuatan otot,
penurunan motilitas GI, dilatasi pupil, muka pucat, nafas cepat, pernyataan verbal (menangis,
mendengkur, meringis, menggigit bibir, gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan
gerakan tangan, menurunnya kontak /interaksi social (focus dengan nyeri, menghindari
percakapan). Pada lansia cenderung memendam rasa nyeri yang dialami, karena mereka
menganggap nyeri merupakan hal alamiah yang harus mereka jalani dan mereka takut kalau
mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan (Potter dan Perry, 2009).

KLASIFIKASI DAN MENILAI DERAJAT NYERI

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu,
pengukuran intensitas nyeri sangat subyektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam
intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan obyektif
yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri.
Namun pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri
itu sendiri (Anas Tamsuri, 2006).Nyeri berdasarkan jenisnya, meliputi secara umum di bagi
menjadi dua :

1) Nyeri akut

Merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, tidak melebihi 6 bulan
dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot (Hidayat, 2010).

2) Nyeri kronis

Merupakan nyeri yang timbulnya secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung dalam waktu
cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan yang termasuk dalam kategori ini adalah nyeri
terminal,syndroma nyeri kronis, nyeri psikosomatik (Hidayat, 2010).Pengukuran subyektif nyeri
dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai alat pengukur nyeri seperti skala visual analog,
skala nyeri numerik, skala nyeri deskriptif, atau skala nyeri Wong-Bakers (Black & Hawks,
2009).

KESIMPULAN DAN SARAN

Penanganan nyeri pada lansia dengan metode non farmakologik telah terbukti dapat membantu
lansia dalam menurunkan nyeri dan efek samping yang ditimbulkan sangat kecil dan tidak
mahal, sehingga penggunaan metode non farmakologik sangat disarankan dalam menurunkan
nyeri pada lansia.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Terapi komplementer adalah sebuah kelompok dari macam-macam sistem
pengobatan dan perawatan kesehatan, praktik dan produk yang secara umum tidak
menjadi bagian dari pengobatan konvensional. Manajemen nyeri merupakan upaya
menghilangkan atau menurunkan nyeri level yang lebih diterima oleh pasien.
Manajemen nyeri dapat dilakukan secara farmakologis maupun nonfarmakologis.
Manajemen nyeri farmakologis adalah metode yang melibatkan menggunakan obat-
obatan analgesik, dimana dibedakan menjadi 2 jenis yaitu jenis opiod dan non opiod.
Pelaksanaan manajemen nyeri dipengaruhi oleh berbagai hal dan bersifat
kompleks, yang dapat berasal dari faktor pasien, penyedia tenaga kesehatan, ataupun
sisten penyediaa tenaga kesehatan. Pasien dapat mempengaruhi pelaksanaan
manajemen nyeri, seperti ketakutan akan kecanduan, efek samping obat, dan terjadi
toleran pada obat-obatan.
Beberapa terapi dan teknis medis alternative dan komplementer bersifat umum
dan menggunakan proses alami (pernapasan, pikiran, dan konsentrasi, sentuhan
ringan, pergerakan, dan lain-lain) untuk membantu individu merasa lebih baik dan
beradaptasi dengan kondisi akut.
3.2 Saran
1. Institusi
Semoga makalah ini dapat menjadi sumber ilmu yang baru bagi mahasiswa Akademi
Keperawatan.
2. Bagi Mahasiswa
Semoga dengan makalah ini mahasiswa bisa memahami dan mempelajari lebih dalam
lagi tentang keperawatan menjelang ajal paliatif.
DAFTAR PUSTAKA

Zulfa Rufaida, S.Keb.,Bd.,M.Sc,dkk. 2018. TERAPI KOMPLEMENTER. Mojokerto : STIKES


Majapahit Mojokerto

Hidayati W, Santoso A, Rachma N, Rofi’i M, Handayani F, Pramuji, et al. Profil Program


Pendidikan Ners 2014. Semarang : 2014. 1-181 p.

Rahimi-Madiseh M, Tavakol M, Dennick R. A quantitative study of Iranian nursing students’


knowledge and attitudes towards pain : Implication for education. Int J Nurs Pract. 2010;10.033

https://core.ac.uk/download/pdf/229573719.pdf

Anda mungkin juga menyukai