PTERIGIUM
Oleh:
K1A1 16 055
Pembimbing:
KENDARI
2020
1
HALAMAN PENGESAHAN
Pterigium
Masra Linda Sari, Nevita Yonnia Ayu Soraya
A. PENDAHULUAN
menempati urutan tertinggi dari infeksi mata pada umumnya, dan bahkan
Kata pterigium sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu pteron, yang
risikonya antara lain: genetik, pajanan sinar matahari, pajanan sinar UV, dan
usia dewasa.1
Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari,
beriklim panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan
ekuator yaitu daerah <37⁰ lintang utara dan selatan dari ekuator. Hubungan
Selain itu, kegiatan di luar ruangan dalam durasi yang lama, trauma
defek dengan teknik tandur konjungtiva dan dengan terapi tambahan seperti
Organ visual terdiri atas bola mata dengan berat 7,5 gram dan panjang
dalam rongga skeletal yang memainkan fungsi proteksi tulang yang keras,
terletak hampir terbenam di dalam lemak orbita. Namun bola mata tak
oleh suatu selubung berwujud fascia yang disebut sebagai kapsul Tenon.
Sementara itu, bola mata juga berhubungan dengan dunia luar melalui celah
yang terbentuk oleh tepi bawah kelopak mata atas dan tepi atas kelopak mata
tertutupnya rima palpebra adalah suatu cara kelopak mata untuk memisahkan
Bola mata dapat dipandang sebagai organ akhir saraf optic yang
menjadi impuls saraf yang berjalan disepanjang lintasan visual yang terdiri
atas retina, nervus optikus, khiasma optikum, traktus optikus, dan radiasio
1. Anatomi Mata
Bola mata dapat dipandang sebagai suatu sistem dua bola yang
berlainan volume, dimana bola yang lebih kecil terletak di dalam bola
iris disebut sebagai kamera okuli posterior, dan yang di antara iris dan
yang lebih besar daripada sklera. Sifat ini sangat menentukan status
refraksi suatu mata. Kelengkungan yang lebih besar dari normal akan
sedangkan sklera tampak putih dan tak tembus pandang. Dari luar, batas
6
pertemuan antara kornea dan sklera memiliki jarak tertentu dari titik
pusat kornea. Namun demikian sklera ternyata “maju“ lebih sedikit dan
dan iris, secara umum meskipun kurang tepat, sudut ini disebut sebagai
sudut iridokorneal.4
Limbus kornea dan sudut pertemuan antara iris dan sklera ini
dengan iris dan kapsul anterior lensa di posterior. Apabila pupil tidak
miosis, maka ujung pupiler iris tidak menyentuh kapsul anterior lensa,
Kutub atau polus anterior adalah titik tengah kornea dan polus posterior
bola mata memiliki poros yang terletak tepat memanjang dari depan ke
belakang. Poros ini disebut juga axis optis. Melalui axis optis inilah,
manapun itu disebut sebagai meridian. Kemudian jika dibuat garis yang
kutub anterior dan posterior, maka garis itu disebut sebagai equator.4
1) Kornea
kornea bagian pusat 0,6 mm dan tebal bagian tepi 1 mm. Kornea
8
rapi; (ii) letak serabut kolagen yang tertata sangat rapi dan padat; (iii)
lapisan epitel (kira-kira 6 lapis). Lapisan ini sangat halus dan tidak
yang paling tebal, yang terdiri atas serabut kolagen yang susunannya
atas satu lapis endotel yang sel-selnya tak bisa membelah. Jika ada
2) Sklera
merupakan dinding bola mata yang paling keras. Sklera tersusun atas
pintu keluar saraf optik. Pada foramen ini terdapat lamina kribrosa
tadi, sklera juga ditembus oleh berbagai kanal yang dilewati oleh
3) Uvea
Uvea terdiri atas iris, badan silier, dan koroid yang secara
a) Iris
dinamakan iridektomi.4
lensa. Pada iris terdapat dua macam otot yang mengatur besarnya
isokoria. Apabila ukuran pupil kiri dan kanan tidak sama maka
b) Badan Silier
c) Koroid
warna koroid.4
4) Retina
lapisan koroid, dan yang paling dalam retina. Retina merupakan 2/3
nervus opticus.
Merupakan tempat sinaps sel ganglion dengan sel bipolar dan sel
amakrin.
i) Lapisan Fotoreseptor
yang meluas dari ora serrata hingga tepi belakang pupil disebut
sebagai pars seka retina yang berarti bagian “buta”,dan hal ini
tengah makula ada daerah depresi kecil yang disebut fovea. Fovea
1) Kamera Okuli
mL. Pada mata miopik kamera ini dalam dan pada mata hiperopik
antara tepi pupil dan lensa. Cairan akuos diproduksi oleh badan
sebagai glaukoma.4
2) Lensa Mata
yaitu : (a) kapsul, yang bersifat elastis; (b) epitel, yang merupakan
asal serabut lensa; dan (c) substansi lensa yang lentur dan pada orang
d. Adneksa
18
1) Palpebra
tepi palpebra terdapat bulu mata (silia) yang berguna untuk proteksi
2) Konjungtiva
terdiri atas epitel superfisial dan basal. Pada lapisan epitel superfisial
lapisan terdalam air mata. Epitel basal yang terletak di dekat limbus
otot ekstrinsik. Otot intrinsik bersifat involunter, terdiri dari otot siliaris
(sfingter dan dilator iris) dan otot-otot yang terdapat di dalam bola mata
yang berperan dalam mengatur gerakan struktur internal bola mata. Otot
memiliki fungsi yang berbeda. Otot ini berfungsi untuk elevasi palpebra
superior, rektus medial, rektus inferior, rektus lateral dan 2 otot oblik
yaitu oblik superior dan oblik inferior. Otot-otot ini terletak di dalam
21
rongga orbita dan dikelilingi oleh lemak serta jaringan ikat fibroelastik.
posterior dari garis ekuator bola mata. Jaringan lemak mengisi bagian
di apeks orbita dan disebut Annulus of Zinn. Insersi otot-otot ini terletak
2. Fisiologi Penglihatan
a. Proses Refraksi
transparan lain misalnya air dan kaca. Ketika masuk ke suatu medium
semakin besar derajat pembelokan dan semakin kuat lensa. Ketika suatu
berpenglihatan dekat.8
struktur pertama yang dilewati oleh sinar sewaktu sinar tersebut masuk
lebih besar daripada perbedaan dalam densitas antara lensa dan cairan
Sebaliknya, berkas cahaya yang berasal dari benda dekat masih tetap
24
fokus daripada membawa berkas paralel suatu sumber cahaya yang jauh
ke titik fokus. Akan tetapi, pada mata tertentu, jarak antara lensa dan
retina selalu sama. Karena itu, tidak terdapat jarak yang lebih jauh
mata harus membawa bayangan dari sumber cahaya jauh atau dekat ke
cahaya dekat dan jauh jatuh di titik fokus di retina (yaitu dalam jarak
yang sama) maka harus digunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber
cahaya dekat.8
C. DEFINISI
ini biasanya terdapat pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal
yang berbentuk sayap akibat suatu proses degenerasi dan hiperplasia jaringan
25
superfisial kornea.1,8
D. EPIDEMIOLOGI
tropis dan di zona khatulistiwa antara 30° lintang Utara dan Selatan.
estimasi global terbaru dimana terdapat 285 juta orang mengalami gangguan
ditemukan di daerah urban pada orang kulit putih dan 23,4% di daerah tropis
diantara jenis ras, luas dan lamanya paparan sinar matahari. Umumnya angka
lainnya.10
26
E. FAKTOR RESIKO
sinar ultraviolet, pajanan debu atau iritan, peradangan, serta kekeringan pada
belum jelas, diduga terjadi kerusakan DNA, RNA, dan matriks ekstraseluler.
Sinar ultraviolet dari radikal bebas memicu kerusakan pada DNA, RNA, dan
F. ETIOLOGI
Beberapa faktor risiko pterigium antara lain adalah paparan ultraviolet, mikro
trauma kronis pada mata, infeksi mikroba atau virus. Selain itu, beberapa
menimbulkan pterigium.4
G. PATOGENESIS
teori patogenesis, antara lain teori pajanan terhadap sinar ultraviolet (UV),
teori growth factor-sitokin pro-inflamasi, dan teori stem cell. Teori pajanan
produksi interleukin, yaitu IL-I, IL-6, IL-8, dan TNFα. Beberapa teori
ultraviolet, angin, debu) merusak sel basal limbus dan merangsang keluarnya
mengeluarkan stem cell yang juga akan memproduksi sitokin dan berbagai
growth factors. Sitokin dan berbagai growth factor akan mempengaruhi sel di
limbus, sehingga terjadi perubahan sel fibroblas endotel dan epitel yang
H. GAMBARAN KLINIS
dapatkan pada bagian skelra tampak iritasi dan adanya jaringan berwarna
kuning sampai putih menutupi sebagian dari sklera dan bisa sampai ke
bagian kornea dari mata penderita. Hal ini lah yang menimbulkan gejala
I. KLASIFIKASI
pterygium kecil, dimana lesi hanya terbatas pada limbus atau menginvasi
kornea pada tepinya saja. Tipe 2 disebut juga pterigium primer advanced atau
pterigium rekuren tanpa keterlibatan zona optis. Pada bentuk ini kepala
pterygium terangkat dan menginvasi kornea sampai dengan zona optik. Pada
grup ini dari yang lain. Pterigium tipe ini dapat mengancam kebutaan.4
J. GRADING PTERIDIUM
3. Derajat III : jika pterigium sudah melebihi derajat II tetapi tidak melebihi
pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar
3-4 mm).
mengganggu penglihatan.12
1. Anamnesis
b. Faktor risiko :
untuk p53 tumor supressor gen pada stem sel limbal. Tanpa
2. Pemeriksaan Fisik
badan.13
L. TATALAKSANA
sinar ultraviolet (UV-A dan UV-B) karena faktor risiko utama pterigium
keluhan. Obat tetes mata artifisial atau steroid jika disertai inflamasi mata.
ringan tidak perlu diobati Untuk pterigium derajat 1-2 yang mengalami
inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan
steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan
tinggi atau mengalami kelainan pada kornea. Pada pterigium derajat 3-4
pterigium sering memberikan hasil yang kurang memuaskan baik bagi dokter
ahli mata maupun pasien. Hal ini disebabkan karena adanya kekambuhan yang
sering diberikan obat tambahan misalnya mitomisin C. Sampai saat ini tehnik
1. Bare sclera: ialah teknik eksisi sederhana pada bagian kepala dan
pterigium adalah kemampuan untuk diseksi graft tipis dan tepat ukuran
jaringan Tenon.9 Hasil graft yang tipis dan bebas tegangan telah
kosmetik yang baik dengan tingkat rekurensi yang rendah. Hirst, dkk.
episklera.1
Terapi Tambahan :
katarak. Akibat efek samping ini, terapi ini tidak banyak digunakan.1
M. DIAGNOSIS BANDING
beerbatasan dengan limbus pada konjungtiva bulbi, lebih sering terjadi pada
iklim sedang dan iklim tropis, angka kejadian pada laki-laki dan perempuan
sama, paparan dari sinar matahari bukan faktor risiko penyebab pinguekula.
HIV/AIDS.12
pada kasus ini penyebab utama terjadinya keluhan adalah karena paparan
sinar matahari, tidak adanya riwayat trauma pada pasien baik trauma bedah
ataupun bahan kimia. Pada pemeriksaan fisik, selaput berbentuk segitiga yang
dapat dibedakan antara kepala, cap dan badan. Pada pinguekula biasanya
tahun tanpa ada pertumbuhan jaringan yang cepat. Namun untuk diagnosis
patologi anatomi dari jaringan yang tumbuh untuk mengetahui jenis sel.12
N. KOMPLIKASI
adalah dapat terjadi infeksi, diplopia, scar kornea, perforasi bola mata, dan
O. PROGNOSIS
46(1): 23-25.
2(1): 93-101.
6. Rahma, A. 2020. Pemeriksan Gerak Bola Mata. Pusat Mata Nasional Rumah
Hal. 1-4.
8. Lestari, D.J., Sari, D.V., Mahdi, P.D., dkk. 2017. Pterrygium Derajat IV Pada
12. Selviana, B.Y., Ibrahim, A. 2019. Pterygium Grade III Pada Oculi Sinistra.
13. Novitasari, A. 2017. Buku Ajar Sistem Indera Mata. Fakultas Kedokteran