LAPORAN KASUS
OLEH:
KELOMPOK 3
Puja dan puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas yang
berjudul “Laporan Kasus Babesiosis Pada Anjing Doberman (Borna) “ dengan tepat waktu.
Paper ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dari Dosen pengampu mata kuliah
Patologi Klinik Veteriner penyusun menyadari kekurangan-kekurangan dalam penyusunan
paper. Hal ini disebabkan karena keterbatasan pengalaman dan kemampuan yang penyusun
miliki.
Penyusun menyadari bahwa tugas ini masih banyak memiliki kekurangan, oleh karena itu
atas segala kekurangannya penyusun memohon maaf. Kritik dan saran penyusun terima dalam
rangka lebih menyempurnakan kembali paper yang penyusun bawakan dan diharapkan dapat
menjadi ilmu yang berguna bagi yang membacanya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan anjing merupakan salah satu hal penting yang perlu mendapatkan
perhatian khusus, agar anjing selalu dalam keadaan yang sehat dan optimal. Banyak
penyakit yang seringkali menyerang anjing, diantaranya yaitu infeksi ektoparasit
seperti kutu dan caplak. Investasi kutu dan caplak menyebabkan masuknya protozoa,
virus dan riketsia yang dapat menimbulkan penyakit pada anjing. Salah satu protozoa
yang sering menginfeksi anjing melalui gigitan caplak yaitu Babesia sp. Babesia sp.
merupakan protozoa penyebab babesiosis, yang dapat menginfeksi anjing melalui
gigitan caplak. Proses penyebaran babesiosis terjadi melalui vektor caplak
Rhipicephalus sanguineus (R. sanguineus). Kejadian babesiosis pada anjing umumnya
disebabkan oleh Babesia canis dan Babesia gibsoni. Babesia canis memiliki ukuran
yg lebih besar dibandingkan dengan Babesia gibsoni. Babesia canis memiliki ukuran
4 – 5 um, sedangkan Babesia gibsoni memiliki ukuran 1 – 3 um. Babesia sp.
merupakan salah satu parasit intraeritrositik yang dapat menyebabkan rusaknya
eritrosit, parasit ini juga berbentuk menyerupai buah pear. Babesia sp menginfeksi
anjing dalam bentuk sporozoid yang terdapat dalam saliva caplak ketika caplak
menggigit inang. Sporozoid akan berpenetrasi dalam RBC dan akan mengalami fase
parasitic dalam RBC. Sporozoid yg telah masuk dalam RBC disebut tropozoid.
Tropozoid dalam RBC akan mengalami pembelahan biner menjadi merozoid.
Bersamaan dengan lisis eritrosit, merozoit akan menginfeksi eritrosit yg lainnya.
1
fisiologis hewan dan untuk membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit.
Parameter hematologi yang diperiksa dalam kasus infeksi Babesia sp. adalah jumlah
sel darah merah (eritrosit), konsentrasi hemoglobin dan nilai hematokrit.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui bagaimana studi kasus dari Babesiosis pada Anjing Doberman
2. Agar mengetahui bagaimana hasil dan pembahasan yang didapat dari
pemeriksaan Babesiosis pada Anjing Doberman
3. Untuk mengetahui bagaimana diagnosis yang didapat berdasarkan hasil
pemeriksaan dari kasus Babesiosis pada Anjing Doberman
4. Agar mengetahui bagaimana pengobatan yang dapat dilakukan atau diberikan
pada kasus Babesiosis pada Anjing Doberman
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan ini yaitu agar pembaca dan penyusun lebih
mengetahui bagaimana studi kasus, hasil pemeriksaan, diagnosis, dan pengobatan dari
Babesiosis pada Anjing Doberman ini, dengan demikian dapat lebih mengerti dan
memahami bagaimana isi dari materi ini serta tentunya menambah wawasan pembaca
dan penyusun
2
BAB II
2.1 Materi
Salah satu penyakit yang paling sering menular pada anjing yang dilepas
liarkan adalah infeksi parasit. Infeksi parasit yang umum menyerang anjing adalah
cacing dan caplak. Infestasi caplak bisa ditularkan melalui kontak langsung dengan
anjing yang memilIki caplak, dan bisa juga langsung dari lingkungan. Infeksi babesia
pada anjing akan menunjukan gejala klinis seperti demam, anemia, anoreksia,
hemoglobinuria, dan hemolisis darah yang sering kali menyebabkan kematian (Krause
et al., 2007)
3
2.2 Metode
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi temuan klinis. Pemeriksaan fisik
dilakukan berdasarkan metode Widodo dkk.(2011) :
a) Sampel darah diambil dari anjing (Borna) melalui vena Cephalica antibrachii
sebanyak 2 ml menggunakan syringe 5 ml kemudian ditempatkan pada tabung
vacuum EDTA. Darah dalam tabung vacuum EDTA diperlukan untuk
pemeriksaan hematologi lengkap dg menggunakan cell counter - blood analyzer
Hemavet., sedangkan preparat ulas darah dibuat langsung dari darah utuh (whole
blood) segera setelah pengambilan darah.
b) Pembuatan preparat ulas darah dengan cara sampel darah segar diteteskan pada
satu sisi gelas obyek. Salah satu sisi gelas obyek lain ditempatkan pada ujung
gelas obyek pertama dengan membentuk sudut 30o - 45o. Gelas obyek kedua
ditarik sampai menyentuh tetes darah dan dibiarkan menyebar sepanjang tepi
gelas obyek kedua. Gelas obyek kedua didorong ke sepanjang permukaan gelas
obyek pertama sehingga terbentuk lapisan darah tipis dan merata
c) Preparat ulas yang telah kering difiksasi ke dalam metanol selama 5 menit.
Kemudian preparat diangkat dan dikeringkan di udara. Setelah kering, dilakukan
pewarnaan menggunakan larutan Giemsa 10 % selama 45-60 menit. Kemudian
preparat ulas yang telah diwarnai dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan di
udara
d) Preparat ulas darah dapat dibaca di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000
kali untuk identifikasi morfologi eritrosit. Identifikasi morfologi eritrosit
ditekankan pada ukuran, bentuk, distribusi, intensitas warna dan abnormalitas
struktur eritrosit serta eritroparasit Babesia sp.
4
BAB III
PEMBAHASAN
5
Nilai jumlah RBC masih dalam batas standar normal bawah sedangkan jumlah
HGB dan HCT menunjukkan penurunan yg terindikasi adanya gangguan pada sel
darah merah. Namun demikian gangguan tersebut masih dalam kategori ringan. Nilai
trombosit mengalami penurunan (trombositopenia) yg akan memperparah kondisi
sistem peredaran darah. Menurut Kettner F. dkk., Trombositopenia mungkin
dikarenakan suatu kombinasi beberapa faktor, termasuk penyakit babesiosis yg terjadi
bersamaan dg penyakit seperti Canine Monocytic Ehrlichiosis. Tingkat perbedaan
keparahan trombositopenia sangat besar hubungannya dg jenis penyebab parasit
Babesia sp. nya pada spesies induk semang yg sama.
Hasil pemeriksaan mikroskopik preparat ulas darah menunjukkan bahwa
Borna terinfeksi oleh parasit darah yg disebut Babesia sp. (+++) Untuk mengobati
kondisi anemia diberikan obat-obatan yg merangsang proses hemopoitik yaitu
Sangobion, sedangkan obat untuk menghindari infeksi sekunder oleh bakteri diberikan
Doxycycline @ 5 mg/kg BB per oral interval 12 jam selama 10 hari. Prednison
diberikan 1-3 mg/kg BB per oral interval 12 jam selama 7 hari dg tujuan mengurangi
permeabilitas kapiler dan menginduksi vasokonstriksi, meningkatkan jumlah
6
trombosit, neutrofil dan RBC yg bersirkulasi. Untuk menurunkan atau memberantas
parasit darah diberikan Clindamycin @ 25 mg/kg BB per oral interval 12 jam selama
14 hari. Secara klinis dan hematologis menunjukkan adanya perbaikan kondisi
kesehatan hewan.
3.3 Diagnosis
Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan
Pemeriksaan mikroskopis melaui preparat ulas darah, maka diketahui bahwa anjing
tersebut menderita Babesiosis.untuk memperkuat duagnosis perlu dilakukan diagnosis
banding yaitu dengan Immune Mediated Hemolytic Anemia (IMHA), infeksi
Rickettsia, infeksi parasit darah (Ehrlichiosis, Haemobartonellosis, Anaplasmosis).
3.4 Pengobatan
7
morfologi yang diindikasikan adanya degenerasi parasit misalnya, segmentasi,
penurunan ukuran, kerusakan inti atau nukleus sel, penurunan atau tidak terlihatnya
sitoplasma. Antibiotik diberikan juga untuk menghindari infeksi sekunder oleh bakteri
adalah Oxytetracycline 15 mg/kg BB (PO; q12) selama 7 hari. Dexametason diberikan
0.5-1 mg/kg BB (IM) 3-5 hari selama 7 hari dengan tujuan mengurangi permeabilitas
kapiler dan menginduksi vasokonstriksi, meningkatkan jumlah trombosit, neutrofil
dan RBC yang bersirkulasi.
8
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kejadian babesiosis pada anjing umumnya disebabkan oleh Babesia canis dan
Babesia gibsoni. Babesia canis memiliki ukuran yg lebih besar dibandingkan
dengan Babesia gibsoni
Dari hasil pemeriksaan fisik maupun laboratorium menyatakan bahwa anjing
(Borna) terinfeksi Babesia sp.
Hasil pemeriksaan mikroskopik preparat ulas darah ditemukan adanya parasit
Babesia sp. (+++) dalam stadium merozoit (dalam eritrosit). Berdasarkan
pemeriksaan mikroskopik kemungkinan penyebabnya adalah Babesia sp
Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan anjing (Borna) tidak mau makan, secara
umum tidak ditemukan adanya kelainan apapun.
Hasil pemeriksaan laboratorium analisa hematologi lengkap menunjukkan adanya
limfositopenia, monositopenia, eosinofilia dan trombositopenia. Babesiosis pada
anjing dapat terjadi secara ringan, sedang, dan berat
Untuk mengobati kondisi anemia diberikan obat-obatan yg merangsang proses
hemopoitik yaitu Sangobion, sedangkan obat untuk menghindari infeksi sekunder
oleh bakteri diberikan Doxycycline ,Prednison dengan tujuan mengurangi
permeabilitas kapiler dan menginduksi vasokonstriksi, meningkatkan jumlah
trombosit, neutrofil dan RBC yg bersirkulasi. Untuk menurunkan atau
memberantas parasit darah diberikan Clindamycin. Secara klinis dan hematologis
menunjukkan adanya perbaikan kondisi kesehatan hewan
4.2 Saran
Dengan adanya paper ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi
pembaca untuk mendalami dan memahami tentang Babesiosis. Akan tetapi banyak
sekali kesalahan yang mungkin terdapat dalam paper ini, karena kesempurnaan hanya
milik Tuhan Semata. Oleh karena itu, kritik dan saran kami terima untuk membenahi
dan memperbaiki isi paper ini. Terima kasih.
9
DAFTAR PUSTAKA
Pradnya Paramita, Ni Made Diana., & Widyastuti, Sri Kayati. (2019). Studi Kasus :
Babesiosis Pada Anjing Persilangan. Indonesia Medicus Veterinus. 8(1), 79-89.
Wijaya, Agus. (2018). Studi Kasus : Babesiosis Pada Anjing Doberman (Borna).Proc of the
20th Fava Congress & The 15th Kivnas PDHI, Bali. 1(3), 595-597.
10