Anda di halaman 1dari 25

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti disekolah bertujuan untuk


menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan
pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman siswa tentang agama
Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal
keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan
pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Tujuan Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti merupakan turunan dan
tujuan pendidikan nasional, suatu rumusan dalam Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003), berbunyi: “Pendidikan
nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menja di warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.

Untuk penilaian pengetahuan dan keterampilan akan diambil dari resume


yang kami buat yaitu tentang Beriman kepada qadha dan qadar, menyayangi
binatang dalam syariat penyembelihan hewan, mengasah pribadi yang unggu
dengan tata karma, santun dan malu, aqiqah dan qurban menumbuhkan
kepedulian umat, menelusuri tradisi islam di nusantara, dan menyuburkan
kebersamaan dengan tradisi dan menghargai perbedaan.

B.RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah dari makalah


ini yaitu:

1. Bagaimana beriman kepada qadha dan qadar?


2. Bagaimana menyayangi binatang dalam syariat penyembelihan
hewan?

1
3. Bagaimana mengasah pribadi yang unggu dengan tata karma, santun
dan malu?
4. Bagaimana aqiqah dan qurban menumbuhkan kepedulian umat?
5. Bagaimana menelusuri tradisi islam di nusantara?
6. Bagaimana menyuburkan kebersamaan dengan tradisi dan menghargai
perbedaan

C.TUJUAN PENULISAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari makalah ini yaitu:

1. Untuk mengetahui tentang beriman kepada qadha dan qadar


2. Untuk mengetahui tentang menyayangi binatang dalam syariat
penyembelihan hewan
3. Untuk mengetahui tentang mengasah pribadi yang unggu dengan tata
karma, santun dan malu
4. Untuk mengetahui tentang aqiqah dan qurban menumbuhkan
kepedulian
umat
5. Untuk mengetahui tentang menelusuri tradisi islam di nusantara
6. Untuk mengetahui tentang menyuburkan kebersamaan dengan tradisi
dan menghargai perbedaan

D.Manfaat Penulisan

a.Bagi penulis

Manfaat yang bisa diambil bagi penulis setelah menyelesaikan pembuatan


makalah ini, membuat penulis menjadi lebih tahu bagaimana beriman kepada
qadha dan qadar, menyayangi binatang dalam syariat penyembelihan hewan,
mengasah pribadi yang unggu dengan tata karma, santun dan malu, aqiqah dan
qurban menumbuhkan kepedulian umat, menelusuri tradisi islam di nusantara, dan
menyuburkan kebersamaan dengan tradisi dan menghargai perbedaan.

2
b.Bagi Pembaca

Bagi pembaca, makalah ini juga dapat dimanfaatkan sebagai penambah


ilmu pengetahuan tentang bagaimana Beriman kepada qadha dan qadar,
menyayangi binatang dalam syariat penyembelihan hewan, mengasah pribadi
yang unggu dengan tata karma, santun dan malu, aqiqah dan qurban
menumbuhkan kepedulian umat, menelusuri tradisi islam di nusantara, dan
menyuburkan kebersamaan dengan tradisi dan menghargai perbedaan.

3
BAB II PEMBAHASAN

A. Beriman kepada qadha dan qadar

Hikmah beriman kepada qada dan qadar


Dengan beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah yang amat
berharga bagi kita dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan diri
untuk kehidupan akhirat. Hikmah tersebut antara lain:
a.    Menumbuhkan kesadaran bahwa alam semesta dan segala isinya berjalan sesuai
dengan ketentuan-ketentuan Allah swt (sunnatullah atau hukum alam). Kesadaran
demikian dapat mendorong umat manusia (umat Islam) untuk menjadi ilmuan-
ilmuan yang canggih di bidangnya masing-masing, kemudian mengadakan usaha-
usaha penelitian terhadap setiap mahluk Allah seperti manusia, hewan, tumbuhan,
air, udara, barang tambang, dan gas. Sedangkan hasil-hasil penelitiannya di
manfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia kearah yang lebih tinggi.
b.   Melatih diri untuk banyak bersyukur dan bersabar . Orang yang beriman kepada
qadha dan qadar, apabila mendapat keberuntungan, maka ia akan bersyukur,
karena keberuntungan itu merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri.
Sebaliknya apabila terkena musibah maka ia akan sabar, karena hal tersebut
merupakan ujian. Seperti dalam firman Allah yang artinya: ”Dan apa saja nikmat
yang ada pada kamu, maka dari Allah (datangnya), dan bila ditimpa oleh
kemudratan, maka hanya kepada-Nya lah kamu meminta pertolongan ” ( QS. An-
Nahl ayat 53).
c.    Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa . Orang yang tidak beriman
kepada qada dan qadar, apabila memperoleh keberhasilan, ia menganggap
keberhasilan itu adalah semata-mata karena hasil usahanya sendiri. Ia pun merasa
dirinya hebat. Apabila ia mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh kesah dan
berputus asa, karena ia menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah
ketentuan Allah. Firman Allah SWT: “Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka
carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari
rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan
kaum yang kafir” (QS.Yusuf ayat 87). Sabda Rasulullah, yang artinya : ”Tidak

4
akan masuk surga orang yang didalam hatinya ada sebiji sawi dari sifat
kesombongan” (HR. Muslim).
d.   Memupuk sifat optimis dan giat bekerja . Manusia tidak mengetahui takdir apa
yang terjadi pada dirinya. Semua orang tentu menginginkan bernasib baik dan
beruntung. Keberuntungan itu tidak datang begitu saja, tetapi harus diusahakan.
Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa optimis
dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu. Firaman Allah:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan” (QS Al- Qashas ayat 77).
e.    Menenangkan jiwa . Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa
mengalami ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa senang
dengan apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia
bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi. Allah
berfirman yang artinya: “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu
dengan hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah kedalam jama’ah
hamba-hamba-Ku, dan masuklah kedalam surga-Ku”  ( QS. Al-Fajr ayat 27-30).
f.    Memperkuat keyakinan bahwa Allah SWT, pencipta alam semesta adalah tuhan
Yang Maha Esa , maha kuasa, maha adil dan maha bijaksana. Keyakinan tersebut
dapat mendorong umat manusia (umat islam) untuk melakukan usaha-usaha yang
bijaksana, agar menjadi umat (bangsa) yang merdeka dan berdaulat. Kemudian
kemerdekaan dan kedaulatan yang di perolehnya itu akan di manfaatkan secara
adil, demi terwujudnya kemakmuran kesejahteraan bersama di dunia dan di
akhirat.
g.   Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT. Iman kepada takdir dapat
menumbuhkan kesadaran bahwa segala yang ada dan terjadi di alam semesta ini
seperti daratan, lautan, angkasa raya, tanah yang subur, tanah yang tandus, dan
berbagai bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus, serta banjir semata-

5
mata karena kehendak, kekuasaan dan keadilan Allah SWT. Selain itu,
kemahakuasaan dan keadilan Allah SWT akan di tampakkan kepada umat
manusia, takkala umat manusia sudah meninggal dunia dan hidup di alam kubur
dan alam akhirat. Manusia yang ketika di dunianya bertakwa, tentu akan
memperoleh nikmat kubur dan akan di masukan kesurga, sedangkan manusia
yang ketika di dunianya durhaka kepada Allah dan banyak berbuat dosa, tentu
akan memperoleh siksa kubur dan di campakan kedalam neraka jahanam.
h.   Menumbuhkan sikap prilaku dan terpuji, serta menghilangkan sikap serta prilaku
tercela. Orang yang betul-betul beriman kepada takdir (umat islam yang bertakwa)
tentu akan memiliki sikap dan prilaku terpuji seperti sabar, tawakal, qanaah, dan
optimis dalam hidup. Juga akan mampu memelihara diri dari sikap dan prilaku
tercela, seperti : sombong, iri hati, dengki, buruk sangka, dan pesimis dalam
hidup.
i.     Mendorong umat manusia (umat islam) untuk berusaha agar kualitas hidupnya
meningkat, sehingga hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik
dari hari ini. Umat manusia (umat islam) jika betul-betul beriman kepada takdir,
tentu dalam hidupnya di dunia yang sebenar ini tidak akan berpangku tangan.
Mereka akan berusaha dan bekerja dengan sungguh-sungguh di bidangnya
masing-masing, sesuai dengan kemampuannya yang telah di usahakan secara
maksimal, sehingga menjadi manusia yang paling bermanfaat. Rasulullah SAW
bersabda yang artinya: “Sebaik-baiknya manusia ialah yang lebih bermanfaat
kepada manusia” (H.R. At-Tabrani).

Gambar 1: Beriman kepada qadha dan qadar

6
B. Menyayangi binatang dalam syariat penyembelihan hewan

1.    Syarat Hewan Yang Akan Disembelih


Yaitu hewan tersebut masih dalam keadaan hidup ketika penyembelihan,
bukan dalam keadaan bangkai (sudah mati). Allah Ta’ala berfirman,
َ‫إِنَّ َما َح َّر َم َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَة‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai.” (QS. Al Baqarah:
173)

2.     Syarat Orang Yang Akan Menyembelih


Pertama: Berakal, baik laki-laki maupun perempuan, sudah baligh atau
belum baligh asalkan sudah tamyiz. Sehingga dari sini, tidak sah penyembelihan
yang dilakukan oleh orang gila dan anak kecil yang belum tamyiz. Begitu pula
orang yang mabuk, sembelihannya juga tidak sah.
Kedua: Yang menyembelih adalah seorang muslim atau ahli kitab (Yahudi
atau Nashrani). Oleh karena itu, tidak halal hasil sembelihan dari seorang
penyembah berhala dan orang Majusi sebagaimana hal ini telah disepakati oleh
para ulama. Karena selain muslim dan ahli kitab tidak murni mengucapkan nama
Allah ketika menyembelih.
Sedangkan ahlul kitab masih dihalalkan sembelihan mereka karena
Allah Ta’ala berfirman,
َ ‫َوطَ َعا ُم الَّ ِذينَ أُوتُوا ْال ِكت‬
‫َاب ِح ٌّل لَ ُك ْم‬
Artinya : “Makanan (sembelihan) ahlul kitab (Yahudi dan Nashrani) itu halal bagimu, dan
makanan kamu halal pula bagi mereka.” (QS. Al Ma-idah: 5).
Makna makanan ahlul kitab di sini adalah sembelihan mereka,
sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Abu Umamah, Mujahid, Sa’id bin
Jubair, ‘Ikrimah, ‘Atho’, Al Hasan Al Bashri, Makhul, Ibrahim An Nakho’i, As
Sudi, dan Maqotil bin Hayyan.
Namun yang mesti diperhatikan di sini, sembelihan ahul kitab bisa halal
selama diketahui kalau mereka tidak menyebut nama selain Allah. Jika diketahui
mereka menyebut nama selain Allah ketika menyembelih, semisal mereka

7
menyembelih atas nama Isa Al Masih, ‘Udzair atau berhala, maka pada saat ini
sembelihan mereka menjadi tidak halal berdasarkan firman Allah Ta’ala,
‫ير َو َما أُ ِه َّل لِ َغي ِْر‬
ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوال َّد ُم َولَحْ ُم ْال ِخ ْن ِز‬
ْ ‫ُح ِّر َم‬
Artinya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan)
yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al Ma-idah: 3)
Ketiga: Menyebut nama Allah ketika menyembelih. Jika sengaja tidak
menyebut nama Allah padahal ia tidak bisu dan mampu mengucapkan-, maka
hasil sembelihannya tidak boleh dimakan menurut pendapat mayoritas ulama.
Sedangkan bagi yang lupa untuk menyebutnya atau dalam keadaan bisu, maka
hasil sembelihannya boleh dimakan. Allah Ta’ala berfirman,
ٌ ‫َواَل تَأْ ُكلُوا ِم َّما لَ ْم ي ُْذ َك ِر ا ْس ُم هَّللا ِ َعلَ ْي ِه َوإِنَّهُ لَفِ ْس‬
‫ق‬
Artinya : “Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah
ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu
kefasikan.” (QS. Al An’am: 121)
Begitu juga hal ini berdasarkan hadits Rofi’ bin Khodij, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
ُ‫ فَ ُكلُوه‬، ‫َما أَ ْنهَ َر ال َّد َم َو ُذ ِك َر ا ْس ُم هَّللا ِ َعلَ ْي ِه‬
Artinya : “Segala sesuatu yang dapat mengalirkan darah dan disebut nama Allah ketika
menyembelihnya, silakan kalian makan.”
Inilah yang dipersyaratkan oleh mayoritas ulama yaitu dalam
penyembelihan hewan harus ada tasmiyah (penyebutan nama Allah atau
basmalah). Sedangkan Imam Asy Syafi’i dan salah satu pendapat dari Imam
Ahmad menyatakan bahwa hukumtasmiyah adalah sunnah (dianjurkan). Mereka
beralasan dengan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
ْ ‫أَ َّن قَوْ ًما قَالُوا لِلنَّبِ ِّى – صلى هللا عليه وسلم – إِ َّن قَوْ ًما يَأْتُونَا بِاللَّحْ ِم الَ نَ ْد ِرى أَ ُذ ِك• َر‬
« ‫اس• ُم هَّللا ِ َعلَ ْي• ِه أَ ْم الَ فَقَ••ا َل‬
. ‫ت َو َكانُوا َح ِديثِى َع ْه ٍد بِ ْال ُك ْف ِر‬
ْ َ‫ قَال‬. » ُ‫َس ُّموا َعلَ ْي ِه أَ ْنتُ ْم َو ُكلُوه‬
Ada sebuah kaum berkata pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ada
sekelompok orang yang mendatangi kami dengan hasil sembelihan. Kami tidak
tahu apakah itu disebut nama Allah ataukah tidak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengatakan, “Kalian hendaklah menyebut nama Allah dan makanlah

8
daging tersebut.” ’Aisyah berkata bahwa mereka sebenarnya baru saja masuk
Islam.
Namun pendapat mayoritas ulama yang menyaratkan wajib tasmiyah
(basmalah) itulah yang lebih kuat dan lebih hati-hati. Sedangkan dalil yang
disebutkan oleh Imam Asy Syafi’i adalah untuk sembelihan yang masih diragukan
disebut nama Allah ataukah tidak. Maka untuk sembelihan semacam ini, sebelum
dimakan, hendaklah disebut nama Allah terlebih dahulu.
Keempat: Tidak disembelih atas nama selain Allah. Maksudnya di sini
adalah mengagungkan selain Allah baik dengan mengeraskan suara atau tidak.
Maka hasil sembelihan seperti ini diharamkan berdasarkan kesepakatan ulama.
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
‫ير َو َما أُ ِه َّل لِ َغي ِْر‬
ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوال َّد ُم َولَحْ ُم ْال ِخ ْن ِز‬
ْ ‫ُح ِّر َم‬
Artinya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al Ma-idah: 3)

Gambar 2: Menyayangi binatang dalam syariat penyembelihan hewan

9
C.Mengasah Pribadi Yang Unggul dengan Tata Krama, Santun dan Malu

 1.Tata Krama.
Tata Krama merupakan norma – norma pergaulan yang berkaitan dengan
kebiasaan dalam bertindak maupun bertutur kata yang berlaku atau disepakati
dalam lingkungan pergaulan antar manusia setempat. Norma – norma dalam
pergaulan ini menjadi penting untuk dipahami agar terjalin hubungan yang baik
dan harmonis di dalam lingkungan pergaulan.
 2.Santun.
Santun adalah berkata lemah lembut serta bertingkah laku halus dan baik.
Kesantunan seseorang akan terlihat dari ucapan dan tingkah lakunya. Ucapannya
lemah lembut, tingkah lakunya halus serta menjaga perasaan orang lain. Dari sini,
dapat disimpulkan bahwa santun mencakup dua hal, yakni santun dalam ucapan
dan santun dalam perbuatan. Allah SWT mencintai sikap santun sebagaimana
tertuang dalam hadist berikut :
Artinya : “Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi SAW, bersabda kepada Al Asyaj Al
Ashri : Sesungguhnya dalam dirimu terdapat dua sikap yang dicintai oleh
Allah, yaitu Sifat Santun dan Malu” (H.R. Ibnu Majah).
Sopan santun menjadi sangat penting dalam pergaulan hidup sehari – hari.
Kita akan dihargai dan dihormati orang lain jika menunjukkan sikap sopan santun.
Orang lain merasa nyaman dengan kehadiran kita. Sebaliknya, jika berperilaku
tidak sopan, orang lain tak akan menghargai dan menghormati kita. Orang yang
memiliki sopan santun berarti mampu menempatkan dirinya dengan tepat dalam
berbagai keadaan. Sopan santun dapat diterapkan di mana saja dan kapan saja.
Karena sopan santun merupakan perwujudan cara kita dalam bersikap yang
terbaik.
Seorang anak wajib menghormati dan menyayangi kedua orang tua.
Bentuk hormat dan sayang kita kepada orang tua, diantaranya dengan bertutur
kata santun kepada keduanya. Semua nasihat orang tua harus ditaati sepenuh hati
karena mereka telah merawat dan mendidik kita sejak kecil. Terlebih seorang ibu,
sungguh jasanya tak ternilai. Mulai dari mengandung, melahirkan, merawat dan

10
membesarkan anak – anaknya dengan penuh kasih sayang. Demikian pula seorang
ayah, bekerja keras mencari nafkah demi kelangsungan hidup keluarga. Ingatlah,
bahwa kerelaan atau rida Allah SWT adalah Rida orang tua. Oleh karena itu, sikap
santun harus kita tunjukkan untuk menghormati keduanya.
Jika di rumah kamu memiliki pembantu , apakah ia juga harus
diperlakukan dengan santun? Seorang pembantu juga harus diperlakukan dengan
santun.
Sikap sopan dan santun juga harus di tunjukan dalam pergaulan di masyarakat.
Sebagai makhluk social, kita selalu membutuhkan orang lain. Oleh karena itu,
orang lain harus diperlakukan dengan baik. Orang lain yang di maksud di sini
adalah sahabat, teman, dan tetangga. Khusus terhadap tetangga, Rasullulah Saw.
Mengajarkan kepada kita untuk memuliakan mereka. Ketika keluarga kita sedang
kesusahan, tetanggalah yang akan membantu kita. Kita hormati serta laksanakan
hak dan kewajiban tetangga. Jangan kita sakiti mereka dengan tingkah laku buruk
dan perkataan kotor.
Allah SWT memerintahkan agar bertutur kata yang baik kepada sesame
manusia, sebagaimana firman Allah SWT. Q.S. al – Baqarah/2:83
Artinya : “Dan (ingatlah) ketika kami mengambil janji dari bani Israil,
“janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada orang
tua, kerabat, anak- anak yatim, dan orang- orang miskin. Dan bertutur katalah
yang baik kepada manusia, laksanakanlah salat dan tunaikanlah zakat. “tetapi
kemudian kamu berpaling (mengingkari), kecuali sebagian kecil dari kamu,
dan kamu (masih menjadi) pembangkang. “ (Q.S. al-Baqarah/ 2: 83). Melalui
ayat tersebut, Allah swt. Memerintahkan kepada kita untuk bertutur kata yang
baik kepada manusia. Teman, kerabat, keluarga, Bapak/ Ibu Guru, dan orang tua
wajib diperlakukan dengan baik. Berkata dan berperilaku santun kepada mereka
akan membuat harga diri kita meningkat. Kita akan dihargai dan dihormati ketika
kita juga menghormati orang lain. Ibarat sedang bercermin, ketika kita tersenyum,
bayangan yang ada di cermin akan tersenyum kepada kita. Sebaliknya, kalau kita
cemberut, bayangan yang ada di cermin juga akan cemberut kepada kita.
Sejatinya, kalau kita bersikap baik kepada orang lain, sesungguhnya perbuatan

11
baik itu akan kembali kepada diri kita sendiri. Sebaliknya, ketika kita bersikap
buruk kepada orang lain, sesungguhnya perbuatan itu akan kembali kepada diri
sendiri.
3.  Malu
Malu adalah menahan diri dari perbuatan jelek, kotor, tercela dan hina.
Sifat malu itu terkadang merupakan sifat bawaan dan juga bisa merupakan hasil
latihan. Namun demikian, untuk menumbuhkan rasa melu, perlu usaha, niat, ilmu
serta pembiasaan. Rasa malu merupakan bagian dari iman karena dapat
mendorong seseorang untuk melakukan kebaikan dan mencegahnya dari
kemaksiatan. Mari kita perhatikan hadits berikut ini :
Artinya : Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW, beliau bersabda : “Iman adalah
pokoknya, cabangnya ada tujuh puluh lebih dan malu termasuk cabangnya
iman” (H.R. Muslim)
Hadits tersebut menegaskan bahwa malu merupakan salah satu cabang
iman. Seseorang malu untuk mencuri jika ia beriman, malu berdusta jika ia
beriman. Seorang wanita malu membuka atau menunjukkan auratnya jika ia
beriman. Jika sifat malu berkurang dan mulai luntur, pertahanan diri dalam
menghadapi godaan nafsu mulai menipis. Malu merupakan salah satu benteng
pertahanan seseorang dalam menghindari perbuatan maksiat. Malu juga
merupakan factor pendorong bagi seseorang untuk melakukan kebaikan.
Selama rasa malu masih terpelihara dengan baik, seseorang akan hidup
dalam kebaikan. Ia akan memiliki kekuatan dalam berbuat kebaikan dan menolak
kemaksiatan. Seorang pejabat yang memiliki rasa malu akan melaksanakan
tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan bebas dari korupsi. Seorang pelajar
akan percaya diri dalam mengerjakan soal ulangan tanpa menyontek karena
didasari rasa malu. Seorang pedagang akan malu berbuat curang karena merasa
dilihat Allah SWT. Seorang polisi akan malu menerima suap dari pelanggar
rambu lalu lintas. Aparat penegak hokum seperti hakim dan jaksa akan malu
menerima suap dari tersangka karena ia takut azab dari Allah SWT. Seorang pria
dan wanita akan berpakaian menutup aurat karena menjaga harga diri dan

12
kehormatannya. Mereka semua terhindar dari perbuatan dosa dan maksiat karena
adanya rasa malu dalam diri mereka.
Sebaliknya, apabila seseorang tidak lagi memiliki rasa malu, ia akan hidup
dalam keburukan. Begitu hilang rasa malunya, hilang pula kepribadiannya sebagai
seorang muslim. Ia akan terbiasa berbuat dosa, baik sembunyi – sembunyi
maupun terang – terangan. Jika seorang pria maupun wanita tidak punya rasa
malu, ia akan mengumbar auratnya. Seorang pejabat yang tidak punya rasa malu
akan menggunakan kekuasaannya untuk menindas rakyat guna memperkaya diri.
Seorang pedagang yang tidak punya rasa malu akan membohongi pembelinya,
barang jelek dikatakan bagus, barang murah dikatakan mahal. Jika seorang pelajar
tidak punya sifat malu, ia dengan mudahnya berkata kotor, menyontek,
memperolok – olok teman sendiri. Sungguh, dengan tidak adanya rasa malu,
bencana moral dan kerusakan akhlak akan merajalela.

Gambar 3: Mengasah Pribadi Yang Unggul dengan Tata Krama, Santun dan Malu

13
D.Aqiqah dan Kurban Menumbuhkan Kepedulian Umat

    1.Akikah
Tahukah kamu apa pengertian akikah ?. Akikah secara bahasa artinya
memutus atau melubangi. Secara syariat, makna akikah adalah menyembelih
kambing / domba sebagai tanda syukur kepada Allah atas lahirnya anak, baik laki
– laki atau perempuan. Akikah biasanya dilaksanakan pada hari ketujuh setelah
kelahiran anak. Pada hari itu pula, seorang bayi dicukur rambutnya dan diberi
nama yang baik. Sabda Nabi SAW :
Artinya : “Dari Samurah bahwasanya Nabi SAW bersabda : Setiap anak itu
tergadai dengan akikahnya yang disembelih pada hari ketujuh, dicukur rambut
kepalanya dan diberi nama” (H.R. Ibnu Majah).
Jika pada hari ketujuh tersebut seorang ayah belum mampu menyembelih
akikah untuk anaknya, boleh dilakukan pada saat dia mampu sebelum anak
tersebut dewasa. Sayyidah aisyah rad an Imam Ahmad berpendapat bahwa akikah
bisa disembelih pada hari ketujuh atau hari keempat belas ataupun hari kedua
puluh satu. Jika pada hari – hari itu juga belum mampu, boleh dilakukan kapan
saja.  
1.1.Hukum Akikah.
Hukum Akikah adalah Sunah Muakad. Sunah Muakad artinya sunah yang
sangat dianjurkan. Sebaiknya pelaksanaan penyembelihan dilakukan pada hari
ketujuh dari kelahiran anak tersebut. Akikah berbeda dengan penyembelihan pada
umumnya. Jika penyembelihan biasa tujuannya hanya untuk dikonsumsi
(dimakan), akikah mempunyai tujuan yang khusus, yaitu sebagai wujud syukur
kepada Allah SWT atas kelahiran seorang anak.
1.2.Ketentuan Hewan Akikah.
Mayoritas ulama sepakat bahwa hewan yang digunakan untuk akikah
adalah kambing / domba. Hewan untuk anak laki – laki sebanyak 2 ekor
kambing / domba dan untuk anak perempuan satu ekor kambing / domba. Adapun
syarat kambing / domba akikah, yaitu sebagai berikut :
1.      Kambing / domba itu harus dalam keadaan sehat, tidak kurus dan tidak cacat

14
2.      Kambing / domba itu sudah berumur satu tahun lebih (sudah pernah berganti
gigi).  
1.3.Pembagian Daging Akikah.
Ketentuan pembagian daging akikah berbeda dengan pembagian daging
kurban. Dalam hal ini, daging akikah diberikan dalam kondisi yang sudah
dimasak.
Orang tua anak boleh memakannya, menghadiahkan sebagian dagingnya kepada
sahabat – sahabatnya dan menyedekahkan sebagian lagi kepada kaum muslimin.
Boleh juga mengundang kerabat dan tetangga untuk menyantapnya, serta boleh
juga disedekahkan semuanya.
1.4.Hikmah Pelaksanaan Akikah.
Pelaksanaan akikah mengandung banyak hikmah, diantaranya adalah
seperti berikut ini ;
a.       Menghidupkan sunah.
b.      Membebaskan anak dari ketergadaian.
c.       Ibadah akikah mengandung unsur perlindungan dari syetan yang dapat
mengganggu anak yang terlahir itu. Dengan demikian anak yang telah ditunaikan
akikahnya dengan rida dan pertolongan Allah SWT akan lebih terlindungi dari
gangguan setan yang sering mengganggu anak – anak.
d.      Dengan rida dan pertolongan Allah SWT, akikah dapat menghindarkan anak
dari musibah, keburukan moral dan penderitaan.
e.       Merupakan bentuk Taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah SWT, sekaligus
sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah SWT dengan
lahirnya sang anak.
f.       Akikah sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam melaksanakan syariat
Islam.
g.      Memperkuat tali silaturahmi di antara anggota masyarakat.
2. Kurban.
Dalam istilah ilmu fikih, hewan kurban biasa disebut al – Udhiyah yang
bentuk jamaknya al – adahi. Secara bahasa, kurban berasal dari kata “Qarraba”
yang berarti dekat. Secara syariat. Kurban artinya ibadah dalam bentuk

15
melaksanakan penyembelihan hewan tertentu atas dasar perintah Allah SWT dan
petunjuk Rasulullah SAW dengan harapan dapat mendekatkan diri kepada – Nya.
Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk berkurban sebagaimana tertuang
dalam Q.S. al – Kausar/108: 1 – 3. Bacalah firman Allah SWT dalam Q.S. al –
Kausar di bawah ini :
Artinya : “Sungguh, kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang
banyak. Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah
(sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). Sungguh, orang – orang
yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat allah)”. (Q.S. al –
Kausar/108:1-3).
2.1.Hukum Kurban.
Pelaksanaan kurban hukumnya Sunah Muakad, artinya sangat dianjurkan.
Bagi yang mampu, dianjurkan untuk melaksanakan kurban. Akan tetapi, apabila
dia tidak melaksanakannya, hukumnya makruh.
2.2.Ketentuan Hewan Kurban.
Jenis binatang yang diperbolehkan untuk dijadikan kurban adalah unta,
sapi, kerbau, kambing atau biri – biri. Adapun ketentuan hewan – hewan tersebut
adalah sebagai berikut :
a.       Unta yang sudah berumur 5 tahun.
b.      Sapi / kerbau yang sudah berumur 2 tahun
c.       Kambing yang sudah berumur 2 tahun
d.      Domba / biri – biri yang sudah berumur 1 tahun atau telah berganti gigi.
Menurut para ulama, tidak sah kecuali dengan jenis hewan – hewan
tersebut diatas. Di samping memenuhi ketentuan umur, binatang – binatang itu
harus sehat dan organ tubuhnya lengkap, tanduknya tidak patah, tidak buta
matanya, tidak pincang, tidak sakit atau cacat dan tidak kurus kering.
Ketentuan yang lain untuk jenis binatang unta, sapid an kerbau boleh
untuk kurban sejumlah tujuh orang. Kambing dan domba hanya untuk kurbannya
satu orang. Hal ini sesuai dengan sabda nabi SAW :
Artinya : “Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah ra, katanya : Kami pernah
menyembelih binatang kurban bersama Rasulullah SAW pada tahun

16
Hudaibiah dengan seekor unta kepada tujuh orang dan lembu juga kepada
tujuh orang” (H.R.Bukhari dan Muslim)
2.3.Waktu Penyembelihan Kurban.
Waktu penyembelihan kurban adalah setelah salat Idul Adha (Tanggal 10
bulan Dzulhijjah) dan tiga hari Tasyrik (11, 12, 13, Bulan Dzulhijjah).
Penyembelihan boleh dilakukan pada siang hari atau sore hari pada hari – hari
tersebut (sebelum matahari terbenam pada tanggal 13 bulan Dzulhijjah). Tidak
ada perbedaan waktu siang ataupun malam. Baik siang maupun malam,
penyembelihan kurban sama – sama dibolehkan.
2.4.Pembagian Daging Kurban.
Daging kurban dibagi kepada fakir dan miskin dalam keadaan masih
mentah, belum dimasak. Apabila orang yang berkurban (Sahibul Kurban)
menghendaki, dia boleh mengambil daging kurban itu maksimal sepertiganya.

Gambar 4: Aqiqah dan Kurban Menumbuhkan Kepedulian Umat

17
E.Menelusuri Tradisi Islam di Nusantara

1.Wayang

Budaya berasal dari bahasa Sansekerta artinya buddayah bentuk jamak


dari kata budhi yang berarti perilaku, budi atau akal. Jadi kebudayaan dapat
diartikan sebagai bentuk yang berkaitan dengan budi pekerti dari hasil pemikiran.
Kesenian termasuk dalam unsur kebudayaan. Sebab perwujudan dari kebudayaan
tidak terlepas dari hasil olah pikir dan perilaku manusia lewat bahasa, sarana
kehidupan dan organisasi sosial. Kesemuanya itu sangat membantu manusia
dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Kesenian adalah salah satu media
yang paling mudah diterima dalam penyebaran agama Islam. Salah satu buktinya
adalah menyebarnya agama Islam dengan menggunakan wayang kulit dan
gamelan oleh Sunan Kalijaga. Sedangkan yang dimaksud dengan tradisi adalah
suatu adat istiadat yang biasa dilakukan namun didalamnya mengandung ajaran-
ajaran Islam. Diantara seni budaya nusantara yang telah mendapatkan pengaruh
dari ajaran Islam adalah : 1. Wayang

Dalam bahasa berarti ”ayang-ayang” atau bayangan. Karena yang terlihat


adalah bayangannya dalam kelir (tabir kain putih sebagai gelanggang permainan
wayang). Bisa juga diberi penjelasan wayang adalah pertunjukkan yang disajikan
dalam berbagai bentuk, terutama yang mengandung unsur pelajaran (wejangan).
Pertunjukan ini diiringi dengan teratur oleh seperangkat gamelan. Wayang pada
mulanya dibuat dari kulit kerbau, hal ini dimulai pada zaman Raden Patah.
Dahulunya lukisan seperti bentuk manusia. Karena bentuk wayang berkaitan
dengan syariat agama Islam, maka para wali mengubah bentuknya. Dari yang
semula lukisan wajahnya menghadap lurus kemudian agak dimiringkan.

Pada tahun 1443 Saka, bersamaan dengan berdirinya kerajaan Islam


Demak, maka wujud wayang geber diganti menjadi wayang kulit secara terperinci
satu persatu tokoh-tokohnya. Sumber cerita dalam mementaskan wayang diilhami
dari Kitab Ramayana dan Mahabarata. Tentunya para Wali mengubahnya menjadi
cerita-cerita keislaman, sehingga tidak ada unsur kemusyrikan didalamnya. Salah

18
satu lakon yang terkenal dalam pewayangan ini adalah jimad kalimasada yang
dalam Islam diterjemahkan menjadi Jimad Kalimat Syahadat. Dan masih banyak
lagi istilah-istilah Islam yang dipadukan dengan istilah dalam pewayangan.

2. Hadrah dan salawat kepada Nabi Muhammad saw

Hadrah adalah salah satu jenis alat musik yang bernafaskan Islam. Seni
suara yang diiringi dengan rebana (perkusi dari kulit hewan) sebagai alat
musiknya. Sedang lagu-lagu yang dibawakan adalah lagu yang bernuansakan
Islami yaitu tentang pujian kepada Allah swt dan sanjungan kepada Nabi
Muhammad saw. Dalam menyelenggarakan pesta musik yang diiringi rebana ini
juga menampilkan lagu cinta, nasehat dan sejarah-sejarah kenabian. Sampai
sekarang kesenian hadrah masih eksis berkembang di masyarakat. Pada zaman
sekarang kesenian hadrah biasanya hadir ketika acara pernikahan, akikahan atau
sunatan. Bahkan kesenian hadrah ini dijadikan lomba antar pondok pesantren atau
antar madrasah.

3. Qasidah

Qasidah artinya suatu jenis seni suara yang menamilkan nasehat-nasehat


keislaman. Dalam lagu dan syairnya banyak mengandung dakwah Islamiyah yang
berupa nasehat-nasehat, shalawat kepada Nabi dan do’a-do’a. Biasanya qasidah
diiringi dengan musik rebana. Kejadian pertama kali menggunakan musik rebana
adalah ketika Rasulullah saw disambut dengan meriah di Madinah.

4. Kesenian Debus

Kesenian debus difungsikan sebagai alat untuk membangkitkan semangat


para pejuang dalam melawan penjajah. Oleh karena itu, debus merupakn seni bela
diri untuk memupuk rasa percaya diri dalam menghadapi musuh. Pengertian lain
dari debus adalah gedebus atau almadad yaitu nama sebuah benda tajam yang
digunakan untuk pertunjukan kekebalan tubuh. Benda ini terbuat dari besi dan
digunakan untuk melukai diri sendiri. Karena itu kata debus juga diartikan dengan
tidak tembus. Filosofi dari kesenian ini adalah kepasrahan kepada Allah swt yang

19
menyebabkan mereka memiliki kekuatan untuk menghadapi bahaya, seperti yang
dilambangkan dengan benda tajam dan panas.

5. Tari Zapin

Tari Zapin adalah sebuah tarian yang mengiringi musik qasidah dan
gambus. Tari Zapin diperagakan dengan gerak tubuh yang indah dan lincah.
Musik yang mengiringinya berirama padang pasir atau daerah Timur Tengah. Tari
Zapin biasa dipentaskan pada upacara atau perayaan tertentu misalnya : khitanan,
pernikahan dan peringatan hari besar Islam lainnya.

Salah satu tradisi Islam di Nusantara yaitu qasidah

Gambar 5: salah satu Tradisi Islam di Nusantara

20
F.Menyuburkan Kebersamaan dengan Toleransi dan Menghargai
Perbedaan

Pengertian Toleransi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai


Pustaka, 2007: 1204) kata “toleransi” berasal dari kata “toleran” yang memiliki
arti bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan)
pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dst) 22 yang
berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Toleransi dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia juga bermakna sifat atau sikap toleran, batas ukur atau
penambahan pengurangan yang masih diperbolehkan

Dari kutipan di atas dijelaskan bahwa suatu sikap toleransi merupakan


konsekuensi kebutuhan dalam diri manusia. manusia merupakan makhluk yang
lemah dan rentan terhadap kesalahan, jadi perlu adanya suatu sikap saling
membenci kesalahan. Hal itu merupakan prinsip pertama dari semua hak asasi
manusia, pengakuan bahwa manusia adalah makhluk yang lemah , salah dan
bertanggung jawab atas semua kesalahan. Jika digabungkan dengan keyakinan
bahwa diskusi atau pembahasan rasional dapat membantu memperbaiki kesalahan
dan pendekatan yang 23 dilakukan mendekati kebenaran, menghasilkan suatu
anggapan yang mendukung adanya toleransi. Pada anggapan ini penolakan
terhadap sikap toleransi adalah dari arogansi intelektual, suatu kebutuhan
pendapat bahwa bisa jadi saya salah dan anda benar.

Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa Toleransi adalah sebuah


ungkapan liberalisme modern yang diwujudkan. Gray menulis dua filosofi yang
tidak sesuai. Dari satu perspektif toleransi liberal adalah citacita dari konsensus
rasional tentang cara hidup terbaik. Dari sumber lain, toleransi liberal merupakan
kepercayaan bahwa manusia dapat berkembang dalam banyak cara untuk hidup.
35 peradaban kontemporer barat berhutang dengan tradisi demokrasi liberal, yang
memberi kita masyarakat yang menghargai nilai lebih toleransi dari pada
penekanan gagasan, masyarakat yang melalui toleransi yang relatif, telah
menimbulkan beragam keragaman budaya, seni, sosial dan lambang 24 politik

21
yang memperkaya kehidupan kita bersama. Toleransi juga merupakan istilah
dalam konteks sosial, budaya, dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang
melarang adanya deskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda dan
tidak diterima oleh mayoritas atau kelompok terbanyak dalam masyarakat.
Contohnya adalah toleransi beragama, yaitu masyarakat mayoritas dalam suatu
masyarakat mengijinkan keberadaan agama-agama lain. tidak hanya mengijinkan,
tetapi juga menghargai setiap kegiatan dan pelaksanaan peribadatan agama lain
(Suleeman dan Sumiyatiningsih, 2015:110-111)

Dari pendapat Cak Nur di atas dapat diketahui bahwa toleransi terdapat
dalam beberapa konteks, yaitu dalam konteks sosial, budaya, dan agama.
Toleransi bergama adalah suatu sikap dan perbuatan yang mengijinkan eksistensi
dan keberadaan dari agama-agama lain, tidak 25 hanya sebatas mengijinkan
namun juga menghargai menghormati suatu amalan ibadah atau praktek
peribadatan agama lain. Suleeman dan Sumiyatiningsih, (2015:111), toleransi
beragama dibagi menjadi tiga yaitu : a. Toleransi negatif adalah sikap yang tidak
menghargai dan menolak isi ajaran dan pandangan agama dan keyakinan lain,
serta tidak menerima penganutnya tetapi membiarkan saja, karena
menguntungkan (misal dari segi keamanan dan ketentraman) atau karena sikap
acuh tak acuh terhadap agama. b. Toleransi positif adalah sikap yang menolak isi
ajaran dan pandangan agama dan keyakinan lain, namun menerima atau
menghargai para penganutnya. c. Toleransi ekumenis adalah sikap menerima dan
menghargai baik isi ajaran agama dan keyakinan lain, pandangan dan para
pengikutnya karena pengakuan bahwa di dalamnya ada nilai-nilai kebenaran yang
dapat memperkaya dan memperdalam ajaran, pandangan dan kepercayaan diri
sendiri. Dari pernyataan Suleeman dan Sumiyatiningsih penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa toleransi beragama merupakan suatu sifat dan sikap serta
perilaku seseorang yang menghargai menghormati dan mengijinkan adanya
sebuah eksistensi dari agama lain yang berbeda dengan agama atau kepercayaan
diri sendiri. Toleransi beragama dibagi menjadi tiga macam, yaitu toleransi
negatif merupakan sebuah sikap atau 26 perilaku yang tidak menghargai dan

22
menolak keberadaan agama lain dan hanya membiarkan bahkan acuh tak acuh
terhadap agama lain, yang kedua toleransi positif yaitu sikap atau sifat yang
menolak ajaran atau agama lain namun menerima para penganutnya, yang ketiga
yaitu toleransi ekumenis yaitu suatu sifat dan perilaku menerima dan menghargai
baik ajaran agama lain dan para penganutnya.

a. Toleransi Perspektif Agama Islam Agama Islam secara positif


mendukung kerukunan hidup bermasyarakat. Sikap kerukunan hidup
tertanam dalam setiap pribadi muslim adalah didasarkan atas pelajaran
Al-Qur’an dan As-Sunah. Umat Islam sudah terpimpin dengan Al-
Qur’an untuk hidup rukun bersama umat agama lain, dan dalam
dakwahnya pun orang Islam diberi garis jelas yaitu tidak dibenarkan
melakukan paksaan untuk menarik orang yang berlainan agama
menjadi penganut Islam (Daradjat, 1996: 143). Allah SWT berfirman
dalam Al-Qur’an surat Asy-Syura ayat 15
Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah
sebagai mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa
nafsu mereka dan katakanlah: "Aku beriman kepada semua kitab yang
diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara
kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. bagi kami amal-amal
kami dan bagi kamu amal-amal kamu. tidak ada pertengkaran antara
kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah
kembali (kita)".

Gambar 6: Menyuburkan Kebersamaan dengan Toleransi dan Menghargai


Perbedaan.

23
BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari pembahasan makalah ini yaitu adalah bagaimana


Beriman kepada qadha dan qadar, menyayangi binatang dalam syariat
penyembelihan hewan, mengasah pribadi yang unggu dengan tata karma, santun
dan malu, aqiqah dan qurban menumbuhkan kepedulian umat, menelusuri tradisi
islam di nusantara, dan menyuburkan kebersamaan dengan tradisi dan menghargai
perbedaan. Dengan makalah ini semoga ilmu kita tentang Beriman kepada qadha
dan qadar, menyayangi binatang dalam syariat penyembelihan hewan, mengasah
pribadi yang unggu dengan tata karma, santun dan malu, aqiqah dan qurban
menumbuhkan kepedulian umat, menelusuri tradisi islam di nusantara, dan
menyuburkan kebersamaan dengan tradisi dan menghargai perbedaan semakin
bertambah.

3.2. Saran

Penulis telah membuat makalah sesuai dengan aturan yang telah


ditetapkan. Namun tetap saja kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa.
Untuk itu penulis meminta kritikan yang membangun dari pembaca agar penulis
dapat membuat makalah yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi pembaca semua .

24
DAFTAR PUSTAKA

Suyitno, Hilal, 2020, Buku Ajar Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti,
Klaten, Penerbit Sekawan

Ali,Hamdani Dkk, 1985, Pendidikan Agama Islam untuk SMP Kelas 3,


Yogyakarta, penerbit Kita Kembang

As’ad Mahrus dan A.Wahid, 2001, Sejarah Kebudayaan Islam Untuk MA kelas 3,
Bandung, Penerbit Armico

25

Anda mungkin juga menyukai