Analisis Tentang Sistem Perwakilan (DPR) Indonesia yang
Terjadi Pada Saat 2 Fraksi Menolak UU Omnibuslaw
DOSEN PENGAMPU : Drs. Irzal Anderson, M.Si.
NAMA: ADHISTY YULIA YAHYA (A1A319055)
PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI 2020 Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=ffuYKBY7Bv8 Berdasarkan video yang saya lihat DPR RI telah mengesahkan omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU) melalui rapat paripurna, pada hari Senin tanggal 5 Oktober 2020. Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengetuk palu sebagai tanda pengesahan setelah mendapatkan persetujuan dari semua peserta rapat. Rapat paripurna ini terbilang kilat dan mengejutkan banyak pihak. Pasalnya, rapat tersebut hanya berjarak dua hari sejak pengesahan tingkat I pada Sabtu tanggal 3 Oktober 2020 lalu. Dalam rapat paripurna, sembilan fraksi di DPR kembali menyampaikan pandangan mereka soal RUU Cipta Kerja. Hanya dua dari sembilan fraksi yang tetap menolak seluruh hasil pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja, yaitu Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat. Hasilnya, RUU Cipta Kerja tetap disahkan menjadi UU, karena mayoritas fraksi di DPR dan pemerintah sepakat. Rapat paripurna dibuka dan dipimpin Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Rapat itu dihadiri secara fisik oleh Ketua DPR RI Puan Maharani, Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel, dan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco ahmad. Sementara itu, Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar tak terlihat hadir secara fisik dalam rapat paripurna tersebut. Menurut Azis, total anggota DPR yang hadir dalam rapat paripurna tersebut adalah sebanyak 318 dari 575 anggota dewan, baik secara fisik maupun virtual.
Rapat paripurna diawali dengan pembacaan hasil kesepakatan dalam Badan
Musyawarah (Bamus) oleh Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Adi Atgas. Supratman mengatakan pembahasan RUU Cipta Kerja dilakukan sebanyak 64 kali pertemuan, yaitu terdiri atas 2 kali rapat kerja, 56 kali rapat panja, dan 6 kali rapat Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin). Ia menyebut pembahasan ini dilakukan mulai dari Senin hingga Minggu, dari pagi hingga malam, bahkan saat masa reses. RUU Cipta Kerja yang terdiri atas 15 bab dan 174 pasal ini disusun dengan metode omnibus law. Oleh karena itu, pengesahan RUU Cipta Kerja tersebut akan berdampak terhadap 1.203 pasal dari 79 UU yang terkait dan terbagi dalam 7.197 daftar inventarisasi masalah. Supratman mengatakan pembahasan RUU ini dilakukan secara intensif, dimulai dari tanggal 20 April hingga persetujuan pada 3 Oktober lalu. Setelah pembacaan kesepakatan Bamus dilakukan, ketegangan mulai terjadi. Penyebabnya, pimpinan rapat paripurna langsung memberi penawaran kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk memberikan pandangan akhir sebelum mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU. Kemudian, tawaran kedua, pandangan-pandangan fraksi akan dapat disampaikan setelah pemaparan Airlangga. Penawaran pun diajukan anggota Fraksi Partai Demokrat, Benny K. Harman. "Sesuai dengan mekanisme, sesuai dengan undang-undang, sesuai dengan konvensi yang berlaku di dewan dan apa yang telah disepakati. Kami mohon biarkan kesempatan diberikan kepada fraksi-fraksi untuk menyampaikan pandangan dan sikapnya," kata Benny. "Ini RUU yang kami anggap sangat penting dan juga ingin supaya publik tahu paling tidak mengapa fraksi kami menyatakan penolakannya terhadap RUU ini. Setelah itu, Menko mewakili Presiden berkenan menyampaikan pandangan dan sikapnya," lanjutnya. Namun, usul tersebut tidak langsung disetujui oleh sejumlah peserta dan pimpinan rapat. "Kami tahu majority pasti menghendaki menyetujui kehendak penguasa. Semua sudah tahu itu, tetapi kami punya hak juga untuk menyampaikan sikap dan pandangan kami. Kasih kami kesempatan untuk membacakan sikap kami. Supaya publik tahu penolakan kami," ujar Benny. Setelah itu, pimpinan dan peserta rapat pun menyepakati penyampaian pandangan oleh setiap fraksi selama 5 menit. Dalam penyampaian pandangan sembilan fraksi di DPR, Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS tetap menyatakan penolakan terhadap pengesahan RUU Cipta Kerja. Marwan Cik Asan, yang mewakili Partai Demokrat mengungkapkan pembahasan RUU Cipta Kerja terlalu cepat dan terburu-buru, sehingga pembahasan pasal per pasal tidak mendalam. "RUU Cipta Kerja harus bersifat jangka panjang," tegasnya. Ia menyebut RUU ini berpotensi meminggirkan kepentingan pekerja dan mengesampingkan Pancasila sila ke-5. "Oleh karenanya, Fraksi Partai Demokrat menolak RUU Cipta Kerja dan harus dibahas ulang dan mendalam," lanjutnya. Penolakan juga disampaikan oleh perwakilan PKS, Amin AK. "Secara substansi, Fraksi PKS menilai beberapa hal dalam RUU Cipta Kerja bertentangan dengan konstitusi," jelas Amin. Ia mengungkapkan RUU Cipta Kerja memuat substansi liberalisasi sumber daya alam dan substansi yang merugikan tenaga kerja.
Fraksi yang Walkout
Fraksi PKS dan tiga fraksi lainnya, Demokrat, PAN, dan Gerindra memilih walk out karena tak sepakat dengan ketentuan presidential threshold 20-25 persen. Ketua DPP Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) PKS Almuzzammil Yusuf mengatakan, pihaknya telah berusaha memahami argumentasi fraksi yang menginginkan agar presidential threshold berada di angka 20 persen kursi atau 25 persen suara nasional, seperti usul pemerintah. Setelah semua fraksi menyampaikan pandangan, Fraksi Partai Demokrat kembali menegaskan penolakan mereka. "Setelah seluruh fraksi menyampaikan pendapatnya, disadari bahwa banyak penolakan terhadap RUU Cipta Kerja. Kenapa RUU ini terlalu terburu-buru disahkan?" kata Irwan (anggota Fraksi Partai Demokrat). Interupsi pun terus berusaha diajukan oleh anggota Fraksi Partai Demokrat lainnya. "Coba kita lihat keluar, hari ini penolakan sangat dahsyat dari publik. Kaum buruh dan pekerja. Apakah bijak jika tetap mengambil keputusan untuk disahkan?" tambah Didi (anggota Fraksi Partai Demokrat lainnya). Setelah itu, Benny pun kembali mengajukan interupsi sebelum dilanjutkan agenda selanjutnya, yaitu penyampaian pandangan dari pemerintah. Namun, pimpinan rapat tidak menyetujui interupsi dan permintaan tersebut. Menanggapi keputusan itu, Benny menegaskan Partai Demokrat memutuskan untuk walk out dari rapat paripurna. "Kalau demikian maka kami Fraksi Demokrat menyatakan walk- out dan tidak bertanggung jawab atas RUU Cipta Kerja" ucap Benny dengan tegas. Setelah pernyataan walk-out dari Fraksi Partai Demokrat, agenda rapat dilanjutkan dengan penyampaian pandangan pemerintah oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Tak lama setelah itu, Azis selaku pimpinan rapat mengetok palu sebagai tanda pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU.