Anda di halaman 1dari 5

SISTEM POLITIK DAN OTONOMI DAERAH

ANAISIS

Dosen pengampu :

Drs.Irzal Anderson,M.Si

Di Susun Oleh :

DIMAS RENALDY (A1A319051)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2019
ANALISIS TENTANG SISTEM PEMILU DIINDONESIA

Pilkada secara demokratis merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan peradaban modern. Pilkada
merupakan bagian yang sangat penting dalam membangun sistem politik yang demokratis. Kekuasaan
yang pada dasarnya milik dan berada di tangan rakyat, melalui pilkada diamanahkan kepada kepala
daerah. Melalui pilkada terjadi legitimasi kekuasaan kepala daerah. Tidak berlebihan, jika kemudian
dikatakan pilkada merupakan akad kontrak sosial antara rakyat dengan kepala daerah secara
demokratis. Pilkada merupakan suatu proses yang dilalui oleh masyarakat di daerah demi membangun
daerahnya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Pilkada menjadi sarana pemilihan pemimpin yang dinilai
berkapasitas untuk mewujudkan harapan mereka.

Secara konstitusional dinyatakan pada Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, bahwa “Gubenur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala
pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis”. Selanjutnya, berdasarkan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, prinsip
pelaksanaan kepala daerah dipilih oleh anggota DPRD Provinsi, secara demokratis berdasar asas bebas,
terbuka, jujur, dan adil. Pembentukan undang-undang tersebut, telah mendapatkan penolakan yang
luas oleh rakyat dan proses pengambilan keputusannya tidak mencerminkan prinsip demokrasi.
Pemerintah merespon undang-undang tersebut dengan mengeluarkan Perppu No.1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Latar belakang lahirnya perppu tersebut adalah untuk
menjamin pilkada dilaksanakan secara demokratis. Pemerintah berpendapat bahwa kedaulatan rakyat
dan demokrasi tersebut perlu ditegaskan dengan pelaksanaan pilkada secara langsung oleh rakyat.
Selain berdasarkan alasan tersebut, terdapat pertimbangan mengenai kegentingan yang memaksa
sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 yang di dalamnya memuat
tentang persyaratan perlunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang apabila:

1. Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat
berdasarkan Undang-Undang;

2. Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada
Undang-Undang tetapi tidak memadai;

3. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara
prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak
tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.
Pada tanggal 20 Januari 2015 rapat paripurna DPR menyetujui Perppu 1/2014 menjadi undang-undang
dan mengesahkannya menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 atau yang sering disebut dengan
UU Pilkada sehingga Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota menjadi tidak berlaku lagi. Negara hukum Indonesia akan mampu menciptakan kesejahteraan
rakyat yang demokratis, bila menciptakan tiga kualitas : predictability, stability, dan fairness.14)
Predictability artinya hukum memberikan kepastian akan suatu tindakan yang dilakukan.

Stability artinya hukum dapat mengakomodir kepentingan yang saling bersaing di masyarakat.
Sedangkan fairness , harus mencerminkan keadilan. Jika suatu produk hukum tidak memenuhi kriteria
tersebut, maka eksistensinya akan kehilangan legitimasi dan efektifitasnya. Penyelenggaraan pilkada
yang diatur dalam Perppu harus mencerminkan kepastian, keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat.
Rumusan perubahan UUD 1945 telah mengalami perdebatan yang panjang sehingga pada akhirnya
harus memutuskan dan menyepakati bahwa rumusan “... dipilih secara demokratis” yang mana dapat
ditafsirkan lebih jauh oleh pembuat undang-undang sebagai peraturan pelaksana Pasal 18 Ayat 4
UUD’45. Kemudian, disepakatilah demokrasi langsung yang seolah-olah tidak sejalan dengan
Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila yang menghendaki model dan bentuk demokrasi
permusyawaratan yang keputusannya ditentukan oleh seberapa luas dalam melibatkan proses-proses
musyawarah mufakat di dalam memilih kepala daerah bukan keterpilihan.

Hubungan demokrasi dan ekonomi di negara kita menunjukkan anomali, artinya tidak menggambarkan
hubungan yang sinergis. Dengan demikian, tidak terlalu penting demokrasi kalau tidak mampu
mengatasi korupsi dan menciptakan kesejahteraan rakyat. Langkah strategis apabila dalam kondisi
dimana angka kemiskinan dan pengangguran belum menurun secara signifikan, maka pilkada sebagai
pesta demokorasi harus dilaksanakan secara efektif dan efisien. Perppu Nomor 1 Tahun 2014 yang
diterbitkan demi mengakomodir Pilkada langsung, berpotensi tidak efektif dan efisien serta tidak
demokratis. Akan tetapi, menurut penulis ada alasan yang menyebabkan pilkada tidak dapat

14 Pemberian Keterangan Ahli oleh Dr. Suparji, SH., MH. dalam perkara Uji Materi Perppu 1/2014 pada
hari Kamis, tanggal 8 Januari 2015.

diselenggarakan secara demokratis, jika menggunakan Perppu No. 1 Tahun 2014 sebagai pedoman dan
dasar hukum pilkada, yakni:

1. Pembahasan Perppu menjadi UU oleh DPR hanya terkait persetujuan (ditolak atau diterima) dan
bukan mengenai materi Perppu itu sendiri atau kurang mendalam.

2. Pada saat penyelenggaraan pilkada serentak pada Desember 2015, peraturan turunan pelaksana
teknis yakni berupa Peraturan KPU, belum mengatur mengenai disparitas karakteristik kewilayahan,
yang mana tidak memungkinkan seluruhnya dilaksanakan pilkada langsung dan serentak.

3. Di dalam Pasal 110 ayat (3) masih menggunakan pendekatan pidana atas pelanggaran,
penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam rekapitulasi, padahal prinsip administasi negara menganut
asas ultimum remedium, sehingga seharusnya mengedepankan proses perbaikan administrasi.
4. Di dalam Pasal 40 ayat (1) menyatakan Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dapat
menggunakan akumulasi perolehan suara 25% atau 20% kursi DPRD untuk mengusung calon.

Hal tersebut dipandang melanggar hak konstitusional Partai Politik yang tidak mendapat kursi di DPRD
karena tidak dapat mengusung calonnya. Walaupun Perppu 1/2014 terdapat beberapa kelemahan,
Pemerintah tetap berpandangan bahwa penyelenggaraan pilkada serentak lebih efisien, stabilitas sosial,
politik, dan pemerintahan tidak terlalu sering terganggu oleh eskalasi suhu politik dari pelaksanaan
pilkada yang terus-menerus. Pilkada serentak pada bulan Desember 2015 lalu secara umum berjalan
baik, minimal tolok ukur keamanan dan jadwal pelaksanaan, walaupun meski ada lima daerah yang
harus ditunda karena persoalan hukum sengketa dalam proses pencalonan yang belum ada putusan
akhir Belum ada jaminan bahwa pelaksanaan pilkada serentak dan langsung berpengaruh terhadap
tingkat partisipasi meninggi.

Selain itu, walaupun di dalam Pasal 73 Perppu 1/2014 sudah ada ketentuan larangan Politik Uang,
namun belum diatur sanksi pidana bagi pidana pemilu politik uang. Hal ini menjadi rawan karena
dimungkinkan masih terjadi, mungkin dalam skala kecil. DengaN demikian, lahirnya Perppu 1/2014
merupakan sebuah legal policy yang diambil oleh presiden SBY adalah suatu terobosan agar sesuai
dengan tujuan negara (ius constituendum). Politik hukum pemerintah adalah guna mengatasi masalah
kekisruhan politik dan tidak dapat diakomodirnya aspirasi masyarakat untuk menentukan sendiri kepala
daerah yang akan menjadi pemimpinnya, sebelum disahkan menjadi Perppu yang berlaku sebagai ius
constitutum.
DAFTAR PUSTAKA

Buku Dwiyanto, Agus. 2015. Reformasi Birokrasi Kontekstual. Jakarta: UGM Press Handoyo, B. Hestu
Cipto, SH., M.Hum.. 2003. Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan, & Hak Asasi Manusia. Yogyakarta:
Universitas Atma Jaya Kansil, Drs. C.S.T, SH. 1992. Latihan Ujian Ilmu Negara. Jakarta: Sinar Grafika
Keban, Prof. Dr. Yeremias T., SU., MURP. 2014. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik; Konsep,
Teori, dan Isu, Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gava Media Pound, Roscoe. 1996. Pengantar Filsafat Hukum.
Jakarta: Bhatara Osborne, David dan Ted Gaebler. 2014. Mewirausahakan Birokrasi;
Mentransformasikan Semangat Wirausaha ke dalam Sektor Publik. Boston: PPM Manajemen Wheare,
K.C.. 2003. Konstitusi-Konstitusi Modern. Surabaya: Pustaka Eureka

Makalah dan Website https://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi http://sistempemerintahan-


indonesia.blogspot.co.id/2013/09/pengertian-negara-unsurfungsi-tujuan.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Demografi_Indonesia Pemberian Keterangan Ahli oleh Dr. Suparji, SH.,
MH. dalam perkara Uji Materi Perppu 1/2014 pada hari Kamis, tanggal 8 Januari 2015. Modul
Perkuliahan Program Pascasarjana Mata Kuliah SANKRI di STIA LAN Jakarta oleh Dr. Bambang
Giyanto, SH., M.Pd.

Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil
amandemen Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
menjadi Undang-Undang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
dan Walikota Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

View

Anda mungkin juga menyukai