Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejalan dengan berkembangnya zaman perkembangan bahasa pun
juga ikut berkembang dan mengalami banyak perubahan. Seperti
peristilahan yang  merupakan hal penting dalam sebuah bahasa.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008), istilah
bermakna : kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan
makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang
tertentu.
Di samping kata istilah, ada pula kata turunan istiah yang lain,
yaitu peristilahan yang bermakna perihal istilah dan semantik peristilahan
yang intinya hampir mirip dimana semantik juga membahas mengenai
makna atau arti sebuah kata.
Atas dasar itu tidak heran beberapa tahun terakhir ini di Indonesia
muncul berbagai kata yang memiliki banyak makna baru, meski
demikian makna yang melekat terlebih dahulu tidak serta merta hilang
begitu saja. Perubahan makna suatu kata yang terjadi terkadang hampir
tidak disadari oleh pengguna bahasa itu sendiri. Untuk itu perlu kita
mengetahui dan memahami ilmu kebahasaan secara utuh.

2.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan istilah dan tata istilah?
2. Bagaimana proses pembentukan istilah?
3. Apakah yang dimaksud dengan aspek semantik?
4. Apa saja yang ada di dalam aspek semantik peristilahan?

1
2.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan istilah dan tata istilah.
2. Untuk mengetahui bagaimana proses pembentukan istilah.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud aspek semantik.
4. Untuk mengetahui apa saja yang ada dalam aspek semantik
peristilahan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Istilah dan Tata Istilah


Istilah adalah kata atau gabungan kata yang dipakai sebagai nama
atau lambang yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep,
proses keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang ilmu pengetahuan,
teknologi, dan atau seni. Tata istilah (terminologi) adalah perangkat asas
dan ketentuan pembentukan istilah serta kumpulan istilah yang
dihasilkannya. Istilah dikelompokan menjadi dua, yaitu :
1. Istilah Umum
Istilah umum adalah istilah yang berasal dari bidang tertentu yang
karena dipakai secara luas, menjadi unsur kosakata umum.
2. Istilah Khusus
Istilah khusus adalah istilah yang maknanya terbatas pada bidang
tertentu saja.
Istilah memiliki makna yang tepat dan cermat serta digunakan
hanya untuk satu bidang tertentu, sedangkan nama masih bersifat umum
karena digunakan tidak lebih dan tidak dalam bidang tertentu.
Umpamanya kata telingadan kuping sebagai nama dianggap bersinonim,
tampak dari kenyataan orang bisa mengatakan “kuping saya sakit” yang
sama saja dengan “telinga saya sakit” tetapi dalam bidang
kedokteran telinga dan kuping digunakan sebagai acuan yang
berbeda; telinga adalah alat pendengaran bagian dalam
sedangkan kuping adalah alat pendengaran bagian luar. Demikian juga
dengan kata lengan dan tangan, keduanya bersinonim. Orang bisa
mengatakan “dia jatuh, lengannya patah” atau “dia jatuh, tangannya
patah” dengan acuan yang sama. Sedangkan dalam bidang kedokteran
keduanya berbeda, lengan adalah anggota tubuh dari bahu sampai
pergelangan, dan tangan adalah dari pergelangan sampai ke jari-jari. Di

3
bawah ini akan dibahas mengenai proses pembentukan istilah,
berdasarkan enam poin penting.
2.2 Proses Pembentukan Istilah
1. Konsep Ilmu Pengetahuan dan Peristilahannya
Upaya cendikiaan ilmuwan (scientist) dan pandit (scholar) telah
dan akan terus menghasilkan konsep ilmiah, yang pengungkapannya
dituangkan dalam perangkat peristilahan. Konsep ilmiah yang sudah
dihasilkan ilmuwan dan pandit Indonesia dengan sendirinya
mempunyai istilah yang mapan. Akan tetapi, sebagian besar konsep
ilmu pengetahuan modern yang dipelajari, digunakan, dan
dikembangkan oleh pelaku ilmu pengetahuan dan teknologi di
Indonesia datang dari luar negeri dan sudah dilambangkan dengan
istilah bahasa asing. Di samping itu, ada kemungkinan bahwa
kegiatan ilmuwan dan pandit Indonesia akan mencetuskan konsep
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang sama sekali baru
sehingga akan diperlukan penciptaan istilah baru.
2. Bahan Baku Istilah Indonesia
Tidak ada satu bahasa pun yang sudah memiliki kosakata yang
lengkap dan tidak memerlukan ungkapan untuk gagasan, temuan,
atau rekacipta yang baru. Bahasa Inggris yang kini dianggap bahasa
Internasional utama, misalnya, pernah menyerap kata dan ungkapan
dari bahasa Yunani, Latin dan lain-lain, yang jumlahnya tiga perlima
dari seluruh kosakatanya. Sejalan dengan itu, bahan istilah Indonesia
diambil dari tiga golongan bahasa yang penting yaitu (1) bahasa
Indonesia, termasuk unsur serapannya, dan bahasa Melayu (2) bahasa
Nusantara yang serumpun, termasuk bahasa Jawa Kuno, dan (3)
bahasa asing, seperti bahasa Inggris dan bahasa Arab.

4
3. Pemantapan Istilah Nusantara
Istilah yang mengungkapkan konsep hasil galian ilmuwan dan
pandit Indonesia, seperti Bhineka Tunggal Ika, batik, banjar, sawer,
gunungan, dan pamor, telah lama diterima secara luas sehingga dapat
dimantapkan dan hasilnya dikodifikasi.
4. Pemadanan Istilah
Pemadanan istilah asing ke dalam bahasa Indonesia, dan jika perlu
ke salah satu bahasa serumpun, dilakukan lewat penerjemahan,
penyerapan, atau gabungan penerjemahan dan penyerapan. Demi
keseragaman, sumber rujukan yang diutamakan ialah istilah Inggris
yang pemakaiannya bersifat internasional karena sudah dilazimkan
oleh para ahli dalam bidangnya.

Penerjemahan dapat dibedakan menjadi dua yaitu, penerjemahan


langsung dan penerjemahan dengan perekaan. Penerjemahan istilah
asing secara langsung memiliki beberapa keuntungan. Selain
memperkaya kosakata Indonesia dengan sinonim, istilah terjemahan
juga meningkatkan daya ungkap bahasa Indonesia. Dalam
pembentukan istilah lewat penerjemahan perlu diperhatikan
pedoman berikut :
a. Penerjemahan tidak harus berasas satu kata diterjemahkan dengan
satu kata. Contoh, psychologist dalam bahasa Indonesia berarti
‘ahli psikologi’.
b.  Istilah asing dalam bentuk positif diterjemahkan ke dalam istilah
Indonesia bentuk positif, demikian sebaliknya. Contoh, inorganik
dalam bahasa Indonesia berarti ‘takorganik’.
c. Kelas kata istilah asing dalam penerjemahan sedapat-dapatnya
dipertahankan pada istilah terjemahannya. Contoh, merger
(nomina) dalam bahasa Indonesia berarti ‘gabung usaha’
(nomina).

5
d. Dalam penerjemahan istilah asing dengan bentuk plural,
penerjemahannya ditanggalkan pada istilah Indonesia. Contoh,
master of ceremonies dalam bahasa Indonesia berarti ‘pengatur
acara’.
Adakalanya upaya pemadanan istilah asing perlu dilakukan dengan
menciptakan istilah baru. Istilah factoring, misalnya, sulit
diterjemahkan atau diserap secara utuh. Dalam khazanah kosakata
bahasa Indonesia/Melayu terdapat bentuk anja  dan piutang yang
menggambarkan pengalihan hak menagih utang. Lalu, direka istilah
anjak piutang sebagai padanan istilah factoring. Begitu pula
pemadanan catering menjadi jasa boga  dan invention  menjadi
rekacipta diperoleh lewat perekaan.
Penyerapan istilah asing untuk menjadi istilah Indonesia
dilakukan berdasarkan hal-hal berikut:
a. Istilah asing yang akan diserap meningkatkan ketersalinan bahasa
asing dan bahasa Indonesia secara timbal balik mengingat
keperluan masa depan.
b.  Istilah asing yang akan diserap mempermudah pemahaman teks
asing oleh pembaca Indonesia karena dikenal lebih dahulu.
c.   Istilah asing yang akan diserap lebih ringkas jika dibandingkan
dengan terjemahan Indonesianya.
d. Istilah asing yang akan diserap mempermudah kesepakatan
antarpakar jika padanan terjemahannya terlalu banyak
sinonimnya.
e. Istilah asing yang akan diserap lebih cocok dan tepat karena tidak
mengandung konotasi buruk.
5. Perekaciptaan Istilah
Kegiatan ilmuwan, budayawan, dan seniman yang bergerak di
baris terdepan ilmu, teknologi, dan seni dapat mencetuskan konsep
yang belum ada selama ini. Istilah baru untuk mengungkapkan
konsep itu dapat direkacipta sesuai dengan lingkungan dan corak

6
bidang kegiatannya. Misalnya, rekacipta istilah fondasi cakar ayam,
tebang pilih, plasma inti rakyat telah masuk dalam khazanah
peristilahan.
6. Pembakuan dan Kodifikasi Istilah
Istilah yang diseleksi lewat pemantapan, penerjemahan,
penyerapan, dan perekaciptaan dibakukan lewat kodifikasi yang
mengusahakan keteraturan bentuk sesuai kaidah dan adat pemakaian
bahasa. Kodifikasi itu tercapai dengan tersusunnya sistem ejaan, buku
tata bahasa, dan kamus yang merekam dan menetapkan bentuk
bakunya.

2.3 Pengertian Aspek Semantik


Kata semantik sebenarnya merupakan istilah yang mengacu pada
studi tentang makna. Semantik dalam bahasa indonesia berasal dari
bahasa Yunani “sema” (kata banda) yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’.
Kata kerjanya adalah “semaino” yang berarti “menandai” atau
“melambangkan”. Yang dimaksud tanda atau lambang disini adalah
tanda-tanda linguistik (perancis : signe linguistique).
Menurut Ferdinan De Sausure (1966), tanda linguistik terdiri dari :
1. Komponen yang menggantikan, yang berwujud bunyi bahasa
2. Komponen yang diartijkan atau makna dari komponen pertama
Kedua komponen ini adalah tanda atau lambang dan sedangkan
yang ditandai atau dilambangkan adalah sesuatu yang berada diluar
bahasa, atau yang lazim disebut sebagai referen/acuan/hal yang ditunjuk.
Jadi ilmu semantik adalah Ilmu yang mempelajari hubungan antara
tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya.
Definisi semantik menurut  para ahli :
1. J.M.W Verhaar ; 1981 : 9 Mengemukakan bahwa semantik berarti
teori makna atau teori arti, yakni cabang sistematik bahasa yang
menyelidiki makna atau arti.

7
2. Lehrer ; 1974 : 1 Semantik adalah studi tengtang makna. Bagi Lehrer
semantik merupakan bidang kajian yang sangat luas, karena turut
menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa sehingga dapat
dihubungkan dengan psikologi, filsafat dan antropologi.
3. Abdul Chaer semantik adalah ilmu tentang makna atau tentang arti,
yaitu salah satu dari 3 (tiga) tataran analisis bahasa (fonologi,
gramatikal dan semantik).
Pengertian aspek semantik itu sendiri adalah ilmu yang
mempelajari tentang makna.

2.4 Aspek semantik pengistilahan


Pengistilahan dalam aspek semantik dibedakan atas tujuh bagian
yaitu: pemberian makna baru, istilah sinonim, istilah homonim, istilah
polisemi, istilah hiponim, istilah taksonom, istilah meronim. Di bawah ini
akan dibahas ketujuh pengistilahan berdasarkan aspek semantik.
1. Pemberian Makna Baru
Istilah baru dapat dibentuk lewat penyempitan dan peluasan makna
kata yang lazim dan yang tidak lazim. Artinya, kata itu dikurangi atau
ditambah jangkauan maknanya sehingga penerapannya menjadi lebih
sempit atau lebih luas. Sebagai contoh kata gaya yang mempunyai
makna ‘kekuatan’ dipersempit maknanya menjadi ‘dorongan atau
tarikan yang akan menggerakkan benda bebas (tidak terikat)’ dan
menjadi istilah baru untuk padanan istilah Inggris force. Kata canggih
yang semula bermakna ‘banyak cakap, bawel, cerewet’ diperluas
maknanya untuk dipakai dibidang teknik, yang berarti ‘kehilangan
kesederhanaan asli (seperti sangat rumit, ruwet, atau terkembang)’.
2. Istilah Sinonim
Dua istilah atau lebih yang maknanya sama atau mirip, tetapi
bentuknya berlainan, disebut sinonim. Penggunaan sinonim dapat
dibedakan atas beberapa aturan yang telah ditetapkan, seperti: istilah
sinonim yang menyalahi asas penamaan dan pengistilahan, sinonim

8
asing yang benar-benar sama diterjemahkan dengan satu istilah
Indonesia, sinonim asing yang hampir bersamaan sedapat-dapatnya
diterjemahkan dengan istilah yang berlainan, dan lain sebagainya.
Sebagai contoh, kata average yang bersinonim dengan kata ‘rata-rata’,
kata tenaga yang mempunyai makna ‘kekuatan untuk menggerakkan
sesuatu’ dipersempit maknanya untuk dijadikan istilah baru sebagai
padanan istilah energi dan kata daya menjadi padanan istilah power,
dan lain-lain.
3. Istilah Homonim
Istilah homonim berupa dua istilah atau lebih, yang sama ejaan dan
lafalnya, tetapi maknanya berbeda karena asalnya berlainan misalnya
bias yang berarti ‘bisa ular’ dengan bias yang berarti ‘dapat’. Istilah
homonim dapat dibedakan menjadi homograf dan homofon. Istilah
homograf ialah istilah yang sama ejaannya, tetapi berbeda lafalnya.
Contoh kata kata apel yang berarti ‘buah’ dengan apel yang berarti
‘upacara’. Sedangkan homofon ialah istilah yang sama lafalnya, tetapi
berbeda ejaannya. Contoh kata ‘bank’ dengan kata ‘bang’, kata
‘sanksi’ dengan kata ‘sangsi’ dan kata ‘massa’ dengan ‘masa’.
4. Istilah Polisem
Istilah polisem ialah bentuk yang memiliki makna ganda yang
bertalian. Contoh, kata datuk yang berarti ‘nenek laki-laki, gelar
kehormatan, penghulu adat, jin atau penunggu’. Bentuk asing yang
sifatnya polisemi diterjemahkan sesuai dengan arti dalam konteksnya.
5. Istilah Hiponim
Istilah hiponim ialah bentuk yang maknanya terangkum dalam
hiponim, atau superordinatnya, yang mempunyai makna yang lebih
luas. Sebagai contoh, kata mawar, melati, cempaka, misalnya, masing-
masing disebut hiponim terhadap kata bunga yang menjadi hiponim
atau superordinatnya.

9
6. Istilah Taksonim
Istilah taksonim ialah hiponim dalam sistem klasifikasi konsep
bawahan dan konsep atasan yang bertingkat-tingkat. Kumpulan
taksonim membangun taksonim sebagaimana takson membangun
taksonomi. Misalnya hubungan makhluk dengan bakteri, hewan,
tumbuhan.
7. Istilah Meronim
Istilah meronim ialah istilah yang maujud (entity) yang ditunjuknya
merupakan bagian dari wujud lain yang menyeluruh. Istilah yang
menyeluruh itu disebut holonim. Misalnya kata tubuh mupi makna
kata bagian makna keseluruhan yang mencakupi makna kata
bagiannya yaitu tangan, kaki, kepala, leher, dada, lengan, dan tungkai.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari  pembahasan dapat disimpulkan bahwa istilah dibentuk
melalui enam poin penting, yaitu :
1. Konsep Ilmu Pengetahuan dan Peristilahannya
2. Bahan Baku Istilah Indonesia
3. Pemantapan Istilah Nusantara
4. Pemadanan Istilah
5. Perekaciptaan Istilah
6. Pembakuan dan Kodifikasi Istilah
Pengistilahan dalam aspek semantik dibedakan atas tujuh bagian
yaitu: pemberian makna baru, istilah sinonim, istilah homonim, istilah
polisemi, istilah hiponim, istilah taksonom, istilah meronim.

3.2 Saran      
Setiap warga negara Indonesia seharusnya lebih memperdalam
pemahaman mengenai istilah-istilah dalam bahasa Indonesia dan proses
pembentukkannya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Pedoman Umum Pembentukan Istilah Edisi Ketiga/Panitia Pengembangan Bahasa


Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional, Cetakan ke-6. Jakarta: Pusat Bahasa,
2009.
Doyin, Mukh dan Wagiran. 2012. Bahasa Indonesia Pengantar Penulisan Karya
Ilmiah. Universitas Negeri Semarang: Pusat Pengembangan MKU/MKDK-LP3.
Samsuri. 1978. “ ANALISA BAHASA memahami bahasa secara ilmiah.” Jakarta:
Erlangga.

12

Anda mungkin juga menyukai