Anda di halaman 1dari 22

Laporan Pendahuluan

CIDERA KEPALA BERAT

Disusun oleh:

Narjis, 0606102751

Untuk memenuhi tugas


mata ajar KMB Profesi

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS INDONESIA
2010
1. DEFINISI
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan
“menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk
menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari
kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral,
serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi,
pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan
kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk
yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan
otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini
menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena
cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.
Kecelakaan kendaraan bermotor penyebab paling sering dari cedera
kepala, sekitar 49% dari kasus. Biasanya dengan derajat cedera kepala
yang lebih berat dan lebih sering mengenai usia 15-24 tahun, sekitar 70%
dari kematian pada kecelakaan diakibatkan oleh cedera kepala. Sedangkan
jatuh terjadi lebih sering pada anak-anak serta biasanya dalam derajat yang
kurang berat. Cedera pada kepala bisa merusak kulit, tulang kepala
ataupun otak. 

cedera kepala dapat diklasifikasikan menjadi Klasifikasi didasarkan


pada aspek :

Mekanisme trauma
 Tumpul : kecepatan tinggi, kecepatan rendah
 Tajam : cedera peluru, bacok, dll

Beratnya

Didasarkan pada Glasgow Coma Scale (GCS)


 Cedera kepala ringan (bila GCS 14-15)
 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi
kurang dari 30 menit.
 Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral,
hematoma.
 Cedera kepala sedang (bila GCS 9-13)
 Kehilangan kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam.
 Dapat mengalami fraktur tengkorak.
 Cedera kepala berat (bila GCS 3-8)
 Pupil unisokor
 Pada penilaian motorik yang tidak sama
 Terdapatnya perburukan dari status neurologis
 Cedera kepala terbuka dengan adanya kebocoran dari cairan
serebro spinal (CSS) atau tampak adanya jaringan otak
 Fraktur depress pada tulang tengkorak
 tidak ada respons membuka mata sama sekali,

Berdasar morfologi :

Fraktura tengkorak.
 Kalvaria :
 Linier atau stelata.
 Terdepres atau tidak terdepres.

 Basiler :
 Anterior.
 Media.
 Posterior.

Lesi intrakranial.
 Fokal :
 Perdarahan meningeal :
1. Epidural.
2. Subdural.
3. Sub-arakhnoid.
 Perdarahan dan laserasi otak :
Perdarahan intraserebral dan atau kontusi. 
Benda asing, peluru tertancap.

 Difusa :
 Konkusi ringan.
 Konkusi klasik.
 Cedera aksonal difusa.

Klasifikasi cedera kepala berdasarkan proses terjadinya:

 Cidera otak primer:


o Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung
dari trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.
o Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena
memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera
robekan atau hemoragi.
o Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang
bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat
pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul.
Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur
objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau
tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila
terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti
yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat.
Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada
kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada
substansi alba dan batang otak.

o Pada cedera primer dapat terjadi :


 Gegar kepala ringan
 Memar otak
 Laserasi 
 Cedera kepala sekunder
 Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
 Hipotensi sistemik
 Hipoksia
 Hiperkapnea
 Udema otak
 Komplikasi pernapasan
 infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

 Cidera otak sekunder:


o Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia,
metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.
o cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya
meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan
permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan
peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan
intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera
otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.

Perdarahan yang sering ditemukan:

 Epidural hematom:
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater
akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal
media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat
menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam
beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus
temporalis dan parietalis.

Tanda dan gejala : penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah,


hemiparesa. Dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat
kemudian dangkal, irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu.

 Subdural hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi
akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah
vena/jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater,
perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam – 2
hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau
beberapa bulan.

Tanda dan gejala: Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri,


berfikir lambat, kejang dan edema pupil.

 Perdarahan intraserebral
Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri,
kapiler, vena.

Tanda dan gejala: Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi


pernapasan, hemiplegi kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-
tanda vital.

 Perdarahan subarachnoid:
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh
darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang
hebat.

Tanda dan gejala:Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese,


dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk.

2. ETIOLOGI

 Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan


mobil.
 Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
 Cedera akibat kekerasan.

3. PATOFISIOLOGI

Cidera kepala TIK - oedem


- hematom
Respon biologi Hypoxemia

Kelainan metabolisme
Cidera otak primer Cidera otak sekunder
Kontusio
Laserasi Kerusakan cel otak 

Gangguan autoregulasi  rangsangan simpatis Stress

Aliran darah keotak   tahanan vaskuler  katekolamin


Sistemik & TD   sekresi asam lambung

O2   ggan metabolisme  tek. Pemb.darah


Mual, muntah
Pulmonal

Asam laktat   tek. Hidrostatik Asupan nutrisi kurang

Oedem otak kebocoran cairan kapiler

Ggan perfusi jaringan oedema paru  cardiac out put 


Cerebral
Difusi O2 terhambat Ggan perfusi jaringan
Gangguan pola napas  hipoksemia, hiperkapnea
Proses-proses fisiologi yang abnormal:
 Kejang-kejang
 Gangguan saluran nafas
 Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena:
 edema fokal atau difusi
 hematoma epidural
 hematoma subdural
 hematoma intraserebral
 over hidrasi
 Sepsis/septik syok
 Anemia
 Shock

Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cidera otak
dan sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya
melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi
kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan
bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70
% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan


oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan
terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan
menyebabkan asidosis metabolik.

Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit /


100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.

Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas


atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan
otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan
disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan
berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh
darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

4. MANIFESTASI KLINIS

 Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih


 Kebungungan
 Iritabel
 Pucat
 Mual dan muntah
 Pusing kepala
 Terdapat hematoma
 Kecemasan
 Sukar untuk dibangunkan
 Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari
hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang
temporal

5. KOMPLIKASI
 Hemorrhagie
 Infeksi
 Edema
 Herniasi

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Jenis Fungsi
pemeriksaan
CT Scan tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak
Angiografi menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran
serebral jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
X-Ray mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang
Analisa Gas medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi)
Darah jika terjadi peningkatan tekanan intracranial
Elektrolit untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial.
MRI Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa
kontras radioaktif
Serial EEG Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
BAER Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil

PET Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak


CSF, Lumbal Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid
Punksi
Screen Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
Toxicologi penurunan kesadaran

7. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Riwayat penyakit dahulu


haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persarafan
maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit
keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai
data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi
prognosa klien.

Riwayat penyakit saat ini


diperoleh dari data pengkajian pasien pada system- system yang
berhubungan

Data Data subyektif Data obyektif


pengkajian
Aktivitas dan  Merasa lemah, lelah,  Perubahan kesadaran, letargi
istirahat. kaku, hilang  Hemiparase, quadriplegia
keseimbangan  Ataksia cara berjalan tak tegap
 Masalah dalam keseimbangan
 Cedera , trauma ortopedi
 Kehilangan tonus, otot spastis
Sirkulasi  Perubahan tekanan
darah normal
(hipertensi)
 Perubahan frekuensi
jantung (bradikardi,
takikardia yang
diselingin bradikardia
disritmia)

Integritas  Perubahan tingkah laku  Cemas , mudah tersinggung,


atau kpibadian delirium, depresi, agitasi,
ego (tenang / dramatis) bingung, impulsif

Eliminasi  Inkontinensia kandung


kemih/ usus/
mengalami gangguan
fungsi

Makan/  Mual, muntah, dan  Muntah (mungkin sering)


minum mengalami perubanhan  Gangguan menelan (batuk, air
selera liur keluar, disfagia)

Sensori  Kehilangan kesadaran  Perubahan kesadaran sampai


Neural sementara, amnesia koma
seputar kejadian,  Peruahan status mental
vertigo, sinkope, (orientasi, kewaspadaan,
tinnitus, kehilangan perhatian, konsentrasi,
pendengaran, tingling, pemecahan masalah, pengaruh
baal pada ekstremitas emosi, tingkah laku dan memori
 Perubahan dalam  Perubahan pupil, respon
penglihatan , terhadap cahaya, simetris,
ketajaman menurun, deviasi pada mata,
dislopia, kehilangan ketidakmampuan mengikuti
sebagian lapang  Kehilangan pengindraan, sepertti
pandang pengecapan, penciuman,
 Gangguan pengecapan pendengaran
dan penciuman  Wajah tidak simetris
 Genggaman lemah , tidak
simetris
 Reflex tendon dalam, lemah,
tidak ada
 apraksia, hemiparase,
quadriplegia
 postur, dekortikasi, deserebrasi,
kejang
 sangat sensitifterhadap sentuhan
dan gerakan
 kehilangan sensasi tubuh
sebagian atau seluruh
 kesulitan dalam menentukan
posisi tubuh

Nyeri /  Sakit kepala yang  Wajah mengeringai, respon


kenyamanan bervariasi menarik padarangsangan nyeri
intensitasnya. yang hebat, gelisah , tidak
beristirahat, merintih
Respirasi  Perubahan pola nafas (apnea
diselingi oleh hiperventilasi),
nafas bunyi. Stridor, tersendak
 Ronki, mengi positif
Kemampuan  Trauma baru/  Fraktur/ dislokasi
sensori kecelakaan  Gangguan penglihatan
motori  Kulit : laserasi, perubahan warna
seperti “raccoon eye”, tanda
battle disekitar telinga
(merupakan tanda adanya
trauma). Aadanya aliran cairan
(draindase) dari telinga/ hidung
 Gangguan kognitif
 Gangguan rentang gerak
 Demam, gangguan dalam
regulasi

Interaksi  Afasia motorik, sensorik, bicara


social tanpa arti, bicara berulang,
disartria, anomia

8. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:


1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema
serebral dan peningkatan tekanan intrakranial
2. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola
nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan
fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
3. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien
(penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk
mengunyah, menelan. Status hipermetabolik
9. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Criteria hasil Intervensi Rasional


keperawatan
1 Perubahan  Mempertahankan  Tentukan faktor-faktor yg  Penurunan tanda/gejala
perfusi jaringan tingkat kesadaran menyebabkan neurologis atau kegagalan
serebral biasa/perbaikan, koma/penurunan perfusi dalam pemulihannya setelah
berhubungan kognisi, dan fungsi jaringan otak dan potensial serangan awal, menunjukkan
dengan motorik/sensorik. peningkatan TIK. perlunya pasien dirawat di
penghentian  Tanda vital stabil dan perawatan intensif.
aliran darah tidak ada tanda-tanda  Pantau /catat status  Mengkaji tingkat kesadaran
(hemoragi, peningkatan TIK neurologis secara teratur dan dan potensial peningkatan TIK
hematoma); bandingkan dengan nilai dan bermanfaat dalam
edema cerebral; standar GCS. menentukan lokasi, perluasan
penurunan TD dan perkembangan kerusakan
sistemik/hipoksia SSP.
(hipovolemia,  Evaluasi keadaan pupil,  Reaksi pupil diatur oleh saraf
disritmia jantung) ukuran, kesamaan antara kiri cranial okulomotor (III) berguna
dan kanan, reaksi terhadap untuk menentukan apakah
cahaya. batang otak masih baik.
Ukuran/ kesamaan ditentukan
oleh keseimbangan antara
persarafan simpatis dan
parasimpatis. Respon terhadap
cahaya mencerminkan fungsi
yang terkombinasi dari saraf
kranial optikus (II) dan
okulomotor (III).
 Pantau tanda-tanda vital: TD,  Peningkatan TD sistemik yang
nadi, frekuensi nafas, suhu. diikuti oleh penurunan TD
diastolik (nadi yang membesar)
merupakan tanda terjadinya
peningkatan TIK, jika diikuti
oleh penurunan kesadaran.
Hipovolemia/hipertensi dapat
mengakibatkan
kerusakan/iskhemia cerebral.
Demam dapat mencerminkan
kerusakan pada hipotalamus.
Peningkatan kebutuhan
metabolisme dan konsumsi
oksigen terjadi (terutama saat
demam dan menggigil) yang
selanjutnya menyebabkan
peningkatan TIK.
 Pantau intake dan out put,  Bermanfaat sebagai indikator
turgor kulit dan membran dari cairan total tubuh yang
mukosa. terintegrasi dengan perfusi
jaringan. Iskemia/trauma
serebral dapat mengakibatkan
diabetes insipidus. Gangguan
ini dapat mengarahkan pada
masalah hipotermia atau
pelebaran pembuluh darah
yang akhirnya akan
berpengaruh negatif terhadap
tekanan serebral.
 Turunkan stimulasi eksternal  Memberikan efek ketenangan,
dan berikan kenyamanan, menurunkan reaksi fisiologis
seperti lingkungan yang tubuh dan meningkatkan
tenang. istirahat untuk
mempertahankan atau
menurunkan TIK.
 Bantu pasien untuk  Aktivitas ini akan
menghindari /membatasi meningkatkan tekanan
batuk, muntah, mengejan. intrathorak dan intraabdomen
yang dapat meningkatkan TIK.
 Tinggikan kepala pasien 15-  Meningkatkan aliran balik vena
45 derajad sesuai dari kepala sehingga akan
indikasi/yang dapat mengurangi kongesti dan
ditoleransi. oedema atau resiko terjadinya
peningkatan TIK.
 Batasi pemberian cairan  Pembatasan cairan diperlukan
sesuai indikasi. untuk menurunkan edema
serebral, meminimalkan
fluktuasi aliran vaskuler TD
dan TIK.
 Berikan oksigen tambahan  Menurunkan hipoksemia, yang
sesuai indikasi. mana dapat meningkatkan
vasodilatasi dan volume darah
serebral yang meningkatkan
TIK.
 Berikan obat sesuai indikasi,  Diuretik digunakan pada fase
misal: diuretik, steroid, akut untuk menurunkan air dari
antikonvulsan, analgetik, sel otak, menurunkan edema
sedatif, antipiretik. otak dan TIK,. Steroid
menurunkan inflamasi, yang
selanjutnya menurunkan
edema jaringan. Antikonvulsan
untuk mengatasi dan
mencegah terjadinya aktifitas
kejang. Analgesik untuk
menghilangkan nyeri . Sedatif
digunakan untuk
mengendalikan kegelisahan,
agitasi. Antipiretik menurunkan
atau mengendalikan demam
yang mempunyai pengaruh
meningkatkan metabolisme
serebral atau peningkatan
kebutuhan terhadap oksigen.
2 Pola napas tidak  mempertahankan pola  Pantau frekuensi, irama,  Perubahan dapat menandakan
efektif pernapasan efektif. kedalaman pernapasan. awitan komplikasi pulmonal
berhubungan  bebas sianosis, GDA Catat ketidakteraturan atau menandakan
dengan dalam batas normal pernapasan. lokasi/luasnya keterlibatan
kerusakan otak. Pernapasan lambat,
neurovaskuler periode apnea dapat
(cedera pada menandakan perlunya ventilasi
pusat pernapasan mekanis.
otak). Kerusakan  Pantau dan catat kompetensi  Kemampuan memobilisasi
persepsi atau reflek gag/menelan dan atau membersihkan sekresi
kognitif. Obstruksi kemampuan pasien untuk penting untuk pemeliharaan
trakeobronkhial. melindungi jalan napas jalan napas. Kehilangan refleks
sendiri. Pasang jalan napas menelan atau batuk
sesuai indikasi. menandakan perlunaya jalan
napas buatan atau intubasi.
 Angkat kepala tempat tidur  Untuk memudahkan ekspansi
sesuai aturannya, posisi paru/ventilasi paru dan
miirng sesuai indikasi. menurunkan adanya
kemungkinan lidah jatuh yang
menyumbat jalan napas.
 Anjurkan pasien untuk  Mencegah/menurunkan
melakukan napas dalam atelektasis.
yang efektif bila pasien
sadar.
 Lakukan penghisapan  Penghisapan biasanya
dengan ekstra hati-hati, dibutuhkan jika pasien koma
jangan lebih dari 10-15 detik. atau dalam keadaan
Catat karakter, warna dan imobilisasi dan tidak dapat
kekeruhan dari sekret. membersihkan jalan napasnya
sendiri. Penghisapan pada
trakhea yang lebih dalam
harus dilakukan dengan ekstra
hati-hati karena hal tersebut
dapat menyebabkan atau
meningkatkan hipoksia yang
menimbulkan vasokonstriksi
yang pada akhirnya akan
berpengaruh cukup besar pada
perfusi jaringan.
 Auskultasi suara napas,  Untuk mengidentifikasi adanya
perhatikan daerah masalah paru seperti
hipoventilasi dan adanya atelektasis, kongesti, atau
suara tambahan yang tidak obstruksi jalan napas yang
normal misal: ronkhi, membahayakan oksigenasi
wheezing, krekel. cerebral dan/atau menandakan
terjadinya infeksi paru.
 Pantau analisa gas darah,  Menentukan kecukupan
tekanan oksimetri pernapasan, keseimbangan
asam basa dan kebutuhan
akan terapi.
 Lakukan ronsen thoraks  Melihat kembali keadaan
ulang. ventilasi dan tanda-
tandakomplikasi yang
berkembang misal: atelektasi
atau bronkopneumoni.
 Berikan oksigen.  Memaksimalkan oksigen pada
darah arteri dan membantu
dalam pencegahan hipoksia.
Jika pusat pernapasan
tertekan, mungkin diperlukan
ventilasi mekanik.
 Lakukan fisioterapi dada jika  Walaupun merupakan
ada indikasi. kontraindikasi pada pasien
dengan peningkatan TIK fase
akut tetapi tindakan ini
seringkali berguna pada fase
akut rehabilitasi untuk
memobilisasi dan
membersihkan jalan napas dan
menurunkan resiko
atelektasis/komplikasi paru
lainnya.
3 Resiko tinggi  Klien menunjukkan Mandiri
terhadap status gizi : asupan  Pengelolaan gangguan
perubahan nutrisi makanan , cairan dan makan: pencegahan dan
kurang dari zat gizi (ringan, kuat, penanganan batasan diet
kebutuhan tubuh tidak adekuat) yang berat dan aktifitas
berhubungan  Makanan oral, berlebih / makan dalam
dengan parenteral jumlah banyak dalam satu
perubahan  Asupan cairan oral/ waktu dan pencahar
kemampuan parenteral makanan dan cairan
untuk mencerna  Pengelolaan nutrisi:
nutrien bantuan / pemberian asupan
(penurunan diet makanan dan cairan
tingkat yang seimbang
kesadaran).  Bantuan menaikkan berat
Kelemahan otot badan : fasilitasi pencapaian
yang diperlukan penaikan berat badan
untuk Kolaborasi
mengunyah,  Kolaborasi dengan ahli gizi
menelan. Status
hipermetabolik
10. Penatalaksanaan

Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala


adalah sebagai berikut:
 Observasi 24 jam
 Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
 Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
 Anak diistirahatkan atau tirah baring.
 Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
 Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
 Pemberian obat-obat analgetik.
 Pembedahan bila ada indikasi.

Rencana Pemulangan
 Jelaskan tentang kondisi anak yang memerlukan perawatan dan
pengobatan.
 Ajarkan orang tua untuk mengenal komplikasi, termasuk
menurunnya kesadaran, perubahan gaya berjalan, demam, kejang,
sering muntah, dan perubahan bicara.
 Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan
reaksi dari pemberian obat.
 Ajarkan orang tua untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan
sudip lidah, mempertahankan jalan nafas selama kejang.
 Jelaskan dan ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk
aktivitas sehari-hari di rumah, kebutuhan kebersihan personal,
makan-minum. Aktivitas bermain, dan latihan ROM bila anak
mengalami gangguan mobilitas fisik.
 Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan alat
pengaman.
 Tekankan pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadual.
 Ajarkan pada orang tua bagaimana mengurangi peningkatan
tekanan intrakranial.

Prioritas Perawatan:
 Maksimalkan perfusi / fungsi otak
 Mencegah komplikasi
 Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal
 Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
 Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana
pengobatan, dan rehabilitasi.
Tujuan:
 Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap
 Komplikasi tidak terjadi
 Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain
 Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam
perawatan
 Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti
oleh keluarga sebagai sumber informasi. 

Pendidikan kesehatan

 Hipotensi berikut induksi


Alasan untuk keprihatinan - hipotensi akan mengurangi tekanan
perfusi di otak. Ini memiliki dua efek samping:
aliran darah melalui otak akan jatuh secara dramatis, mengurangi
oksigen dari otak dan menyebabkan iskemia. Otak mentolerir ini
buruk dan akan menderita kerusakan saraf utama (stroke, lumpuh,
kematian).
Arteri di dalam otak akan arti pengurangan aliran dan akan mencoba
untuk mengimbanginya (autoregulasi). Mereka akan melebarkan
dalam upaya untuk mengurangi perlawanan mereka dan dengan
demikian meningkatkan aliran. Dilatasi akan meningkatkan volume
dan menyebabkan lebih meningkatkan volume otak dan tekanan
intrakranial, membuat situasi semakin buruk.

 Saline vs vs Koloid Dekstrosa


Otak adalah dikelilingi oleh membran memisahkan dari ruang
vaskuler - otak. ini membran penghalang darah hanya akan air
memungkinkan untuk melewatinya. Oleh karena itu hanya cairan
yang sama dengan konsentrasi natrium plasma harus diberikan
intravena.-Jikatidak, plasma akan menjadi lebih encer dan air akan
lulus dari ke otak, membuat otak membengkak, dan dengan demikian
meningkatkan tekanan lebih lanjut.
Normal Saline (0.9%) memiliki konsentrasi natrium yang sama dan
karena itu adalah cairan pilihan bagi otak. Koloid dapat diberikan jika
diperlukan untuk mengobati hipovolemia disebabkan oleh kehilangan
darah utama.
Ketika Dextrose solusi dalam air (5% Dextrose, Dekstrosa 4%-Saline
0,18%) yang diberikan, dekstrosa ini dimetabolisme meninggalkan
hanya air atau larutan garam yang sangat encer. Ini "mengencerkan"
darah, mengurangi konsentrasi natrium dalam plasma. Air kemudian
melewati ke otak di mana konsentrasi natrium yang lebih tinggi. Otak
kemudian membengkak, dan tekanan intrakranial akan naik.
 Vasopressors 
Vasopresor Seperti yang dijelaskan, tekanan darah harus dinaikkan
dengan cepat. Oleh karena itu dosis kecil obat perangsang
kardiovaskular juga dapat diberikan secara infus untuk menaikkan
tekanan darah sementara cairan yang sedang berjalan masuk obat
cocok meliputi efedrin, 3-6 mg, methoxamine 1-2 mg, atau adrenalin
25-100 mcg.

 Pentingnya pemantauan
Sangat mudah bagi otak menjadi rusak selama periode ini. Ketahui
hipotensi, hipoksia atau batuk, yang dapat terjadi secara tidak
terduga dan tiba-tiba, dapat menyebabkan kerusakan
ireversibel. dekat klinis pemantauan Oleh karena itu pasien sangat
penting.

Gambar 2 - resusitasi berorientasi Otak.


Gambar 7 - Algoritma untuk hipertensi intrakranial didirikan

DAFTAR PUSTAKA
Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak , Edisi I. Jakarta: CV
Sagung Seto; 2001.

Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik , Volume II. Jakarta:
EGC; 1996.

Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik . Edisi 3. Jakarta:
EGC; 2000.

Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah . Edisi 8. Volume 3.
Jakarta: EGC; 1999

http://www.ferne.org/Lectures/bis01%20adult%20mshi.htm

Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu
Bedah XI – Traumatologi , Surabaya.

Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC.
Jakarta.

http://www.facs.org/trauma/publications/headinjury.pdf

Anda mungkin juga menyukai