Anda di halaman 1dari 21

Askep Gagal Ginjal Kronis

Saturday, August 22, 2009 6:35 AM


GAGAL GINJAL KRONIS

A. PENGERTIAN
Ada beberapa pengertian gagal ginjal kronis yang dikemukakan oleh beberapa ahli
meliputi yaitu :
Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang
berlangsung pelahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang
mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) sehingga ginjal tidak
dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit (Hudak &
Gallo, 1996).
Long (1996 : 368) mengemukakan bahwa Gagal ginjal kronik adalah ginjal sudah
tidak mampu lagi mempertahankan lingkugan internal yang konsisten dengan
kehidupan dan pemulihan fungsi sudah tidak dimulai
Gagal ginjal kronik merupakan penurunan faal ginjal yang menahun yang umumnya
tidak riversibel dan cukup lanjut. (Suparman, 1990: 349).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat, biasanya berlangsung dalam beberapa tahun (Lorraine M Wilson, 1995: 812).
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis adalah
kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) atau penurunan faal ginjal yang menahun
dimana ginjal tidak mampu lagi mempertahankan lingkungan internalnya yang
berlangsung dari perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat yang
berlangsung dalam jangka waktu lama dan menetap sehingga mengakibatkan
penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) berakibat ginjal tidak dapat memenuhi
kebutuhan dan pemulihan fungsi lagi yang menimbulkan respon sakit.
B. ETIOLOGI
Penyebab dari gagal ginjal kronik antara lain :
Infeksi, Penyakit peradangan, Penyakit vaskuler hipersensitif, Gangguan jaringan
penyambung, Gangguan kongenital dan herediter, Gangguan metabolisme,
Nefropatik toksik, Nefropati obstruksi
Faktor-faktor predisposisi timbulnya infeksi traktus urinarius:
Obstruksi aliran urine, Seks/usia, Kehamilan, Refleks vesikoureteral, Instrumentasi
(kateter yang dibiarkan di dalam), Penyakit ginjal, Gangguan metabolisme.

C. PATOFISIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah sejumlah keadaan yang menghancurkan masa
nefron ginjal. Keadaan ini mencakup penyakit parenkim ginjal difus bilateral, juga
lesi obstruksi pada traktus urinarius. Mula-mula terjadi beberapa serangan penyakit
ginjal terutama menyerang glomerulus (Glumerolunepritis), yang menyerang tubulus
gijal (Pyelonepritis atau penakit polikistik) dan yang mengganggu perfusi fungsi
darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis).
Kegagalan ginjal ini bisa terjadi karena serangan penyakit dengan stadium yang
berbeda-beda
Stadium I
Penurunan cadangan ginjal.
Selama stadium ini kreatinine serum dan kadar BUN normal dan pasien asimtomatik.
Homeostsis terpelihara. Tidak ada keluhan. Cadangan ginjal residu 40 % dari normal.
Stadium II
Insufisiensi Ginjal
Penurunan kemampuan memelihara homeotasis, Azotemia ringan, anemi. Tidak
mampu memekatkan urine dan menyimpan air, Fungsi ginjal residu 15-40 % dari
normal, GFR menurun menjadi 20 ml/menit. (normal : 100-120 ml/menit). Lebih dari
75 % jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25% dari normal), kadar
BUN meningkat, kreatinine serum meningkat melebihi kadar normal. Dan gejala
yang timbul nokturia dan poliuria (akibat kegagalan pemekatan urine)
Stadium III
Payah ginjal stadium akhir
Kerusakan massa nefron sekitar 90% (nilai GFR 10% dari normal). BUN meningkat,
klieren kreatinin 5- 10 ml/menit. Pasien oliguria. Gejala lebih parah karena ginjal tak
sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh.
Azotemia dan anemia lebih berat, Nokturia, Gangguan cairan dan elektrolit, kesulitan
dalam beraktivitas.
Stadium IV
Tidak terjadi homeotasis, Keluhan pada semua sistem, Fungsi ginjal residu kurang
dari 5 % dari normal.

Permasalahan fisiologis yang disebabkan oleh CRF


1. Ketidak seimbangan cairan
Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu memekatkan urine
(hipothenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan (poliuria). Hipothenuria tidak
disebabkan atau berhubungan dengan penurunan jumlah nefron, tetapi oleh
peningkatan beban zat tiap nefron. Hal ini terjadi karena keutuhan nefron yang
membawa zat tersebut dan kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat
berfungsi lama. Terjadi osmotik diuretik, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.
Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat maka ginjal tidak mampu
menyaring urine (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma
tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus. Maka akan terjadi kelebihan
cairan dengan retensi air dan natrium.
2. Ketidaseimbangan Natrium
Ketidaseimbangan natrium merupakan masalah yang serium dimana ginjal dapat
mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau dapat meningkat
sampai 200 mEq perhari. Variasi kehilangan natrium berhubungan dengan “intact
nephron theory”. Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron maka tidak terjadi
pertukaran natrium. Nefron menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan
GFR menurun dan dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada gangguan
gastrointstinal, terutama muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk hiponatremia
dan dehidrasi. Pada CRF yang berat keseimbangan natrium dapat dipertahankan
meskipun terjadi kehilangan yang fleksibel nilai natrium. Orang sehat dapat pula
meningkat di atas 500 mEq/hari. Bila GFR menurun di bawah 25-30 ml/menit, maka
ekskresi natrium kurang lebih 25 mEq/hari, maksimal ekskresinya 150-200
mEq/hari. Pada keadaan ini natrium dalam diet dibatasi 1-1,5 gram/hari.
3. Ketidakseimbangan Kalium
Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolik terkontrol maka hiperkalemia
jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium berhubungan dengan
sekresi aldosteron. Selama output urine dipertahankan kadar kalium biasanya
terpelihara. Hiperkaliemia terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan,
dampak pengobatan, hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia. Hiperkalemia juga
merupakan karakteristik dari tahap uremia.
Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit tubuler
ginjal, nefron ginjal, meresorbsi kalium sehingga ekskresi kalium meningkat. Jika
hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3 meningkat.
HCO3 menurun dan natrium bertahan.
4. Ketidaseimbangan asam basa
Asidosis metabolik terjadi karena ginjal tidak mampu mengekskresikan ion Hirdogen
untuk menjaga pH darah normal. Disfungsi renal tubuler mengakibatkan
ketidamampuan pengeluaran ioh H. Dan pada umumnya penurunan ekskresi H +
sebanding dengan penurunan GFR. Asam yang secara terus-menerus dibentuk oleh
metabolisme dalam tubuh tidak difiltrasi secara efektif melewati GBM, NH3
menurun dan sel tubuler tidak berfungsi. Kegagalan pembentukan bikarbonat
memperberat ketidakseimbangan. Sebagian kelebihan hidrogen dibuffer oleh mineral
tulang. Akibatnya asidosis metabolik memungkinkan terjadinya osteodistrophy.
5. Ketidakseimbangan Magnesium
Magnesium pada tahap awal CRF adalah normal, tetapi menurun secara progresif
dalam ekskresi urine menyebabkan akumulasi. Kombinasi penurunan ekskresi dan
intake yang berlebihan mengakibatkan henti napas dan jantung.
6. Ketidakseimbangan Calsium dan Fospor
Secara normal calsium dan pospor dipertahankan oleh parathyroid hormon yang
menyebabkan ginjal mereabsorbsi kalsium, mobilisasi calsium dari tulang dan
depresi resorbsi tubuler dari pospor. Bila fungsi ginjal menurun 20-25 % dari normal,
hiperpospatemia dan hipocalsemia terjadi sehingga timbul hiperparathyroidisme
sekunder. Metabolisme vitamin D terganggu. Dan bila hiperparathyroidisme
berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan osteorenal dystrophy.
7. Anemia
Penurunan Hb disebabkan oleh:
• Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma.
• Peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi gastrointestinal, dialisis,
dan pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.
• Defisiensi folat
• Defisiensi iron/zat besi
• Peningkatan hormon paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau osteitis fibrosis,
mengambil produksi sum-sum menurun.
8. Ureum kreatinin
Urea yang merupakan hasil metabolik protein meningkat (terakumulasi). Kadar BUN
bukan indikator yang tepat dari penyakit ginjal sebab peningkatan BUN dapat terjadi
pada penurunan GFR dan peningkatan intake protein. Tetapi kreatinin serum adalah
indikator yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama
dengan jumlah yang diproduksi tubuh.

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Sistem kardiovaskuler: mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari
aktivasi sistem renin-angitensin-aldosteron), gagal jantung kongestif dan edema
pulmoner (akibat cairan berlebih) dan perkarditis (akibat iritasi pada lapisan
perikardial oleh toksin uremik).
2. Sistem integumenrum: rasa gatal yang parah (pruritus). Butiran uremik merupakan
suatu penunpukkan kristal urin di kulit, rambut tipis dan kasar.
3. Sistem gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah.
4. Sistem neurovaskuler: perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi,
kedura otot dan kejang.
5. Sistem pulmoner: krekels, sputun kental, nafas dalam dan kusmaul.
6. Sistem reproduktif: amenore, atrifi testikuler.

E. Komplikasi
1. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diit berlebih.
2. Perkarditis: Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik dan
dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum rendah,
metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.

F. PENATALAKSANAAN
Pada umunya keadaan sudah sedemikian rupa sehingga etiologi tidak dapat diobati
lagi. Usaha harus ditujukan untuk mengurangi gejala, mencegah
kerusakan/pemburukan faal ginjal yang terdiri :
1. Pengaturan minum
Pengaturan minum dasarnya adalah memberikan cairan sedemikian rupa sehingga
dicapai diurisis maksimal. Bila cairan tidak dapat diberikan per oral maka diberikan
perparenteral. Pemberian yang berlebihan dapat menimbulkan penumpukan di dalam
rongga badan dan dapat membahayakan seperti hipervolemia yang sangat sulit
diatasi.
2. Pengendalian hipertensi
Tekanan darah sedapat mungkin harus dikendalikan. Pendapat bahwa penurunan
tekanan darah selalu memperburuk faal ginjal, tidak benar. Dengan obat tertentu
tekanan darah dapat diturunkan tanpa mengurangi faal ginjal, misalnya dengan beta
bloker, alpa metildopa, vasodilator. Mengurangi intake garam dalam rangka ini harus
hati-hati karena tidak semua renal failure disertai retensi Natrium.
3. Pengendalian K dalam darah
Mengendalikan K darah sangat penting, karena peninggian K dapat menimbulkan
kematian mendadak. Yang pertama harus diingat ialah jangan menimbulkan
hiperkalemia karena tindakan kita sendiri seperti obat-obatan, diet buah,dan lain-lain.
Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosa dengan EEG,
dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia maka pengobatannya dengan mengurangi intake
K, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
4. Penanggulangan Anemia
Anemia merupakan masalah yang sulit ditanggulangi pada CRF. Usaha pertama
harus ditujukan mengatasi faktor defisiensi, kemudian mencari apakah ada
perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan
akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi
yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner.
5. Penanggulangan asidosis
Pada umumnya asidosis baru bergejala pada taraf lebih lanjut. Sebelum memberi
pengobatan yang khusus faktor lain harus diatasi dulu, khususnya dehidrasi.
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium
bikarbonat dapat diberikan per oral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq
natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan. kalau perlu diulang.
Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
6. Pengobatan dan pencegahan infeksi
Ginjal yang sakit lebih mudah mengalami infeksi dari pada biasanya. Pasien CRF
dapat ditumpangi pyelonefritis di atas penyakit dasarnya. Adanya pyelonepritis ini
tentu memperburuk lagi faal ginjal. Obat-obat anti mikroba diberi bila ada bakteriuria
dengan perhatian khusus karena banyak diantara obat-obat yang toksik terhadap
ginjal atau keluar melalui ginjal. Tindakan yang mempengaruhi saluran kencing
seperti kateterisasi sedapat mungkin harus dihindarkan. Infeksi ditempat lain secara
tidak langsung dapat pula menimbulkan permasalahan yang sama dan pengurangan
faal ginjal.
7. Pengurangan protein dalam makanan
Protein dalam makanan harus diatur. Pada dasarnya jumlah protein dalam makanan
dikurangi, tetapi tindakan ini jauh lebih menolong juga bila protein tersebut dipilih.
Diet dengan rendah protein yang mengandung asam amino esensial, sangat menolong
bahkan dapat dipergunakan pada pasien CRF terminal untuk mengurangi jumlah
dialisis.
8. Pengobatan neuropati
Neuropati timbul pada keadaan yang lebih lanjut. Biasanya neuropati ini sukar diatasi
dan merupakan salah satu indikasi untuk dialisis. Pada pasien yang sudah dialisispun
neuropati masih dapat timbul.
9. Dialisis
Dasar dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput semi permiabel
dengan suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuat sedemikiam rupa sehingga
komposisi elektrolitnya sama dengan darah normal. Dengan demikian diharapkan
bahwa zat-zat yang tidak diinginkan dari dalam darah akan berpindah ke cairan
dialisis dan kalau perlu air juga dapat ditarik kecairan dialisis. Tindakan dialisis ada
dua macam yaitu hemodialisis dan peritoneal dialisis yang merupakan tindakan
pengganti fungsi faal ginjal sementara yaitu faal pengeluaran/sekresi, sedangkan
fungsi endokrinnya tidak ditanggulangi.
10. Transplantasi
Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pembuluh darah pasien CRF maka
seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru. Ginjal yang sesuai harus memenuhi
beberapa persaratan, dan persyaratan yang utama adalah bahwa ginjal tersebut
diambil dari orang/mayat yang ditinjau dari segi imunologik sama dengan pasien.
Pemilihan dari segi imunologik ini terutama dengan pemeriksaan HLA .

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Biodata
• Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat
terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
• Oliguria (produksi urine kurang dari 400 cc/ 24jam), Anuria (Produksi urine kurang
dari 100 cc / 24 Jam), Infeksi (WBCs, Bacterimia), Sediment urine mengandung :
RBCs , granular, hialyn.

2. Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan (anoreksi), mual,
muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada kulit.

3. Riwayat penyakit
a. Sekarang: Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan
kardiogenik.
b. Dahulu : Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia,
prostatektomi.
c. Keluarga : Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).

4. Tanda vital:
Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat dan dalam
(Kussmaul), dyspnea.

5. Body Systems :
a. Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala : nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum,
kental dan banyak,
Tanda : takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif dengan / tanpa
sputum.
b. Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau angina dan
sesak nafas, gangguan irama jantung, edema. Hipertensi, nyeri dada dan sesak nafas,
gangguan irama jantung, edema.
Tanda : Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak
tangan, Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction rub
perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning. kecendrungan perdarahan. Anemia
normokrom, gangguan fungsi trombosit, trombositopenia, gangguan lekosit.
c. Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran : Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma. Miopati,
ensefalopati metabolik, burning feet syndrome, restless leg syndrome.
Endokrin
Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan seksual, libido,
fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki, gangguan metabolisme vitamin D.
d. Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder)
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak
dapat kencing.
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen
kembung, diare atau konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.
e. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan Diare,
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva.
f. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat malam
hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada kulit, fraktur
tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi keterbatasan gerak
sendi. Berwarna pucat, gatal-gatal dengan eksoriasi, echymosis, urea frost, bekas
garukan karena gatal.

6. Pola aktivitas sehari-hari


a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup
sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal ginjal kronik sehingga
menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak
mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu
adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
b. Pola nutrisi dan metabolisme : Anoreksi, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga
mulut, intake minum yang kurang. dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat
mempengaruhi status kesehatan klien.
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat badan (malnutrisi)
anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut (amonia)
Penggunaan diuretik.
Tanda : Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku rapuh.
c. Pola Eliminasi
Eliminasi uri :
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak
dapat kencing.
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen
kembung, diare atau konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.
Eliminasi alvi : Diare.
d. Pola tidur dan Istirahat : Gelisah, cemas, gangguan tidur.
e. Pola Aktivitas dan latihan : Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas
menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara
maksimal.
Gejala : kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise,.
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
f. Pola hubungan dan peran.
Gejala : kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja, mempertahankan
fungsi peran).
g. Pola sensori dan kognitif.
Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada
luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu melihat dan
mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami disorientasi/ tidak.
h. Pola persepsi dan konsep diri.
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga (self esteem).

i. Pola seksual dan reproduksi.


Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun ereksi, serta
memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
j. Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping.
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress, perasaan
tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan klien tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
Gejala : faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,
Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta gagal ginjal
kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah maupun mempengaruhi
pola ibadah klien.

7. Pemeriksan fisik :
a. Kepala: Edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas ureum.
b. Dada: Pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada.
c. Perut: Adanya edema anasarka (ascites).
d. Ekstrimitas: Edema pada tungkai, spatisitas otot.
e. Kulit: Sianosis, akaral dingin, turgor kulit menurun.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi
jantung, akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak.
2. Resiko tinggi terjadi cedera (profil darah abnormal) berhubungan dengan
penekanan, produksi/sekresi eritpoietin, penurunan produksi Sel Darah Merah
gangguan faktor pembekuan, peningkatan kerapuhan vaskuler.
3. Perubahan proses pikir berhubungan dengan akumulasi toksin, asidosis metabolik,
hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit kalsifikasi metastase pada otak.
4. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status
metabolik, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati ferifer),
penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi areum dalam kulit.
5. Resiko tinggi terjadi perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan
kurang/penurunan salivasi, pembatasan cairan, perubahan urea dalam saliva menjadi
amonia.
6. Anemia berhubungan dengan menurunnya produksi eritropeitin.
7. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik/pembatasan
diet, anemia.
8. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada kepala.
9. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
10. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
11. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan metabolisme protein.

C. INTERVENSI / IMPLEMENTASI
1. Diagnosa Keperawatan : Gangguan perfusi jaringan renal sehubungan dengan
kerusakan nepron sehingga tidak mampu mengeluarkan sisa metabolisme
1) Kaji Perubahan EKG, Respirasi (Kecepatan dan kedalamannya) serta tanda –
tanda chvostek”s dan Trousseau”s.
Rasional : Tingginya gelombang T, Panjangnya interval PR dan Lebarnya kompleks
QRS dihubungkan dengan serum Kalium ; Pernapasan kusmaul dihubungkan dengan
acidosis, kejang yang mungkin terjadi dihubungkan dengan rendahnya calsium.
2) Monitor data-data laboratorium : Serum pH, Hidrogen, Potasium, bicarbonat,
calsium magnesium, Hb, HT, BUN dan serum kreatinin.
Rasional : Nilai laboratorium merupakan indikasi kegagalan ginjal untuk
mengeluarkan sisa metabolit dan kemunduran fungsi sekretori ginjal.
3) Jangan berikan obat – obat Nephrothoxic.
Rasional : Obat – obat nephrotoxic akan memperburuk keadaan ginjal
4) Berikan pengobatan sesuai pesanan / permintaan dokter dan kaji respon terhadap
pengobatan.
Rasional : Dosis obat mungkin berkurang dan intervalnya menjadi lebih lama.
Monitor respon terhadap pengobatan untuk menentukan efektivitas obat yang
diberikan dan kemungkinan timbulnya efek samping obat.

2. Kelebihan volume cairan sehubungan dengan ketidakmampuan ginjal


mengeskkresi air dan natrium
1) Timbang berat badan pasien setiap hari, Ukur intake dan output tiap 24 jam, Ukur
tekanan darah (posisi duduk dan berdiri), kaji nadi dan pernapasan (Termasuk bunyi
napas) tiap 6-8 jam, Kaji status mental, Monitor oedema, distensi vena jugularis,
refleks hepato jugular, Ukur CVP dan PAWP.
Rasional : Untuk mengidentifikasi status gangguan cairan dan elektrolit.
2) Monitor data laboratorium : Serum Natrium, Kalium, Clorida dan bicarbonat.
Rasional : Untuk mengidentifikasikan acumulasinya elektrolit.
3) Monitor ECG
Rasional : Peningkatan atau penurunan Kalium dihubungkan dengan disthrithmia.
Hipokalemia bisa terjadi akibat pemberian diuretic.
4) Berikan cairan sesuai indikasi
Rasional : Untuk mencegah kemungkinan terjadinya dehidrasi sel.
5) Berikan Diuretic sesuai pesanan dan monitor terhadap responnya.
Rasional : Untuk menentukkan efek dari pengobatan dan observasi tehadap efek
samping yang mungkin timbul seperti : Hipokalemia dll.

3. Gangguan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan pembatasan


intake (Diit) dan effect uremia yang mengakibatkan malnutrisi protein – calori.
1) Kaji terhadap adanya Mual, muntah dan anorexia.
Rasional : Keadaan – keadaan seperti ini akan meningkat kehilangan kebutuhan
nutrisi.
2) Monitor intake makanan dan perubahan berat badan ; Monitor data laboratorium :
Serum protein, Lemak, Kalium dan natrium.
Rasional : Untuk menentukkan diet yang tepat bagi pasien.
3) Berikan makanan sesuai diet yang dianjurkan dan modifikasi sesuai kesukaan
Klien.
Rasional : Meningkatkan kebuthan Nutrisi klien sesuai diet .
4) Bantu atau anjurkan pasien untuk melakukan oral hygiene sebelum makan.
Rasional : Menghilangkan rasa tidak enak dalam mulut sebelum makan.
5) Berikan antiemetik dan monitor responya.
Rasional : Untuk mengevaluasi kemungkinan efek sampingnya.
6) Kolaborasi denga ahli diet untuk pemberian diit yang tepat bagi pasien.
Rasional : Kerjasama dengan profesi lain akan meningkatan hasil kerja yang baik.
Pasien dengan GGK butuh diit yang tepat untuk perbaikan keadaan dan fungsi
ginjalnya.

4. Potensial Infeksi sehubungan dengan penekanan sistim imun akibat uremia.


1) Kaji terhadap adanya tanda- tanda infeksi.
Rasional : Untuk mendeteksi lebih awal adanya infeksi.
2) Monitor temperatur tiap 4 – 6 jam : Monitor data laboratorium : WBC : Darah,
Urine, culture sputum. Monitor serum Kalium.
Rasional : Uremia mungkin terselubung dan biasanya diikuti dengan peningkatan
temperatur dicurigai adanya infeksi. Status hipermetabolisme seperti adanya infeksi
dapat menyebabkan peningkatan serum kalsium.
3) Pertahankan tekhnik antiseptik selama perawatan dan patulah selalu universal
precaution.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi.
4) Pertahankan kebersihan diri, status nutrisi yang adekuat dan istirahat yang cukup.
Kebiasaan hidup yang sehat membantu mencegah infeksi.

5. Resiko tinggi terjadinya kerusakan integritas kulit sehubungan dengan efek


uremia.
1) Kaji terhadap kekeringan kulit, Pruritis, Excoriations dan infeksi.
Rasional : Perubahan mungkin disebabkan oleh penurunan aktivitas kelenjar keringat
atau pengumpulan kalsius dan phospat pada lapiran cutaneus.
2) Kaji terhadap adanya petechie dan purpura.
Rasional : Perdarahan yang abnormal sering dihubungkan dengan penurunan jumlah
dan fungsi platelet akibat uremia.
3) Monitor Lipatan kulit dan area yang oedema.
Rasional : Area- area ini sangat mudah terjadinya injuri.
4) Lakukan perawat kulit secara benar.
Rasional : Untuk mencegah injuri dan infeksi
5) Berikan pengobatan antipruritis sesuai pesanan.
Rasional : Amengurangi pruritis.
6) Gunting kuku dan pertahankan kuku terpotong pendek dan bersih.
Rasional : Untuk mencegah injuri akibat garukan dan infeksi.

6. Resiko Tinggi terjadinya gangguan persepsi / sensori, gangguan proses pikir


sehubungan dengan abnormalitasnya zat – zat kimia dalam tubuh yang dihubungkan
dengan uremia.
1) Kaji status neurologic : Orientasi terhadap waktu, tempat dan orang : Pola tidur :
Tingkat kesadaran dan ktivitas motorik (kejang)
Rasional : Perubahan yang terjadi merefleksikan adanya ganggua pada fungsi saraf
sentral dan autonom.
2) Kaji tipe kepribadian
Rasional : Untuk mengidentifikasikan perubahan yang dihubungkan dengan uremia.
3) Observasi terhadap perubahan perilaku, adanya neuropathi perifer, rasa terbakar,
kram otot dan gejala paresthesia lainnya.
Rasional : Perubahan metabolisme menyebabkan disfungsi cerebral dan dapat terjadi
kerusakan serabut saraf .
4) Orientaskan pasien terhadap kenyataan saat ini.
Rasional : Menurunkan kemungkinan terjadinya disorientasi dan menginformasikan
kepada klien keadaan / issue saat ini.
5) Pertahankan tindakan kenyamanan : Tutup rel tempat tidur, tempat tidur tidak
boleh terlalu tiggi, jaukan barang – barang tajam, letakan bel dekat pasien.
Rasional :Memberikan kenyamanan lingkungan dan mencegah injuri.
6) Sempatkan waktu anda untuk bersama – sama klien, tanyakan klien dengan
kalimat terbuka.
Rasional : Mencegah kehikangan memori pada pasien
7) Berikan latihan relaksasi sebelum tidur dan brikan periode stirahat.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan tidur karena uremia dapat mengganggu pola
tidur.
8) Membimbing dan mengingatkan selalu berdoa dan beribadah sesuai dengan
keyakinannya masing-masing pasien.

7. Kurang mampu merawat diri sehubungan dengan kelemahan fisik.


1) Kaji kelemahan dan kelelahan, dan berikan penjelasan tentang kebutuhan
perawatan diri.
Rasional : untuk menentukan kebutuhan yang akan dilakukan.
2) Jika pasien tidak mampu sama sekali Bantu lakukan perawatan dipasien dengan
melibatkan kelurag.
Rasional: Memandirikan kelurga dalam merawat pasien.
3) Lakukan latihan nafas dalam batuk dan ambulasi di tempat tidur.
Rasional: Untuk mencegah efek dari bedrest seperti pneumonia.

8. Resiko terjadinya diskusi seksual


1) Kaji keadaan pasien secara umum.
Rasional: untuk mengidentifikasikan masalah yang ada.
2) Minta pasien untuk mengungkapkan perasaannya secara terbuka.
Rasional : Informasi dari pasien sangat penting untuk pelaksanaan askep
3) Bantu pasien untuk memecahkan masalah .
Rasional: Meningkatkan penerimaan pasien.
4) Jelaskan pasien tentang permasalahan yang terjadi.
Rasional : Membantu meningkatkan pengetahuan dan mengundang partisipasi klien.
5) Rujuk pasien kekonseling bila dibutuhkan
Rasional : Membantu untuk memecahkan permasalahan yang ada

9. Gangguan gambaran diri


1) Gaji dan jelaskan kepada pasien tentang keadaan ginjalnya serta alternatif tindakan
lainnya seperti dialysis atau transplantasi
.Rasional: Interfensi awal bias mencegah disstres pada pasien.
2) Libatkan support sistim dalam perawatan pasien.
Rasional: Kehadiran support sistim meningkatkan harga diripasien.

D. EVALUASI
a. Perfusi jaringan ginjal adekuat. Data pendukung tes fungsi ginjal dalam keadaan
normal.
b. Balance cairan normal. Data pendukung tidak ada tanda - tanda oedema.
c. Status nutrisi pasien diperbaiki dan dipertahankan. Data pendukung: Intake
makanan dan minuman dalam batas normal sesuai diit yang dianjurkan.
d. Tidak ada infeksi. Data pendukung tidak ada tanda infeksi yang didapat.
e. Kulit utuh. Data pendukung tidak ada kerusakan pada kulit.
f. Respon terhadap rangsangan persepsi / sensorida dalam batas normal. Proses piker
normal. Data pendukung orientasi terhadap waktu, tempat, orang baik gangguan
sensasi tidak ada perkembangan, pola tidur normal.
g. kebutuhan sel fcare terpenuhi.
h. Pasien menerima perubahan yang terjadi pada dirinya.
i. Pasien menerima perubahan yang terjadi pada dirinya

E. TUJUAN KEPERAWATAN
1. Perfusi ginjal akan diperbaiki atau dipertahankan dalam batas yang dapat
ditoleransi
2. Keseimbangan cairan dan elektrolit terpenuhi.
3. Kebuthan Nutrisi pasien akan terpenuhi.
4. Pasien bebas dari infeksi
5. Keutuhan kulit (Integritas kulit) pasien akan dipertahankan
6. Pasien mendemostrikan respon terhadap rangsangan sensori / persepsi secara
normal, tidak mengalami gangguan gangguan proses berpikir.
7. Kebutuhan self care terpenuhi.
8. Gangguan seksual dapat diatasi .
9. Pasien tidak mengalami gangguan gambaran diri / dapat menerima keadaan
dirinya.

A. KESIMPULAN
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis adalah
kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) atau penurunan faal ginjal yang menahun
dimana ginjal tidak mampu lagi mempertahankan lingkungan internalnya yang
berlangsung dari perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat yang
berlangsung dalam jangka waktu lama dan menetap sehingga mengakibatkan
penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) berakibat ginjal tidak dapat memenuhi
kebutuhan dan pemulihan fungsi lagi yang menimbulkan respon sakit.

B. SARAN
Diharapkan kepada petugas kesehatan lebih kooperatif, dapat bertindak cepat dan
tepat dalam menghadapi segala sesuatu. Dapat mengembangkan ilmu kesehatan yang
dapat berguna bagi masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Purnawan Junadi,(1982), “ Kapita Selekta Kedokteran “ , Edisi ke 2. Media
Aeskulapius, FKUI 1982.
2. Soeparman (1990), “ Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990.
3. Price, Sylvia Anderson. (1985). Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit. EGC. Jakarta.
4. Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : ECG.
5. Carpenito, Lynda Juall. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarata:
EGC.
6. Dongoes, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan) Jakarta : EGC.
7. Wilkinson, M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (Dengan
Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC

Anda mungkin juga menyukai