Askep Gagal Ginjal Kronis
Askep Gagal Ginjal Kronis
A. PENGERTIAN
Ada beberapa pengertian gagal ginjal kronis yang dikemukakan oleh beberapa ahli
meliputi yaitu :
Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang
berlangsung pelahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang
mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) sehingga ginjal tidak
dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit (Hudak &
Gallo, 1996).
Long (1996 : 368) mengemukakan bahwa Gagal ginjal kronik adalah ginjal sudah
tidak mampu lagi mempertahankan lingkugan internal yang konsisten dengan
kehidupan dan pemulihan fungsi sudah tidak dimulai
Gagal ginjal kronik merupakan penurunan faal ginjal yang menahun yang umumnya
tidak riversibel dan cukup lanjut. (Suparman, 1990: 349).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat, biasanya berlangsung dalam beberapa tahun (Lorraine M Wilson, 1995: 812).
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis adalah
kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) atau penurunan faal ginjal yang menahun
dimana ginjal tidak mampu lagi mempertahankan lingkungan internalnya yang
berlangsung dari perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat yang
berlangsung dalam jangka waktu lama dan menetap sehingga mengakibatkan
penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) berakibat ginjal tidak dapat memenuhi
kebutuhan dan pemulihan fungsi lagi yang menimbulkan respon sakit.
B. ETIOLOGI
Penyebab dari gagal ginjal kronik antara lain :
Infeksi, Penyakit peradangan, Penyakit vaskuler hipersensitif, Gangguan jaringan
penyambung, Gangguan kongenital dan herediter, Gangguan metabolisme,
Nefropatik toksik, Nefropati obstruksi
Faktor-faktor predisposisi timbulnya infeksi traktus urinarius:
Obstruksi aliran urine, Seks/usia, Kehamilan, Refleks vesikoureteral, Instrumentasi
(kateter yang dibiarkan di dalam), Penyakit ginjal, Gangguan metabolisme.
C. PATOFISIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah sejumlah keadaan yang menghancurkan masa
nefron ginjal. Keadaan ini mencakup penyakit parenkim ginjal difus bilateral, juga
lesi obstruksi pada traktus urinarius. Mula-mula terjadi beberapa serangan penyakit
ginjal terutama menyerang glomerulus (Glumerolunepritis), yang menyerang tubulus
gijal (Pyelonepritis atau penakit polikistik) dan yang mengganggu perfusi fungsi
darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis).
Kegagalan ginjal ini bisa terjadi karena serangan penyakit dengan stadium yang
berbeda-beda
Stadium I
Penurunan cadangan ginjal.
Selama stadium ini kreatinine serum dan kadar BUN normal dan pasien asimtomatik.
Homeostsis terpelihara. Tidak ada keluhan. Cadangan ginjal residu 40 % dari normal.
Stadium II
Insufisiensi Ginjal
Penurunan kemampuan memelihara homeotasis, Azotemia ringan, anemi. Tidak
mampu memekatkan urine dan menyimpan air, Fungsi ginjal residu 15-40 % dari
normal, GFR menurun menjadi 20 ml/menit. (normal : 100-120 ml/menit). Lebih dari
75 % jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25% dari normal), kadar
BUN meningkat, kreatinine serum meningkat melebihi kadar normal. Dan gejala
yang timbul nokturia dan poliuria (akibat kegagalan pemekatan urine)
Stadium III
Payah ginjal stadium akhir
Kerusakan massa nefron sekitar 90% (nilai GFR 10% dari normal). BUN meningkat,
klieren kreatinin 5- 10 ml/menit. Pasien oliguria. Gejala lebih parah karena ginjal tak
sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh.
Azotemia dan anemia lebih berat, Nokturia, Gangguan cairan dan elektrolit, kesulitan
dalam beraktivitas.
Stadium IV
Tidak terjadi homeotasis, Keluhan pada semua sistem, Fungsi ginjal residu kurang
dari 5 % dari normal.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Sistem kardiovaskuler: mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari
aktivasi sistem renin-angitensin-aldosteron), gagal jantung kongestif dan edema
pulmoner (akibat cairan berlebih) dan perkarditis (akibat iritasi pada lapisan
perikardial oleh toksin uremik).
2. Sistem integumenrum: rasa gatal yang parah (pruritus). Butiran uremik merupakan
suatu penunpukkan kristal urin di kulit, rambut tipis dan kasar.
3. Sistem gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah.
4. Sistem neurovaskuler: perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi,
kedura otot dan kejang.
5. Sistem pulmoner: krekels, sputun kental, nafas dalam dan kusmaul.
6. Sistem reproduktif: amenore, atrifi testikuler.
E. Komplikasi
1. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diit berlebih.
2. Perkarditis: Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik dan
dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum rendah,
metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
F. PENATALAKSANAAN
Pada umunya keadaan sudah sedemikian rupa sehingga etiologi tidak dapat diobati
lagi. Usaha harus ditujukan untuk mengurangi gejala, mencegah
kerusakan/pemburukan faal ginjal yang terdiri :
1. Pengaturan minum
Pengaturan minum dasarnya adalah memberikan cairan sedemikian rupa sehingga
dicapai diurisis maksimal. Bila cairan tidak dapat diberikan per oral maka diberikan
perparenteral. Pemberian yang berlebihan dapat menimbulkan penumpukan di dalam
rongga badan dan dapat membahayakan seperti hipervolemia yang sangat sulit
diatasi.
2. Pengendalian hipertensi
Tekanan darah sedapat mungkin harus dikendalikan. Pendapat bahwa penurunan
tekanan darah selalu memperburuk faal ginjal, tidak benar. Dengan obat tertentu
tekanan darah dapat diturunkan tanpa mengurangi faal ginjal, misalnya dengan beta
bloker, alpa metildopa, vasodilator. Mengurangi intake garam dalam rangka ini harus
hati-hati karena tidak semua renal failure disertai retensi Natrium.
3. Pengendalian K dalam darah
Mengendalikan K darah sangat penting, karena peninggian K dapat menimbulkan
kematian mendadak. Yang pertama harus diingat ialah jangan menimbulkan
hiperkalemia karena tindakan kita sendiri seperti obat-obatan, diet buah,dan lain-lain.
Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosa dengan EEG,
dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia maka pengobatannya dengan mengurangi intake
K, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
4. Penanggulangan Anemia
Anemia merupakan masalah yang sulit ditanggulangi pada CRF. Usaha pertama
harus ditujukan mengatasi faktor defisiensi, kemudian mencari apakah ada
perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan
akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi
yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner.
5. Penanggulangan asidosis
Pada umumnya asidosis baru bergejala pada taraf lebih lanjut. Sebelum memberi
pengobatan yang khusus faktor lain harus diatasi dulu, khususnya dehidrasi.
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium
bikarbonat dapat diberikan per oral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq
natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan. kalau perlu diulang.
Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
6. Pengobatan dan pencegahan infeksi
Ginjal yang sakit lebih mudah mengalami infeksi dari pada biasanya. Pasien CRF
dapat ditumpangi pyelonefritis di atas penyakit dasarnya. Adanya pyelonepritis ini
tentu memperburuk lagi faal ginjal. Obat-obat anti mikroba diberi bila ada bakteriuria
dengan perhatian khusus karena banyak diantara obat-obat yang toksik terhadap
ginjal atau keluar melalui ginjal. Tindakan yang mempengaruhi saluran kencing
seperti kateterisasi sedapat mungkin harus dihindarkan. Infeksi ditempat lain secara
tidak langsung dapat pula menimbulkan permasalahan yang sama dan pengurangan
faal ginjal.
7. Pengurangan protein dalam makanan
Protein dalam makanan harus diatur. Pada dasarnya jumlah protein dalam makanan
dikurangi, tetapi tindakan ini jauh lebih menolong juga bila protein tersebut dipilih.
Diet dengan rendah protein yang mengandung asam amino esensial, sangat menolong
bahkan dapat dipergunakan pada pasien CRF terminal untuk mengurangi jumlah
dialisis.
8. Pengobatan neuropati
Neuropati timbul pada keadaan yang lebih lanjut. Biasanya neuropati ini sukar diatasi
dan merupakan salah satu indikasi untuk dialisis. Pada pasien yang sudah dialisispun
neuropati masih dapat timbul.
9. Dialisis
Dasar dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput semi permiabel
dengan suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuat sedemikiam rupa sehingga
komposisi elektrolitnya sama dengan darah normal. Dengan demikian diharapkan
bahwa zat-zat yang tidak diinginkan dari dalam darah akan berpindah ke cairan
dialisis dan kalau perlu air juga dapat ditarik kecairan dialisis. Tindakan dialisis ada
dua macam yaitu hemodialisis dan peritoneal dialisis yang merupakan tindakan
pengganti fungsi faal ginjal sementara yaitu faal pengeluaran/sekresi, sedangkan
fungsi endokrinnya tidak ditanggulangi.
10. Transplantasi
Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pembuluh darah pasien CRF maka
seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru. Ginjal yang sesuai harus memenuhi
beberapa persaratan, dan persyaratan yang utama adalah bahwa ginjal tersebut
diambil dari orang/mayat yang ditinjau dari segi imunologik sama dengan pasien.
Pemilihan dari segi imunologik ini terutama dengan pemeriksaan HLA .
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Biodata
• Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat
terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
• Oliguria (produksi urine kurang dari 400 cc/ 24jam), Anuria (Produksi urine kurang
dari 100 cc / 24 Jam), Infeksi (WBCs, Bacterimia), Sediment urine mengandung :
RBCs , granular, hialyn.
2. Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan (anoreksi), mual,
muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada kulit.
3. Riwayat penyakit
a. Sekarang: Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan
kardiogenik.
b. Dahulu : Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia,
prostatektomi.
c. Keluarga : Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).
4. Tanda vital:
Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat dan dalam
(Kussmaul), dyspnea.
5. Body Systems :
a. Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala : nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum,
kental dan banyak,
Tanda : takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif dengan / tanpa
sputum.
b. Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau angina dan
sesak nafas, gangguan irama jantung, edema. Hipertensi, nyeri dada dan sesak nafas,
gangguan irama jantung, edema.
Tanda : Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak
tangan, Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction rub
perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning. kecendrungan perdarahan. Anemia
normokrom, gangguan fungsi trombosit, trombositopenia, gangguan lekosit.
c. Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran : Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma. Miopati,
ensefalopati metabolik, burning feet syndrome, restless leg syndrome.
Endokrin
Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan seksual, libido,
fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki, gangguan metabolisme vitamin D.
d. Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder)
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak
dapat kencing.
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen
kembung, diare atau konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.
e. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan Diare,
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva.
f. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat malam
hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada kulit, fraktur
tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi keterbatasan gerak
sendi. Berwarna pucat, gatal-gatal dengan eksoriasi, echymosis, urea frost, bekas
garukan karena gatal.
7. Pemeriksan fisik :
a. Kepala: Edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas ureum.
b. Dada: Pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada.
c. Perut: Adanya edema anasarka (ascites).
d. Ekstrimitas: Edema pada tungkai, spatisitas otot.
e. Kulit: Sianosis, akaral dingin, turgor kulit menurun.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terjadinya penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan frekuensi, irama, konduksi
jantung, akumulasi/penumpukan urea toksin, kalsifikasi jaringan lunak.
2. Resiko tinggi terjadi cedera (profil darah abnormal) berhubungan dengan
penekanan, produksi/sekresi eritpoietin, penurunan produksi Sel Darah Merah
gangguan faktor pembekuan, peningkatan kerapuhan vaskuler.
3. Perubahan proses pikir berhubungan dengan akumulasi toksin, asidosis metabolik,
hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit kalsifikasi metastase pada otak.
4. Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status
metabolik, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan sensasi (neuropati ferifer),
penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi areum dalam kulit.
5. Resiko tinggi terjadi perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan
kurang/penurunan salivasi, pembatasan cairan, perubahan urea dalam saliva menjadi
amonia.
6. Anemia berhubungan dengan menurunnya produksi eritropeitin.
7. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik/pembatasan
diet, anemia.
8. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada kepala.
9. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
10. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
11. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan metabolisme protein.
C. INTERVENSI / IMPLEMENTASI
1. Diagnosa Keperawatan : Gangguan perfusi jaringan renal sehubungan dengan
kerusakan nepron sehingga tidak mampu mengeluarkan sisa metabolisme
1) Kaji Perubahan EKG, Respirasi (Kecepatan dan kedalamannya) serta tanda –
tanda chvostek”s dan Trousseau”s.
Rasional : Tingginya gelombang T, Panjangnya interval PR dan Lebarnya kompleks
QRS dihubungkan dengan serum Kalium ; Pernapasan kusmaul dihubungkan dengan
acidosis, kejang yang mungkin terjadi dihubungkan dengan rendahnya calsium.
2) Monitor data-data laboratorium : Serum pH, Hidrogen, Potasium, bicarbonat,
calsium magnesium, Hb, HT, BUN dan serum kreatinin.
Rasional : Nilai laboratorium merupakan indikasi kegagalan ginjal untuk
mengeluarkan sisa metabolit dan kemunduran fungsi sekretori ginjal.
3) Jangan berikan obat – obat Nephrothoxic.
Rasional : Obat – obat nephrotoxic akan memperburuk keadaan ginjal
4) Berikan pengobatan sesuai pesanan / permintaan dokter dan kaji respon terhadap
pengobatan.
Rasional : Dosis obat mungkin berkurang dan intervalnya menjadi lebih lama.
Monitor respon terhadap pengobatan untuk menentukan efektivitas obat yang
diberikan dan kemungkinan timbulnya efek samping obat.
D. EVALUASI
a. Perfusi jaringan ginjal adekuat. Data pendukung tes fungsi ginjal dalam keadaan
normal.
b. Balance cairan normal. Data pendukung tidak ada tanda - tanda oedema.
c. Status nutrisi pasien diperbaiki dan dipertahankan. Data pendukung: Intake
makanan dan minuman dalam batas normal sesuai diit yang dianjurkan.
d. Tidak ada infeksi. Data pendukung tidak ada tanda infeksi yang didapat.
e. Kulit utuh. Data pendukung tidak ada kerusakan pada kulit.
f. Respon terhadap rangsangan persepsi / sensorida dalam batas normal. Proses piker
normal. Data pendukung orientasi terhadap waktu, tempat, orang baik gangguan
sensasi tidak ada perkembangan, pola tidur normal.
g. kebutuhan sel fcare terpenuhi.
h. Pasien menerima perubahan yang terjadi pada dirinya.
i. Pasien menerima perubahan yang terjadi pada dirinya
E. TUJUAN KEPERAWATAN
1. Perfusi ginjal akan diperbaiki atau dipertahankan dalam batas yang dapat
ditoleransi
2. Keseimbangan cairan dan elektrolit terpenuhi.
3. Kebuthan Nutrisi pasien akan terpenuhi.
4. Pasien bebas dari infeksi
5. Keutuhan kulit (Integritas kulit) pasien akan dipertahankan
6. Pasien mendemostrikan respon terhadap rangsangan sensori / persepsi secara
normal, tidak mengalami gangguan gangguan proses berpikir.
7. Kebutuhan self care terpenuhi.
8. Gangguan seksual dapat diatasi .
9. Pasien tidak mengalami gangguan gambaran diri / dapat menerima keadaan
dirinya.
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis adalah
kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) atau penurunan faal ginjal yang menahun
dimana ginjal tidak mampu lagi mempertahankan lingkungan internalnya yang
berlangsung dari perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat yang
berlangsung dalam jangka waktu lama dan menetap sehingga mengakibatkan
penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) berakibat ginjal tidak dapat memenuhi
kebutuhan dan pemulihan fungsi lagi yang menimbulkan respon sakit.
B. SARAN
Diharapkan kepada petugas kesehatan lebih kooperatif, dapat bertindak cepat dan
tepat dalam menghadapi segala sesuatu. Dapat mengembangkan ilmu kesehatan yang
dapat berguna bagi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnawan Junadi,(1982), “ Kapita Selekta Kedokteran “ , Edisi ke 2. Media
Aeskulapius, FKUI 1982.
2. Soeparman (1990), “ Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990.
3. Price, Sylvia Anderson. (1985). Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit. EGC. Jakarta.
4. Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : ECG.
5. Carpenito, Lynda Juall. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarata:
EGC.
6. Dongoes, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan) Jakarta : EGC.
7. Wilkinson, M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (Dengan
Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC