Tugas P3a Bu Sofie
Tugas P3a Bu Sofie
PENDAHULUAN
1
jumlah rumah tangga di DIY ada sebanyak 959.885 yang terdiri dari populasi
lakilaki sebanyak 1.568.096 populasi perempuan sebanyak 1.588.133 jiwa, jumlah
total penduduk 3.156.229 dengan jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari
laki- laki sebanyak 20.037 jiwa (0, 63%). Rasio yang berpendidikan, penduduk
perempuan yang tidak/belum pernah sekolah juga lebih banyak dari laki-laki dengan
perbandingan masing - masing untuk perempuan 19,92% untuk perempuan dan
8,35% untuk laki- laki.
Sementara itu, mengenai partisipasi anggota DPRD Provinsi DIY terhadap
kesetaraan gender dalam proses pembangunan tergolong rendah. Pada dimensi
kesetaraan gender dengan indikator partisipasi politik masih terbatas pada tataran
wacana dan konsep belaka, pada iplementasinya belum menunjukkan suatu tindakan
yang benar-benar memberikan jaminan terwujudnya kesetaraan gender.
Jenis kelamin juga dapat mempengaruhi salah satu aspek yakni kekerasan
secara gender yang disebabkan oleh bias gender atau gender related violence.
Bahwa kekerasan ini terjadi akibat adanya ketidaksetaraan kekuatan di
masyarakat, misalnya pemerkosaan terhadap perempuan, kekerasan dalam rumah
tangga, bentuk penyiksaan yang mengarah kepada organ vital, kekerasan dalam
bentuk pelacuran (prostitusi), kekerasan dalam bentuk pornografi, kekerasan dalam
bentuk sterilisasi atau pemasangan alat Keluarga Berencana (KB), kekerasan
terselubung, pelecehan seksual. Pentingnya regulasi atau produk hukum yang
mengatur keseteraan gender dalam pemerintahan menjadi satu tugas penting.
Dimana produk kebijakan terpenting yaitu Perda khusus untuk melindungi dan
mengakomodir kepentingan perempuan sama sekali belum ada.
Pembelaan terhadap hak - hak perempuan mulai di berlakukan dengan
terbentuknya WOMEN in DEVELOPMENT (WID) dan merupakan pemecahan
masalah perempuan DuniaKetiga. Namun setelah berjalan selama sepuluh tahun,
program ini menuai kritik keras dari aktivis feminisme. Karena dianggap sebagai
alat propaganda Agenda Dunia Pertama untuk mendominasi Negara Dunia Ketiga.
Agenda utama WID adalah bagaimana melibatkan perempuan dalam kegiatan
pembangunan.
Karena menurutnya penyebab keterbelakangan perempuan disebabkan mereka
tidak berpartisipasi dalam pembangunan.
Konsep gender yakni suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun
perempuan yang di kontruksi secara sosial maupun kultural (Mansour Fakih :8).
Misalnya bahwa perempuan dikenal lemah lembut, cantik, emosional atau keibuan.
Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Terbentuknya
perbedaan gender antara manusia jenis laki-laki dan perempuan karena dibentuk,
disosialisasikan, diperkuat dan dikonstruksikan secara social atau kultural mealui
ajaran keagamaan atau negara.
Kesenjangan gender di Indonesia masih relatif lebih besar dibanding negara
ASEAN lainnya. Selain itu, tantangan lainnya adalah kemiskinan yang dialami oleh
kaum perempuan yang ditunjukkan oleh rendahnya kualitas hidup dan peran
perempuan, terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta masih
2
rendahnya angka Indeks Pembangunan Gender (Gender-related Development
Index) dan angka Indeks Pemberdayaan Gender (Gender Empowerment
Measurement).
Persentase anggota parlemen wanita di Indonesia setelah periode tahun 2002-
2003 mengalami kecenderungan meningkat.
Tahun 2008, Indonesia menjadi negara yang persentase anggota parlemen
wanita paling rendah, sedangkan Vietnam tertinggi. Angka partisipasi perempuan
dalam pendidikan tingkat menengah di Indonesia pada tahun 2007 hanya sebesar
66.0 %, lebih rendah dibandingkan negara-negara tetangga ASEAN lainnya,
sementara itu, Thailand telah mencapai 88.0%, Malaysia 72.0%, dan Filipina
mencapai angka 88.0%, meskipun demikian, ada peningkatan 6% dari tahun
sebelumnya. Angka partisipasi perempuan dalam pendidikan tingkat tinggi di
Indonesia pada tahun 2007 meningkat 3% dibandingkan tahun 2006, tetapi terendah
bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga ASEAN lainnya.
Caplan (1987) dalam The Cultural Constrution of Sexuality mengatakan bahwa
perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan tidaklah sekedar biologis, namun
melalui proses social dan kultural. Oleh karena itu gender dapat berubah dari waktu
ke waktu, dari tempat ke tempat bahkan dari kelas ke kelas, sedangkan jenis
kelamin tidak.
B. Tujuan
C. Manfaat
2 Secara praktis, makalah ini bermanfaat untuk menjadi sebuah masukan dan
juga rekomendasi terhadap perkembangan Gender Internasional.
3
D. Rumusan Masalah
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
Menurut United Nation Economic and Social Council (1997) dalam Dewi
(2006),Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah :
Nugroho (2004) berpendapat bahwa pada awalnya kebijakan publik adalah netral
gender, namun bias gender dalam implementasinya. Dampak dari bias gender
dapat berpotensi menimbulkan faktor kesenjangan antara perempuan dan laki-
laki baik sebagai objek maupun subyek pembangunan. Dalam konteks kebijakan
kesehatan terdapat empat faktor yang dimaksud (UNFPA, 2010), yaitu :
a. Akses
Ditujukan untuk mengetahui kesenjangan kebutuhan kesehatan perempuan
dan laki-laki dalam hal kemudahan mendapatkan upaya kesehatan (promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif). Akses terhadap upaya kesehatan dapat
dilihat dari empat dimensi, yaitu :
(i) Ketersediaan sarana dan atau upaya kesehatan,
(ii) Keterjangkauan dari sisi geografis dan transportasi (jarak dan
waktu),
(iii) Affordability atau keterjangkauan secara ekonomi,
(iv) Keterjangkauan secara psikis dan sosiokultural.
b. Partisipasi
Ditujukan untuk mengetahui keterwakilan dan keterlibatan aktif perempuan
dan laki-laki dalam upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif) baik dari sisi beneficieries (penerima manfaat) maupun
provider (penyedia layanan kesehatan).
6
c. Kontrol
Ditujukan untuk mengetahui siapa (laki-laki atau perempuan) yang
menentukan keputusan terhadap pengalokasian dan penggunaan sumberdaya
yang tersedia di tingkat rumah tangga, komunitas, pemerintahan yang
berhubungan dengan upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif).
d. Manfaat
Ditujukan untuk mengetahui apakah laki-laki dan perempuan diuntungkan
dalam upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif) baik
dari sisi beneficieries (penerima manfaat) maupun provider (penyedia
layanan kesehatan).
Manfaat pelayanan kesehatan dari perspektif gender dapat dilihat dari sisi
Practical Gender Needs (kebutuhan praktis gender) maupun Strategic
Gender Need (kebutuhan stretegis gender).
B. Analisis Gender
Analisis Gender adalah proses menganalisis data dan informasi secara sistematis
tentang laki-laki dan perempuan untuk mengidentifikasikan dan mengungkapkan
kedudukan, fungsi, peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan, serta faktor-
faktor yang mempengaruhinya. Secara umum analisis gender bertujuan untuk
menyusun kebijakan program dan kegiatan pembangunan dengan memperhitungkan
situasi, kondisi dan kebutuhan gender.
Analisis Gender digunakan sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi kebijakan program dan kegiatan dalam berbagai aspek pembangunan.
Analisis gender juga berupaya mengungkap faktor risiko kesehatan dan permasalahan
yang dihadapi laki-laki sehubungan dengan peran gender mereka (WHO, 1999). Ada
berbagai macam instrument analisis gender, seperti Problem Based Approach, Moser
Gender Analysis, Gender Analysis Pathway (GAP), dan lain-lain.
7
Gender Analysis Pathway merupakan salah satu alat analisis yang dapat digunakan
untuk mereview kebijakan program dan kegiatan bidang kesehatan.
Gender Analysis Pathway (GAP) atau yang sering disebut juga sebagai alur kerja
analisis gender, merupakan model/alat analisis gender yang dikembangkan oleh
Bappenas bekerjasama dengan Canadian International Development Agency
(CIDA) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
untuk membantu para perencana melakukan pengarusutamaan gender.
Karena tahapan siklus perencanaan tersebut disajikan dalam matriks yang sama,
akan memudahkan perencana kesehatan untuk melihat relevansi dan konsistensi
antara tahapan satu dengan tahapan lainnya sehingga membentuk sekuensial
yang utuh dari kebijakan atau program dan kegiatan sehingga responsif gender.
8
3 Mengenali isu gender dan faktor kesenjangan. Faktor kesenjangan dapat dirinci
sebagai berikut :
9
tujuan kebijakan/program/kegiatan sehingga menjadi responsive gender. Tujuan
kebijakan yang baru menjamin kesetaraan dan keadilan perempuan dan laki-laki
dalam bidang kesehatan. Reformulasi tujuan dapat pula menambahkan tujuan
baru (intermediate objectives) yang fokus pada tercapainya kesetaraan dan
keadilan gender.
Pada saat menyusun tujuan sebaiknya mempertimbangkan ketersediaan
sumberdaya yang ada seperti ketersediaan anggaran, SDM, sara dan oprasarana
pendukung, dukungan kebijakan dan waktu yang tersedia.
10
Penyelenggaraan Data Gender dan Anak, telah dijelaskan bahwa yang dimaksud
dengan :
1 Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk
anak yang masih dalam kandungan;
2 Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik
fisik, mental, spiritual, maupun social;
3 Analisis gender adalah analisis untuk mengidentifikasi dan memahami
pembagian kerja/peran laki-laki dan perempuan, akses control terhadap sumber-
sumber daya pembangunan, partisipasi dalam proses pembangunan dan manfaat
yang mereka nikmati, pola hubungan antara laki-laki dan perempuan yang
timpang, yang dalam pelaksanaannya memperhatikan factor lainnya seperti kelas
social, ras, dan suku bangsa;
4 Anggaran Berspektif Gender (Gender Budget) adalah penggunaan atau
pemanfaatan anggaran yang berasal dari berbagai sumber pendanaan untuk
mencapai kesetaraan dan keadilan gender;
5 Bias Gender adalah kebijakan / program/ kegiatan atau kondisi yang
menguntungkan pada salah satu jenis kelamin yang berakibat munculnya
permasalahan gender;
6 Data Gender adalah data mengenai hubungan relasi dalam status, peran dan
kondisi antara laki-laki dan perempuan;
7 Data Terpilah adalah data menurut jenis kelamin dan status dan kondisi
perempuan dan laki-laki diseluruh bidang pembangunan yang meliputi
kesehatan, pendidikan, ekonomi dan ketenagakerjaan, bidang politik dan
pengambilan keputusan, bidang hukum dan social budaya dan kekerasan.
8 Diskriminasi terhadap perempuan adalah setiap pembedaan, pengucilan atau
pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh
atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau
penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang
politik, ekonomi, social, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum
perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara
laki-laki dan perempuan;
9 Focal point PUG adalah aparatur SKPD uang mempunyai kemampuan untuk
melaksanakan pengarusutamaan gender di Unit kerjanya masing-masing;
10 Gender adalah konsep yang mengacu pada pembedaan peran dan tanggung
jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat diubah/berubah
oleh keadaan social dan budaya masyarakat;
11 Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi,
dan dipenuhi oleh orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan Negara;
12 Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender (Pokja PUG) adalah wadah
konsultasi bagi pelaksana dan penggerak pengarusutamaan gender dari berbagai
instansi/lembaga di daerah;
13 Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau
suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau
11
keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat
ketiga;
14 Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan organisasi social
dan/atau organisasi kemasyarakatan;
15 Pekka (perempuan kepala keluarga) adalah permpuan yang menjadi tulang
punggung keluarganya, baik perempuan yang sudah tidak mempunyai suami,
atau permpuan yang bersuami tetapi suaminya tidak bisa memberikan nafkah,
atau perempuan yang bersuami namun penghasilan suaminya tidak bisa
mencukupi kebutuhan ekonomi keluarganya, dan atau perempuan yang belum
menikah tetapi sudah bekerja untuk menghidupi keluarganya;
16 Pengarusutamaan Gender adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan
gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan,
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan;
17 Pengarusutamaan Hak Anak adalah strategi yang mengintegrasikan isu-isu dan
hak-hak anak kedalam setiap tahapan pembangunan yang meliputi perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas peraturan perundang-
undangan, kebijakan, program, kegiatan dan anggaran dengan menerapkan
prinsip kepentingan terbaik bagi anak;
18 Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manisia, agar mampu berperan
dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, social, budaya, pertahanan
dan keamanan, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan;
19 Keadilan Gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan
perempuan;
20 Perlindungan Perempuan adalah segala upaya yang ditujukan untuk melindungi
perempuan dan memberikan rasa aman dalam pemenuhan hak-haknya dengan
memberikan perhatian yang konsisten dan sistematis yang ditujukan untuk
mencapai kesetaraan gender;
21 Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak
dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembangdan berpartisipasi secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi;
22 Perencanaan Berspektif Gender adalah perencanaan untuk mencapai keadilan
dan kesetaraan gender,yang dilakukan melalui pengintegrasian pengalaman,
aspirasi, kebutuhan, potensi, dan penyelesaian permasalahan perempuan dan
lakilaki;
23 Pendamping adalah pekerja social yang mempunyai kompetensi professional
dalam bidangnya;
24 Perlindungan Khusus adalah perlindungan yyang diberikan kepada anak dalam
keadaan situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari
kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi
dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban
12
penyalahgunaan narkotika, alcohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza),
anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik
fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan
salah dan penelantaran;
25 Penyelenggaraan data gender dan anak adalah suatu upaya pengelolaan data
pembangunan yang meliputi : pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian
data yang sistematis, komprehensif dan berkesinambungan yang dirinci menurut
jenis kelamin, dan umur, serta data kelembagaan terkait unsur-unsur prasyarat
pengarusutamaan gender dan pengerusutamaan hak anak untuk digunakan dalam
upaya peaksanaan pengarusutamaan gender dan pengarusutamaan hak anak;
26 Pengolahan data adalah proses operasi sistematis terhadap data yang meliputi
verifikasi, pengorganisasian data, pencarian kembali, transformasi,
penggabungan, pengurutan, penghitungan/kalkulasi ekstrasi data untuk
membentuk informasi, yang dirinci menurut jenis kelamin, umur dan wilayah;
27 Penyajian data adalah kegiatan menyajikan data yang telah diolah dan dianalisis
bermakna informasi dan bermanfaat bagi keputusan manajerial;
28 Responsive gender adalah kebijakan/program/kegiatan pembangunan yang sudah
memperhatikan berbagai pertimbangan untuk terwujudnya kesetaraan dan
keadilan, pada berbagai aspek kehidupan antara laki-laki dan perempuan;
29 Sensitif gender adalah kemampuan dan kepekaan seseorang dalam melihat atau
menilai hasil pembangunan serta aspek kehidupan lainnya dari perspektif gender.
Making Pregnancy Safer (MPS) atau kehamilan yang aman merupakan kelanjutan
dari program Safe Motherhood, dengan tujuan melindungi hak reproduksi dan hak
asasi manusia dengan cara mengurangi beban kesakitan, kecacatan dan kematian
yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan yang sebenarnya tidak perlu
terjadi.
Making Pregnancy Safer (MPS) fokus pada pendekatan perencanaan sistematis dan
terpadu dalam intervensi klinis dan sistem kesehatan serta penekanan pada kemitraan
antar institusi pemerintah, lembaga donor, dan peminjam, swasta, masyarakat, dan
keluarga. Perhatian khusus diberikan pada penyediaan pelayanan yang memadai dan
berkelanjutan dengan penekanan pada ketersediaan penolong persalinan terlatih.
Aktivitas masyarakat ditekankan pada upaya untuk menjamin bahwa wanita dan bayi
baru lahir memperoleh akses terhadap pelayanan (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
Lebih lanjut dinyatakan bahwa Strategi Making Pregnancy Safer (MPS) memiliki
tiga pesan kunci, yaitu setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih;
setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapatkan pelayanan yang memadai; dan
setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang
tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.
13
Empat strategi utama dalam Making Pregnancy Safer (MPS) yaitu;
1) meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir
yang berkualitas;
2) membangun kemitraan yang efektif melalui kerja sama lintas program, lintas
sektor dan mitra lainnya; 3) mendorong pemberdayaan perempuan dan juga
keluarga melalui peningkatan pengetahuan; dan 4) mendorong keterlibatan
masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan
ibu dan bayi baru lahir.
Terdapat beberapa prinsip dasar dalam pelaksanaan program Making Pregnancy
Safer (MPS), yaitu:
14
BAB III
CONTOH KASUS
Sebuah pabrik minuman kemasan dibuka pada 2002 oleh Aqua-Danonedi daerah Kabupaten
Klaten, Jawa Tengah. Indonesia. Perusahaan tersebutmenghasilkan air pegunungan dalam
jumlah yang besar yang dihasilkan olehmata air Sigedang 20 meter jaraknya dari mata air
Sigedang. Mata air Sigedangsendiri merupakan sumber air utama di daerah tersebut. Setiap
bulannya, pabriktersebut menghasilkan 15-18 juta liter minuman kemasan, yang
mengakibatkanberkurangnya suplay air minum bagi masyarakat di daerah tersebut.
Sejakdibukanya pabrik tersebut, penduduk setempat yang kebanyakan merupakanpetani
kesulitan memenuhi kebutuhan irigasinya. Tidak hanya itu, tetapimembuat pompa air untuk
irigasi membuat sumur-sumur penduduk lamakelamaan mengering. Beberapa kalangan
petani beralih profesi menjadi pekerjakonstruksi atau pekerja pasar.
Program
Penduduk wanita menggunakan air untuk kebutuhan sehari haridan penggunaan sehari hari.
Wanita memiliki peran tradisional dan pengambilankeputusan biasa dilakukan oleh ayah,
suami dan saudara laki-laki dalamkeluarga tersebut. Dengan adanya KRAKED, para wanita
merasa termotivasiuntuk berpartisipasi dalam program tersebut karena ada kemungkinan
bagimereka untuk mengambil keputusan sendiri. Pada awalnya para wanita hanyaterlibat
sebagai penyedia konsumsi saja, namun KRAKED meluncurkan proyekriset untuk memotret
gambaran dampak pabrik bagi masyarakat sekitar. Delapanorang wanita dan sepasang pria
terpilih untuk melaksanakan proyek tersebut
15
secara sukarela. Proyek ini juga menargetkan adanya advokasi di tingkatpemerintahan lokal
dan anggota dewan, jurnalis dan para pegawai pabrik AquaDanone. KRAKED meminta
setiap anggotanya untuk berbagi informasi danpengetahuan tentang kelangkaan air di antara
anggotanya sebanyak mungkin.
Hasil
1 Partisipasi wanita dalam proses ini membuat advokasi yang dilakukanKRAKED meraih
audiens yang luas. Hal ini menyadarkan semua pihak,bahwa laki-laki dan wanita
memiliki cara yang berbeda dalammendapatkan dan berbagi informasi dan
menggunakan perbedaan iniuntuk meningkatkan kepedulian mereka.
2 Secara umum, wanita terlihat lebih efektif berbagi informasi di dalamkeluarganya
maupun dalam jaringan informal sedangkan laki-laki berbagiinformasi di luar
keluarganya dan menggunakan jaringan komunikasiformal.
16
3 Wanita yang terlibat di KRAKED tertarik untuk berpartisipasi dalamproyek advokasi
dan riset yang memungkinkan mereka untuk memilikikesempatan yang sama dengan
laki-laki.
4 Para laki-laki di KRAKED menyadari bahwa baik perempuan maupun laki-laki
menderita dampak negatif yang sama dalam pengoperasian pabrik Aqua-Danone,
sehingga keduanya harus bekerja sama secara efektifdalam proses advokasi.
1 Kebanyakan para wanita telah memiliki usaha kecil yang dapat digunakansebagai
jaringan komunikasi.
2 Wanita memiliki akses yang independen secara finansial karena merekaadalah para
pengusaha warung dan bukan saja sebagai ibu rumahtangga.
1 Sangat penting untuk wanita dalam aktivitas advokasi dibantumengerjakan dan berbagi
pekerjaan-pekerjaan „domestik‟ nya dari anggota keluarganya yang lain.
2 Anggota KRAKED yang laki laki bersedia untuk memberi kesempatanpada wanita
untuk berpartisipasi dalam inisiatif advokasi dan melihatmereka sebagai mitra kerja
Hambatan utama
1. Pada awalnya pembagian kerja dan dan tanggungjawab di KRAKED tidak gender-
balanced Wanita berpartisipasi hanya pada pelayanan dan diskusi, sedangkan pada
pengambilan keputusan sepenuhnya dilakukan oleh laki-laki.
2. Aspek negatifnya adalah para wanita menjadi lebih banyak mencurahkan waktunya
dalam kerja advokasi dan mengabaikan usahanya sehingga pendapatannya menurun.
17
Saran ke depan
Penyediaan kesempatan yang sama bagi wanita dan laki-laki untuk berpartisipasi dalam
pembangunan merupakan hal yang penting sehingga dibutuhkan pelatihan sensitivitas gender
yang dapat memberdayakan baik laki laki maupun perempuan.
18
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
19
3. Aspek kelembagaan
4. Aspek sistem informasi
5. Aspek sumber daya manusia
B. SARAN
20
DAFTAR PUSTAKA
http://www.un.org/womenwatch/daw/beijing/platform/decision.htm.
(<http://www.un.org/documents/ga/docs/52/plenary/a52-3.htm.
.http://www.un.org/esa/sustdev/sdissues/water/casestudies_bestpractices.pdf .
21
Soal :
22
5. Dalam Inpres No. 9 Tahun 2000, tujuan pengarusutamaan gender antara adalah…
a. Tidak memberikan perhatian khusus kepada kelompok-kelompok yang
mengalami marginalitas, sebagai akibat dari bias gender.
b. Tidak membentuk mekanisme untuk formulasi kebijakan dan program yang
responsif gender
c. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran semua pihak baik
pemerintah maupun non pemerintah untuk melakukan tindakan yang
sensitif gender dibidang masing-masing
d. Untuk tidak mencapai keadilan dan kesetaraan gender melalui kebijakan dan
program yang memperhatikan laki-laki dan perempuan secara seimbang
10. Sebutkan prinsip dasar dalam pelaksanaan proses making pregnancy safer (MPS),
kecuali...
a. Program di tujukan untuk semua sasaran yang meliputi golongan miskin,
daerah terpencil, dan kelompok masyarakat di penampungan
b. Pemerintah kabupaten atau kota merupakan unit utama pelaksaaan program
c. Rt/Rw sebagai pengawas
d. Program making pregnancy safer (MPS) mencakup pelayanan kesehatan
dasar maupun pelayanan kesehatan rujukan
23
11. Yang bukan dari macam - macam instrument analisis gender adalah….
a. Problem Based Approach
b. Moser Gender Analysis
c. Gender Analysis Pathway
d. Unresolved Issues
12. Ditujukan untuk mengetahui apakah laki-laki dan perempuan diuntungkan dalam
upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif) baik dari sisi
beneficieries (penerima manfaat) maupun provider (penyedia layanan kesehatan).
Manfaat pelayanan kesehatan dari perspektif gender dapat dilihat dari sisi Practical
Gender Needs (kebutuhan praktis gender) maupun Strategic Gender Need
(kebutuhan stretegis gender). Merupakan konteks kebijakan kesehatan merupakan
faktor yang mana....
a. Akses
b. Partisipasi
c. Kontrol
d. Manfaat
13. Berikut adalah pengertian dari Anggaran Berspektif Gender (Gender Budget).....
a. Penggunaan atau pemanfaatan anggaran yang berasal dari berbagai
sumber pendanaan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender
b. Data mengenai hubungan relasi dalam status, peran dan kondisi antara laki-
laki dan perempuan.
c. Anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental,
spiritual, maupun social.
d. Aparatur SKPD uang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan
pengarusutamaan gender di Unit kerjanya masing-masing
14. Teknik Analisis Gender Dengan Metode Gender Analysis Pathway (GAP)
Metode Analisis Gender Analysis Pathway (GAP) menggunakan berapa langkah ?
a. 7 langkah
b. 8 langkah
c. 9 langkah
d. 10 langkah
a. Keuntungan MPS
b. Kebijakan MPS
c. Pemanfaatan MPS
d. Keberhasilan MPS
24