Anda di halaman 1dari 5

Regulasi Penetapan Hasil kritis

Oleh: Dr Andreas Agung Winarno, MKes SpPK*


*Instalasi Laboratorium Sentral, RS Elisabeth Semarang

Hasil kritis adalah nilai hasil laboratorium yang menggambarkan kondisi patofisiologi
pasien di luar batas normal yang telah disepakati bersama, baik di bawah atau di atas nilai
normal, di mana pasien memerlukan intervensi tindakan medis segera karena dapat
membahayakan keselamatan pasien yang bersangkutan..

Rumah sakit atau laboratorium menetapkan regulasi pelaporan nilai kritis. Makanisme
terkait dengan pelaporan hasil kritis agar pemenuhan keselamatan pasien terpenuhi meliputi
regulasi penyusunan secara kolaboratif tentang hasil kritis, penetapan daftar hasil kritis
termasuk hasil POCT, mekanisme pelaporan, sistem pendokumentasian dan mekanisme
evaluasi kepatuhan pelaporan tersebut. Penyusunan secara kolaboratif ini penting mengingat
kompleksitas pelayanan kedokteran dari berbagai macam profesi. Setelah ada perencanaan
secara kolaboratif tersebut kemudaian rumah sakit atau laboratorium menentukan daftar nilai
kritis yang telah disepakati. Penetapan ini selain meliputi daftar nilai kritis, kerangka waktu
pelaporan dan mekanisme pelaporan hasil kritis tersebut. Regulasi terkait dengan mekanisme
pelaporan oleh siapa dan kepada siapa laporan hasil kritis sampaikan serta tindak lanjut dari
hasil pelaporan tersebut.

Sistem pencatatan atau dokumentasi hasil kritis tersebut. Dokumentasi meliputi pula
dokumentasi pencatatan hasil kritis di laboratorium serta pencatatan dalam rekam medis
pasien. Bukti evaluasi dan tindak lanjut terhadap seluruh proses agar ketentuan ketentuan
sesuai dengan kebutuhan. Bukti evaluasi dan dokumentasi meliputi pula kerangka waktu
yang diperlukan untuk pelaporan hasil kritis tersebut. Bukti kegiatan atau evaluasi
pelaksanaan dapat pula dijadikan suatu indikator mutu pelaksanaan sistem pelaporan hasil
kritis.

Regulasi pelaporan hasil kritis ini sangat menentukan bagi pelaksanaan sistem
pelaporan dan penatalaksanaan untuk keselamatan pasien selanjutnya.

Kata kunci: Regulasi, Hasil kritis, Indikator mutu, Laboratorium


Penetapan Hasil kritis Laboratorium
Oleh: Dr Andreas Agung Winarno, MKes SpPK*
*Instalasi Laboratorium Sentral, RS Elisabeth Semarang

Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk kepentingan


klinik, dengan tujuan untuk membantu diagnosa penyakit pada penderita atau menegakkan
diagnosis penyakit di samping untuk "follow up" terapi. Pemeriksaan laboratorium rutin
dilakukan untuk mendapatkan informasi yang berguna bagi dokter dalam pengambilan
keputusan klinik. Untuk mengambil keputusan klinik pada proses terapi mulai dari pemilihan
obat, penggunaan obat hingga pemantauan efektivitas dan keamanan, tindakan medis yang
memerlukan hasil pemeriksaan laboratorium.

Sebelum hasil pemeriksaan laboratorium dikeluarkan oleh bagian laboratorium,


tentulah sudah melalui berbagai tindakan/penanganan. Tahap-tahap tindakan/penanganan
dalam pemeriksaan laboratorium haruslah diperhatikan secara memadai agar dapat dicegah
hasil yang tidak sesuai dengan keadaan penderita Untuk menjamin laboratorium dalam
memberikan hasil yang tepat maka laboartorium melakukan pemenatapan mutu. Dalam
melakukan pemantapan mutu dikenal istilah pemantapan mutu internal dan pemantapan mutu
eksternal.

Pemantapan kualitas kontrol internal adalah suatu program pemantapan kualitas yang
dilakukan sendiri oleh laboratorium untuk mengetahui kondisi internal pemeriksaan dan
bertujuan untuk perbaikan internal. Kegiatan ini meliputi kegiatan yang dilakukan di
laboratorium untuk menjamin hasil dengan benar, tepat dan teliti. Berbagai tindakan
pencegahan perlu dilaksanakan sejak tahap pra analitik, tahap analitik sampai dengan tahap
paska analitik.

Tahap pra analitik merupakan tahap mulai mempersiapkan pasien, menerima


spesimen, memberi label pada specimen, Tahap analitik yaitu tahap mulai dari
mengkalibrasi alat, mengolah spesimen, sampai dengan menguji ketelitian dan ketepatan,
Tahap paska analitik yaitu tahap mulai dari pencatatan hasil pemeriksaan, interpretasi hasil
sampai dengan pelaporan.

Tahap paska analitik salah satunya adalah tahapan pelaporan hasil. Tahapan yang
penting lagi adalah bagaimana melaporkan hasil laboratorium. Untuk menentukan apakah
hasil yang dikeluarkan oleh bagian laboratorium sudah sesuai dengan keadaan penderita dan
bukan karena kesalahan pemeriksaan, tidaklah sederhana dan mudah. Dalam hal terdapatnya
kecurigaan perbedaan hasil antara keadaan klinik dan hasil pemeriksaan laboratorik maka
umumnya dilakukan penilaian ulang terhadap tahap-tahap pemeriksaan yang dilakukan.

Tahapan pelaporan hasil laboratorium. Hasil laboratorium diberikan kepada PPA


(Profesional Pemberi Asuhan) yang meminta hasil laboratorium. Salah satu yang penting
adalah bagaimana cara memberikan informasi terhadap hasil laboratorium yang kritis.
Pelaporan hasil kritis juga merupakan salah satu isu keselamatan pasien. Hasil kritis adalah
nilai hasil laboratorium yang menggambarkan kondisi patofisiologi pasien di luar batas
normal yang telah disepakati bersama, baik di bawah atau di atas nilai normal, di mana pasien
memerlukan intervensi tindakan medis segera karena dapat membahayakan keselamatan
pasien yang bersangkutan.

Hal penting dalam regulasi penetapan hasil kritis adalah proses penetapan hasil kritis,
Regulasi dalam laboratorium terkait dengan hasil kritis dan regulasi pelaporan hasil kritis.
sistem pendokumentasian hasil kritis diperlukan untuk memastikan bahwa setiap langkah
sudah dilakukan dengan baik dan bagaimana system evaluasi mutu terkait pelaksanaan hasil
kritis. Beberapa regulasi terkait dengan pelaporan hasil kritis meliputi regulasi pelaporan
dalam Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS), ISO 15189, Standar akreditasi
KALK. Pada dasarnya alur pelaporan pada beberapa ketentuan di atas mempunyai kesamaan
dalam penetapan..

Ketentuan SNARS tercantum dalam ketentuan-ketentuan AP (Asesmen Pasien), SKP


(Sasaran Keselamatan Pasien) dan PMKP (Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien). Pada
ketentuan AP.5 Pelayanan laboratorium Rumah sakit harus tersedia untuk memenuhi
kebutuhan pasien, dan semua pelayanan sesuai peraturan perundangan. Pelayanan
laboratorium, tersedia 24 jam termasuk pelayanan darurat, diberikan di dalam rumah sakit
dan rujukan sesuai dengan peraturan perundangan. Rumah sakit dapat juga menunjuk dan
menghubungi para spesialis di bidang diagnostik khusus.Pada ketentuan ini memuat:

AP.5.4

1. Rumah sakit menetapkan kerangka waktu penyelesaian pemeriksaan laboratorium.


2. Ada bukti pencatatan dan evaluasi waktu penyelesaian pemeriksaan laboratorium.
3. Ada bukti pencatatan dan evaluasi waktu penyelesaian pemeriksaan cito.

AP.5.8

1. Ada regulasi tentang penetapan dan evaluasi rentang nilai normal untuk interpretasi,
pelaporan hasil laboratorium klinis.
2. Pemeriksaan laboratorium harus dilengkapi dengan permintaan pemeriksaan tertulis
disertai dengan ringkasan klinis.
3. Setiap hasil pemeriksaan laboratorium dilengkapi dengan rentang nilai normal.

AP.5.3.2

1. Ada regulasi yang disusun secara kolaboratif tentang hasil laboratorium yang kritis,
pelaporan oleh siapa dan kepada siapa serta tindak lanjutnya.
2. Hasil laboratorium yang kritis dicatat di dalam rekam medis pasien
3. Ada bukti tindak lanjut dari pelaporan hasil laboratorium yang kritis secara
kolaboratif.
4. Ada bukti pelaksanaan evaluasi dan tindak lanjut terhadap seluruh proses agar
memenuhi ketentuan serta dimodifikasi sesuai kebutuhan.

Penentuan nilai kritis laboratorium ditentukan oleh laboratorium melalui kesepakatan atau
diskusi bersama dengan para klinisi. Sebagai bahan diskusi, bisa mengambil referensi nilai
kritis dari literatur, jurnal, atau konsensus yang sudah ada. Bukti pelaksanaannya perlu
disiapkan, yaitu daftar hadir rapat bersama klinisi dan notulensinya. Setiap pelaporan nilai
kritis harus sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, yang tertuang dalam suatu Standar
Prosedur Operasional (SPO).

Rumah sakit menetapkan besaran nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostik dan hasil
diagnostik kritis. Rumah sakit menetapkan siapa yang harus melaporkan dan siapa yang harus
menerima nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostik dan dicatat di rekam medis.

Sistem komunikasi penyampaian hasil tercantum dalam Sasaran keselamatan Pasien


(SKP 2)

Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses meningkatkan


efektivitas komunikasi verbal dan atau komunikasi melalui telpon antar-PPA. Komunikasi
dapat berbentuk verbal, elektronik, atau tertulis. Komunikasi yang jelek dapat
membahayakan pasien. Komunikasi yang rentan terjadi kesalahan adalah saat perintah lisan
atau perintah melalui telepon, komunikasi verbal, saat menyampaikan hasil pemeriksaan
kritis yang harus disampaikan lewat telpon. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan aksen
dan dialek. Pengucapan juga dapat menyulitkan penerima perintah untuk memahami perintah
yang diberikan.

Pelaporan hasil pemeriksaaan diagnostik kritis juga merupakan salah satu isu
keselamatan pasien. Pemeriksaan diagnostik kritis termasuk hasil labratorium pemeriksaaan
diagnostik yang dilakukan di tempat tidur pasien (POCT/Point of Care Testing), Rumah sakit
menetapkan regulasi untuk proses pelaporan hasil pemeriksaaan diagnostik kritis.

ISO 15189

Klausul 5.9.1 b. Bila hasil pemeriksaan dalam rentang waspada atau rentang kritis yang telah
ditetapkan

- Seorang dokter atau tenaga kesehatan lain yang berwenang segera diberi tahu. Hal ini
mencakup sampel yang dikirim ke laboratorium rujukan
- Rekaman tindak lanjut yang berisi tanggal, waktu, staff laboratorium yang
bertanggung jawab, personal yang diberi tahu dan hasil pemeriksaan yang
disampaikan dan kesulitan yang dihadapi dalam pemebritahuan dipelihara,

Monitoring pelaksaaan pelaporan hasil kritis selain sistem pendokumentasian juga


dimasukkan dalam indikator mutu kegiatan (PMKP). Indikator mutu kegiatan di Rumah sakit
terdiri dari Indikator area klinis, Indikator manajerial dan Sasaran keselamatan Pasien.
Monitoring pelaporan hasil kritis menggunakan indikator mutu RS sekaligus bisa sebagai
indikator mutu laboratorium sebagai Indikator Sasaran Keselamatan Pasien. Bagaimana
mekanisme kepatuhan pelaporan kepada siapa dan kerangka waktu yang ditetapkan dapat
digunakan sebagai acuan indicator mutu unit kerja sekaligus indikator penilaian kinerja staff.
Kerangka waktu yang ditetapkan meliputi kapan penghitungan pelaporan nilai kritis mulai
dihitung dan sampai kapan kerangka dihentikan sebagai perhitungan.
Demikian regulasi yang terkait dengan penyampaian hasil kritis di laboratorium semoga
bisa memberikan manfaat yang sebesarnya.

Referensi:

1. Pedoman Pemeriksaan Kimia Klinis, Keputusan Menteri kesehatan Republik


Indonesia RI, No 1792/Menkes/SK/XII/2010, Direktorat Jenderal pelayanan Medik,
2010
2. Pedoman Interpretasi Data Klinik, Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia
RI, Direktorat Pelayanan kefarmasian, 2011
3. Critical value/ Critical Result List, Moyo Clinic Laborotories; Laborotory medicine &
pathotogy; 2105
4. Pathology consultation on reporting of critical values, Genzen JR, Tormey CA,
American Journal of Clinical Pathology, 2011
5. Keselamatan Pasien, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, No 11 tahun
2017
6. Laboratorium Klinik, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 411 tahun
2010
7. Critical Values List, ARUP Laboratories, CORP-APPEND-0104A, Rev. 31, 2018

Anda mungkin juga menyukai