Anda di halaman 1dari 10

TUGAS GEOLOGI

Kelompok 10
Nama Anggota :
1. Dzakwan Hanif Renan(03011282025046)
2. Kartika Sukma Pratiwi (03011182025022)
3. Muhammad Refo Akbar (03011282025068)
4. Vinka Berliana Putri (03011282025092)
Kelas :B
Kampus : Indralaya
Dosen Pengampu : Prof. Ir. Edi Sutriyono, M.Sc., Ph.D.
1. Indonesia Masuk dalam Ring of Fire
Cincin Api Pasifik atau Lingkaran Api Pasifik (Ring of Fire) adalah daerah
yang sering mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi yang
mengelilingi cekungan Samudra Pasifik. Daerah ini berbentuk seperti tapal kuda
dan mencakup wilayah sepanjang 40.000 km. Daerah ini juga sering disebut
sebagai sabuk gempa Pasifik.
Sekitar 90% dari gempa bumi yang terjadi dan 81% dari gempa bumi
terbesar terjadi di sepanjang Cincin Api ini. Daerah gempa berikutnya (5-6%
dari seluruh gempa dan 17% dari gempa terbesar) adalah sabuk Alpide yang
membentang dari Jawa ke Sumatra, Himalaya, Mediterania hingga ke Atlantika.
Berikutnya adalah Mid-Atlantic Ridge.
Indonesia berada di jalur gempa teraktif di dunia karena dikelilingi oleh
Cincin Api Pasifik dan berada di atas tiga tumbukan lempeng benua, yakni
Indo-Australia dari sebelah selatan, Eurasia dari utara, dan Pasifik dari timur.
Kondisi geografis ini di satu sisi menjadikan Indonesia sebagai wilayah yang
rawan bencana letusan gunung api, gempa bumi, dan tsunami namun di sisi lain
menjadikan Indonesia sebagai wilayah subur dan kaya secara hayati. Debu
akibat letusan gunung berapi menyuburkan tanah sehingga masyarakat tetap
banyak yang tinggal di area sekitar gunung berapi. Jalur Cincin Api juga
memberikan potensi energi tenaga panas bumi yang dapat digunakan sebagai
sumber tenaga alternatif.

2. Mengapa di Indonesia Sering Terjadi Gempa Tektonik


Terdapat 3 alasan mengapa Indonesia sering terjadi gempa tektonik, hal itu
dikarenakan :

1. Indonesia terletak di wilayah cincin api pasifik


Cincin api pasifik adalah istilah yang digunakan untuk menyebut suatu
daerah yang sering mengalami letusan gunung berapi aktif dan gempa bumi.
Wilayah ini meliputi sekitar cekungan Samudra Pasifik dan memiliki bentuk
seperti tapal kuda.
Panjang area yang termasuk dalam cincin api pasifik adalah 40.000 km. 90
persen gempa bumi yang terjadi di dunia, 81 persen terjadi di daerah yang
termasuk dalam cincin api Pasifik. Setidaknya, terdapat 33 wilayah di bumi
yang masuk dalam cincin api Pasifik, tentu Indonesia termasuk di dalamnya.

2. Indonesia berada di pertemuan 3 lempeng bumi


Lempeng bumi yang mengelilingi Indonesia adalah lempeng Pasifik,
lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia. Pergeseran lempeng bumi dapat
menyebabkan gempa terjadi. Tak hanya itu, bila antar lempeng bumi saling
bertabrakan, maka ini akan mengakibatkan gempa bumi dan tsunami sekaligus.
Misalnya, yang terjadi di Aceh pada Desember 2004 silam. Beberapa daerah di
Indonesia yang rawan gempa bumi dan tsunami adalah Aceh, Sumatra Utara,
Lampung, Banten, Bali, Jawa Timur bagian selatan dan masih banyak lagi.

3. Indonesia berlokasi di Alpine Belt


Sebanyak 17 persen dari gempa bumi terbesar atau 5-6 persen dari gempa
bumi yang terjadi di seluruh dunia terjadi di daerah sabuk alpine (alpine belt).
Wilayah yang termasuk di antaranya adalah Jawa, Sumatera, Himalaya,
Mediterania hingga Antartika.

3. Mengapa di Indonesia Banyak Pegunungan Muda


Alasan kenapa Indonesia banyak gunung berapi karena dilintasi oleh dua
jalur pegunungan muda, yakni Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania. Sirkum
Pasifik membentang di Samudera Pasifik, mulai dari Pegunungan Andes di
Amerika Selatan, Kepulauan Jepang, Pulau Papua, hingga Selandia Baru.
Sedangkan Sirkum Mediterania dimulai dari Afrika Utara, Eropa Selatan,
melewati Asia Barat, Kepulauan Andaman, dan Indonesia.
Selain itu, wilayah geografis Indonesia yang berada di jalur pertemuan
dua lempeng benua membuatnya banyak memiliki banyak gunung berapi. Dua
lempeng tersebut yaitu Lempeng Benua Asia di bagian barat, dan Lempeng
Benua Australia di bagian timur. Yang terjadi pada Indonesia, dua lempeng
tersebut saling bertumbukan dan menciptakan proses tektonik. Lempeng
tektonik yang terus menghunjam ke bawah hingga mencapai titik suhu dan
tekanan tinggi akan memicu magma naik ke permukaan dan membentuk deretan
gunung berapi.
Tumbukan antara dua lempeng terjadi pada zona subduksi. Di Indonesia,
zona subduksi memanjang di wilayah barat Pulau Sumatera, selatan Pulau Jawa,
hingga Selatan Pulau Timor. Di sepanjang zona subduksi itulah banyak
bermunculan gunung berapi aktif.

4. Mengapa di Indonesia Banyak Sumber Daya Alam


(batubara-gas-minyak)

Ada 4 alasan mengapa di indonsia memiliki banyak sumber daya alam :

1. Indonesia Berada di Jalur Rangkaian Gunung Berapi


Wilayah Indonesia ternyata merupakan bagian dari rangkaian gunung api
dunia yakni Sirkum Pasifik. Maka tak heran jika letusan gunung api di
Indonesia memberikan kesuburan tanah bagi daerah sekitar yang bermanfaat
bagi jenis tanaman yang ditanam di daerah tersebut.
2.    Indonesia Memiliki Iklim Tropis
Berikutnya wilayah Indonesia terletak di daerah tropis. Hal ini membuat
curah hujan di Indonesia tinggi sehingga jenis tanaman yang tumbuh di
Indonesia begitu beragam dan ditambah dengan kesuburan tanah akibat letusan
gunung api.

3.    Indonesia Merupakan Wilayah Pertemuan Lempeng Tektonik.


Seperti diketahui, negara Indonesia termasuk negara penghasil batu bara
dan emas terbesar di dunia. Hal ini didukung dengan wilayah Indonesia yang
menjadi tempat pertemuan lempeng-lempeng tektonik seperti Lempeng Eurasia,
Lempeng Pasifik, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Filipina. Pertemuan
lempeng tektonik tersebut membuat kondisi geologis dan geomorfologis
Indonesia menjadi kaya akan mineral dan produk-produk tambang.

4.    Wilayah Indonesia dikelilingi Lautan


Museum Bahari adalah sebuah tempat untuk menemukan berbagai
koleksi kekayaan bahari Indonesia dari Sabang – Merauke. Hal ini menjadi
pertanda bahwa kekayaan bahari Indonesia memang begitu melimpah seperti
jenis ikan, pasir, minyak bumi, bijih besi, emas, timah, dan lain-lain. Semua itu
bisa dipakai sebagai bahan baku untuk berbagai kebutuhan manusia.
Keempat faktor inilah yang membuat negara Indonesia memiliki sumber
daya alam melimpah. Dari kekayaan alam tersebut, bukan hanya dimanfaatkan
oleh masyarakat lokal saja melainkan juga bisa memberikan dampak ekonomi
yang lebih besar lagi dalam membantu pertumbuhan ekonomi secara nasional
melalui kegiatan ekspor ke mancanegara.

5. Tectonic Setting of Sumatera


a. Busur Sunda: Produk Geodinamika Regional
Sistem penunjaman Sunda merupakan salah satu contoh yang baik untuk
menunjukkan hubungan geodinamika Indonesia dengan geodinamika regional.
Sistem penunjaman Sunda berawal dari sebelah barat Sumba, ke Bali, Jawa, dan
Sumatera sepanjang 3.700 km, serta berlanjut ke Andaman-Nicobar dan Burma.
Busur ini menunjukkan morfologi berupa palung, punggungan muka
busur, cekungan muka busur, dan busur vulkanik. Arah penunjaman
menunjukkan beberapa variasi, yaitu relatif menunjam tegak lurus di Sumba
dan Jawa serta menunjam miring di sepanjang Sumatera, kepulauan Andaman
dan Burma. Kemiringan ini terjadi karena adanya perbedaan arah gerak dengan
arah tunjaman yang tidak 90°.
Sistem penunjaman Sunda ini merupakan tipe busur tepi kontinen
sekaligus busur kepulauan, yang berlangsung selama Kenozoikum Tengah –
Akhir (Katili, 1989; Hamilton, 1989) Menurut Hamilton (1989) Palung Sunda
bukan menunjukkan batas litosfer samudera India, tetapi merupakan salah satu
jejak sistem penunjaman busur Sunda. Penunjaman mempunyai kemiringan
sekitar 7°.
Sedimen dalam palung terdiri dari sedimen klastik turbidit longitudinal,
serta menunjukkan pembentuk lantai samudera dan asal turbidit. Sedimen
klastik tersebut terutama berasal dari Sungai Gangga dan Brahmaputra di India,
yang berjarak 3.000 km dari palung. Busur akresi terbentuk selebar 75 – 150 km
dari palung dengan ketebalan material terakresi mencapai 15 km. Dinamika
akresi dapat ditunjukkan oleh imbrikasi internal serta pertumbuhan vertikal dan
horizontal material terakresi, yang merupakan hasil penggilasan simultan yang
disertai pemencaran oleh gravitasi. Punggungan muka busur mengalami
migrasi, relatif menuju ke arah kraton. Formasi bancuh di busur akresi
dihasilkan oleh oleh penggerusan yang berhubungan dengan subduksi, bukan
oleh luncuran di lereng punggungan akresi. Cekungan muka busur berada di
antara punggungan muka busur dan garis pantai sistem penunjaman Sunda
dengan lebar 150 – 200 km. Bagian dasar cekungan Jawa dan Sumatera
mempunyai kecepatan tipikal litosfer samudera, dengan kecepatan di sektor
Sumatera lebih besar dari litosfer samudera. Busur vulkanik yang sekarang aktif
di atas zona Benioff berada pada kedalaman 100 – 130 km. Busur magmatik ini
berubah dari kecenderungan bersifat kontinen di Sumatera, transisional di Jawa
ke busur kepulauan (oceanic island arc) di Bali dan Lombok. Komposisi
vulkanik muda bervariasi secara sistematis yang berkesesuaian antara karakter
litosfer dengan magma yang dierupsikan.
Berdasarkan karakteristik morfologi, ketebalan endapan palung busur dan
arah penunjaman, busur Sunda dibagi menjadi beberapa provinsi. Dari timur ke
barat terdiri dari Provinsi Jawa, Sumatera Selatan dan Tengah, Sumatera Utara
– Nicobar, Andaman dan Burma. Diantara Propinsi Jawa dan Sumatera Tengah
– Selatan terdapat Selat Sunda yang merupakan batas tenggara lempeng Burma. 
Provinsi Jawa bermula dari Sumba sampai Selat Sunda. Di provinsi ini palung
Sunda mempunyai kedalaman lebih dari 6.000 m. Saat ini konvergensi
sepanjang provinsi Jawa mencapai 7,5 cm/tahun dengan sudut penunjaman
antara 5° – 8°. Sedimen memiliki ketebalan antara 200 – 900 m. Imbrikasi di
bawah punggungan muka busur mempunyai ketebalan lebih dari 10 km. Palung
hanya berisi sedimen tipis dengan sedikit sedimen pelagis. Kerangka tektonik
utama antara Jawa dan Sumatera secara umum dipotong oleh selat Sunda yang
dianggap sebagai zona diskontinyuitas. Selat Sunda adalah unsur utama
pemisah provinsi Jawa dan Sumatera busur Sunda. Selat ini diasumsikan batas
sebagai batas tenggara lempeng Burma. Namun apabila dicermati dari data
geofisika yang ada, batas Jawa dan Sumatera terletak di sekitar Banten dan
Jawa Barat.
Provinsi Sumatera Selatan dan Tengah mempunyai kedalaman palung
yang berangsur menurun dari 6.000 – 5.000 m. Sedimen dasar palung
mempunyai ketebalan sekitar 2 km di utara dan 1 km di selatan. Penunjaman
miring dengan komponen penunjaman menurun ke utara antara 7,0 – 5,7
cm/tahun. Komponen pergeseran lateral yang bekerja di lempeng ini
diasumsikan sangat berperan dalam membentuk sistem strike slip fault di
Sumatera.
Pada Provinsi Sumatera Utara – Nikobar, di sebelah barat Pulau Simalur
sumbu palung menajam ke barat, dan di barat-laut Pulau Simalur cenderung ke
utara – barat-laut. Palung mempunyai kedalaman berkisar antara 3.500 – 5.000
m. Pertemuan di sepanjang provinsi ini sangat miring dan kecepatan
penunjaman ke arah utara mengalami penurunan 5,6 – 4,1 cm/tahun.
Di Pulau Andaman palung cenderung berarah utara – selatan dengan
kedalaman sekitar 3.000 m. Di provinsi ini pertemuan lempeng sangat miring,
dengan kisaran kecepatan penunjaman berkisar antara 0,7 – 0,2 cm/tahun.
Komponen lateral ini dipengaruhi oleh pemekaran di laut Andaman, dengan
lempeng Burma memisah ke arah barat daya dari lempeng Eurasia.
Palung Burma mempunyai kedalaman kurang dari 3.000 m. Di sini
punggungan muka busur menjadi punggungan Indoburman dan cekungan muka
busur menjadi palung sebelah barat dari Lembah Burma. Sudut penunjaman
yang sangat miring. Ketebalan endapan di provinsi ini sekitar 8.000 – 10.000 m.
Komponen gerak lateral ini mempengaruhi terbentuknya sesar Sagaing di
Burma.
Sesar Sumatra: Produk Geodinamika Busur Sunda Sesar besar Sumatra
dan Pulau Sumatra merupakan contoh rinci yang menarik untuk menunjukkan
akibat tektonik regional pada pola tektonik lokal. Pulau Sumatera tersusun atas
dua bagian utama, sebelah barat didominasi oleh keberadaan lempeng
samudera, sedang sebelah timur didominasi oleh keberadaan lempeng benua.
Berdasarkan gaya gravitasi, magnetisme dan seismik ketebalan lempeng
samudera sekitar 20 kilometer, dan ketebalan lempeng benua sekitar 40
kilometer (Hamilton, 1979).
Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan dimulainya
peristiwa pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara,
sekitar 45,6 juta tahun lalu, yang mengakibatkan rangkaian perubahan
sistematis dari pergerakan relatif lempeng-lempeng disertai dengan perubahan
kecepatan relatif antar lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang terjadi
padanya. Gerak lempeng India-Australia yang semula mempunyai kecepatan 86
milimeter/tahun menurun secara drastis menjadi 40 milimeter/tahun karena
terjadi proses tumbukan tersebut. Penurunan kecepatan terus terjadi sehingga
tinggal 30 milimeter/tahun pada awal proses konfigurasi tektonik yang baru
(Char-shin Liu et al, 1983 dalam Natawidjaja, 1994). Setelah itu kecepatan
mengalami kenaikan yang mencolok sampai sekitar 76 milimeter/tahun (Sieh,
1993 dalam Natawidjaja, 1994). Proses tumbukan ini, menurut teori “indentasi”
pada akhirnya mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar geser di bagian
sebelah timur India, untuk mengakomodasikan perpindahan massa secara
tektonik (Tapponier dkk, 1982).
Keadaan Pulau Sumatera menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman,
punggungan busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat
proses yang terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-
tension) Paleosoikum tektonik Sumatera menjadikan tatanan tektonik Sumatera
menunjukkan adanya tiga bagian pola (Sieh, 2000). Bagian selatan terdiri dari
lempeng mikro Sumatera, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk,
geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan dan
bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman.
Bagian selatan Pulau Sumatera memberikan kenampakan pola tektonik:
(1) Sesar Sumatera menunjukkan sebuah pola geser kanan en echelon dan
terletak pada 100 ~ 135 kilometer di atas penunjaman.
(2) Lokasi gunung api umumnya sebelah timur-laut atau di dekat sesar.
(3) Cekungan busur muka terbentuk sederhana, dengan kedalaman 1 ~ 2
kilometer dan dihancurkan oleh sesar utama.
(4) Punggungan busur muka relatif dekat, terdiri dari antiform tunggal dan
berbentuk sederhana.
(5) Sesar Mentawai dan Homoklin, yang dipisahkan oleh punggungan busur
muka dan cekungan busur muka relatif utuh.
(6) Sudut kemiringan tunjaman relatif seragam.
Bagian utara Pulau Sumatera memberikan kenampakan pola tektonik:
(1) Sesar Sumatera berbentuk tidak beraturan, berada pada posisi 125 ~ 140
kilometer dari garis penunjaman.
(2) Busur vulkanik berada di sebelah utara sesar Sumatera.
(3) Kedalaman cekungan busur muka 1 ~ 2 kilometer.
(4) Punggungan busur muka secara struktural dan kedalamannya sangat
beragam.
(5) Homoklin di belahan selatan sepanjang beberapa kilometer sama dengan
struktur Mentawai yang berada di sebelah selatannya.
(6) Sudut kemiringan penunjaman sangat tajam.
Bagian tengah Pulau Sumatera memberikan kenampakan tektonik:
(1) Sepanjang 350 kilometer potongan dari sesar Sumatera menunjukkan posisi
memotong arah penunjaman.
(2) Busur vulkanik memotong dengan sesar Sumatera.
(3) Topografi cekungan busur muka dangkal, sekitar 0,2 ~ 0,6 kilometer, dan
terbagi-bagi menjadi berapa blok oleh sesar turun miring.
(4) Busur luar terpecah-pecah.
(5) Homoklin yang terletak antara punggungan busur muka dan cekungan busur
muka tercabik-cabik.
(6) Sudut kemiringan penunjaman beragam.

Proses penunjaman miring di sekitar Pulau Sumatera ini mengakibatkan


adanya pembagian / penyebaran vektor tegasan tektonik, yaitu slip-vector yang
hampir tegak lurus dengan arah zona penunjaman yang diakomodasi oleh
mekanisme sistem sesar anjak. Hal ini terutama berada di prisma akresi dan
slip-vector yang searah dengan zona penunjaman yang diakomodasi oleh
mekanisme sistem sesar besar Sumatera. Slip-vector sejajar palung ini tidak
cukup diakomodasi oleh sesar Sumatera tetapi juga oleh sistem sesar geser
lainnya di sepanjang Kepulauan Mentawai, sehingga disebut zona sesar
Mentawai (Diament, 1992).
Selanjutnya sebagai respon tektonik akibat dari bentuk melengkung ke
dalam dari tepi lempeng Asia Tenggara terhadap Lempeng Indo-Australia,
besarnya slip-vector ini secara geometri akan mengalami kenaikan ke arah
barat-laut sejalan dengan semakin kecilnya sudut konvergensi antara dua
lempeng tersebut. Pertambahan slip-vector ini mengakibatkan terjadinya proses
peregangan di antara sesar Sumatera dan zona penunjaman yang disebut sebagai
lempeng mikro Sumatera (Suparka dkk, 1991). Oleh karena itu slip-vector
komponen sejajar palung harus semakin besar ke arah barat-laut. Sebagai
konsekuensi dari kenaikan slip-vector pada daerah busur-muka ini, maka secara
teoritis akan menaikkan slip-rate di sepanjang sesar Sumatera ke arah barat-
laut. Pengukuran offset sesar dan penentuan radiometrik dari unsur yang
terofsetkan di sepanjang sesar Sumatera membuktikan bahwa kenaikan slip-rate
memang benar-benar terjadi (Natawidjaja, Sieh, 1994). Pengukuran slip-rate di
daerah Danau Toba menunjukkan kecepatan gerak sebesar 27 milimeter/tahun,
di Bukit Tinggi sebesar 12 milimeter/tahun, di Kepahiang sebesar 11
milimeter/tahun (Natawidjaja, 1994) demikian pula di selat Sunda sebesar 11
milimeter/tahun (Zen dkk, 1991).
Sesar Sumatera sangat tersegmentasi. Segmen-segmen sesar sepanjang
1900 kilometer tersebut merupakan upaya mengadopsi tekanan miring antara
lempeng Eurasia dan India–Australia dengan arah tumbukan 10°N ~ 7°S.
Sedikitnya terdapat 19 bagian dengan panjang masing-masing segmen 60 ~ 200
kilometer, yaitu segmen Sunda (6,75°S~5,9°S), segmen Semangko
(5,9°S~5,25°S), segmen Kumering (5,3°S~4,35°S), segmen Manna
(4,35°S~3,8°S), segmen Musi (3,65°S~3,25°S), segmen Ketaun
(3,35°S~2,75°S), segmen Dikit (2,75°S~2,3°S), segmen Siulak (2,25°S~1,7°S),
segmen Sulii (1,75°S~1,0°S), segmen Sumani (1,0°S~0,5°S), segmen Sianok
(0,7°S~0,1°N), segmen Barumun (0,3°N~1,2°N), segmen Angkola
(0,3°N~1,8°N), segmen Toru (1,2°N~2,0°N), segmen Renun (2,0°N~3,55°N),
segmen Tripa (3,2°N~4,4°N), segmen Aceh (4,4°N~5,4°N), segmen Seulimeum
(5,0°N~5,9°N).
Tatanan tektonik regional sangat mempengaruhi perkembangan busur
Sunda. Di bagian barat, pertemuan subduksi antara lempeng benua Eurasia dan
lempeng samudra Australia mengkontruksikan busur Sunda sebagai sistem
busur tepi kontinen (epi-continent arc) yang relatif stabil, sementara di sebelah
timur pertemuan subduksi antara lempeng samudra Australia dan lempeng-
lempeng mikro Tersier mengkontruksikan sistem busur Sunda sebagai busur
kepulauan (island arc) kepulauan yang lebih labil. Perbedaan sudut penunjaman
antara provinsi Jawa dan provinsi Sumatera Selatan busur Sunda mendorong
pada kesimpulan bahwa batas busur Sunda yang mewakili sistem busur
kepulauan dan busur tepi kontinen terletak di selat Sunda. Penyimpulan tersebut
akan menyisakan pertanyaan, karena pola kenampakan anomali gaya berat
menunjukkan bahwa pola struktur Jawa bagian barat yang cenderung lebih
sesuai dengan pola Sumatera dibanding dengan pola struktur Jawa bagian
Timur. Secara vertikal perkembangan struktur masih menyisakan permasalahan
namun jika dilakukan pembangingan dengan struktur cekungan Sumatra
Selatan, struktur-struktur di Pulau Sumatra secara vertikal berkembang sebagai
struktur bunga.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/cincin_api_pasifik

https://geograpik.blogspot.com/2020/02/mengapa-indonesia-sering-terjadi-
gempa.html

https://poetrafic.wordpress.com/2010/08/15/geological-setting-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai