Tugas Milan
Tugas Milan
dan SD
a. Meskipun kecerdasan itu beragam, tetapi semuanya sederajat, artinya tidak ada
kecerdasan yang lebih baik atau lebih penting dari kecerdasan yang lainnya.
b. Potensi kecerdasan setiap anak kadarnya tidak persis sama, tetapi berpeluang
dieksplorasi, ditumbuhkan, dan dikembangkan secara optimal
Lepas dari seberapa kompleks kecerdasan yang melekat pada setiap anak, yang
terpenting bagi kita adalah bagaimana dapat mengembangkan setiap dimensinya secara
efektif dan tepat, sehingga dapat mengantarkan setiap anak Indonesia menjadi manusia
yang lebih baik.
Terdapat salah satu rekomendasi umum dalam menfasilitasi anak yang telah teruji dan
dipromosikan diterapkan dibanyak tempat (negara), yaitu dengan penerapan prinsip-
prinsip yang tertuang dalam Developmentally Appropriate Practice (DAP). Dalam
penerapannya mengacu kepada tiga patokan kunci (NAEYC) yang harus diperhatikan
agar semua dimensi kecerdasan jamak anak dapat berkembang secara efektif. Ketiga
patokan utama tersebut, yaitu dalam pengembangan kecerdasan jamak anak hendaklah:
1. Selaras dengan tingkatan usia anak (age appropriateness)
2. Selaras dengan karakteristik individual anak (individual appropriateness)
3. Selaras dengan konteks sosial-budaya anak (cultural and social context
appropriateness)
Pertanyaannya adalah bagaimanakah supaya sukses-efektif dalam menselaraskan
antara pengembangan kecerdasan jamak dengan prinsip DAP? Ada beberapa saran
(anjuran) bagi pendidik, yaitu:
1. Membangun suasana-hubungan yang menunjang terjadinya pengembangan
kecerdasan anak
2. Menciptakan lingkungan belajar yang mendukung pengembangan kecerdasan anak
(aman, sehat, mendorong eksplorasi)
3. Mengupayakan agar program pengembangan kecerdasan anak dari waktu ke waktu
semakin selaras dengan karakteristik setiap anak (perangai, minat, kebutuhan,
budaya, hadiah,dll)
4. Menggunakan hasil penilaian sebagai dasar penyempurnaan pengembangan
kecerdasan anak, sehingga program lebih responsif-efektif dan fleksibel dengan
informasi (masukan) hasil penilaian terkini.
5. Pendidik sangat dianjurkan menjalin kemitraan dengan orang tua sebagai orang yang
paling memahami karakteristik individual anak (parent as an expert) sehingga arah
pencerdasan anak semakin selaras dan mendapat titik temu (disepati bersama)
Tindakan operasional-methodologis yang lebih konkrit tentulah diharapkan terjadi
dalam proses pembelajaran antara pendidik (orang tua) dengan anak usia dini itu sendiri.
Bahkan hal ini merupakan bagian utama yang harus sangat diperhatikan dalam
pengembangan setiap dimensi kecerdasan anak agar senantiasa selaras dengan
perkembangannya. Dengan menghargai anak sebagai individu yang aktif dan memiliki
rasa ingin tahu yang tinggi (ajaran konstruktivistik), pengakuan atas karakter dasarnya
anak yang berada pada tataran kognitif-konkrit, kesadaran atas proses pelekatan
kecerdasan (memorized) pada anak bersifat akumulatif, tindakan menghormati prinsip
belajar sepanjang hayat (long life education) serta harapan semua dimensi kecerdasannya
dapat berkembang dengan baik (sesuai tujuan internal dan instrumental PAUD), maka
penulis (juga dengan menyimak pada pandangan: Piaget, Vygotsky, Montessori, Erikson,
Smilansky) mengajukan tiga cara utama (strategi umum) yang dapat digunakan para
pendidik untuk mengembangkan kecerdasan jamak pada anak usia dini, yaitu dengan:
1. Memberikan kesempatan eksplorasi yang memadai pada setiap anak
Eksplorasi merupakan kesempatan anak untuk menelusuri dan memanipulasi sesuatu
secara fisik. Kesempatan tersebut merupakan ‘sesuatu’ yang luar biasa untuk
mendapatkan informasi (kecerdasan) melalui segenap inderanya. Dengan fitrah
kekuatan rasa ingin tahu yang tinggi dari setiap anak, maka eksplorasi merupakan
landasan dari sebagian besar pengembangan kecerdasan jamak anak. Agar eksplorasi
menjadi efektif dalam pengembangan potensi kecerdasan jamak setiap anak,
hendaklah pendidik (orang tua):
a. Memberikan keleluasaan dalam mengekplorasi setiap bagian objek (unit objek)
b. Memberikan waktu yang cukup, bahkan lebih kepada anak untuk kegiatan
eksplorasi
c. Berhati-hati dalam mengalihkan anak, jangan sampai merusak fokus
pengembangan kecerdasannya (Penerapan prinsip 3J: Jangan Marah Dulu, Jangan
Melarang Dulu, Jangan Menyuruh Dulu, ilustrasi dan penerapannya dijelaskan pada
saat presentasi)
Dari tiga strategi utama di atas, secara teknis para pendidik (orang tua) dapat
mengidentifikasi berbagai kegiatan ‘spesifik’ yang dapat didesain secara khusus dan
dapat menjadi bagian terintegrasi dari praktek pengajaran di PAUD, bahkan dengan
menggunakan pendekatan ‘dimensional’ per aspek kecerdasan jamak atau berdasar
parsial setiap jenis kecerdasan jamak, maka kecerdasan anak dapat dikembangkan secara
optimal. Berikut gambaran kegiatan spesifik dan dimensi atau aspek kecerdasan yang
dapat dikembangkannya, misalnya:
• Kesempatan
merenung,
• Kesempatan
membandingkan sesuatu
• Dll
Untuk menguasai dengan baik tiga cara utama dan teknis-teknis pengembangan
kecerdasan jamak di atas tentulah setiap pendidik (orang tua) harus terus berlatih dan
berusaha menjadi ‘diri’ yang efektif sebagai ‘agen’ pengembang kecerdasan jamak setiap
anak. Untuk itu mulai sekarang, mulai saat ini harus membiasakan diri :
1. Membiasakan diri merekam-mencatat perangai, perilaku dan dinamika anak dengan
catatan dan keterangan yang terbaca dan memadai.
2. Senantiasa menghargai potensi awal anak (sekecil apapun), sebagai tunas potensi
yang berharga dan luar biasa dalam pengembangan berbagai dimensi kecerdasannya
3. Senantiasa mencocokan tindakan dan fasilitasi sesuai arah perkembangan anak
(Wahai pendidik: ubah dirimu sesuai tuntutan “gambaran’anak-anakmu)
4. Senantiasa mengembangkan kepekaan dan emphatik terhadap kebutuhan perlakuan
sesuai harapan dan arah kecerdasan anak-anak (agar terjadi emphatic teaching-
spontaneous teaching-emergence teaching yang terkendali dan efektif)
5. Senantiasa mencari media, bahan, alat dan sumber belajar yang paling efektif dan
terperbaharui dari waktu ke waktu. Material tersebut sangat melimpah di sekitar kita,
untuk itu bukalah mata dan tingkatkan kreatifitas Anda.
6. Tambahan penyempurna, (jika memungkinkan?!) Kembangkan model-model lesson
study dan classroom action research, sehingga perencanaan, pelaksanaan dan
pengembangan pembelajaran untuk peningkatan kecerdasan anak semakin selaras
dengan tuntutan kecerdasan jamak anak. (ini sebetulnya cukup mudah untuk
diterapkan di PAUD).
Kepustakaan:
Bredekamp, Sue; Copple, Carol (editors). (1997). Developmentally Appropriate Practice
in Early Childhood Programs (revised edition). Washington, DC: National
Association for the Education of Young Children (NAEYC).
Bredekamp, Sue; Rosegrant, Teresa (editors). (1987). Reaching Potentials: Appropriate
Curriculum and Assessment for Young Children, Volume I. Washington, DC:
National Association for the Education of Young Children (NAEYC).
Downs, J., Blagojevic, B., Labas, L., Kendrick, M., & Maeverde, J. (2005). Thoughtful
Teaching: Developmentally Appropriate Practice. In Growing Ideas Toolkit
http://www.ccids.umaine.edu/ec/growingideas/dapres.htm
Ibarat seorang jenderal dalam kemiliteran, guru dituntut memiliki siasat atau
strategi dalam melaksanakan tugas mengajarnya. Strategi dalam belajar mengajar
dimaksudkan untuk mensiasati anak didik agar terlibat aktif belajar. Kemampuan guru
dalam memahami dan mengimplementasikan strategi (mengajarnya) merupakan hal yang
sangat penting dalam semua peristiwa belajar mengajar.
Kata Strategi berasal dari kata Strategos (Yunani) atau strategus. Strategos berarti
jenderal atau perwira negara (state officer). Jenderal inilah yang bertanggungjawab
merencanakan suatu strategi dan mengarahkan pasukannya untuk mencapai kemenangan,
begitupun tanggungjawab guru dalam kelas mensiasati anak didik sehingga tercapai
tujuan pembelajaran peserta didiknya.untuk itulah diperlukan inovasi pembelajaran
peserta didik,dalam hal ini pembelajaran untuk siswa SD.
Dalam perkembangannya, konsep strategi telah digunakan dalam berbagai situasi,
termasuk situasi pendidikan.Implementasi konsep strategi dalam kondisi belajar mengajar
ini sekurang – kurangnya melahirkan pengertian berikut.
1. Strategi merupakan suatu keputusan bertindak dari guru dengan menggunakan
kecakapandan sumber daya pendidikanyang tersedia untuk mencapai trujuan
melalui hubungan yang efektif antara lingkungan dan kondisi yang paling
menguntungkan.
2. Strategi merupakan garis besar haluan bertindak dalam mengelola prosese belajar
mengajar untuk mencapaio tujuan pengajaran secara efektif dan efisien.
3. Strategi dalam proses belajar mengajar merupakan suatu rencana yang
dipersiapkan secara seksama untuk mencapai tujuan - tujuan belajar.
4. Strategi merupakan pola umum perbuatan guru-peserta didik didalam
perwujudan kegiatan belajar mengajar .
Perlu dijelaskan pula, bahwa strategi belajar mengajar bukan desain instruksional
seperti PPSI (Prosedur pengembangan sistim instruksional), Satpel (Satuan Pelajaran)
atau sejenisnya, Strategi belajar mengajar lebih luaas dari semua itu. Mempertimbangkan
suatu strategi bearti mencari dan memilih model dan pendekatan proses belajar mengajar
yang didasarkan atas karakteristik dan kebutuhan belajar peserta didik dan kondisi
lingkungan serta tujuan yang akan dicapai.
Dengan kata lain strategi belajar mengajar merupakan siasat guru untuk
mengoptimalkan interaksi antara peserta didik dengan komponen komponen lain dari
sistem instruksional secara konsisten.
Berbicara strategi belajar mengajar, tidak bisa dipisahkan dengan metode
mengajar. Karena metode ini merupakan cara – cara yang ditempuh guru untuk
menciptakan situasi pengajaran yang menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran
proses belajar dan tercapainya prestasi belajar anak yang memuaskan. Sunaryo (1995)
menunjukan adanya pola dasar yang menjadi rujukan dalam rangka implemetasi DAP
(Developmentally Appropriate Practice).
Sebenarnya metode mengajar yang dapat dipelajari guru sesuai dengan pola dasar
tersebut adalah demikian banyak. Akan tetapi yang akan diperkenalkan paling tidak
dengan 10 metode mengajar, yaitu metode ceramah, tanya jawab, diskusi, kerja
kelompok, pemberian tugas, demonstrasi, simulasi, inkuiri dan metode pengajaran unit-
pembelajaran terpadu.
Dalam kesempatan ini penulis akan menyampaikan dua metode terakhir yaitu
metode inkuiri dan metode pengajaran unit. Karena metode ini merupakan metode yang
relatif baru yang diperkenalkan kepada guru-guru bersamaan dengan meluasnya CBSA.
Metode inkuiri disebut juga metode penemuan yang sangat penting untuk dilakukan
peserta didik usia sekolah dasar.
Metode inkuiri ini dapat dirancang penggunaannya oleh guru menurut
kemampuan mereka atau menurut tingkat perkembangan intelektualnya. Bukankah
mereka memiliki sifatnya yang aktif ingin tahu yang besar, terlibat dalam suatu situasi
secara utuh dan reflek terhadap sesuatu proses dan hasil-hasil yang ditemukan.
Metode penemuan adalah cara penyajian pelajaran yang memberi kesempatan
kepada peserta didik untuk menemukan inpormasi dengan aktif tanpa bantuan guru.
Metode penemuan melibatkan peserta didik dalam proses-proses mental dalam rangka
pengembangannya. Metode ini memungkinkan para peserta didik menentukan sendiri
informasi-informasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya.
Hakekat manusia dapat didalami melalui tiga aspek, yaitu: sosialitas, historisitas, dan individualitasnya.
Sosialitas manusia mengakui bahwa setiap manusia itu memerlukan relasi dengan yang lain. Setiap
manusia memerlukan hubungan dengan yang lain. Kita tidak hidup sendirian di sebuah pulau. Tetapi, kita
hidup bersama dengan yang lain.
Aspek hitorisitas manusia merujuk pada kenyataan bahwa masa lampau setiap orang
mewarnai masa kininya dan masa kini mengarahkan masa depannya. Itu berarti bahwa
setiap orang merupakan pelaku sejarah. Kita membuat sejarah hidup kita sendiri.
Aspek individualitas manusia menyatakan bahwa setiap orang itu unik dan otonom. Unik
berarti bahwa setiap orang itu tidak ada duanya. Setiap manusia berbeda satu dengan
yang lain. Otonom berarti setiap menusia mempunyai wewenang mengeloloa hidupnya
sendiri. Kita satu sama laim memang berbeda. Kita juga tidak dapat mengarahkan orang
lain. Masing-masing otonom.
Di dalam manusia yang utuh terkandung ketiga aspek itu secara seimbang. Kita selalu berelasi dengan yang
lain. Kita sadar bahwa diri kita masing-masing adalah pembuat sejarah hidup kita. Tetapi, di atas semua itu,
kita adalah kita sendiri, yang unik dan otonom.
Pendidikan yang manusiawi mesti diarahkan untuk membantu setiap peserta didik
menjadi manusia yang utuh itu. Pendidikan yang membuat seseorang menjadi mandiri
[unik dan otonom] yang mampu bersinergi dengan yang lain [berelasi dengan yang lain]
dan visionair [menyejarah ke masa depan].
Walaupun ada mata pelajaran sejarah, pendidikan Indonesia tidak membuat orang
menjadi pelaku sejarah hidupnya masing-masing. Kita bisa saksikan orang beramai-ramai
mengubah dirinya menjadi orang barat. Jika tidak mampu secara mental, yang diubah
fisiknya, misalnya: rambut menjadi pirang. Kita saksikan mereka bukan lagi seorang
Indonesia, tetapi orang Barat yang sawo matang.
Mari kita cermati arti pendidikan yang dinyatakan dalam Undang-undang Sistem
pendidikan Nasional [No. 20 tahin 2003]. Pada Bab I, Pasal 1, Ayat 1 ditulisakan bahwa
pendidkan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya