Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

Dasar Hukum dan Aspek Legal dalam Pelayanan Kebidanan

Mata Kuliah Etika dan Hukum Kesehatan

Dosen Pengampu : Dra. Hj. Maryanah, AM.Keb, M.Kes

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4:

Annisa Ramadina Kusnadi. P3.73.24.2.19.004

Gaby Stephanie Renata P3.73.24.2.19.012

Hafshah Dzakiyatun Mardhiyah P3.73.24.2.19.013

Heksa Agnesya Maulana Putri P3.73.24.2.19.014

Yasmin Raihana. P3.73.24.2.19.038

KELAS 2A

JURUSAN KEBIDANAN

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Dasar Hukum dan Aspek
Legal dalam Pelayanan Kebidanan ”. Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada dosen mata kuliah konsep kenormalan dalam praktik kebidanan yang sudah
memberikan kepercayaan kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini. Dengan adanya
makalah ini kami berharap agar para pembaca dapat memahamihakikat, martabat, dan
tanggung jawab manusia.

Kami menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran demi
perbaikan makalah yang akan kami buat di lain waktu, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah ini dapat dipahami oleh semua orang khususnya bagi para pembaca.
Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat kata-kata yang kurang berkenan.

Bekasi, 19 agustus 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN............................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
1.3. Tujuan..............................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................................................................3
2.1. Dasar Hukum Pelayanan Kebidanan Secara Universal.....................................................3
2.2. PENTINGNYA LANDASAN HUKUM DAN PRAKTEK PROFESI..............................13
2.3. Hak-Hak Klien dan Persetujuan Tindakan Medik...........................................................24
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................38

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.

1.1. Latar Belakang

Mutu pelayanan kebidanan berorientasi pada penerapan kode etik dan standar
pelayanan kebidanan, serta kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan
pelayanan kebidanan.Dari dua dimensi mutu pelayanan kebidanan tersebut, tujuan
akhirnya adalah kepuasaan pasien yang dilayani oleh bidan.
Tiap profesi pelayanan kesehatan dalam menjalankan tugasnya di suatu institusi
mempunyai batas jelas wewenangnya yang telah disetujui oleh antar profesi dan
merupakan daftar wewenang yang sudah tertulis.
Bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan pemberi pelayanan kepada masyarakat harus
memberikan pelayanan yang terbaik demi mendukung program pemerintah untuk
pembangunan dalam negeri, salah satunya dalam aspek kesehatan.
1. UU No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
Tujuan dari pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap warga negara Indonesia melalui
upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sebagai upaya peningkatan sumber
daya manusia yang berkualitas.dengan adanya arus globalisasi salah satu fokus utama
agar mampu mempunyai daya saing adalah bagaiamana peningkatan kualitas sumber
daya manusia. Kualitas sumber daya manusia dibentuk sejak janin didalam
kandungan, masa kelahiran dan masa bayi serta masa tumbuh kembang balita. Hanya
sumber daya manusia yang berkualitas, yang memiliki pengetahuan dankemampuan
sehingga mampu survive dan mampu mengantisipasi perubahan serta mampu
bersaing.
2. Bidan erat hubungannya dengan penyiapan sumber daya manusia. Karena pelayanan
bidan meliputi kesehatanreproduksi wanita, sejak remaja, masa calon pengantin,masa
hamil, masa persalinan, masa nifas, periode interval, masa klimakterium dan
menoupause serta memantau tumbuh kembang balita serta anak pra sekolah.
3. Visi pembangunan kesehatan Indonesia sehat 2010 adalah derajat kesehatan yang
optimal dengan strategi: paradigma sehat, profesionlisme, JPKM dan desentralisasi.

1
1.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1 Apa dasar Hukum Pelayanan Kebidanan secara Universal?
1.2.2 Apa pentingnya Landasan Hukum dan praktik Profesi?
1.2.3 Apa Hak-hak Klien dan persetujuan Tindakan Medik?

1.

1.1.

1.3. Tujuan

1.2.1. Untuk mengetahui Apa saja dasar Hukum Pelayanan Kebidanan secara


Universal.
1.2.2. Untuk mengetahui Apa pentingnya Landasan Hukum dan praktik Profesi.
1.2.3. Untuk mengetahui Apa saja Hak-hak Klien dan persetujuan Tindakan Medik.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.

1.

2.1. Dasar Hukum Pelayanan Kebidanan Secara Universal


1. Undang-undang Kesehatan Nomor 23 tahun 1992

Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomer 23 tahun 1992 kewajiban tenaga kesehatan


adalah mematuhi standar profesi tenaga kesehatan, menghormati hak pasien, menjaga
kerahasiaan identitas dan kesehatan pasien, memberikan informasi dan meminta persetujuan
(Informed consent), dan membuat serta memelihara rekam medik. Standar profesi tenaga
kesehatan adalah pedoman yang harus dipergunakan oleh tenaga kesehatan sebagai petunjuk
dalam menjalankan profesinya secara baik.Hak tenaga kesehatan adalah memperoleh
perlindungan hukum melakukan tugasnya sesuai dengan profesi tenaga kesehatan serta
mendapat penghargaan.

2. Pertemuan Program Safe Motherhood dari negara-negara di wilayah SEARO/Asia


tenggara tahun 1995 tentang SPK

Pada pertemuan ini disepakati bahwa kualitas pelayanan kebidanan yang diberikan kepada
setiap ibu yang memerlukannya perlu diupayakan agar memenuhi standar tertentu agar aman
dan efektif.Sebagai tindak lanjutnya, WHO SEARO mengembangkan Standar Pelayanan
Kebidanan.

Standar ini kemudian diadaptasikan untuk pemakaian di Indonesia, khususnya untuk tingkat
pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di tingkat masyarakat.Standar ini diberlakukan
bagi semua pelaksana kebidanan.

3. Pertemuan Program tingkat propinsi DIY tentang penerapan SPK 1999 Bidan sebagai
tenaga profesional merupakan ujung tombak dalam pemeriksaan kehamilan seharusnya
sesuai dengan prosedur standar pelayanan kebidanan yang telah ada yang telah tertulis dan
ditetapkan sesuai dengan kondisi di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Dinkes DIY,
1999).

4. Kep Menkes RI Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan.

Pada BAB I yaitu tentang Ketentuan Umum pasal 1 ayat 6 yang berbunyi Standar profesi
adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam melaksanakan profesi
secara baik.

Pelayanan kebidanan yang bermutu adalah pelayanan kebidanan yang dapat memuaskan
setiap pemakai jasa pelayanan kebidanan serta penyelenggaraannya sesuai kode etik dan

3
standar pelayanan pofesi yang telah ditetapkan.Standar profesi pada dasarnya merupakan
kesepakatan antar anggota profesi sendiri, sehingga bersifat wajib menjadi pedoman dalam
pelaksanaan setiap kegiatan profesi.

5. Kep Menkes RI Nomor 369/Menkes/SK/III/2007

Bidan Indonesia adalah : seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang di akui
pemerintah dan organisasi profesi diwilayah Negara Republik Indonesia seta memiliki
kompetisi dan kualifikasi untuk di register, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi
untuk menjalankan praktik kebidanan. Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dan
system pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregrister) yang
dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi, dan rujukan.

6. Peraturan Menkes RI Nomor HK. 02. 02/Menkes/149/2010 tentang Izin dan


Penyelenggaraan Praktik Bidan

Pada BAB I yaitu tentang Ketentuan Umumpada pasal 1 ayat 3 yang berbunyi Surat Izin
Praktek Bidan yang selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada
Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik kebidanan. Kemudian
pasal 1 ayat 4 yang berbunyi Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai
petunjuk dalam menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar profesi, dan
standar operasional prosedur

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 4 TAHUN 2019

TENTANG

KEBIDANAN
Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEBIDANAN

4
BAB I

KETENTUAN UMUM
Pasal 2

Penyelenggaraan Kebidanan berasaskan

a. perikemanusiaan;

b. nilai ilmiah;

c. etika dan profesionalitas;

d. manfaat;

e. keadilan;

f. pelindungan; dan

g. keselamatan Klien.

5
Pasal 3

Pengaturan penyelenggaraan Kebidanan bertujuan:

a. meningkatkan mutu pendidikan Bidan;

b. meningkatkan mutu Pelayanan Kebidanan;

c. memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada Bidan


dan Klien; dan

d. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, terutama kesehatan


ibu, bayi baru lahir, bayi, balita, dan anak prasekolah.
Paragraf 1

Pelayanan Kesehatan Ibu

Pasal 49

Dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan kesehatan ibu


sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 ayat (1) huruf a, Bidan
berwenang:

a. memberikan Asuhan Kebidanan pada masa sebelum hamil;

b. memberikan Asuhan Kebidanan pada masa kehamilan normal;

c. memberikan Asuhan Kebidanan pada masa persalinan dan


menolong persalinan normal;

d. memberikan Asuhan Kebidanan pada masa nifas;

e. melakukan pertolongan pertama kegawatdaruratan ibu hamil,


bersalin, nifas, dan rujukan; dan

f. melakukan deteksi dini kasus risiko dan komplikasi

padamasakehamilan,masapersalinan,

pascapersalinan, masa nifas, serta asuhan pascakeguguran dan


dilanjutkan dengan rujukan.

6
Paragraf 2

Pelayanan Kesehatan Anak

Pasal 50

Dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan kesehatan anak


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf b, Bidan
berwenang:

a. memberikan Asuhan Kebidanan pada bayi baru lahir, bayi, balita,


dan anak prasekolah;

b. memberikan imunisasi sesuai program Pemerintah Pusat;

c. melakukan pemantauan tumbuh kembang pada bayi, balita, dan


anak prasekolah serta deteksi dini kasus penyulit, gangguan
tumbuh kembang, dan rujukan; dan

d. memberikan pertolongan pertama kegawatdaruratan pada bayi


baru lahir dilanjutkan dengan rujukan.

7
Paragraf 3

Pelayanan Kesehatan Reproduksi Perempuan dan

Keluarga Berencana

Pasal 51

Dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan kesehatan


reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c, Bidan berwenang melakukan
komunikasi, informasi, edukasi, konseling, dan memberikan
pelayanan kontrasepsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 52

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan kesehatan ibu, pelayanan


kesehatan anak, dan pelayanan kesehatan

reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 49 sampai dengan Pasal 51 diatur dengan Peraturan
Menteri.

8
PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 4 TAHUN 2OI9

TENTANG

KEBIDANAN

I. UMUM

Pemenuhan pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin


secara konstitusional dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Hal ini merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia yaitu untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
serta keadilan sosial.

Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya


pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian
pembangunan yang menyeluruh, terarah, dan terpadu, termasuk pembangunan
kesehatan.Pembangunan kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat sehingga dapat terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan dilakukan berbagai


upaya kesehatan, salah satunya dalam bentuk pelayanan kesehatan.Pelayanan
kesehatan bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok dan
masyarakat. Pelayanan Kebidanan, yang merupakan salah satu bentuk pelayanan
kesehatan ditujukan khusus kepada perempuan, bayi baru lahir, bayi, balita, dan anak

9
prasekolah termasuk kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
Pelayanan Kebidanan harus diberikan secara bertanggung jawab, akuntabel,
bermutu, dan aman.

Profesi Bidan di Indonesia masih dihadapkan oleh berbagai macam kendala


seperti persebaran Bidan yang belum merata dan menjangkau seluruh wilayah
terpencil di Indonesia, serta pendidikan Kebidanan yang sampai saat ini sebagian
besar masih pada jenis pendidikan vokasi yang menyebabkan pengembangan profesi
Bidan berjalan sangat lambat.

Dalam hal praktik Kebidanan, masih terdapat ketidaksesuaian antara kewenangan


dan kompetensi yang dimiliki oleh Bidan.Selain itu, Bidan sebagai pemberi
Pelayanan Kebidanan perlu dipersiapkan kemampuannya untuk mengatasi
perkembangan permasalahan kesehatan dalam masyarakat.

Bidan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan berperan sebagai pemberi


Pelayanan Kebidanan, pengelola Pelayanan Kebidanan, penyuluh dan konselor bagi
K1ien, pendidik, pembimbing, dan fasilitator klinik, penggerak peran serta
masyarakat dan pemberdayaan perempuan, serta peneliti. Pelayanan Kebidanan yang
diberikan oleh Bidan didasarkan pada pengetahuan dan kompetensi di bidang ilmu
Kebidanan yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan Klien.

Ketentuan mengenai profesi Bidan masih tersebar dalam berbagai peraturan


perundang-undangan dan belum menampung kebutuhan hukum dari profesi Bidan
maupun masyarakat. Hal ini mengakibatkan belum adanya kepastian hukum bagi
Bidan dalam menjalankan praktik profesinya, sehingga belum memberikan
pemerataan pelayanan, pelindungan, dan kepastian hukum bagi Bidan sebagai
pemberi Pelayanan Kebidanan dan masyarakat sebagai penerima Pelayanan
Kebidanan. Pengaturan Kebidanan bertujuan untuk meningkatkan mutu Bidan, mutu
pendidikan dan Pelayanan Kebidanan, memberikan pelindungan dan kepastian
hukum kepada Bidan dan Klien, serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Undang-Undang ini mengatur mengenai pendidikan Kebidanan, Registrasi dan


izin praktik, Bidan warga negara Indonesia lulusan luar negeri, Bidan Warga Negara
Asing, Praktik Kebidanan, hak dan kewajiban, Organisasi Profesi Bidan,
pendayagunaan Bidan, serta pembinaan dan pengawasan.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 49

10
Huruf a

"Asuhan Kebidanan pada masa sebelum hamil" antara lain


memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi kesehatan pada
perempuan sejak saat remaja hingga saat sebelum hamil dalam rangka
perencanaan kehamilan, perencanaan persalinan, dan persiapan
menjadi orang tua.

Huruf b

"Asuhan Kebidanan pada masa kehamilan normal" antara lain


memberikan asuhan pada masa kehamilan untuk mengoptimalkan
kesehatan ibu dan janin, mempromosikan air susu ibu eksklusif, dan
deteksi dini kasus risiko dan komplikasi pada masa kehamilan. Yang
dimaksud dengan "masa kehamilan normal" adalah kehamilan tanpa
komplikasi dan/atau penyakit penyerta.

Huruf e

Yang dimaksud dengan "pertolongan pertama" adalah pertolongan


awal kegawatdaruratan untuk resusitasi dan/atau stabilisasi sebelum
dilakukan rujukan misalnya penanganan perdarahan postpartum
dengan atonia uteri, dilakukan pertolongan kegawatdaruratan untuk
stabilisasi ibu sebelum melakukan rujukan (seperti: pasang infus,
pemberian uterotonika, oksigen).

Huruf f

Yang dimaksud dengan "Asuhan pascakeguguran" adalah Asuhan


Kebidanan untuk melakukan penatalaksanaan terhadap perempuan
yang mengalami keguguran, baik keguguran spontan ataupun
keguguran diinduksi. Contohnya: memberikan konseling pra dan
pasca tindakan medis, memberikan layanan kontrasepsi
pascakeguguran.

2.      Legislasi pelayanan kebidanan


     Pelayanan legislasi adalah:

11
1)      Menjamin perlindungan pada masyarakat pengguna jasa profesi dan profesi sendiri
2)      Legislasi sangat berperan dalam pemberian pelayanan professional
Bidan dikatakan profesional, mematuhi beberapa criteria sebagai berikut:
1. Mandiri
2. Peningkatan kompetensi
3. Praktek berdasrkan evidence based
4. Penggunaan berbagai sumber informasi
Masyarakat membutuhkan pelayanan yang aman dan berkualitas, serta butuh
perlindungansebagai pengguna jasa profesi. Ada beberapa hal yang menjadi sumber
ketidak puasan pasien atau masyarakat yaitu:
1)      Pelayanan yang aman
2)      Sikap petugas kurang baik 
3)      Komunikasi yang kurang
4)      Kesalahan prosedur 
5)      Saran kurang baik
6)      Tidak adanya penjelasan atau bimbingan atau informasi atau pendidikan kesehatan.
Legislasi adalah proses pembuatan UU atau penyempurnaan perangkat hukum
yangsudah ada melalui serangkaian sertifikasi (pengaturan kompetensi), registrasi
(pengaturankemenangan) dan lisensi (pengaturan penyelenggaraan kewenangan).
Tujuan legislasi adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap
pelayanan yangtelah diberikan. Bentuk perlindungan tersebut antara lain :
1. Mempertahankan kualitas pelayanan
2. Memberikan kewenangan
3. Menjamin perlindungan hukum
4. Meningkatkan profesionalisme

3.      Peristilahan Hukum 
Sebelum melihat masalah etik yang Mungkin timbul dalam pelayanan kebidanan,
maka ada baiknya dipahami beberapa Istilah berikut ini :
1)      Legislasi (Lieberman, 1970)Ketetapan hukum yang mengatur hak dan kewajiban
seseorang yang berhubungan erat dengan tindakan.
2)      Lisensi Pemberian izin praktek sebelum diperkenankan melakukan pekerjaan yang
telah diterapkan.Tujuannya untuk membatasi pemberian wewenang dan untuk
meyakinkan klien.

12
3)      Deontologi/Tugas Keputusan yang diambil berdasarkan keserikatan/berhubungan
dengan tugas. Dalam pengambilan keputusan, perhatian utama pada tugas. 
4)      Hak Keputusan berdasarkan hak seseorang yang tidak dapat diganggu.Hak berbeda
dengan keinginan, kebutuhan dan kepuasan.
5)      Instusioner Keputusan diambil berdasarkan pengkajian dari dilemma etik dari kasus
per kasus. Dalam teori ini ada beberapa kewajiban dan peraturan yang sama
pentingnnya.
6)      Beneficience Keputusan yang diambil harus selalu menguntungkan.
7)      Mal-efecience Keputusan yang diambil merugikan pasien
8)      Malpraktek/Lalaia. Gagal melakukan tugas/kewajiban kepada klien.Tidak
melaksanakan tugas sesuai dengan standar.Melakukan tindakan yang mencederai
klien.Klien cedera karena kegagalan melaksanakan tugas. 
9)      Malpraktek terjadi karena. Cerobohan.Lupa.Gagal mengkomunikasikan.Bidan sebagai
petugas Kesehatan sering berhadapan dengan masalah etik yang berhubungan dengan
hukum.Sering masalah dapat diselesaikan dengan hukum, tetapi belum tentu dapat
diselesaikan berdasarkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai etik.Banyak hal yang bisa
membawa seorang bidan berhadapan dengan masalah etik.

1.

2.

2.2. PENTINGNYA LANDASAN HUKUM DAN PRAKTEK PROFESI

1. Aspek hukum dan keterkaitannya dengan pelayanan / praktek bidan dan kode etik

Bidan merupakan suatu profesi yang selalu mempunyai ukuran atau standar
profesi.Standar profesi bidan yang terbaru adalah diatur dalam KEPMENKES RI No.
369/MENKES/SK/III/2007 yang berisi mengenai latar belakang kebidanan.Berbagai
defenisi dalam pelayanan kebidanan.Berbagai defenisi dalam pelayanan kebidanan, falsafah
kebidanan, paradigma kebidanan, ruang lingkup kebidanan, standar praktek kebidanan, dan
kode etik bidan di Indonesia.

1) Pelayanan Kebidanan

13
Adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab praktek profesi bidan dalam sistem
pelayanan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka
mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat.

2) Falsafah Kebidanan

a. Sebagai bangsa Indonesia yang mempunyai pandangan hidup pancasila, seorang bidan
menganut filosofi yang mempunyai keyakinan di dalam dirinya bahwa semua manusia
adalah makhluk bio psiko sosio kultural dan spiritual yang unik
b. Manusia terdiri dari pria dan wanita yang kemudian kedua jenis individu itu
berpasangan menikah membentuk keluarga yang mempunyai anak
c. Bidan berkeyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh pelayanan kesehatan
yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan manusia dan perbedaan budaya
d. Persalinan adalah satu proses yang alami, peristiwa normal, namun apabila tidak
dikelolah dengan tepat dapat berubah menjadi abnormal
e. Setiap individu berhak untuk dilahirkan secara sehat untuk itu maka setiap wanita usia
subur, ibu hamil, melahirkan dan bayinya behak mendapatkan pelayanan yang
berkualitas
f. Pengalaman melahirkan anak merupakan tugas perkembangan keluarga, yang
membutuhkan persiapan
g. Kesehatan ibu periode reproduksi dipengaruhi oleh perilaku ibu, lingkungan dan
pelayanan kesehatan

3) Paradigma Kebidanan

Kebidanan dalam bekerja memberikan pelayanan keprofesiannya berpegang


pada paradigma berupa pandangan terhadap manusia/wanita, lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan dan keturunan.

a. Wanita

Wanita/ manusia adalah makhluk biopsiko sosial kultural dan spiritual yang
utuh dan unik, mempunyai kebutuhan dasar yang bemacam-macam sesual dengan
tingkat perkembangannya.

b. Lingkungan

Lingkungan merupakan semua yang ada di lingkungan dan terlibat dalam


interaksi individu pada waktu melaksanakan aktifitasnya.

c. Perilaku

14
Perilaku merupakan hasil dari berbagai pengalaman serta interaksi manusia
dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan sikap dan tindakan.

d. Pelayanan kebidanan

Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang


diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga dalam rangka tercapainya keluarga
kecil bahagia dan sejahtera.

e. Keturunan

Kualitas manusia diantaranya ditentukan oleh keturunan.Manusia yang sehat


dilahirkan oleh ibu yang sehat.Hal ini menyangkut penyiapan wanita sebelum
perkawinan, masa kehamilan, masa kelahiran dan masa nifas.

4) Lingkup Praktek Kebidanan

Lingkup prakek kebidanan yang digunakan meliputi asuhan mandiri/ otonomi


pada anak-anak perem, remaja putri dan wanita desa sebelum, selama kehamilan dan
selanjutnya.Hal ini berarti bidan membeirkan pengawasan yang diperlukan asuhan serta
nasehat bagi wanita selama masa hamil, bersalin dan nifas.

5) Standar Praktek Kebidanan

Standar I : Metode asuhan

Metode asuhan meliputi : pengumpulan data, penentuan diagnosa perencanan


pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.

Standar II : Pengkajian

Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis


dan berkesinambungan.

Standar III : Diagnosa kebidanan

Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah


dikumpulkan.

Standar IV : Rencana asuhan

15
Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.
Standar V : Tindakan

Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan


perkembangankeadaan klien.

Standar VI : Partisipasi klien

Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama/ partisipasi klien dan keluarga dalam


rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.

Standar VII : Pengawasan

Monitor/pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan


untuk mengetahui perkembangan klien.

Standar VII : Evaluasi

Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus seiring dengan


tindakan kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang tidak dirumuskan.

Standar IX : Dokumentasi

Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi


asuhan kebidanan yang diberikan.

6) Kode Etik Bidan Di Indonesia

Terwujudnya kode etik ini merupakan bentuk kesadaran dan kesungguhan hati
dari setiap bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan sebagai
anggota tim kesehatan demi terciptanya cita-cita pembangunan nasional di bidan
kesehatan pada umumnya, KIA/KB dan kesehatan keluarga.

Sesuai dengan wewenang dan peraturan kebijaksanaan yang berlaku bagi


bidan, kode etik ini merupakan pedoman dalam tata cara dan keselarasan dalam
pelaksanaan pelayanan profesional. Bidan senantiasa berupaya memberikan pemeliharaan
kesehatan yang komprehensif.

Pekerjaan yang dilakukan oleh bidan merupakan suatu profesi yang didasarkan
pada pendidikan formal tertentu naik untuk mencari nafkah maupun bukan untuk mencari
nafkah.Dalam praktek kebidanan juga terikat oleh suatu etika profesi.

16
Etika adalah peraturan tentang tingkah laku yang hanya berisi kewajiban saja
dan mengatur apa yang baik dan tidak baik, sedangkan kode etik dibuat oleh organisasi
profesi.

Hukum adalah perkumpulan peraturan hukum yang berisi hak dan kewajiban
yang timbal balik dan mengatur apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Bidan
berupaya semaksimal mungkin sebagai contoh perikatan atas dasar perjanjian adalah
ketika pasien datang ke tempat praktek kerja untuk memperoleh pelayanan kebidanan,
maka keterikatan yang terjadi atas dasar perjanjian.

Perjanjian adalah ikatan antara 1 orang dengan orang lain atau lebih yang
selalu menimbulkan hak dan kewajiban timbal balik.

Hukum kesehatan merupakan keseluruhan aturan hukum menurut Prof. H. J.J. Leenen
adalah :

1. Langsung berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan

2. Merupakan penerapan hukum perdata, pidana dan hukum administrasi negara dalam
kaitan dengan pemeliharaan kesehatan

3. Bersumber dari hukum otonom yang berlaku untuk kalangan tertentu saja, hukum
kebiasaan, yurisprudensi, aturan-aturan internasional, ilmu pengetahuan dan literatur
yang ada kaitannya dengan pemeliharaan kesehatan

7) Kode Etik

Kode etik suatu profesi adalah berupa norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap
anggota profesi yang bersangkutan di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam
hidupnya di masyarakat.

Tujuan Kode Etik

1. Untuk menjunjung tinggi martabat dan profesi. Dalam hal ini yang dijaga adalah
image dari pihak luar/ masyarakat mencegah orang luar memandang remeh suatu
profesi.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota
Kesejahteraan materill dan spritual (mental)
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
4. Untuk meningkatkan mutu profesi

2. Hak - hak klien dan persetujuannya untuk bertindak

17
a. Hak Pasien Dan Persetujuannya

Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang memiliki manusia sebagai pasien untuk
klien :

 Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dalam peraturan yang
berlaku di rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan.
 Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.
 Pasien berhak memperoleh pelayanan kebidanan sesuai dengan profesi bidan
tanpa diskriminasi.
 Pasien berhak memilih bidan yang akan menolongnya sesuai dengan
keinginannya.
 Pasien berhak mendapatkan informasi yang meliputi kehamilan, persalinan, nifas
dan bayinya yaitu baru dilahirkan.
 Pasien berhak mendapat mendamping, suami atau keluarga selama proses
persalinan berlangsung.
 Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya
dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.
 Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat kritis
dan pendapat ethisnya tanpa campur tangan dari pihak luar.
 Pasien berhak meminta konsultasi kepada pihak lain yang terdaftar di rumah sakit
tersebut terhadap penyakit yang dideritanya, sepengetahuan dokter yang dirawat.
 Pasien berhak meminta atas privacy dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk data-data medisnya.
 Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi :

a. Prognos
b. Penyakit yang diderita 
c. Tindakan kebidanan yang akan dilakukand. Alternatif therapi lainnya
perkiraan biaya pengobatan

 Pasien berhak menyetujui atau memberikan izin atas tindakan yang akan
dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya
 Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan
mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah
memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.
 Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis
 Pasien behak beribadah sesuai dengan kepercayaannya yang dianutnya selama itu
tidak mengganggu pasien yang lainnya.

18
 Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di
rumah sakit.
 Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spritiual.
 Pasien berhak mendapatkan perlindungan hukum atas terjadinya kasus mal
praktek.

b. Kewajiban Pasien

 Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan tata
tertib rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan.
 Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter, bidan, perawat yang
merawatnya.
 Pasien / penanggungnya berkewajiban untuk melunasi semua imbalan atas jasa
pelayanan rumah sakit/ institusi pelayanan kesehatan, doker, bidan dan perawat.
 Pasien dn atau penanggungnya memenuhi hal-hal yang selalu disepakati atau
perjanjian yang telah dibuatnya.

3. Tanggung jawab dan tanggung gugat bidan dalam praktek bidan


a) Tanggung Jawab Dalam Praktek Kebidanan 
A. Tanggung jawab bidan terhadap klien dan masyarakat

a. Setiap bidan senantiasa menjungjung tinggi, menghayati dan mengamalkan


sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
b. Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan
martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
c. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran,
tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan
masyarakat.
d. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien,
menghormati hak-hak klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat.
e. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan
klien, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan
kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
f. Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan
pelaksanaan tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk
meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.

B. Tanggung jawab bidan terhadap tugasnya

19
a. Setiap bidan senantiasa pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga dan
masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan
kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
b. Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan
dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan
konsultasi atau rujukan.
c. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan, keterangan yang didapat atau
dipercayakan kepadanya kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan
sehubungan kepentingan klien.

C. Tanggung jawab bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya

1. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk


menciptakan suasana kerja yang serasi
2. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik
terhadap sejawatnya maupun lainnya

D. Tanggung jawab bidan terhadap profesinya

1. Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya
dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang
bermutu kepada masyarakat.
2. Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan
kemampuan profesinya sesuai dengan IPTEK.
3. Setiap bidan senantiasa berperans serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan
sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.

E. Tanggung jawab bidan terhadap pemerintah

a. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan kegiatan-


kegiatan pemerintah dalam bidang kesehatan khususnya dalam KIA/KB dan
kesehatan keluarga dan masyarakat
b. Setiap bidan melalui profesinya berpatisipasi dan menyumbangkan pemikirannya
kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan,
terutama KIA/KB dan keluarga

b) Tanggung Gugat Dalam Praktek Kebidanan

Tanggung gugat terjadi karena beberapa hal :

1. Mal episiensi, keputusan yang diambil merugikan pasien

20
2. Mal praktek/ lalai :

Gagal melakukan tugas

Tidak melaksanakan tugas sesuai dengan standar

Melakukan kegiatan yang mencederai klien

Klien cedera karena kegagalan melaksanakan tugas

3. Mal praktek terjadi karena :

Ceroboh
Lupa
Gagal mengkomunikasikan

Bidan sebagai petugas kesehatan sering berhadapan dengan masalah etik yang
berhubungan dengan hukum.Sering masalah dapat diselesaikan dengan hukum tetapi
belum dapat diselesaikan berdasarkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai etik.

 Contoh kasus :

Di sebuah desa terpencil seorang ibu mengalami perdarahan post partum telah
melahirkan bayinya yang pertama di rumah. Ibu tersebut menolak untuk diberikan
suntikan utero tonika, bila ditinjau dari hak pasien atas keputusan yang menyangkut
dirinya maka bidan bisa saja memberikan suntikan jika kemauan pasien tetapi bidan akan
berhadapan dengan masalah yang rumit lagi.

Bila terjadi perdarahan hebat dan harus diupayakan pertolongan untuk merujuk
pasien dan yang lebih fatal lagi bila pasien akhirnya meninggal akibat perdarahan dalam
hal ini bidan dikatakan tidak melaksanakan tugasnya dengan baik, walaupun bidan harus
memaksa pasiennya untuk disuntik mungkin itu keputusan yang terbaik untuk.

4. Standar Praktek Kebidanan

1. Pengertian

             Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) adalah rumusan tentang penampilan atau
nilai diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah
ditetapkan yaitu standar pelayanan kebidanan yang menjadi tanggung jawab profesi
bidan dalam sistem pelayanan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan

21
anak dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat (Depkes RI,
2001: 53).

2. Standar praktek kebidanan


 Standar I : Metode asuhan
      Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan
dengan langkah yaitu pengumpulan data dan analisis data, penentuan diagnosa
perencanaan pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.
Definisi Operasional :
a.       Ada format manajemen kebidanan yang sudah terdaftar pada catatan
medis.
b.      Format manajemen kebidanan terdiri dari : format pengumpulan data,
rencana format pengawasan resume dan tindak lanjut catatan kegiatan
dan evaluasi.

Standar II : Pengkajian 
Pengumpulan data tentang status kesehatan kilen dilakukan secara
sistematis dan berkesinambungan.Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.
Definisi Operasional :
a.       Ada format pengumpulan data
b.      Pengumpulan data dilakukan secara sistematis terfokus yang meliputi data :
1)      Demografi identitas klien
2)      Riwayat penyakit terdahulu
3)      Riwayat kesehatan reproduksi
4)      Keadaan kesehatan saat ini termasuk kesehatan reproduksi
5)      Analisis data

c.       Data dikumpulkan dari :


1)      Klien/pasien, keluarga dan sumber lain
2)      Tenaga kesehatan
3)      Individu dalam lingkungan terdekat
d.      Data diperoleh dengan cara :
1)      Wawancara
2)      Observasi
3)      Pemeriksaan fisik
4)      Pemeriksaan penunjang

Standar III : Diagnosa kebidanan

22
Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah
dikumpulkan.
Definisi Operasional :
a.       Diagnosa kebidanan dibuat sesuai dengan kesenjangan yang dihadapi oleh
klien / suatu keadaan psikologis yang ada pada tindakan kebidanan sesuai
dengan wewenang bidan dan kebutuhan klien.
b.      Diagnosa kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas, sistematis mengarah
pada asuhan kebidanan yang diperlukan oleh klien

Standar IV : Rencana asuhan


Rencana Asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan
Definisi Operasional :
a.       Ada format rencana asuhan kebidanan
b.      Format rencana asuhan kebidanan terdiri dari diagnosa, rencana tindakan
dan evaluasi

Standar V : Tindakan
      Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan
keadaan klien : tindakan kebidanan dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien
Definisi Operasional :
a.       Ada format tindakan kebidanan dan evaluasi
b.      Format tindakan kebidanan terdiri dari tindakan dan evaluasi
c.       Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan
perkembangan klien
d.      Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan
wewenang bidan atau tugas kolaborasi
e.       Tindakan kebidanan dilaksanakan dengan menerapkan kode etik
kebidanan etika kebidanan serta mempertimbangkan hak klien aman dan
nyaman
f.       Seluruh tindakan kebidanan dicatat pada format yang telah tersedia

Standar VI : Partisipasi klien


      Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama / partisipasi klien dan keluarga
dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan
Definisi Operasional :
a.       Klien / keluarga mendapatkan informasi tentang :

23
1)      Status kesehatan saat ini
2)      Rencana tindakan yang akan dilaksanakan
3)      Peranan klien / keluarga dalam tindakan kebidanan
4)      Peranan petugas kesehatan dalam tindakan kebidanan
5)      Sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan
b.      Klien dan keluarga bersama-sama dengan petugas melaksanakan tindakan
kegiatan

Standar VII : Pengawasan


            Monitor / pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus
dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan klien.
Definisi Operasional :
a.       Adanya format pengawasan klien
b.      Pengawasan dilaksanakan secara terus menerus sitematis untuk
mengetahui keadaan perkembangan klien
c.       Pengawasan yang dilaksanakan selalu dicatat pada catatan yang telah
disediakan

Standar VIII : Evaluasi


Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus seiring dengan
tindakan kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah
dirumuskan.
Difinisi Operasional :
a.       Evaluasi dilaksanakan setelah dilaksanakan tindakan kebidanan.Klien sesuai
dengan standar ukuran yang telah ditetapkan
b.      Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur rencana yang telah dirumuskan
c.       Hasil evaluasi dicatat pada format yang telah disediakan

Standar IX : Dokumentasi
      Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan
kebidanan yang diberikan
Definisi Operasional :
a.       Dokumentasi dilaksanakan untuk disetiap langkah manajemen kebidanan
b.      Dokumentasi dilaksanakan secara jujur sistimatis jelas dan ada yang
bertanggung jawab
c.       Dokumentasi merupakan bukti legal dari pelaksanaan asuhan kebidanan

24
2.2.

1.

2.

2.1.

2.3. Hak-Hak Klien dan Persetujuan Tindakan Medik

A. Hak Klien

Klien adalah seseorang yang menerima perawatan medis atau seseorang yang menderita
suatu penyakit dan memerlukan bantuan para medis. Klien itumeliputi (anak-anak, remaja,
ibu atau calon orang tua dan ibu hamil. Hak adalah segala sesuatu yang harus didapat oleh
setiap manusia sejak lahir. Jadi hak-hak klien adalah hak-hak yang harus diterima oleh klien
selama perawatan sampai tidak dirawat (sembuh).

B. Hak yang Harus dimiliki Seorang Klien Secara Pribadi dan Umum

a. Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien/klien:

1. Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang
berlaku di rumah sakit atau instusi pelayanan kesehatan.

2. Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.

3. Pasien berhak memperoleh pelayanan kebidanan sesuai dengan profesi bidan


tanpa diskriminasi.

4. Pasien berhak memilih bidan yang akan menolongnya sesuai dengan


keinginannya.

5. Pasien berhak mendapatkan ;nformasi yang meliputi kehamilan, persalinan,


nifas dan bayinya yang baru dilahirkan.

6. Pasien berhak mendapat pendampingan suami atau keluarga selama proses


persalinan berlangsung.

7. Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan seuai dengan keinginannya
dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.

8. Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat
kritis dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dad pihak luar.

25
9. Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah
sakit tersebut (second opinion) terhadap penyakit yang dideritanya, sepengatahuan
dokter yang merawat.

10. Pasien berhak meminta atas privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk data-data medisnya.

11. Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi:

a. Penyakit yang diderita

b. Tindakan kebidanan yang akan dilakukan

c. Alternatif terapi lainnya

d. Prognosisnya

e. Perkiraan biaya pengobatan

12. Pasien berhak menyetujui / memberikan izin atas tindakan yang akan dilakukan
oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.

13. Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan
mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggungjawab sendiri sesuadah
memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.

14. Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.

15. Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang dianutnya


selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.

16. Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan
di rumah sakit.

17. Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual.

18. Pasien berhak mendapatkan perlindungan hukum atas terjadinya kasus mal-
praktek.

b. Hak pasien adalah hak-hak umum yang dimiliki manusia sebagai pasien/klien:

1. Hak mendapatkan pelayanan kesehatan


Seorang klien berhak mendapatkan pelayanan yang baik dan adil tanpa adanya
perbedaan status (kaya,miskin), suku dan bangsa. Semua harus mendapatkan fasilitas
yangn baik sesuai dengan kebutuhan dan keadaan klien

26
2. Hak mendapatkan informasi
Klien harus diberikan informasi yang akurat mengenai segala sesuatu yang
berhubungan dengan klien, seperti penyakit cara pengobatan, dan penanganannya.
Selain itu juga harus diberikan informasi tentang fasilitas, ketentuan atau peraturan
yang ada ditempat pelayanan kesehatan tersebut.

3. Hak pengambilan keputusan(imforment consent)


Sebelum melakukan pananngan terhadap klien seoarang tim medis harus
memberikan informasi yang benar mengenai penyakit klien, pengobatan dan
penyembuhannya. Apabila informasi tentang klien bisa membahayakannya, tim
medis harus memberitahukannya kepada pihak keluarga. sehingga jika terjadi hal –
hal yang tidak diinginkan klien tidak bisa memberikan tuntutan.

4. Hak mengetahui nama dan statustim medis/penolong


Klien harus mengetahui siapa dan apa status dari tim medis yang menolongnya,untuk
memudahkan komunikasi antara pasien dengan tim medis tersebut.

5. Hak mengeluarkan pendapat


Klien harus dilibatkan dalam hal yang berhubungan dengan klien dan diminta
pendapatnya demi kenyamanan bersama dengan tidak keluar dari ketentuan-
ketentuan yang ada.

6. Hak dilakukan secara hormat


Klien adalah mahluk soial yang sempurna sehingga harus diperlakukan sebagai mana
mestinya.dan ditempatkan dalam posisi yang semestinya.

7. Hak untuk konfidentialitas memperoleh kerahasiaan privasi


Tim medis harus merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan klien
seperti penyakit yang diderita oleh klien.

8. Hak untuk mendapatkan rekam medis.


Klien berhak mendapatkan rekam medis yang berisi dokumen tentang identitas
klien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan yang telah diberikan
kepada klien.

27
C. Hak dan Kewajiban yang Harus dimiliki Seorang Klien Berdasarkan UU

Menurut ‘Declaration of Lisbon (1981) : The Rights of the Patient” disebutkan


beberapa hak pasien, diantaranya hak memilih dokter, hak dirawat dokter yang “bebas”, hak
menerima atau menolak pengobatan setelah menerima informasi, hak atas kerahasiaan, hak
mati secara bermartabat, hak atas dukungan moral atau spiritual.

Dalam UU No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 53 menyebutkan beberapa hak


pasien, yakni hak atas Informasi, hak atas second opinion, hak atas kerahasiaan, hak atas
persetujuan tindakan medis, hak atas masalah spiritual, dan hak atas ganti rugi.

Menurut UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan, pada pasal 4-8 disebutkan setiap
orang berhak atas kesehatan; akses atas sumber daya; pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu dan terjangkau; menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan;
lingkungan yang sehat; info dan edukasi kesehatan yg seimbang dan bertanggungjawab; dan
informasi tentang data kesehatan dirinya.

Hak-hak pasien dalam UU No. 36 tahun 2009 itu diantaranya meliputi:

1. Hak menerima atau menolak sebagian atau seluruh pertolongan (kecuali tak sadar,
penyakit menular berat, gangguan jiwa berat).

2. Hak atas rahasia pribadi (kecuali perintah UU, pengadilan, ijin yang
bersangkutan, kepentingan yang bersangkutan, kepentingan masyarakat).

3. Hak tuntut ganti rugi akibat salah atau kelalaian (kecuali tindakan penyelamatan
nyawa atau cegah cacat).

Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur
hak-hak pasien, yang meliputi:

1. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana


dimaksud dalam pasal 45 ayat (3).

2. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain.

3. Mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis.

4. Menolak tindakan medis.

5. Mendapatkan isi rekam medis.

Terkait rekam medis, Peraturan Menteri kesehatan No.269 pasal 12 menyebutkan:

1. Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan.

2. Isi rekam medis merupakan milik pasien.

28
3. Isi rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk ringkasan
rekam medis.

4. Ringkasan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan,
dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan
tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu.

Hak Pasien dalam UU No 44 / 2009 tentang Rumah Sakit (Pasal 32 UU 44/2009)


menyebutkan bahwa setiap pasien mempunyai hak sebagai berikut:

1. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah
Sakit;

2. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;

3. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;

4. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional;

5. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari
kerugian fisik dan materi;

6. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;

7. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan
yang berlaku di Rumah Sakit;

8. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain (second
opinion) yang mempunyai Surat ijin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar
rumah sakit;

9. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data


medisnya;

10. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan
oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;

11. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis,
tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin
terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya
pengobatan;

12. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;

13. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya


selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya;

29
14. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan
di Rumah Sakit;

15. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap
dirinya;

16. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama
dan kepercayaan yang dianutnya;

17. Menggugat dan/atau menuntut rumah sakit apabila rumah sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun
pidana;

18. Mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Sementara itu kewajiban pasien diatur diataranya dalam UU No 29 tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran, terutama pasal 53 UU, yang meliputi:

1. Memberi informasi yg lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya.

2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter dan dokter gigi.

3. Mematuhi ketentuan yang berlaku di saryankes.

4. Memberi imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

D. Kewajiban yang Harus dimiliki Seorang Klien

1. Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan tat
tertib rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan.

2. Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter, bidan, perawat


yang merawatnya.

3. Pasien dan atau penangungnya berkewajiban untuk melunasi semua imbalan


atas jasa pelayanan rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan, dokter, bidan dan
perawat.

4. Pasien dan atau penangggungnya berkewajiban memenuhi hal-hal yang selalu


disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.

30
Persetujuan Tindakan Medik (Informed Concent)

A. Pengertian

Secara harfiah Informed Consent merupakan padanan kata dari: Informed artinya
telah diberikan penjelasan/informasi ,dan Consent artinya persetetujuan yang
diberikan kepada seseorang untuk berbuat sesuatu.

“Informed Consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah
mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti
persetujuan atau memberi izin. Jadi “informed consent” mengandung pengertian
suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian
“informed consent” dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh
pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang
akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.

Menurut D. Veronika Komalawati, SH , “informed consent” dirumuskan sebagai


“suatu kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan dokter
terhadap dirinya setelah memperoleh informasi dari dokter mengenai upaya medis
yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya disertai informasi mengenai segala
resiko yang mungkin terjadi.

Definisi operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang yang berhak
(yaitu pasien, keluarga atau walinya) yang isinya berupa izin atau persetujuan kepada
dokter untuk melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut diberi
informasi secukupnya.

Persetujuan tindakan adalah kesepakatan yang dibuat seorang klien untuk menerima
rangkaian terapi atau prosedur setelah informasi yang lengkap, termasuk risiko terapi
dan fakta yang berkaitan dengan terapi tersebut, telah diberikan oleh dokter. Oleh
karena itu, persetujuan tindakan adalah pertukaran antara klien dan dokter. Biasanya,
klien menandatangani formulir yang disediakan oleh institusi. Formulir itu adalah
suatu catatan mengenai persetujuan tindakan, bukan persetujuan tindakan itu sendiri.

Mendapatkan persetujuan tindakan untuk terapi medis dan bedah spesifik adalah
tanggung jawab dokter. Meskipun tanggung jawab ini didelegasikan kepada perawat
di beberapa institusi dn tidak terdapat hukum yang melarang perawat untuk menjadi
bagian dalam proses pemberian informasi tersebut, praktik tersebut sangat tidak
dianjurkan (Aiken dan Catalano, 1994, hlm. 104).

B. Tujuan Informed Consent

Di Indonesia informed Consent tentu memiliki maksud tujuan diatur terlihat dari arti
pentinganya perlindungan terhadap hak-hak azasi pasien untuk menentukan nasib

31
sendiri (hak informasi tentang penyakitnya, hak untuk menerima/menolak rencana
perawatan). Juga merupakan suatu tindakan konkrit atas penghormatan kalangan
kesehatan terhadap hak perorangan. mengingat perlu dan pentinya pembatasan
Otorisasi Tenaga kesehatan terhadap pasien juga merupakan hal yang bisa
dilepaskan.

Dalam hubungan antara pelaksana (dokter) dengan pengguna jasa tindakan medis
(pasien), maka pelaksanaan “informed consent”, bertujuan : Melindungi pengguna
jasa tindakan medis (pasien) secara hukum dari segala tindakan medis yang
dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun tindakan pelaksana jasa tindakan medis
yang sewenang-wenang, tindakan malpraktek yang bertentangan dengan hak asasi
pasien dan standar profesi medis, serta penyalahgunaan alat canggih yang
memerlukan biaya tinggi atau “over utilization” yang sebenarnya tidak perlu dan
tidak ada alasan medisnya;

Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari tuntutan-


tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan medis yang tak terduga
dan bersifat negatif, misalnya terhadap “risk of treatment” yang tak mungkin
dihindarkan walaupun dokter telah bertindak hati-hati dan teliti serta sesuai dengan
standar profesi medik. Sepanjang hal itu terjadi dalam batas-batas tertentu, maka
tidak dapat dipersalahkan, kecuali jika melakukan kesalahan besar karena kelalaian
(negligence) atau karena ketidaktahuan (ignorancy) yang sebenarnya tidak akan
dilakukan demikian oleh teman sejawat lainnya.

Perlunya dimintakan informed consent dari pasien karena informed consent


mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut :

1. Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia

2. promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri

3. untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati


pasien

4. menghindari penipuan dan misleading oleh dokter

5. mendorong diambil keputusan yang lebih rasional

6. mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan


kesehatan

7. sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan


kesehatan.

32
Pada prinsipnya iformed consent deberikan di setiap pengobatan oleh dokter. Akan
tetapi, urgensi dari penerapan prinsip informed consent sangat terasa dalam kasus-
kasus sebagai berikut :

1. dalam kasus-kasus yang menyangkut dengan pembedahan/operasi

2. dalam kasus-kasus yang menyangkut dengan pengobatan yang memakai


teknologi baru yang sepenuhnya belum dpahami efek sampingnya.

3. dalam kasus-kasus yang memakai terapi atau obat yang kemungkinan


banyak efek samping, seperti terapi dengan sinar laser, dll.

4. dalam kasus-kasus penolakan pengobatan oleh klien

5. dalam kasus-kasus di mana di samping mengobati, dokter juga


melakukan riset dan eksperimen dengan berobjekan pasien.

Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup
untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed
consent juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan
nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua
informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat.
Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan
guncangan psikis pada pasien.

Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang
kuat. Menurut American College of Physicians’ Ethics Manual, pasien harus
mendapat informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan.
Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent
menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi
yang diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.

C. Bentuk-Bentuk Informed Consent

Ada dua bentuk persetujuan tindak medik yang sesuai dengan peraturan berlaku
antara lain:

1. Tersirat ( Implied Consent) dimana persetujuan tindakan medik


dianggap telah diberikan kepada pihak pasien Persetujuan Tersirat ( Implied
Consent) Tanpa pernyataan yang tegas, hanya dengan isyarat yang diterima
tenaga kesehatan berdasarkan sikap dan tindakan pasien. Dalam kondisi

33
normal : umumnya merupakan tindakan yang sudah diketahui umum/biasa.
Dalam kondisi darurat : pasien tak mungkin diajak komunikasi, keluarga tak
ditempat ( Permenkes 585/1989, Pasal 11) merupakan Presumed consent.

2. Dinyatakan ( Expressed Consent) merupakan persetujuan dinyatakan


dengan lisan atau tulisan. Pada tindakan yang melebihi prosedur yang
umum /biasa dilakukan ; pemeriksaan genital / rectal atau lisan. Tindakan
invasif/ berisiko; pembedahan untuk terapi/diagnosis dengan tertulis

Secara umum bentuk persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan medis
(pasien) kepada pihak pelaksana jasa tindakan medis (dokter) untuk melakukan
tindakan medis dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu :

1. Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang


mengandung resiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes No.
585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No.
319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang mengandung
resiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelah
sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang
perlunya tindakan medis serta resiko yang berkaitan dengannya (telah terjadi
informed consent);

2. Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang


bersifat non-invasif dan tidak mengandung resiko tinggi, yang diberikan oleh
pihak pasien;

3. Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya


pasien yang akan disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung
menyodorkan lengannya sebagai tanda menyetujui tindakan yang akan
dilakukan terhadap dirinya.

D. Unsur Informed Consent

Suatu informed consent baru sah diberikan oleh pasien jika memenuhi minimal 3 (tiga)
unsure sebagai berikut :

1. Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh dokter

2. Kompetensi pasien dalam memberikan persetujuan

3. Kesukarelaan (tanpa paksaan atau tekanan) dalam memberikan persetujuan.

E. Aspek Hukum Informed Consent

34
Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis (dokter, dan
pasien) bertindak sebagai “subyek hukum ” yakni orang yang mempunyai hak dan
kewajiban, sedangkan “jasa tindakan medis” sebagai “obyek hukum” yakni sesuatu
yang bernilai dan bermanfaat bagi orang sebagai subyek hukum, dan akan terjadi
perbuatan hukum yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, baik yang
dilakukan satu pihak saja maupun oleh dua pihak.

Dalam masalah “informed consent” dokter sebagai pelaksana jasa tindakan medis,
disamping terikat oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi dokter, juga
tetap tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan hukun perdata, hukum
pidana maupun hukum administrasi, sepanjang hal itu dapat diterapkan.

Pada pelaksanaan tindakan medis, masalah etik dan hukum perdata, tolok ukur yang
digunakan adalah “kesalahan kecil” (culpa levis), sehingga jika terjadi kesalahan
kecil dalam tindakan medis yang merugikan pasien, maka sudah dapat dimintakan
pertanggungjawabannya secara hukum. Hal ini disebabkan pada hukum perdata
secara umum berlaku pada “barang siapa merugikan orang lain harus memberikan
ganti rugi”.

Sedangkan pada masalah hukum pidana, tolak ukur yang dipergunakan adalah
“kesalahan berat” (culpa lata). Oleh karena itu, adanya kesalahan kecil (ringan) pada
pelaksanaan tindakan medis belum dapat dipakai sebagai tolak ukur untuk
menjatuhkan sanksi pidana.

Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana jasa
tindakan medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna jasa tindakan
medis (pasien), sedangkan pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu
memberikan persetujuan, maka dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat
dipersalahkan dan digugat telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum
(onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHPer). Hal ini karena pasien mempunyai hak atas tubuhnya, sehingga dokter dan
harus menghormatinya;

35
Aspek Hukum Pidana, “informed consent” mutlak harus dipenuhi dengan adanya
pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan.
Suatu tindakan invasive (misalnya pembedahan, tindakan radiology invasive) yang
dilakukan pelaksana jasa tindakan medis tanpa adanya izin dari pihak pasien, maka
pelaksana jasa tindakan medis dapat dituntut telah melakukan tindak pidana
penganiayaan yaitu telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHP.

Sebagai salah satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari bahwa
“informed consent” benar-benar dapat menjamin terlaksananya hubungan hukum
antara pihak pasien dengan dokter, atas dasar saling memenuhi hak dan kewajiban
masing-masing pihak yang seimbang dan dapat dipertanggungjawabkan. Masih
banyak seluk beluk dari informed consent ini sifatnya relative, misalnya tidak mudah
untuk menentukan apakah suatu inforamsi sudah atau belum cukup diberikan oleh
dokter. Hal tersebut sulit untuk ditetapkan secara pasti dan dasar teoritis-yuridisnya
juga belum mantap, sehingga diperlukan pengkajian yang lebih mendalam lagi
terhadap masalah hukum yang berkenaan dengan informed consent ini.

Adanya kewajiban dari pihak pemberi informasi dalam menyampaikan sebuah


persetujuan tindak medik yang akan dilakukan atau setelah dilakukan. Tentunya
tenaga kesehatan harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien/
keluarga diminta atau tidak diminta. Informasi tersebut: harus dengan jelas yang
berkaitan dengan penyakit pasien ; prosedur diagnostik, tindakan/terapi, alternatif
terapi dan pembiayaan serta resiko yang mungkin timbul dari proses tersebut dan
harus dijelaskan selengkap-lengkapnya, kecuali dipandang merugikan pasien atau
pasien menolak untuk diberikan informasi. Informasi itu juga sewajarnya diberikan
oleh tenaga kesehatan yang melakukan tindakan atau tenaga kesehatan lain yang
diberi wewenang, dan bila dipandang perlu informasi bisa diberikan pada pihak
keluarga pasien

Persetujuan dari pasien dari merupakan hal yang harus sangat diperhatikan, pasien
tepat tidak dibawah tekanan hubungan tenaga – pasien. Sebelum dan sesudahnya
telah mendapatkan informasi lengkap, dan pihak yang membuat persetujuan adalah
mereka pasien dewasa

(lebih dari 21 tahun atau sudah menikah ) atau dapat diwakilkan pihak Keluarga/
Wali/ induk semang.

36
Syarat sahnya persetujuan tindakan medik yang dilakukan oleh tenaga medis
terhadap pasien, sejatinya pasien diberikan secara bebas, diberikan oleh orang yang
sanggup membuat perjanjian.Telah mendapatkan penjelasan dan memahaminya,
Mengenai susuatu hal yang khas dari persetujuan ini, tindakan dilakukan pada situasi
yang sama.

Tetapi penolakan (informed refusal) bisa juga dilakukan oleh pasien, karena
merupakan hak pasien/ keluarga pasien dan tiada satupun tenaga kesehatan yang bisa
memaksa sekalipun berbahaya bagi pasien maka sebaiknya pihak rumah sakit/ dokter
meminta pasien/ kel menandatangani surat penolakan terhadap anjuran tindakan
medik tersebut di lembaran khusus.

F. Sanksi Hukum terhadap Informed Consent

1. Sanksi pidana

Apabila seorang tenaga kesehatan menorehkan benda tajam tanpa persetujuan pasien
dipersamakan dengan adanya penganiayaan yang dapat dijerat Pasal 351 KUHP

2. Sanksi perdata

Tenaga kesehatan atau sarana kesehatan yang mengakibatkan kerugian dapat digugat
dengan 1365, 1367, 1370, 1371 KUHPer

3. Sanksi administratif

Pasal 13 Pertindik mengatur bahwa :

Terhadap dokter yang melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien atau
keluarganya dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin praktik.

37
DAFTAR PUSTAKA

http://www.academia.edu/6241172/Hak_dan_Kewajiban_pasien_dalam_pelayanan_Kese
hatan

Yuningsih, Yuyun dkk. 2006. Praktik Keperawatan Profesional Konsep & Perspektif,
Ed.4. Jakarta: EGC

38

Anda mungkin juga menyukai