Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KELAS 2A
JURUSAN KEBIDANAN
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Dasar Hukum dan Aspek
Legal dalam Pelayanan Kebidanan ”. Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada dosen mata kuliah konsep kenormalan dalam praktik kebidanan yang sudah
memberikan kepercayaan kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini. Dengan adanya
makalah ini kami berharap agar para pembaca dapat memahamihakikat, martabat, dan
tanggung jawab manusia.
Kami menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran demi
perbaikan makalah yang akan kami buat di lain waktu, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami oleh semua orang khususnya bagi para pembaca.
Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat kata-kata yang kurang berkenan.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN............................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
1.3. Tujuan..............................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................................................................3
2.1. Dasar Hukum Pelayanan Kebidanan Secara Universal.....................................................3
2.2. PENTINGNYA LANDASAN HUKUM DAN PRAKTEK PROFESI..............................13
2.3. Hak-Hak Klien dan Persetujuan Tindakan Medik...........................................................24
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................38
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Mutu pelayanan kebidanan berorientasi pada penerapan kode etik dan standar
pelayanan kebidanan, serta kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan
pelayanan kebidanan.Dari dua dimensi mutu pelayanan kebidanan tersebut, tujuan
akhirnya adalah kepuasaan pasien yang dilayani oleh bidan.
Tiap profesi pelayanan kesehatan dalam menjalankan tugasnya di suatu institusi
mempunyai batas jelas wewenangnya yang telah disetujui oleh antar profesi dan
merupakan daftar wewenang yang sudah tertulis.
Bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan pemberi pelayanan kepada masyarakat harus
memberikan pelayanan yang terbaik demi mendukung program pemerintah untuk
pembangunan dalam negeri, salah satunya dalam aspek kesehatan.
1. UU No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
Tujuan dari pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap warga negara Indonesia melalui
upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sebagai upaya peningkatan sumber
daya manusia yang berkualitas.dengan adanya arus globalisasi salah satu fokus utama
agar mampu mempunyai daya saing adalah bagaiamana peningkatan kualitas sumber
daya manusia. Kualitas sumber daya manusia dibentuk sejak janin didalam
kandungan, masa kelahiran dan masa bayi serta masa tumbuh kembang balita. Hanya
sumber daya manusia yang berkualitas, yang memiliki pengetahuan dankemampuan
sehingga mampu survive dan mampu mengantisipasi perubahan serta mampu
bersaing.
2. Bidan erat hubungannya dengan penyiapan sumber daya manusia. Karena pelayanan
bidan meliputi kesehatanreproduksi wanita, sejak remaja, masa calon pengantin,masa
hamil, masa persalinan, masa nifas, periode interval, masa klimakterium dan
menoupause serta memantau tumbuh kembang balita serta anak pra sekolah.
3. Visi pembangunan kesehatan Indonesia sehat 2010 adalah derajat kesehatan yang
optimal dengan strategi: paradigma sehat, profesionlisme, JPKM dan desentralisasi.
1
1.
1.
1.1.
1.3. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.
1.
Pada pertemuan ini disepakati bahwa kualitas pelayanan kebidanan yang diberikan kepada
setiap ibu yang memerlukannya perlu diupayakan agar memenuhi standar tertentu agar aman
dan efektif.Sebagai tindak lanjutnya, WHO SEARO mengembangkan Standar Pelayanan
Kebidanan.
Standar ini kemudian diadaptasikan untuk pemakaian di Indonesia, khususnya untuk tingkat
pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di tingkat masyarakat.Standar ini diberlakukan
bagi semua pelaksana kebidanan.
3. Pertemuan Program tingkat propinsi DIY tentang penerapan SPK 1999 Bidan sebagai
tenaga profesional merupakan ujung tombak dalam pemeriksaan kehamilan seharusnya
sesuai dengan prosedur standar pelayanan kebidanan yang telah ada yang telah tertulis dan
ditetapkan sesuai dengan kondisi di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Dinkes DIY,
1999).
Pada BAB I yaitu tentang Ketentuan Umum pasal 1 ayat 6 yang berbunyi Standar profesi
adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam melaksanakan profesi
secara baik.
Pelayanan kebidanan yang bermutu adalah pelayanan kebidanan yang dapat memuaskan
setiap pemakai jasa pelayanan kebidanan serta penyelenggaraannya sesuai kode etik dan
3
standar pelayanan pofesi yang telah ditetapkan.Standar profesi pada dasarnya merupakan
kesepakatan antar anggota profesi sendiri, sehingga bersifat wajib menjadi pedoman dalam
pelaksanaan setiap kegiatan profesi.
Bidan Indonesia adalah : seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang di akui
pemerintah dan organisasi profesi diwilayah Negara Republik Indonesia seta memiliki
kompetisi dan kualifikasi untuk di register, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi
untuk menjalankan praktik kebidanan. Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dan
system pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregrister) yang
dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi, dan rujukan.
Pada BAB I yaitu tentang Ketentuan Umumpada pasal 1 ayat 3 yang berbunyi Surat Izin
Praktek Bidan yang selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada
Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik kebidanan. Kemudian
pasal 1 ayat 4 yang berbunyi Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai
petunjuk dalam menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar profesi, dan
standar operasional prosedur
TENTANG
KEBIDANAN
Dengan Persetujuan Bersama
dan
MEMUTUSKAN:
4
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 2
a. perikemanusiaan;
b. nilai ilmiah;
d. manfaat;
e. keadilan;
f. pelindungan; dan
g. keselamatan Klien.
5
Pasal 3
Pasal 49
padamasakehamilan,masapersalinan,
6
Paragraf 2
Pasal 50
7
Paragraf 3
Keluarga Berencana
Pasal 51
Pasal 52
8
PENJELASAN
ATAS
TENTANG
KEBIDANAN
I. UMUM
9
prasekolah termasuk kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
Pelayanan Kebidanan harus diberikan secara bertanggung jawab, akuntabel,
bermutu, dan aman.
Pasal 49
10
Huruf a
Huruf b
Huruf e
Huruf f
11
1) Menjamin perlindungan pada masyarakat pengguna jasa profesi dan profesi sendiri
2) Legislasi sangat berperan dalam pemberian pelayanan professional
Bidan dikatakan profesional, mematuhi beberapa criteria sebagai berikut:
1. Mandiri
2. Peningkatan kompetensi
3. Praktek berdasrkan evidence based
4. Penggunaan berbagai sumber informasi
Masyarakat membutuhkan pelayanan yang aman dan berkualitas, serta butuh
perlindungansebagai pengguna jasa profesi. Ada beberapa hal yang menjadi sumber
ketidak puasan pasien atau masyarakat yaitu:
1) Pelayanan yang aman
2) Sikap petugas kurang baik
3) Komunikasi yang kurang
4) Kesalahan prosedur
5) Saran kurang baik
6) Tidak adanya penjelasan atau bimbingan atau informasi atau pendidikan kesehatan.
Legislasi adalah proses pembuatan UU atau penyempurnaan perangkat hukum
yangsudah ada melalui serangkaian sertifikasi (pengaturan kompetensi), registrasi
(pengaturankemenangan) dan lisensi (pengaturan penyelenggaraan kewenangan).
Tujuan legislasi adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap
pelayanan yangtelah diberikan. Bentuk perlindungan tersebut antara lain :
1. Mempertahankan kualitas pelayanan
2. Memberikan kewenangan
3. Menjamin perlindungan hukum
4. Meningkatkan profesionalisme
3. Peristilahan Hukum
Sebelum melihat masalah etik yang Mungkin timbul dalam pelayanan kebidanan,
maka ada baiknya dipahami beberapa Istilah berikut ini :
1) Legislasi (Lieberman, 1970)Ketetapan hukum yang mengatur hak dan kewajiban
seseorang yang berhubungan erat dengan tindakan.
2) Lisensi Pemberian izin praktek sebelum diperkenankan melakukan pekerjaan yang
telah diterapkan.Tujuannya untuk membatasi pemberian wewenang dan untuk
meyakinkan klien.
12
3) Deontologi/Tugas Keputusan yang diambil berdasarkan keserikatan/berhubungan
dengan tugas. Dalam pengambilan keputusan, perhatian utama pada tugas.
4) Hak Keputusan berdasarkan hak seseorang yang tidak dapat diganggu.Hak berbeda
dengan keinginan, kebutuhan dan kepuasan.
5) Instusioner Keputusan diambil berdasarkan pengkajian dari dilemma etik dari kasus
per kasus. Dalam teori ini ada beberapa kewajiban dan peraturan yang sama
pentingnnya.
6) Beneficience Keputusan yang diambil harus selalu menguntungkan.
7) Mal-efecience Keputusan yang diambil merugikan pasien
8) Malpraktek/Lalaia. Gagal melakukan tugas/kewajiban kepada klien.Tidak
melaksanakan tugas sesuai dengan standar.Melakukan tindakan yang mencederai
klien.Klien cedera karena kegagalan melaksanakan tugas.
9) Malpraktek terjadi karena. Cerobohan.Lupa.Gagal mengkomunikasikan.Bidan sebagai
petugas Kesehatan sering berhadapan dengan masalah etik yang berhubungan dengan
hukum.Sering masalah dapat diselesaikan dengan hukum, tetapi belum tentu dapat
diselesaikan berdasarkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai etik.Banyak hal yang bisa
membawa seorang bidan berhadapan dengan masalah etik.
1.
2.
1. Aspek hukum dan keterkaitannya dengan pelayanan / praktek bidan dan kode etik
Bidan merupakan suatu profesi yang selalu mempunyai ukuran atau standar
profesi.Standar profesi bidan yang terbaru adalah diatur dalam KEPMENKES RI No.
369/MENKES/SK/III/2007 yang berisi mengenai latar belakang kebidanan.Berbagai
defenisi dalam pelayanan kebidanan.Berbagai defenisi dalam pelayanan kebidanan, falsafah
kebidanan, paradigma kebidanan, ruang lingkup kebidanan, standar praktek kebidanan, dan
kode etik bidan di Indonesia.
1) Pelayanan Kebidanan
13
Adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab praktek profesi bidan dalam sistem
pelayanan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka
mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat.
2) Falsafah Kebidanan
a. Sebagai bangsa Indonesia yang mempunyai pandangan hidup pancasila, seorang bidan
menganut filosofi yang mempunyai keyakinan di dalam dirinya bahwa semua manusia
adalah makhluk bio psiko sosio kultural dan spiritual yang unik
b. Manusia terdiri dari pria dan wanita yang kemudian kedua jenis individu itu
berpasangan menikah membentuk keluarga yang mempunyai anak
c. Bidan berkeyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh pelayanan kesehatan
yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan manusia dan perbedaan budaya
d. Persalinan adalah satu proses yang alami, peristiwa normal, namun apabila tidak
dikelolah dengan tepat dapat berubah menjadi abnormal
e. Setiap individu berhak untuk dilahirkan secara sehat untuk itu maka setiap wanita usia
subur, ibu hamil, melahirkan dan bayinya behak mendapatkan pelayanan yang
berkualitas
f. Pengalaman melahirkan anak merupakan tugas perkembangan keluarga, yang
membutuhkan persiapan
g. Kesehatan ibu periode reproduksi dipengaruhi oleh perilaku ibu, lingkungan dan
pelayanan kesehatan
3) Paradigma Kebidanan
a. Wanita
Wanita/ manusia adalah makhluk biopsiko sosial kultural dan spiritual yang
utuh dan unik, mempunyai kebutuhan dasar yang bemacam-macam sesual dengan
tingkat perkembangannya.
b. Lingkungan
c. Perilaku
14
Perilaku merupakan hasil dari berbagai pengalaman serta interaksi manusia
dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan sikap dan tindakan.
d. Pelayanan kebidanan
e. Keturunan
Standar II : Pengkajian
15
Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.
Standar V : Tindakan
Standar IX : Dokumentasi
Terwujudnya kode etik ini merupakan bentuk kesadaran dan kesungguhan hati
dari setiap bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan sebagai
anggota tim kesehatan demi terciptanya cita-cita pembangunan nasional di bidan
kesehatan pada umumnya, KIA/KB dan kesehatan keluarga.
Pekerjaan yang dilakukan oleh bidan merupakan suatu profesi yang didasarkan
pada pendidikan formal tertentu naik untuk mencari nafkah maupun bukan untuk mencari
nafkah.Dalam praktek kebidanan juga terikat oleh suatu etika profesi.
16
Etika adalah peraturan tentang tingkah laku yang hanya berisi kewajiban saja
dan mengatur apa yang baik dan tidak baik, sedangkan kode etik dibuat oleh organisasi
profesi.
Hukum adalah perkumpulan peraturan hukum yang berisi hak dan kewajiban
yang timbal balik dan mengatur apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Bidan
berupaya semaksimal mungkin sebagai contoh perikatan atas dasar perjanjian adalah
ketika pasien datang ke tempat praktek kerja untuk memperoleh pelayanan kebidanan,
maka keterikatan yang terjadi atas dasar perjanjian.
Perjanjian adalah ikatan antara 1 orang dengan orang lain atau lebih yang
selalu menimbulkan hak dan kewajiban timbal balik.
Hukum kesehatan merupakan keseluruhan aturan hukum menurut Prof. H. J.J. Leenen
adalah :
2. Merupakan penerapan hukum perdata, pidana dan hukum administrasi negara dalam
kaitan dengan pemeliharaan kesehatan
3. Bersumber dari hukum otonom yang berlaku untuk kalangan tertentu saja, hukum
kebiasaan, yurisprudensi, aturan-aturan internasional, ilmu pengetahuan dan literatur
yang ada kaitannya dengan pemeliharaan kesehatan
7) Kode Etik
Kode etik suatu profesi adalah berupa norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap
anggota profesi yang bersangkutan di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam
hidupnya di masyarakat.
1. Untuk menjunjung tinggi martabat dan profesi. Dalam hal ini yang dijaga adalah
image dari pihak luar/ masyarakat mencegah orang luar memandang remeh suatu
profesi.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota
Kesejahteraan materill dan spritual (mental)
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
4. Untuk meningkatkan mutu profesi
17
a. Hak Pasien Dan Persetujuannya
Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang memiliki manusia sebagai pasien untuk
klien :
Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dalam peraturan yang
berlaku di rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan.
Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.
Pasien berhak memperoleh pelayanan kebidanan sesuai dengan profesi bidan
tanpa diskriminasi.
Pasien berhak memilih bidan yang akan menolongnya sesuai dengan
keinginannya.
Pasien berhak mendapatkan informasi yang meliputi kehamilan, persalinan, nifas
dan bayinya yaitu baru dilahirkan.
Pasien berhak mendapat mendamping, suami atau keluarga selama proses
persalinan berlangsung.
Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya
dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.
Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat kritis
dan pendapat ethisnya tanpa campur tangan dari pihak luar.
Pasien berhak meminta konsultasi kepada pihak lain yang terdaftar di rumah sakit
tersebut terhadap penyakit yang dideritanya, sepengetahuan dokter yang dirawat.
Pasien berhak meminta atas privacy dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk data-data medisnya.
Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi :
a. Prognos
b. Penyakit yang diderita
c. Tindakan kebidanan yang akan dilakukand. Alternatif therapi lainnya
perkiraan biaya pengobatan
Pasien berhak menyetujui atau memberikan izin atas tindakan yang akan
dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya
Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan
mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah
memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.
Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis
Pasien behak beribadah sesuai dengan kepercayaannya yang dianutnya selama itu
tidak mengganggu pasien yang lainnya.
18
Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di
rumah sakit.
Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spritiual.
Pasien berhak mendapatkan perlindungan hukum atas terjadinya kasus mal
praktek.
b. Kewajiban Pasien
Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan tata
tertib rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan.
Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter, bidan, perawat yang
merawatnya.
Pasien / penanggungnya berkewajiban untuk melunasi semua imbalan atas jasa
pelayanan rumah sakit/ institusi pelayanan kesehatan, doker, bidan dan perawat.
Pasien dn atau penanggungnya memenuhi hal-hal yang selalu disepakati atau
perjanjian yang telah dibuatnya.
19
a. Setiap bidan senantiasa pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga dan
masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan
kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
b. Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan
dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan
konsultasi atau rujukan.
c. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan, keterangan yang didapat atau
dipercayakan kepadanya kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan
sehubungan kepentingan klien.
1. Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya
dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang
bermutu kepada masyarakat.
2. Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan
kemampuan profesinya sesuai dengan IPTEK.
3. Setiap bidan senantiasa berperans serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan
sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
20
2. Mal praktek/ lalai :
Ceroboh
Lupa
Gagal mengkomunikasikan
Bidan sebagai petugas kesehatan sering berhadapan dengan masalah etik yang
berhubungan dengan hukum.Sering masalah dapat diselesaikan dengan hukum tetapi
belum dapat diselesaikan berdasarkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai etik.
Contoh kasus :
Di sebuah desa terpencil seorang ibu mengalami perdarahan post partum telah
melahirkan bayinya yang pertama di rumah. Ibu tersebut menolak untuk diberikan
suntikan utero tonika, bila ditinjau dari hak pasien atas keputusan yang menyangkut
dirinya maka bidan bisa saja memberikan suntikan jika kemauan pasien tetapi bidan akan
berhadapan dengan masalah yang rumit lagi.
Bila terjadi perdarahan hebat dan harus diupayakan pertolongan untuk merujuk
pasien dan yang lebih fatal lagi bila pasien akhirnya meninggal akibat perdarahan dalam
hal ini bidan dikatakan tidak melaksanakan tugasnya dengan baik, walaupun bidan harus
memaksa pasiennya untuk disuntik mungkin itu keputusan yang terbaik untuk.
1. Pengertian
Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) adalah rumusan tentang penampilan atau
nilai diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah
ditetapkan yaitu standar pelayanan kebidanan yang menjadi tanggung jawab profesi
bidan dalam sistem pelayanan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan
21
anak dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat (Depkes RI,
2001: 53).
Standar II : Pengkajian
Pengumpulan data tentang status kesehatan kilen dilakukan secara
sistematis dan berkesinambungan.Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.
Definisi Operasional :
a. Ada format pengumpulan data
b. Pengumpulan data dilakukan secara sistematis terfokus yang meliputi data :
1) Demografi identitas klien
2) Riwayat penyakit terdahulu
3) Riwayat kesehatan reproduksi
4) Keadaan kesehatan saat ini termasuk kesehatan reproduksi
5) Analisis data
22
Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah
dikumpulkan.
Definisi Operasional :
a. Diagnosa kebidanan dibuat sesuai dengan kesenjangan yang dihadapi oleh
klien / suatu keadaan psikologis yang ada pada tindakan kebidanan sesuai
dengan wewenang bidan dan kebutuhan klien.
b. Diagnosa kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas, sistematis mengarah
pada asuhan kebidanan yang diperlukan oleh klien
Standar V : Tindakan
Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan
keadaan klien : tindakan kebidanan dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien
Definisi Operasional :
a. Ada format tindakan kebidanan dan evaluasi
b. Format tindakan kebidanan terdiri dari tindakan dan evaluasi
c. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan
perkembangan klien
d. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan
wewenang bidan atau tugas kolaborasi
e. Tindakan kebidanan dilaksanakan dengan menerapkan kode etik
kebidanan etika kebidanan serta mempertimbangkan hak klien aman dan
nyaman
f. Seluruh tindakan kebidanan dicatat pada format yang telah tersedia
23
1) Status kesehatan saat ini
2) Rencana tindakan yang akan dilaksanakan
3) Peranan klien / keluarga dalam tindakan kebidanan
4) Peranan petugas kesehatan dalam tindakan kebidanan
5) Sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan
b. Klien dan keluarga bersama-sama dengan petugas melaksanakan tindakan
kegiatan
Standar IX : Dokumentasi
Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan
kebidanan yang diberikan
Definisi Operasional :
a. Dokumentasi dilaksanakan untuk disetiap langkah manajemen kebidanan
b. Dokumentasi dilaksanakan secara jujur sistimatis jelas dan ada yang
bertanggung jawab
c. Dokumentasi merupakan bukti legal dari pelaksanaan asuhan kebidanan
24
2.2.
1.
2.
2.1.
A. Hak Klien
Klien adalah seseorang yang menerima perawatan medis atau seseorang yang menderita
suatu penyakit dan memerlukan bantuan para medis. Klien itumeliputi (anak-anak, remaja,
ibu atau calon orang tua dan ibu hamil. Hak adalah segala sesuatu yang harus didapat oleh
setiap manusia sejak lahir. Jadi hak-hak klien adalah hak-hak yang harus diterima oleh klien
selama perawatan sampai tidak dirawat (sembuh).
B. Hak yang Harus dimiliki Seorang Klien Secara Pribadi dan Umum
a. Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien/klien:
1. Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang
berlaku di rumah sakit atau instusi pelayanan kesehatan.
7. Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan seuai dengan keinginannya
dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.
8. Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat
kritis dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dad pihak luar.
25
9. Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah
sakit tersebut (second opinion) terhadap penyakit yang dideritanya, sepengatahuan
dokter yang merawat.
10. Pasien berhak meminta atas privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk data-data medisnya.
d. Prognosisnya
12. Pasien berhak menyetujui / memberikan izin atas tindakan yang akan dilakukan
oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.
13. Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan
mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggungjawab sendiri sesuadah
memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.
16. Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan
di rumah sakit.
17. Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual.
18. Pasien berhak mendapatkan perlindungan hukum atas terjadinya kasus mal-
praktek.
b. Hak pasien adalah hak-hak umum yang dimiliki manusia sebagai pasien/klien:
26
2. Hak mendapatkan informasi
Klien harus diberikan informasi yang akurat mengenai segala sesuatu yang
berhubungan dengan klien, seperti penyakit cara pengobatan, dan penanganannya.
Selain itu juga harus diberikan informasi tentang fasilitas, ketentuan atau peraturan
yang ada ditempat pelayanan kesehatan tersebut.
27
C. Hak dan Kewajiban yang Harus dimiliki Seorang Klien Berdasarkan UU
Menurut UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan, pada pasal 4-8 disebutkan setiap
orang berhak atas kesehatan; akses atas sumber daya; pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu dan terjangkau; menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan;
lingkungan yang sehat; info dan edukasi kesehatan yg seimbang dan bertanggungjawab; dan
informasi tentang data kesehatan dirinya.
1. Hak menerima atau menolak sebagian atau seluruh pertolongan (kecuali tak sadar,
penyakit menular berat, gangguan jiwa berat).
2. Hak atas rahasia pribadi (kecuali perintah UU, pengadilan, ijin yang
bersangkutan, kepentingan yang bersangkutan, kepentingan masyarakat).
3. Hak tuntut ganti rugi akibat salah atau kelalaian (kecuali tindakan penyelamatan
nyawa atau cegah cacat).
Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur
hak-hak pasien, yang meliputi:
28
3. Isi rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk ringkasan
rekam medis.
4. Ringkasan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan,
dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan
tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu.
1. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah
Sakit;
4. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional;
5. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari
kerugian fisik dan materi;
7. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan
yang berlaku di Rumah Sakit;
8. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain (second
opinion) yang mempunyai Surat ijin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar
rumah sakit;
10. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan
oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
11. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis,
tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin
terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya
pengobatan;
29
14. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan
di Rumah Sakit;
15. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap
dirinya;
16. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama
dan kepercayaan yang dianutnya;
17. Menggugat dan/atau menuntut rumah sakit apabila rumah sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun
pidana;
18. Mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Sementara itu kewajiban pasien diatur diataranya dalam UU No 29 tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran, terutama pasal 53 UU, yang meliputi:
1. Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan tat
tertib rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan.
30
Persetujuan Tindakan Medik (Informed Concent)
A. Pengertian
Secara harfiah Informed Consent merupakan padanan kata dari: Informed artinya
telah diberikan penjelasan/informasi ,dan Consent artinya persetetujuan yang
diberikan kepada seseorang untuk berbuat sesuatu.
“Informed Consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah
mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti
persetujuan atau memberi izin. Jadi “informed consent” mengandung pengertian
suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian
“informed consent” dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh
pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang
akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.
Definisi operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang yang berhak
(yaitu pasien, keluarga atau walinya) yang isinya berupa izin atau persetujuan kepada
dokter untuk melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut diberi
informasi secukupnya.
Persetujuan tindakan adalah kesepakatan yang dibuat seorang klien untuk menerima
rangkaian terapi atau prosedur setelah informasi yang lengkap, termasuk risiko terapi
dan fakta yang berkaitan dengan terapi tersebut, telah diberikan oleh dokter. Oleh
karena itu, persetujuan tindakan adalah pertukaran antara klien dan dokter. Biasanya,
klien menandatangani formulir yang disediakan oleh institusi. Formulir itu adalah
suatu catatan mengenai persetujuan tindakan, bukan persetujuan tindakan itu sendiri.
Mendapatkan persetujuan tindakan untuk terapi medis dan bedah spesifik adalah
tanggung jawab dokter. Meskipun tanggung jawab ini didelegasikan kepada perawat
di beberapa institusi dn tidak terdapat hukum yang melarang perawat untuk menjadi
bagian dalam proses pemberian informasi tersebut, praktik tersebut sangat tidak
dianjurkan (Aiken dan Catalano, 1994, hlm. 104).
Di Indonesia informed Consent tentu memiliki maksud tujuan diatur terlihat dari arti
pentinganya perlindungan terhadap hak-hak azasi pasien untuk menentukan nasib
31
sendiri (hak informasi tentang penyakitnya, hak untuk menerima/menolak rencana
perawatan). Juga merupakan suatu tindakan konkrit atas penghormatan kalangan
kesehatan terhadap hak perorangan. mengingat perlu dan pentinya pembatasan
Otorisasi Tenaga kesehatan terhadap pasien juga merupakan hal yang bisa
dilepaskan.
Dalam hubungan antara pelaksana (dokter) dengan pengguna jasa tindakan medis
(pasien), maka pelaksanaan “informed consent”, bertujuan : Melindungi pengguna
jasa tindakan medis (pasien) secara hukum dari segala tindakan medis yang
dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun tindakan pelaksana jasa tindakan medis
yang sewenang-wenang, tindakan malpraktek yang bertentangan dengan hak asasi
pasien dan standar profesi medis, serta penyalahgunaan alat canggih yang
memerlukan biaya tinggi atau “over utilization” yang sebenarnya tidak perlu dan
tidak ada alasan medisnya;
32
Pada prinsipnya iformed consent deberikan di setiap pengobatan oleh dokter. Akan
tetapi, urgensi dari penerapan prinsip informed consent sangat terasa dalam kasus-
kasus sebagai berikut :
Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup
untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed
consent juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan
nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua
informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat.
Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan
guncangan psikis pada pasien.
Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang
kuat. Menurut American College of Physicians’ Ethics Manual, pasien harus
mendapat informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan.
Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent
menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi
yang diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.
Ada dua bentuk persetujuan tindak medik yang sesuai dengan peraturan berlaku
antara lain:
33
normal : umumnya merupakan tindakan yang sudah diketahui umum/biasa.
Dalam kondisi darurat : pasien tak mungkin diajak komunikasi, keluarga tak
ditempat ( Permenkes 585/1989, Pasal 11) merupakan Presumed consent.
Secara umum bentuk persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan medis
(pasien) kepada pihak pelaksana jasa tindakan medis (dokter) untuk melakukan
tindakan medis dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu :
Suatu informed consent baru sah diberikan oleh pasien jika memenuhi minimal 3 (tiga)
unsure sebagai berikut :
34
Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis (dokter, dan
pasien) bertindak sebagai “subyek hukum ” yakni orang yang mempunyai hak dan
kewajiban, sedangkan “jasa tindakan medis” sebagai “obyek hukum” yakni sesuatu
yang bernilai dan bermanfaat bagi orang sebagai subyek hukum, dan akan terjadi
perbuatan hukum yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, baik yang
dilakukan satu pihak saja maupun oleh dua pihak.
Dalam masalah “informed consent” dokter sebagai pelaksana jasa tindakan medis,
disamping terikat oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi dokter, juga
tetap tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan hukun perdata, hukum
pidana maupun hukum administrasi, sepanjang hal itu dapat diterapkan.
Pada pelaksanaan tindakan medis, masalah etik dan hukum perdata, tolok ukur yang
digunakan adalah “kesalahan kecil” (culpa levis), sehingga jika terjadi kesalahan
kecil dalam tindakan medis yang merugikan pasien, maka sudah dapat dimintakan
pertanggungjawabannya secara hukum. Hal ini disebabkan pada hukum perdata
secara umum berlaku pada “barang siapa merugikan orang lain harus memberikan
ganti rugi”.
Sedangkan pada masalah hukum pidana, tolak ukur yang dipergunakan adalah
“kesalahan berat” (culpa lata). Oleh karena itu, adanya kesalahan kecil (ringan) pada
pelaksanaan tindakan medis belum dapat dipakai sebagai tolak ukur untuk
menjatuhkan sanksi pidana.
Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana jasa
tindakan medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna jasa tindakan
medis (pasien), sedangkan pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu
memberikan persetujuan, maka dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat
dipersalahkan dan digugat telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum
(onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHPer). Hal ini karena pasien mempunyai hak atas tubuhnya, sehingga dokter dan
harus menghormatinya;
35
Aspek Hukum Pidana, “informed consent” mutlak harus dipenuhi dengan adanya
pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan.
Suatu tindakan invasive (misalnya pembedahan, tindakan radiology invasive) yang
dilakukan pelaksana jasa tindakan medis tanpa adanya izin dari pihak pasien, maka
pelaksana jasa tindakan medis dapat dituntut telah melakukan tindak pidana
penganiayaan yaitu telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHP.
Sebagai salah satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari bahwa
“informed consent” benar-benar dapat menjamin terlaksananya hubungan hukum
antara pihak pasien dengan dokter, atas dasar saling memenuhi hak dan kewajiban
masing-masing pihak yang seimbang dan dapat dipertanggungjawabkan. Masih
banyak seluk beluk dari informed consent ini sifatnya relative, misalnya tidak mudah
untuk menentukan apakah suatu inforamsi sudah atau belum cukup diberikan oleh
dokter. Hal tersebut sulit untuk ditetapkan secara pasti dan dasar teoritis-yuridisnya
juga belum mantap, sehingga diperlukan pengkajian yang lebih mendalam lagi
terhadap masalah hukum yang berkenaan dengan informed consent ini.
Persetujuan dari pasien dari merupakan hal yang harus sangat diperhatikan, pasien
tepat tidak dibawah tekanan hubungan tenaga – pasien. Sebelum dan sesudahnya
telah mendapatkan informasi lengkap, dan pihak yang membuat persetujuan adalah
mereka pasien dewasa
(lebih dari 21 tahun atau sudah menikah ) atau dapat diwakilkan pihak Keluarga/
Wali/ induk semang.
36
Syarat sahnya persetujuan tindakan medik yang dilakukan oleh tenaga medis
terhadap pasien, sejatinya pasien diberikan secara bebas, diberikan oleh orang yang
sanggup membuat perjanjian.Telah mendapatkan penjelasan dan memahaminya,
Mengenai susuatu hal yang khas dari persetujuan ini, tindakan dilakukan pada situasi
yang sama.
Tetapi penolakan (informed refusal) bisa juga dilakukan oleh pasien, karena
merupakan hak pasien/ keluarga pasien dan tiada satupun tenaga kesehatan yang bisa
memaksa sekalipun berbahaya bagi pasien maka sebaiknya pihak rumah sakit/ dokter
meminta pasien/ kel menandatangani surat penolakan terhadap anjuran tindakan
medik tersebut di lembaran khusus.
1. Sanksi pidana
Apabila seorang tenaga kesehatan menorehkan benda tajam tanpa persetujuan pasien
dipersamakan dengan adanya penganiayaan yang dapat dijerat Pasal 351 KUHP
2. Sanksi perdata
Tenaga kesehatan atau sarana kesehatan yang mengakibatkan kerugian dapat digugat
dengan 1365, 1367, 1370, 1371 KUHPer
3. Sanksi administratif
Terhadap dokter yang melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien atau
keluarganya dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin praktik.
37
DAFTAR PUSTAKA
http://www.academia.edu/6241172/Hak_dan_Kewajiban_pasien_dalam_pelayanan_Kese
hatan
Yuningsih, Yuyun dkk. 2006. Praktik Keperawatan Profesional Konsep & Perspektif,
Ed.4. Jakarta: EGC
38