1
Tanah adalah material yang heterogen.
Tanah adalah material yang non linear.
Tanah adalah material yang tidak konservatif, yaitu mempunyai memori apabila
pernah dibebani. Hal ini sangat mempengaruhi engineering properties tanah.
Dengan mengenal dan mempelajari sifat-sifat tersebut, keputusan yang diambil dalam
perancangan akan lebih ekonomis.
Karena sifat-sifat tersebut maka penting dilakukan uji laboratorium dan uji lapangan
2
1.2. Komposisi Tanah dan Hubungan Antar Fase
Tiap massa tanah terdiri dari kumpulan partikel padat dengan rongga di antaranya.
Rongga dapat diisi air udara, sebagian air dan udara.
Partikel tanah padat adalah butiran tanah padat dengan mineral yang berbeda-beda.
Perbandingan Volumetric
Vv
1. void ratio e, e ,0<e<~
Vs
sands : 0,4 s/d 1,0
clays : 0,3 s/d 1,5
Vv
2. porositas n , n x100% , 0 < n < 100%
Vv
e n
n dan e
1 e 1 n
Vw
3. Derajat kejenuhan S, S x100%
Vv
Tanah kering, S = 0%
Jika pori berisi jenuh air, S = 100%
Perbandingan Massa
Mw
Kadar air w, w x100%
Ms
Perhitungan kadar air dihitung di laboratorium (ASTM D : 2216(1980 ))
3
Densitas/ kepadatan ρ
Mt Ms Mw
Vt Vt
Ms Mw
s w
Vs Vw
Besar ρ akan tergantung bagaimana air tejadi dalam rongga, dan berbeda pada tiap-tiap
jenis tanah. Ada 3 harga ρ yang berguna dalam mekanika tanah.
Ms
Dry density/ kepadatan kering : d
Vt
Ms Mw
Saturated density/ kepadatan jenuh : ( Va = 0, S= 100%)
Vt
Submerged density/ kepadatan tercelup : ρ’= ρsat – ρw
4
Berat tanah kering = (W2-W3) gram
Kadar air = (W1-W2) / (W2-W3) x 100%
Contoh soal :
1. A sample of wet soil in a drying dish has a mass of 462 g. After drying in an oven at
110 C overnigth, the sample and dish have a mass of 364 g. The mass of the dish
alone is 39 g
Required
Determine the water content of the soil.
2. Density = 1,76 t/m3, density of solid = 2,7 t/m3
Water content = 10%
Required :
Compute : dry density, void ratio, porosity, degree of saturation, saturated density
Telah dijelaskan bahwa pada tanah berbutir kasar hal yang paling berpengaruh terhadap
perilaku engineeringnya adalah tekstur dan distribusi ukuran butir. Sedang pada tanah
berbutir halus yang mempengaruhi perilaku engineeringnya adalah kehadiran air.
Sehingga untuk menentukan sifat-sifat tanah berbutir kasar yaitu dengan cara melihat kurva
distribusi ukuran butir yang dihasilkan dari pengujian ANALISA SARINGAN (SIEVE
ANALYSIS) di laboratorium .
Untuk menentukan sifat-sifat tanah berbutir halus dengan melihat hasil dari pengujian
BATAS-BATAS ATTERBERG (ATTERBERG LIMITS) di laboratorium.
5
AASHTO (1978) T27 dan T
Table 2.1. Standar ukuran saringan dan hubungannya dengan lubang
Saringan
Untuk tanah berbutir halus (lebih halus dari saringan no 200 US Standart Sieve)
Menggunakan analisa hidrometer :
Analisa Hidrometer didasarkan pada Hukum Stokes : butiran yang mengendap dalam
cairan mempunyai kecepatan mengendap yang tergantung pada diameter butir dan
kerapatan butir dalam cairan. ASTM (1980) D422, AASHTO (1978) T88.
6
Tabel 2.2. Analisa Saringan / Sieve Analysis
Hasil dari analisa mekanik (sieve analysis dan hidrometer), umumnya digambar di atas
kertas semi logaritmik , dikenal sebagai kurva distribusi ukuran butir.
Dari kurva tersebut dapat dibedakan :
- well graded : tanah bergradasi tidak seragam
- uniform graded : tanah bergradasi seragam poorly graded
- gap graded/ skip graded : tanah bergradasi berjenjang
Kurva distribusi ukuran butir dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
7
Untuk menentukan tipe gradasi tersebut ada parameter lain, yaitu :
Koefisien keseragaman :
D60
Cu
D10
D60 = diameter butir (dalam mm) yang berhubungan dengan 60% lolos
D10 = diameter butir (dalam mm) yang berhubungan dengan 10% lolos
8
- Tanah yang bergradasi sangat jelek misalnya : pasir pantai, Cu = 2 atau 3
- Tanah dengan gradasi sangat baik Cu>15 atau lebih
- Harga Cu sampai dengan 1000
Koefisien kelengkungan :
( D30) 2
Cc
( D10)( D 60)
Soal :
Dari kurva distribusi ukuran butir yang ditunjukkan pada gambar 1.2, hitung D10, Cu, Cc
untuk tiap kurva distribusi ukuran butir tersebut.
Apabila tanah berbutir halus mengandung mineral lempung, maka tanah tersebut dapat
diremas-remas tanpa menimbulkan retakan . Sifat kohesif ini disebabkan oleh karena
adanya air yang terserap di sekeliling permukaan dari partikel lempung. Pada awal tahun
1900 an seorang ilmuwan dari Swedia bernama Atterberg menjelaskan pengaruh dari variasi
kadar air terhadap konsistensi tanah berbutir halus. Bila kandungan air sangat tinggi , maka
campuran tanah dan air akan menjadi sangat lembek seperti cairan. Oleh sebab itu atas
dasr kandungan air pada tanah, dapat dipisahkan ke dalam empat keadaan dasar , Yaitu :
padat, semi padat, plastis dan cair seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini .
9
Padat/solid semi padat/semi solid plastis cair
Karena batas-batas Atterberg adalah kadar air dimana perilaku tanah berubah, keadaan ini
dapat dihubungankan dengan kurva tegangan-regangan yang dihasilkan pada gambar 2.2
10
dasar karet keras tersebut dengan sebuah pengungkit eksentris (cam) dijalankan oleh
suatu alat pemutar. Untuk melakukan uji batas cair, pasta tanah diletakkan dalam
mangkok kuningan kemudian digores tepat di tengahnya dengan menggunakan alat
penggores standar (gambar 2.3b). Dengan menjalankan alat pemutar , mangkok
kemudian dinaikturunkan dari ketinggian 0,3937 in (10 mm). Kadar air dinyatakan dalam
persen, dari tanah yang dibutuhkan untuk menutup goresan yang berjarak 0,5 in (12,7
mm) sepanjang dasar contoh tanah di dalam mangkok (lihat gambar 2.3c dan 2.3d)
sesudah 25 pukulan didefinisikan sebagai batas cair (liquid limit).
Untuk mengatur kadar air dari tanah yang bersangkutan agar dipenuhi persyaratan di
atas ternyata sangat sulit. Oleh karena itu kalau dilakukan uji batas cair paling sedikit
empat kali pada tanah yang sama tetapi pada kadar air yang berbeda-beda sehingga
jumlah pukulan N, yang dibutuhkan bervariasi antara 15 dan 35. Kadar air dari tanah,
dalam persen, dan jumlah pukulan masing-masing uji digambarkan di atas kertas grafik
semi log (gambar 2.4). Hubungan antara kadar air dan log N dapat dianggap sebagai
garis lurus. Garis lurus tersebut dinamakan sebagai kurva aliran (flow curve). Kadar air
yang bersesuaian dengan N = 25, yang ditentukan dari kurva aliran, adalah batas cair
dari tanah yang bersangkutan.
Kemiringan dari garis aliran (flow line) didefinisikan sebagai indeks aliran (flow index) dan
dapat ditulis sebagai :
w1 w2
If
N2
log
N1
dimana :
If = indeks aliran
w1 = kadar air, dalam persen dari tanh yang bersesuaian dengan jumlah pukulan N1
w2 = kadar air, dalam persen, dari tanah yang besesuaian dengan jumlah pukulan N2
Jadi, persamaan garis aliran dapat dituliskan dalam bentuk yang umum, sebagai berikut :
w If log N C
Atas dasar hasil analisis dari beberapa uji batas cair, US waterways Experiment Station,
Vicksburg, Mississippi (1949) mengajukan suatu persamaan empiris untuk menentukan
batas cair yaitu :
11
tan
N
LL
25
dimana :
N = jumlah pukulan yang dibutuhkan untuk menutup goresan selebar 0,5 in pada dasar
contoh tanah yang diletakkan dalam mangkok kuningan dari alat uji batas cair.
WN = kadar air dimana untuk menutup dasar goresan dari contoh tanah dibutuhkan pukulan
sebanyak N
tan β = 0,121 (harap dicatat bahwa tidak semua tanah mempunyai harga tan β =0,121)
Gambar 2.5 Awal uji batas cair dengan contoh tanah di dalam mangkok kuningan
12
13
BATAS PLASTIS (PL)
Batas plastis didefinisikan sebagai kadar air, dinyatakan dalam persen, dimana tanah
apabila digulung sampai dengan diameter 1/8 in (3,2 mm) menjadi retak-retak. Batas
plastis adalah batas terendah dari tingkat keplastisan suatu tanah. Cara pengujiannya
sangat sederhana, yaitu dengan cara menggulung tanah berukuran elipsoida dengan
telapak tangan di atas kaca datar ( gambar 2.6a dan 2.6b)
Indeks Plastisitas (plasticity index (PI)) adalah perbedaan antara batas cair dan batas
plastis suatu tanah, atau :
PI LL PL
14
Uji batas susut di laboratorium dilakukan di laboratorium menggunakan mangkok poselin
dengan diameter kira – kira 1,75 in (44,4 mm) dan tinggi kira-kira 0,5 in ( 12,7 mm). Bagian
dalam dari mangkok diolesi vaselin kemudian diisi tanah basah sampai penuh. Permukaan
tanah di dalam mangkok kemudian diratakan dengan menggunakan penggaris yang bersisi
lurus sehingga permukaan tanah tersebut menjadi sama tinggi dengan sisi mangkok. Berat
tanah basah di dalam mangkok ditentukan. Tanah dalam mangkok kemudian dikeringkan di
dalam oven. Volume dari contoh tanah yang telah dikeringkan ditentukan dengan
menggunakan air raksa.
Seperti ditunjukkan dalam gambar 2.7 batas susut ditentukan dengan cara berikut :
SL wi (%) w(%)
dimana :
wi = kadar air tanah mula-mula pada saat ditempatkan di dalam mangkok uji batas susut
Δw = perubahan kadar air (yaitu antara kadar air mula-mula dan kadar air pada batas susut
m1 m 2
Tetapi : wi (%) x100
m2
dimana :
m1 = massa tanah basah dalam mangkok pada saat permulaan pengujian (gram)
m2 = massa tanah kering (gram), lihat gambar 2.7
(Vi Vf ) w
Selain itu : w(%) x100
m2
15
dimana :
Vi = volume contoh tanah basah pada sat permulaan pengujian (yaitu volume mangkok,
cm3.
Vf = volume tanah kering sesudah dikeringkan di dalam oven
Dengan menggabungkan persamaan-persamaan di atas, maka didapat :
m m2 (Vi Vf ) w
SL 1 (100) (100)
m2 m2
Soal -soal
1. Volume total suatu spesimen tanah adalah 80.000 mm3 dan beratnya 145 g, sedang
berat keringnya adalah 128 g. Kepadatan butir tanah tanah adalah 2,68. Berdasarkan
informasi tersebut, hitunglah :
a) kadar air d) derajat kejenuhan
b) void ratio e) kepadatan kering
c) porositas f) kepadatan jenuh
2. Hasil-hasil batas-batas Atterberg pada suatu contoh tanah memberikan hasil seperti
pada tabel berikut ini :
Uji Batas Cair (massa dalam gr)
Jumlah ketukan 17 21 26 30 34
No.pengujian 1a 1b 2a 2b 3a 3b 4a 4b 5a 5b
Massa basah total 9,35 9,68 13,69 12,16 10,11 9,27 10,31 11,08 11,50 9,59
(tanah + cawan)
Massa kering total 8,79 9,20 11,35 10,19 8,67 8,02 8,84 9,42 9,78 8,31
(tanah + cawan)
Massa cawan 7,11 7,77 4,05 4,05 4,10 4,07 4,10 4,10 4,07 4,05
16
17