Anda di halaman 1dari 9

BAHAN PERKULIAHAN PENGEMBANGAN MEDIA

VIDEO/TELEVISI

OLEH : SULISTIOWATI
Prodi Teknologi Pendidikan Fip Unesa
2020
Pertemuan 1 & 2
Tujuan khusus pembelajar:
Setelah mempelajari materi pertemuan 1 dan 2 mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan sejarah perkembangan televisi.
2. Menjelaskan fungsi televisi sebagai alat. (Telaah media on.line)
Menjelaskan fungsi televisi sebagai media masa. (Telaah Media On.line)

4. Menjelaskan tentang visualisasi.

5. Menjelaskan tentang piktuarisasi.

1. Sejarah Perkembangan Televisi

Televisi gabungan dari dua kata yakni tele dan visi, kata tele berasal dari bahasa

Yunani yang berarti jauh, sedangkan visi dari bahasa Latin yakni videre yang berarti

melihat. Jadi televise dapat diartikan melihat jarak jauh. (The Word book Encyclopedia,

2004) Gambar dan suara yang diterima oleh pesawat-pesawat televise kita dirumah

dipancarkan dari jarak jauh yaitu stasiun pemancar televisi yang berbentuk signal – signal

elektronik yang disebut dengan gelombang – gelombang elektro magnitik yang kemudian

oleh pesawat televise kita dirubah menjadi gambar dan suara.

Kapan Televisi diketemukan?

Penemuan Televisi memakan waktu yang cukup lama. Pada abad ke 19 para ilmuan

yakin jika suara atau signal dapat dikirimkan (mis: telepon, peger), maka demikian pula

dengan gambar. Akan tetapi perkembangan penemuan yang berkaitan dengan

pengiriman gambar ini berjalan dengan lambat.

Menurut Sandy Tyas (Surabayya post, 2008) kisah penemuan televise dimulai pada

tahu 1883 oleh seorang berkebangsaan Jerman Paul Nipkow, setelah sebelumnya banyak
hal-hal ditemukan seperti listrik, radio, telephone, mokrofon dan sebagainya yang

semuanya itu ikut memberikan andil dalam penemuan Televisi. Pada tahun 1860 – 1940

Nipkow sedang berada dikamar seorang diri, tiba-tiba seolah olah ia melihat titik titik

mozaik, garis-garis dan bundaran spiral serta cakram yang berputar. Titik, garis spiral

serta cakram tadi seperti didorong oleh tenaga listrik berkumpul bersatu membentuk

gambar, setahun kemudian (tahun 1884), khayalannya tadi berhasil ia realisasikan. Pada

tahun 1885 ia memlperoleh hak paten dari pemerintahnya untuk membuat alat yang

kemudian berkembang dan dikenal sebagai Televisi. Di Rusia Televisi dikembangkan

oleh Boris Ivovitch Rosing pada tahun 1907 dan di Amerika Serikat oleh Charles Fracis

Jenkins pada tahun 1923 (Hilliard, 1976).

Sampai lebih kurang tahun 1940 Televisi belum begitu berperan sebagai alat

komunikasi. Baru 10 tahun kemudian sekitar tahun 1950 Televisi beerkembang dengan

pesatnya.

Di Indonesia, pertamakali siaran Televisi adalah siaran pidato Presiden Rebublik

Indonesia yang pertama Ir. Sukarno pada tahun 1962. (Arswendo Almowiloto, 1986).

Ketika itu jumlah pesawat televise di Indonesia baru sekitar 10.000 buah. Televisi masih

dianggap barang mewah. Sekarang hampir semua gedung baik rumah maupun

perkantoran bahkan pos satpam sedah memiliki pesawat Televisi.

Televisi digunakan dihampir semua bidang kehidupan, seperti: bidang perdagangan,

industri, kesehatan, politik, hiburan, pendidikan, info layanan masyarakat dll.

Pemanfaatan Televisi di Amerika Serikiat pertamakali dalam bidang pendidikan pada

tahun 1932 di Iowa State University, dan pada tahun 1950 mulai digunakan pada

pengajaran formal. Sambutan terhadap hadirnya Televisi dalam dunia pendidikan dapat
digambarkan sebagai sebuah garis dengan dua kontinum yang berlawanan pada kedua

ujungnya. Pada ujung yanbg satu adalah mereka yang dengan sangat antusias

menyambutnya karena melihat banyak hal akan bisa dipecahkan oleh Televisi seperti:

kekurangan guru, mutu pendidikan yang rendah, perbedaan individual siswa dalam satu

kelas, pengajarang yang kurang menarik dan sebagainya. Sementara pada ujung yang

lain adalah mereka yang cemas akan kemungkinan dominasi Televisi sehingga

menggeser kedudukan guru, interaksi belajar mengajar yang menjadi mekanis tak lagi

“manusiawi” dan pengaruh negative Televisi terhadap prilaku sasaaran.

Akan tetapi dengan banyaknya penelitian yang membuktikan akan nilai positif

Televisi dan banyak studi kemudian dilaksanakan untuk meningkan efektifitasnya

sebagai media pendidikan, maka secara berangsur angsur kecemasan akan Televisi

menjadi berkurang.

Kini penggunaan Televisi yang khusus untuk mencapai tujuan pendidikan dan
pengajaran yang kemudian lebih kita kenal sebagai “Televisi Pendidika” dan “Televisi
pembelajaran” makin lama makin meningkat. Beberapa Negara bahkan telah memiliki
saluran khusus untuk Televisi Pendidikan maupun Televisi Pembelajaran, contohnya
adalah di Negara Jepang.

2. Fungsi Televisi sebagai alat

Televisi sebagai salah satu alat atau media untuk menyampaikan pesan audio motion

visual secara massa. Artinya gambar dan suara yang disampaikan bisa diterima secara

serentak oleh banyak orang dalam waktu yang bersamaan namun bisa ditempat yang

berbeda.
3. Visualisasi dan Piktuarisasi

Bila anda menjadi pengarah acara untuk suatu program televise, atau lebih spesifik

lagi bila anda membaca naskah televise atau mengembangkan naskah televise, anda

hendaknya bervikirlah secara gambar (visual). Maksudnya adalah hendaknya anda sudah

bisa langsung membayangkan isi naskah itu dalam gambar, mengimajinasikan akan

bagaimana nantinya hasil naskah itu bila sudah digarap dengan kamera dan peralatan

lainnya dan hasil akhirnya muncul di layar televisi.

Bagi yang belum pernah menjadi pengarah acara mungkin akan sukar

membayangkannya. Untuk membantu anda ada 2 tahap yang dapat dilakukan supaya

terbiasa dengan berfikir secara gambar atau biasa disebut dengan bervikir visual.

Pertama ada yang dinamakan visualization , yaitu berusaha memindahkan ide dan

kata kata kedalam gambar gambar (kedalam bentuk visual).

Kedua adalah piktuarization, yaitu menyusun gambar gambar kedalam urutan yang

tepat sehingga kontinuitasnya mengandung arti seperti yang dimaksudkanb oleh ide

atau kata kata tadi.

a. Visualization

Dalam kegiatan memproduksi program di studio yang kecil dan sederhana, pada

umumnya kita akan lebih banyak menampilkan bentuk bentuk program yang

dramatis. Tujuan kita yang utama dalam keadaan seperti itu adalah menampilkan

pelaku, obyek dan adegan sejelas mungkin. Untuk itu kamera televisi adalah reporter

kita. Sedangkan dalam presentasi yang dramatis kita dituntut untuk sebanyak
mungkin menampilkan obyek semenarik dan seistimewa mungkin sehingga

penampilan mengandung arti khusus.

Sehubungan dengan ini jika misalnya ide yang akan ditampilkan itu adalah suatu

cerita tentang cinta, mungkin cloce-up mata seorang gadis dengan sudut pengambilan

sedemikian rupa sehingga terlihat mata itu berbinar binar akan lebih kena,

dibandingkan dengan jika menampilkan anatomi mata manusia. Jadi sesuai dengan

kead sejelas mungkin dan tepat pada waktunya, sehingga ia membawa arti yang jelas

pula.

Sehubungan dengan proses visualisasi ini, ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan

(1). Komposisi gambar

Ada beberapa factor yang perlu diperhatikan tentang beberapa hal yang dapat

mempengaruhi komposisi gambar televisi anda:

(a). Ukuran layar televisi dapat dikatakan kecil, karenanya untuk dapat

memperhatikan sesuatu dengan jelas, anda harus memperlihatkan gambar

yang relative besar dalam layar televise. Dengan kata lain anda harus lebih

banyak bekerja dengan close-up (CU) dan medium shot (MS), dari pada

dengan long shot (LS) apalagi extreme long shot (XLS).

(b). Karena aspek ratio perbandingan layar televise 3:4, anda harus selalu bekerja

dengan frame seperti itu, anda tidak mungkin bisa merubah aspek ratio

menjadi vertical, jika anda ingin menampilkan sesuatu yang amat tinggi. Jadi

menampilkan obyek semacam itu tidak mungkin dilakukan kecuali dengan

cara tertentu dan untuk maksud tertentu, misalnya dengan menampilkan


bagian bagian dari obyek itu dari atas ke bawah dengan teknik gerakan

kamera yang dinamakan “tilt”.

( Layar TV 3:4)

(c). Gambar pada layar televise adalah gambar 2 demensi, anda hendaklah

memberi kesan 3 demensi. Hal ini dilakukan bisa dengan teknik penyusunan

obyek atau teknik lighting. Efek atas foreground (latar depan), middle ground

(pertengahan) dan background (latar belakang).

(d). Kamera yang bertindak sebagai pengganti mata penonton dan obyek

didepannya cenderung untuk bergerak. Ini berarti dalam framing selain

memikirkan penyusunan obyek obyek yang statis dalam frame, anda juga

harus memikirkan adanya gerak .

(e). Karena kira kira nantinya 10 % dari area gambar akan hilang dalam proses

transmisi dan penerima gambar televise, anda harus menjaga komposisi

gambar dengan komposisi yang lebih lapang (looser) dari visualisasi yang

sesungguhnya.

(f). Waktu yang amat terbatas dari setiap fase dalam memproduksi media televise

membuat anda tidak mungkin mencurahkan perhatian yang berlebihan pada

setiap detail kecil komposisi gambar dan gerak dalam frame. Tapi dengan

keterbatasan waktu anda jangan sama sekali melupakan komposisi.


Sebaliknya anda perlu memiliki pengetahuan yang menyeluruh tentang

komposisi gambar.

(g). Hendaknya obyek obyek harus selalu disusun dalam frame (tentu dengan tidak

melupakan aspek ratio 3:4) agar gambar tetap seimbang. Seimbang (balance)

berarti sebagian dari gambar, jika dilihat secara keseluruhan, tidak lebih berat

dari yang bagian yg lain. Baik dari segi bentuk warna atau gerakan.

Pembagian ratio atas 2/5 s/d 3/5 atau 1/3 s/d 2/3 adalah prinsip framing yang

umum dipakai. Penggunaan ratio ini disebut juga keseimbangan asimetris.

Jenis keseimbangan lain yaitu keseimbangan simetris.

(h). Untuk close-up kepala seseorang harus diperhatikan headroom nya, jangan

terlalu borosatau terlalu sedikit. Bagian atas kepala tidak boleh menyentuh

sisi atas frame, begitupula bagian bawah (dagu) tidak menyentuh sisi bawah

frame kecuali jika anda hendak menampilkan XCU-nya. Jika naskah

menghendaki pengambilan dari sebagian kepala (XCU) kalau akan memotong

gambarnya sebaiknya yang dipotong adalah bagian atasnya.

(i). Pada CU atau MS dari seseorang, letak matanya biasanya diantara 1/3 sampai

½ bagian layar melintang, terutama bila orang itu melihat langsung ke

kamera.

(j). Pada individuan CU, bila ia berpaling ke kiri atau ke kanan layar perhatikan

nose-room nya.

(k). Jika hanya hanya ada satu performen yang berbicara langsung ke kamera

usahakan menempatkan persis di tengah frame, jadi benar benar

menggunakan keseimbangan simetris.


(l). Hindari sudut pengambilan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah kecuali

hendak menampilkan special effect.

(m). Perhatikan keadan performen dengan set dan prop disekitarnya. Misalnya

jangan sampai sebuah vas terlihat seolah olah berdiri diatas kepala, atau

tanaman tumbuh dikepala.

(n). Jika anda hendak menampilkan orang secara LS atau MS, jangan memotong

bagian kepalanya. Anda hendaknya lebih menitik beratkan bagian atas badan

daripada bagian kaki.

(o). Dalam group shot hindarilah ke posisi segaris, tetapi buatlah ke posisi

kedalam, sehingga lebih memberi kesan 3 demensi.

(p). Dalam mengambil gerak usahakan gerak itu menjauhi atau mendekati kamera,

bukan menyamping kamera, agar lebih memberi kesan ruang.

Anda mungkin juga menyukai