Anda di halaman 1dari 24

BAHAN PERKULIAHAN PENGEMBANGAN MEDIA

VIDEO/TELEVISI

OLEH : SULISTIOWATI

Prodi Teknologi Pendidikan Fip Unesa

2020
Tujuan pembelajaran:

Setelah mempelajari materi pertemuan 1 dan 2 mahasiswa mampu:

A. Menjelaskan sejarah perkembangan televisi.

B. Menjelaskan tentang Visualisasi dan piktuarisasi.

C. Menjelaskan berbagai format penyajian program Video/TVV


A. Sejarah Perkembangan Televisi

Televisi gabungan dari dua kata yakni tele dan visi, kata tele berasal dari bahasa

Yunani yang berarti jauh, sedangkan visi dari bahasa Latin yakni videre yang berarti

melihat. Jadi televise dapat diartikan melihat jarak jauh. (The Word book Encyclopedia,

2004) Gambar dan suara yang diterima oleh pesawat-pesawat televise kita dirumah

dipancarkan dari jarak jauh yaitu stasiun pemancar televisi yang berbentuk signal – signal

elektronik yang disebut dengan gelombang – gelombang elektro magnitik yang kemudian

oleh pesawat televise kita dirubah menjadi gambar dan suara.

Kapan Televisi diketemukan?

Penemuan Televisi memakan waktu yang cukup lama. Pada abad ke 19 para ilmuan

yakin jika suara atau signal dapat dikirimkan (mis: telepon, peger), maka demikian pula

dengan gambar. Akan tetapi perkembangan penemuan yang berkaitan dengan

pengiriman gambar ini berjalan dengan lambat.

Menurut Sandy Tyas (Surabayya post, 2008) kisah penemuan televise dimulai pada

tahu 1883 oleh seorang berkebangsaan Jerman Paul Nipkow, setelah sebelumnya banyak

hal-hal ditemukan seperti listrik, radio, telephone, mokrofon dan sebagainya yang

semuanya itu ikut memberikan andil dalam penemuan Televisi. Pada tahun 1860 – 1940

Nipkow sedang berada dikamar seorang diri, tiba-tiba seolah olah ia melihat titik titik

mozaik, garis-garis dan bundaran spiral serta cakram yang berputar. Titik, garis spiral

serta cakram tadi seperti didorong oleh tenaga listrik berkumpul bersatu membentuk

gambar, setahun kemudian (tahun 1884), khayalannya tadi berhasil ia realisasikan. Pada

tahun 1885 ia memlperoleh hak paten dari pemerintahnya untuk membuat alat yang

kemudian berkembang dan dikenal sebagai Televisi. Di Rusia Televisi dikembangkan


oleh Boris Ivovitch Rosing pada tahun 1907 dan di Amerika Serikat oleh Charles Fracis

Jenkins pada tahun 1923 (Hilliard, 1976).

Sampai lebih kurang tahun 1940 Televisi belum begitu berperan sebagai alat

komunikasi. Baru 10 tahun kemudian sekitar tahun 1950 Televisi beerkembang dengan

pesatnya.

Di Indonesia, pertamakali siaran Televisi adalah siaran pidato Presiden Rebublik

Indonesia yang pertama Ir. Sukarno pada tahun 1962. (Arswendo Almowiloto, 1986).

Ketika itu jumlah pesawat televise di Indonesia baru sekitar 10.000 buah. Televisi masih

dianggap barang mewah. Sekarang hampir semua gedung baik rumah maupun

perkantoran bahkan pos satpam sedah memiliki pesawat Televisi.

Televisi digunakan dihampir semua bidang kehidupan, seperti: bidang perdagangan,

industri, kesehatan, politik, hiburan, pendidikan, info layanan masyarakat dll.

Pemanfaatan Televisi di Amerika Serikiat pertamakali dalam bidang pendidikan pada

tahun 1932 di Iowa State University, dan pada tahun 1950 mulai digunakan pada

pengajaran formal. Sambutan terhadap hadirnya Televisi dalam dunia pendidikan dapat

digambarkan sebagai sebuah garis dengan dua kontinum yang berlawanan pada kedua

ujungnya. Pada ujung yanbg satu adalah mereka yang dengan sangat antusias

menyambutnya karena melihat banyak hal akan bisa dipecahkan oleh Televisi seperti:

kekurangan guru, mutu pendidikan yang rendah, perbedaan individual siswa dalam satu

kelas, pengajarang yang kurang menarik dan sebagainya. Sementara pada ujung yang

lain adalah mereka yang cemas akan kemungkinan dominasi Televisi sehingga

menggeser kedudukan guru, interaksi belajar mengajar yang menjadi mekanis tak lagi

“manusiawi” dan pengaruh negative Televisi terhadap prilaku sasaaran.


Akan tetapi dengan banyaknya penelitian yang membuktikan akan nilai positif

Televisi dan banyak studi kemudian dilaksanakan untuk meningkan efektifitasnya

sebagai media pendidikan, maka secara berangsur angsur kecemasan akan Televisi

menjadi berkurang.

Kini penggunaan Televisi yang khusus untuk mencapai tujuan pendidikan dan

pengajaran yang kemudian lebih kita kenal sebagai “Televisi Pendidika” dan “Televisi

pembelajaran” makin lama makin meningkat. Beberapa Negara bahkan telah memiliki

saluran khusus untuk Televisi Pendidikan maupun Televisi Pembelajaran, contohnya

adalah di Negara Jepang.\

B. Visualisasi dan Piktuarisasi

Bila anda menjadi pengarah acara untuk suatu program televise, atau lebih spesifik

lagi bila anda membaca naskah televise atau mengembangkan naskah televise, anda

hendaknya bervikirlah secara gambar (visual). Maksudnya adalah hendaknya anda sudah

bisa langsung membayangkan isi naskah itu dalam gambar, mengimajinasikan akan

bagaimana nantinya hasil naskah itu bila sudah digarap dengan kamera dan peralatan

lainnya dan hasil akhirnya muncul di layar televisi.

Bagi yang belum pernah menjadi pengarah acara mungkin akan sukar

membayangkannya. Untuk membantu anda ada 2 tahap yang dapat dilakukan supaya

terbiasa dengan berfikir secara gambar atau biasa disebut dengan bervikir visual.

Pertama ada yang dinamakan visualization , yaitu berusaha memindahkan ide dan

kata kata kedalam gambar gambar (kedalam bentuk visual).


Kedua adalah piktuarization, yaitu menyusun gambar gambar kedalam urutan yang

tepat sehingga kontinuitasnya mengandung arti seperti yang dimaksudkanb oleh ide

atau kata kata tadi.

1. Visualization

Dalam kegiatan memproduksi program di studio yang kecil dan sederhana, pada

umumnya kita akan lebih banyak menampilkan bentuk bentuk program yang

dramatis. Tujuan kita yang utama dalam keadaan seperti itu adalah menampilkan

pelaku, obyek dan adegan sejelas mungkin. Untuk itu kamera televisi adalah reporter

kita. Sedangkan dalam presentasi yang dramatis kita dituntut untuk sebanyak

mungkin menampilkan obyek semenarik dan seistimewa mungkin sehingga

penampilan mengandung arti khusus.

Sehubungan dengan ini jika misalnya ide yang akan ditampilkan itu adalah suatu

cerita tentang cinta, mungkin cloce-up mata seorang gadis dengan sudut pengambilan

sedemikian rupa sehingga terlihat mata itu berbinar binar akan lebih kena,

dibandingkan dengan jika menampilkan anatomi mata manusia. Jadi sesuai dengan

kead sejelas mungkin dan tepat pada waktunya, sehingga ia membawa arti yang jelas

pula.

Sehubungan dengan proses visualisasi ini, ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan

a. Komposisi gambar

Ada beberapa factor yang perlu diperhatikan tentang beberapa hal yang dapat

mempengaruhi komposisi gambar televisi anda:


(1). Ukuran layar televisi dapat dikatakan kecil, karenanya untuk dapat

memperhatikan sesuatu dengan jelas, anda harus memperlihatkan gambar

yang relative besar dalam layar televise. Dengan kata lain anda harus lebih

banyak bekerja dengan close-up (CU) dan medium shot (MS), dari pada

dengan long shot (LS) apalagi extreme long shot (XLS).

(2). Karena aspek ratio perbandingan layar televise 3:4, anda harus selalu bekerja

dengan frame seperti itu, anda tidak mungkin bisa merubah aspek ratio

menjadi vertical, jika anda ingin menampilkan sesuatu yang amat tinggi. Jadi

menampilkan obyek semacam itu tidak mungkin dilakukan kecuali dengan

cara tertentu dan untuk maksud tertentu, misalnya dengan menampilkan

bagian bagian dari obyek itu dari atas ke bawah dengan teknik gerakan

kamera yang dinamakan “tilt”.

( Layar TV 3:4)

(3). Gambar pada layar televise adalah gambar 2 demensi, anda hendaklah

memberi kesan 3 demensi. Hal ini dilakukan bisa dengan teknik penyusunan

obyek atau teknik lighting. Efek atas foreground (latar depan), middle ground

(pertengahan) dan background (latar belakang).

(4). Kamera yang bertindak sebagai pengganti mata penonton dan obyek

didepannya cenderung untuk bergerak. Ini berarti dalam framing selain


memikirkan penyusunan obyek obyek yang statis dalam frame, anda juga

harus memikirkan adanya gerak .

(5). Karena kira kira nantinya 10 % dari area gambar akan hilang dalam proses

transmisi dan penerima gambar televise, anda harus menjaga komposisi

gambar dengan komposisi yang lebih lapang (looser) dari visualisasi yang

sesungguhnya.

(6). Waktu yang amat terbatas dari setiap fase dalam memproduksi media televise

membuat anda tidak mungkin mencurahkan perhatian yang berlebihan pada

setiap detail kecil komposisi gambar dan gerak dalam frame. Tapi dengan

keterbatasan waktu anda jangan sama sekali melupakan komposisi.

Sebaliknya anda perlu memiliki pengetahuan yang menyeluruh tentang

komposisi gambar.

(7). Hendaknya obyek obyek harus selalu disusun dalam frame (tentu dengan tidak

melupakan aspek ratio 3:4) agar gambar tetap seimbang. Seimbang (balance)

berarti sebagian dari gambar, jika dilihat secara keseluruhan, tidak lebih berat

dari yang bagian yg lain. Baik dari segi bentuk warna atau gerakan.

Pembagian ratio atas 2/5 s/d 3/5 atau 1/3 s/d 2/3 adalah prinsip framing yang

umum dipakai. Penggunaan ratio ini disebut juga keseimbangan asimetris.

Jenis keseimbangan lain yaitu keseimbangan simetris.

(8). Untuk close-up kepala seseorang harus diperhatikan headroom nya, jangan

terlalu boros atau terlalu sedikit. Bagian atas kepala tidak boleh menyentuh

sisi atas frame, begitupula bagian bawah (dagu) tidak menyentuh sisi bawah

frame kecuali jika anda hendak menampilkan XCU-nya. Jika naskah


menghendaki pengambilan dari sebagian kepala (XCU) kalau akan memotong

gambarnya sebaiknya yang dipotong adalah bagian atasnya.

(9). Pada CU atau MS dari seseorang, letak matanya biasanya diantara 1/3 sampai

½ bagian layar melintang, terutama bila orang itu melihat langsung ke

kamera.

(10). Pada individuan CU, bila ia berpaling ke kiri atau ke kanan layar perhatikan

nose-room nya.

(11). Jika hanya hanya ada satu performen yang berbicara langsung ke kamera

usahakan menempatkan persis di tengah frame, jadi benar benar

menggunakan keseimbangan simetris.

(12). Hindari sudut pengambilan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah kecuali

hendak menampilkan special effect.

(13). Perhatikan keadan performen dengan set dan prop disekitarnya. Misalnya

jangan sampai sebuah vas terlihat seolah olah berdiri diatas kepala, atau

tanaman tumbuh dikepala.

(14). Jika anda hendak menampilkan orang secara LS atau MS, jangan memotong

bagian kepalanya. Anda hendaknya lebih menitik beratkan bagian atas badan

daripada bagian kaki.

(15). Dalam group shot hindarilah ke posisi segaris, tetapi buatlah ke posisi

kedalam, sehingga lebih memberi kesan 3 demensi.

(16). Dalam mengambil gerak usahakan gerak itu menjauhi atau mendekati

kamera, bukan menyamping kamera, agar lebih memberi kesan ruang.

2. Pictuarisasi.
Pictuarisasi adalah teknik menyusun gambar satu dan gambar lainnya ke dala suatu

urutan yang tepat sehingga menjadi suatu urutan gambar yang menarik. Dengan

kata lain keseimbangan shot demi shot. Untuk itu diperlukan adanya gerak, baik

gerak didepan kamera maupun gerak kamera itu sendiri. Ada jenis gerak yang

fungsinya merubah gambar secara perlahan (pan, zoom, dolly), ada yang secara

perlahan (fade in/fade out, dissolve).

Pada dasarnya gerak ini dapat dikelompokkan menjadi 3 macam:

1. Gerak primer (primary movement), yaitu gerak yang terjadi di depan kamera,

pada umumnya adalah gerak performen. Kamera tidak bergerak, akan tetapi

obyecknya yang bergerak.

Dalam primary movement, kamera hendaknya seakan akan mendahului gerak

performer. Maksudnya adalah agar penonton dapat melihat kemana arah gerak

obyek, bukan darimana datangnya obyek. Begitu pula agar terlihat balance

dilihat dari sudut gerak.

2. Gerak sekunder (secondary movement), yaitu gerak kamera itu sendiri (mis:

pan, dolly, tilt dsb). Dipakai mengikuti primary movement untuk kepentingan

komposisi juga..

Pan, adalah menggerakkan kamera cecara horizontal,

Tujuan utama menggunakan pan adalah untuk mengikuti gerak obyek. Bila

kamera di pan namun melewati beberapa obyek yang tidak bergerak usahakan

agar tidak ada ruang kosong (head space).

Tilt, adalah menggerakkan kamera keatas atau kebawah.


Tujuannya mengadakan tilting sama dengan panning, yaitu untuk mengikuti

gerak, bisa juga untuk memperoleh kesan dramatis. Misalnya untuk

menampilkan sesuatu yang amat tinggi anda bisa tilt perlahan lahan dari bawah

ke atas.

Dollying, adalah memindahkan kamera mendekati atau menjauhi obyek. Bisa

“dolly in” untuk melihat bagian tertentu pada obyek, atau sebaliknya “dolly out”

untuk melihat obyek secara keseluruhan. Dolly bisa juga dipakai untuk

mengikuti gerak obyek yang mendekati atau menjauhi kamera.

Zoom, meskipun kamera tidak bergerak dalam zooming, tetapi zoom dapat

dikatakan sebagai gerakkan sekunder. Zoom in dan zoom out kelihatannya

seperti dolly in dn dolly out. Hanya bedanya perspektif obyek dilihat dari

kamera tidak berubah seperti pada dolly.

Truk, adalah gerakan menyamping dari seluruh kamera (termasuk “mount”

nya). Shot yang di “truck” kelihatan akan lebih efektif bila ada foreground yang

dilewatinya. Foreground akan terlihat seolah olah melewati layar AV,

sementara obyek dan background nya tetap, Hal ini sangaat membantu untuk

menambah kesan ruang yang baik.

Pedestal, adalah menggerakkan seluruh kamera naik atau turun diatas pedestal.

Pedestal Up atau pedestal down dapat dipakai untuk mengganti sudut

pandangan low angle atau high angle.

3. Gerak Tertier (tertiary movement), yaitu gerak yang terjadi karena

keseimbangan shot yang diambil dengan beberapa kamera (mis: out, dissolve

dan sebagainya).
Tertiary movement terjadi dari sequence shot-shot 2 kamera atau lebih, dan

merupakan hal yang paling penting dalam proses pictuarization. Tiga jenis

standart transisi dalam jenis gerakan ini adalah: Cut, dissolve, fade.

Cut, merupakan pergantian gambar yang paling umum dipakai. Jika dilakukan

dengan tepat efek pergantian shotnya adalah yang paling tidak jelas tertlihat.

Dua alasan pokok mengapa kita menggunakan cutting adalah:

- Untuk memperlihatkan pada penonton apa yang perlu dilihaytnya

- Utuk memperlihatkan apa yang ingin dilihat penonton.

Teknik standar yang perlu diperhatikan dalam penggunaan cut:

Cut gerak:

- Jika meng Cut gerak/action, cut sewaktu action terjadi, jangan sebelum atau

sesudahnya.

- Jangan cut dari kamera yang sedang panning ke kamera yang lainnya.

- Jangan cut suatu gerak menyamping dari posisi yang berlawanan (screen

direction)

- Jangan over cut, serangkaian cut yang cepat dan beruntun kalau tidak tepat

waktunya tidak akan berarti apa apa.

Cut Identifikasi:

- Jangan cut dari dan ke shot yang amat berlawanan (mis: dari XLS ke XCU).

- Jangan cut dari angle yang berlawanan (mis: dari LS orang yang

membelakangi kamera ke BCU orang menghadap kamera)

- Usahakan mengambil posisi CU yang sama dengan posisi LS nya

- Jangan Cut ke shot yang hampir bersamaan.


Cut dialog atau musik:

- Pada umumnya cut diakhir kalimat. Tetapi reaksi yang penting dapat di cut

pada saat yang manapun ditengah kalimat.

- Bila seseorang tergerak dipertengahan kalimat, cut geraknya, karena dalam

cutting geraklah yang lebih memegang peranana dari pada audio.

- Dalam pertunjukan musik cut hanya dilakukan akhir bait,

- Kalau musik tidak jelas baitnya, atau kontinuis, jangan cut, atau pindah

gambar dengan kamera lain, misalnya bisa dissolve.

Disolve: Adalah perpaduan yang perlahan dari satu image ke image yang lain. Jika

suasana atau tempo dari pertunjukan tidak sesuai untuk cut, gunakan dissolve.

Misalnya CU penyanyi solo di solve ke LS para penonton.

Disolve dapat digunakan dalam musik yang kontinu, atau dalam pembicaraan

yang panjang ditengah kalimat.

Fade: Awal dari suatu program biasanya di fade - dari black dan di akhir

program di fade ke black.

Fade ke black dari satu shot dan langsung pindah fade in ke shot lain dapat

memberi kesan memisahkan satu seguence dengan seguence berikutnya.

Split fade adalah “menarik” (fade cut) salah satu shot dari suatu

superimposesisi.

Akhirnya prinsip umum dari pictuarization yang harus diperhatikan adalah:

1). Berapapun jumlah kamera yang digunakan dalam satu produksi program,

gambar yang muncul di layar tv hanya dari dua kamera. Jadi janganlah gugup
jika pada suwaktu waktu diminta untuk mengarahkan acara dari 5 kamera

sekali jalan.

2). Gunakan secondary dan tertiary movement hanya jika perlu. Tidak usah takut

diam pada satu kamera selama shortnya ada gunanya/berarti.

3). Rencanakan dengan matang sebisa mungkin, sebelum anda sampai ke

rechearsal, apalagi sampai ke “on the air”.

C, Format Penyajian Program Video/Televisi

Didalam penulisan naskah program video/TV ada beberapa format penyajian yang dapat
digunakan oleh penulis naskah yang penggunaannya tentu sesuai dengan karakteristk sasaran,
sifat materi atau tujuan program yang telah dirumuskan dan bagaimana program disampaikan.
Format tersebut antara lain:

1. Format Ceramah (Talking face)


Ciri utama formati ni yaitu menggunakan seseorang sebagai titik pusat. Format ini dikenal
sebagai istilah talking head atau talking face karena penonton lebih banyak melihat wajah
penceramah yang sedang berbicara, pengambilan gambarnya lebih banyak dilakukan secara
Medium Shot (MS) atau sesekali Close Up (CU).
Karakteristik format:
 Pengambilan gambar tidak bisa variatif.
 Membosankan kalau materi dan pembicaranya tidak menarik.
 Tidak baik untuk program pembelajaran.
 Menggunakan seseorang sebagia titik sentral.
Naskah:

Naskah yang digunakan dalam format ini hanya berupa pointers/butiran butiran masalah.

Durasi:

 2’ - 5’ untuk sisipan dalam program feature.


 10’ - 25 ‘ Untuk satu program ceramah utuh.
2. Format Diskusi (Talk Show)
Format diskusi memperlihatkan beberapa orang yang sedang berdiskusi
mengengenai topic tertentu.
Karakteristik:
 3 – 4 orang yang berdiskusi memiliki pengetahuan seimbang tentang
topic/permasalahan yang akan dibahas dengan set studio.
 Masalahnya merupakan pro dan kontra tentang sesuatu yang sedang actual.
 Shot bervariasi sesuai kebutuhan.
 Ada presenter yang memandu jalannya diskusi.
 Baik untuk program pembelajaran bidang studi tertentu.
Naskah:

 Lebih detail dari format ceramah/


 Masalah dan pemeran tertulis dengan jelas.
Durasi:

20 – 25 menit.
3, Format Feature

Format ini membahas satu permasalahan atau satu materi dengan penyajian berbagai
metode/format penyajian yang berbeda.

Karakteristik:

 Topik tunggal namun mendalam.


 Membahas satu permasalahan/ satu materi.
 Disajikan dalam berbagai format.
 Tiap format membahas materi yang sama namun dari sudut pandang yang berbeda.
 Baik untuk program pembelajaran karena isinya mendalam dan bervariasi.
Naskah:

 Agak rumit karena harus detail.


 Setiap format yang disajikan harus jelas perbedaan sudut pandangnya.
 Redaksi presenter sebagai link harus sudah tertulis dengan jelas.
Durasi: 10 – 60 menit.

4. Format Majalah Udara ( Magazine)

Format ini menyajikan tentang topic topic yang bersiffat fakta dan opini yang sedang

berkembang seperti infotainment.

Karakteristik:

 Terdiri dari beberapa topic yang mempunyai relevansi dengan tujuan umumnya.

 Membahas beberapa permasalahan/satu bidang kehidupan ditampilkan dalam rubric-

rubrik;

 Disajikan dalam berbagai format.

 Baik untuk program pembelajaran bidang studi tertentu.

Naskah:

 Complicate/rumit.

 Tiap rubric dengan format khusus dituangkan dalam naskah tersendiri.

 Redaksi presenter sebagai link harus sudah tertulis dengan detail.

Durasi: 25’ – 50’

5 . Format Drama:

Merupakan lukisan kebenaran hidup yang diangkat dari kenyataan dan ditampilkan
secara sengaja pdengan penekanan utama untuk menyentuh perasaan.

Karak teristik:

 Berisi suatu cerita dengan pemeran yang berperan sesuai kebutuhan.


 Setting dan acting pemeran/adegan benar-benar bebas.
 Mengembangkan segi efektif/sikap.
 Biasanya untuk program-program hiburan.
 Baik untuk program pembelajaran bidang studi tertentu.
 Baik untuk pendidikan moral dan motivasi.
Naskah:

 Tidak serumit program pembelajaran.


 Tuntutan setting/lokasi dan ekspresi penting untuk dituliskan.
Durasi: 20 – 60 menit.

6, Format Dokumentasi

Program ini dibuat sesuai dengan apa yang sedang apa yang sedang terjadi, tanpa
perencanaan yaitu apa adanya tanpa pengolahan.

Karakteristik:

 Mengcover sessuai kejadian/ apa adanya.


 Naskah dibuat tanpa perencanaan yang matang.
 Kualitas teknik mungkin kurang baik tetapi memiliki nilai dokumentasi yang tinggi.
 Narasi diisi tanpa penambahan sesatu yang bersifat subyekfif.
 Prigram News merupakan kumpulan dokumentasi.
 Sebagai sisipan program pembelajaran.
Naskah:

 Biasanya tanpa naskah karena narasi dibuat setelah shoting dilakukan.


 Materi yang terencana dituliskan itemnya saja.
Durasi: Tergantung kebutuhan.

7. Format Dokumenter

Program yang menyajikan suatu kenyataan berdasarkan fakta obyektif yang

memiliki nilai esensial dan eksensial menyangkut kehidupan, lingkungan hidup dan

situaasi nyata.
Karakteristik:

 Materinya dianggap penting/ esensial dan bernilai documenter.

 Tidak bersifat fiktif tetapi mengarah peda kebenaran materi (Faktual).

 Menyangkut kehidupan, lingkungan hidup dan situasi nyata.

 Memanfaatkan program dokumentasi yang ada.

 Baik untuk program pembelajaran atau sisipan.

 Mengandung unsur unsur penafsiran dari pembuatnya (tidak seperti program

dokumentasi)

Naskah:

Perencanaan yang matang dimulai dari pengumpulan data, pengolahan data,

penulisan sampai rewvisi. Hal tersebut dilakukan dengan beberapa cara yaitu: Riset

Kepustakaan, wawancara, kunjungan, review program, dikumentasi dan lain lain.

Durasi: 30 – 120 menit.

8. Format Naratif

Format yang menyajikan tentang sebuah pemaparan tanpa presenter

Karakteristik:

 Visualisasi dengan berbagai bentuk diperjelas dengan narasi (video on sound).

 Tanpa pemunculan presenter.

 Baik untuk program pembelajaran.

Naskah
 Format 3 kolom yaitu Nomor, Video dan Audio

 Visualisasi diskripsi pada jalur kiri atau langsung gambar yang diinginkan.

 Detail kadang kadang per shot.

 Program 25 menit kurang lebih 90 shot.

Durasi: 10 – 25 menit.

9. Format Doku Drama:

Format ini merupakan format documenter yang di dramakan.

Karakteristik:

 Doku – documenter – documenter drama – documenter yang didramakan.

 Kejadian yang sangat bernilai, dimainkan kembali.

 Lokasi setting dan tokoh sebaiknya sama, tetapi boleh direkayasa.

 Program documenter yang ada bisa dipakai sebagai insert visual.

 Bisa digunakan pada program pembelajaran bidang studi tertentu.

Naskah:

Proses lebih lama dari pada documenter karena penggarapannya drama yang akurat.

Ahli isi harus benar benar berperan.

Durasi: 30 – 120 menit.

10. Spot Filler

Suatu program yang ingin mempengaruhi atau mendorong pemirsa untuk tujuan tertentu.
Karakteristik:

 Mempengaruhi/memotivasi penonton.

 Durasi sangat pendek untuk pengisi waktau.

 Penyampaian pesan yang sangat tajam.

 Dituntuk keahlian tertentu dari pembuatnya.

 Diakhiri slogan/motto di ending program.

Nasakah:

 Sangat detail/per shot.

 Langsung dituangkan dalam Story Board.

 Dituntut keahlian khusus dari penulis naskahnya.

 30’ filler kira-kira 15 – 30 shot.

Durasi: 5” – 30”

Format ini memiliki kelebihan:

 Dapat mencapai penonton yang banyak karena tidak membutuhkan jangka

perhatian yang lama.

 Penonton menerima pesan sebelum ia menjadi bosan.

 Dapat diulang beberapa kali sehingga mudah diingat.

 Ide yang singkat dapat memiliki kekuatan yang benar.

 Mudah diletakkan/disisipkan diantara program atau digunakan sebagai

selingan.

 Dibuat dengan biaya yang tidak begitu mahal.


11. Quiz

Format yang menyajikan tayangan hiburan yang bersifat mendidik atau bersifat

pembelajaran dengan tujuan memberikan reword.

Karakteristik:

 Murni quiz

 Kadang kadang disesuaiakan dengan kejadian yang actual.

 Mengiklankan produk tertentu.

 Baik juga untuk program pembelajaran.

Naskah:

 Berupa pointer saja.

 Pertanyaan sesuai tujuan

Durasi: 20 – 45 menit.

12. Format Wawancara

Format yang menampilkan 2orang atau lebih terdiri dari pewawancara dan nara

sumber dengan tujuan untuk memberikan informasi tentang topic yang disajikan.

Karakteristik:

 Uraian interview berdasarkan pertanyaan interviewer yang dapat dipertanggung

jawabkan.

 Jawaban spontan, tidak direkayasa merupakan daya tarik tersendiri..

 Lokasi on the spot.


 Baik untuk program pembelajaran tetapi hanya sebagai sisipan.

Naskah:

 Butir butir pertanyaan saja/pointers

 Jawaban yang diinginkan butir butirnya saja.

Durasi: Sesuai kebutuhan.

============================================

TUGAS:

1. Pelajari konsep visualisasi dan pictuarizasi hingga benar benar faham, kemudian

praktekkan dengan kamera video yang anda miliki. Jika yang ada hanya kamera HP tidak

masalah. Karena visualisasi dan pictuarizasi merupakan konsep dasar dalam penulisan

naskah maupun produksi.

2. Pelajari 12 format penyajian yang ada dengan teliti.

a. Tonton TV

b. Sebutkan sedikitnya 9 jenis acaranya di TV, isikan matriks berikut:

No. Nama stasion TV Tayang Jenis dan Format


tgl./jam: judul acara Penyajian

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Anda mungkin juga menyukai