Anda di halaman 1dari 3

KELOMPOK 1

Kontribusi Pelaku Bisnis Ekonomi Kreatif di Masa Pandemi


Artikel ini disusun sebagai tugas mata kuliah Ekonomi Kreatif

Dosen Pengampu : Dra. Indah Dewi MM. Ak

Disusun oleh :
1. Agustinus Un Bouk (181622018151880)
2. Ferena Ayu Novita Puspitarini (181622018151884)
3. Lailatul Farida (181622018151528)
4. Maria Adelinda Novita Bubu (181622018151464)
5. Mia Pungki S (181622018151888)
6. Monica Febiyola (181622018151960)
7. Rineyke Sharoon Leuwol (181622018151468)
8. Rofifah Qonita (181622018151932)
9. Wahyu Febri Lestari (181622018151692)

Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Widyagama Malang

12 Desember 2020
Menyelamatkan Pelaku Industri Kreatif Ekonomi di Masa Pandemi
Pembatasan kegiatan di luar rumah sebagai upaya penanggulangan Covid-19
berdampak langsung kepada para pelaku industri kreatif di Tanah Air. Sampai waktu yang
tidak ditentukan, para profesional yang bekerja lepas harus merumahkan diri dan kehilangan
pemasukan sampai waktu yang tidak menentu.

Para profesional ini di antaranya adalah mereka yang namanya sering muncul di
kredit akhir film, para ahli teknis yang bekerja di belakang panggung acara, juru masak,
sampai seniman. Jumlah pelaku industri kreatif tidak sedikit. Tahun lalu jumlahnya
diproyeksikan mencapai 18 juta orang. Di tengah pandemi, banyak yang harus mengurung
diri dan kehilangan pemasukan. Dampaknya, jumlah pengangguran meningkat.

Sialnya, banyak pelaku industri kreatif yang tidak termasuk ke dalam golongan
masyarakat yang berhak menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari pemerintah. Mereka
bukan pula pekerja formal yang terdata baik oleh pemerintah, atau menjadi bagian suatu
lembaga atau institusi yang pegawainya digaji tetap. Para pelaku industri kreatif banyak
hidup dari satu proyek ke proyek lain, tak sedikit mengandalkan kerumunan serta interaksi
masyarakat untuk menjual karya.

Walau kebanyakan tumbuh sebagai sektor yang dikenal non-formal, sektor ekonomi
kreatif berkontribusi besar ke perekonomian nasional. Lebih dari Rp 1.000 triliun kontribusi
sektor ini kepada perekonomian Indonesia pada 2019. Sebagai sektor yang mengandalkan
kreativitas tinggi, para pekerja kreatif adalah kunci pertumbuhan sektor ini. Sehingga sangat
masuk akal bagi pemerintah untuk memikirkan kelangsungan hidup para pelakunya di tengah
pandemi.

Tidak hanya sebagai usaha untuk menyelamatkan industri kreatif dalam negeri yang
sedang tumbuh, namun juga sebagai usaha untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia di
masa depan. Jangan sampai kelalaian mengambil kebijakan di saat krisis meruntuhkan
ekosistem ekonomi kreatif yang sudah dibangun intensif setidaknya dalam lima tahun ke
belakang. Undang-Undang No. 24 Tahun 2019 (UU Ekraf) mewajibkan pemerintah untuk
menjaga pengembangan ekosistem tersebut.

Ada beberapa kebijakan yang perlu diambil pemerintah untuk menyelamatkan pelaku
kreatif di saat krisis. Salah satunya adalah kebijakan reaktif, bersifat jangka pendek, dan
harus dilaksanakan saat ini juga. Tujuannya untuk mengurangi beban para pelaku kreatif
yang terdampak.

Hal pertama yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah memberikan insentif.
Terutama kepada pelaku kreatif yang rentan. Caranya dengan memasukkan mereka ke dalam
data penerima BLT pemerintah, karena kehilangan pekerjaan. Tujuannya agar pelaku kreatif
tetap dapat memenuhi kebutuhan dasarnya serta menjaga proses pembentukan kreativitas di
tengah isolasi.

Kedua, memberikan fleksibilitas penggunaan dana hibah kegiatan kreatif yang sedang
berjalan. Hal ini untuk memberikan kepastian dukungan finansial kepada program-program
kreatif yang sudah direncanakan dan sedang dalam tahap pelaksanaan tahun 2020. Perlunya
jaminan pendanaan kepada kegiatan yang tengah berjalan serta keleluasaan penggunaan dana
tersebut untuk menutupi kerugian pelaku. Hal ini dilakukan untuk menghindari kerugian
material yang lebih dalam.

Selain itu, menjaga kesejahteraan mental para pelaku kreatif di saat krisis juga perlu
dilakukan. Karena itu, yang ketiga, dukungan berupa bantuan koordinasi antarlembaga serta
reorganisasi jadwal dan sumber daya manusia, melalui fasilitas konsultansi yang diwadahi
kementerian terkait, kiranya dapat menjaga mentalitas para pelaku kreatif. Untuk hal ini,
pemangkasan birokrasi dalam proses pendataan dan pemberian akses kepada pelaku kreatif
wajib hukumnya.

Empat, fasilitas edukasi untuk meningkatkan kapasitas para pelaku kreatif selama
berdiam diri di rumah. Usaha ini dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan pelaku
ekonomi kreatif digital untuk memberikan akses edukasi kepada para pelaku kreatif selama
terjadinya wabah. Kesempatan edukasi yang diberikan tidak hanya sebatas kemampuan
spesifik para pelaku di satu sektor, namun juga pengetahuan mengenai manajemen organisasi
kreatif, digitalisasi konten, serta pengelolaan finansial.

Secara teknis, agar bantuan dapat tersalurkan dengan cepat, pemerintah dapat
menggunakan data pelaku ekonomi kreatif yang sudah dihimpun Badan Ekonomi Kreatif
(Bekraf) terdahulu. Di antaranya melalui aplikasi Bisma (aplikasi yang menghimpun data
pelaku kreatif besutan Bekraf), data Satu Pintu (fasilitas pendanaan ekonomi kreatif Bekraf),
asosiasi-asosiasi subsektor ekonomi kreatif besutan Bekraf, data komunitas, usaha kreatif,
dan dilengkapi dengan survei terbuka.

Hal lain yang tak boleh dilupakan oleh pemerintah selain empat kebijakan reaktif di
atas adalah kebijakan preventif. Ini adalah kebijakan jangka panjang berupa alokasi atau
aturan alih fungsi anggaran untuk digunakan sebagai dana darurat atau jaring pengaman
sosial para pelaku kreatif di saat krisis.

Setelah itu, pengelolaan data yang baik menjadi kunci. Alokasi dana darurat di atas
disalurkan berdasarkan data para pelaku kreatif yang akurat. Hal ini penting untuk menjaga
pendistribusian bantuan pemerintah, baik berupa insentif individu, hibah kegiatan, bantuan
koordinasi dan edukasi di masa datang lebih cepat, tepat, dan efisien hingga dapat memberi
rasa aman kepada para pelaku industri kreatif di Tanah Air.

Anda mungkin juga menyukai