Anda di halaman 1dari 9

Pengertian Perlindungan Hukum

Perlindungan dapat diartikan sebagai tempat berlindung, hal (perbuatan dan


sebagainya) memperlindungi.1 Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun
2002 adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat
penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman baik fisik
maupun mental, kepada korban atau saksi, dari ancaman, gangguan, teror, dan
kekerasan dari pihak manapun, yang diberikan pada tahap penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.

Keberadaan hukum bertujuan untuk mewujudkan keadilan, kemanfaatan, dan


kepastian hukum. G. W. Paton mengatakan bahwa hak yang diberikan oleh
hukum bukan hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan saja
tetapi juga unsur kehendak. Pada hakikatnya hukum adalah sesuatu yang
abstrak, namun dalam manifestasinya dapat berupa wujud konkret. Suatu
ketentuan hukum dapat dinilai baik jika dari penerapannya menghasilkan akibat-
akibat berupa kebaikan, kebahagiaan yang sebesar-besarnya, dan berkurangnya
penderitaan.2

Pengertian hukum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah undang-


undang, peraturan, dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat.
Sedangkan dalam kamus Oxford disebutkan ”All the rules established by
authority or custom for regulating the behavior of members of a community or
country” (Semua peraturan yang ditetapkan oleh otoritas atau kustom (adat atau
kebiasaan) untuk mengatur perilaku anggota komunitas atau negara).

Hukum menurut Vant Kant adalah sekumpulan peraturan yang bersifat memaksa
yang dibentuk untuk mengatur dan melindungi kepentingan orang. Menurut
S.M. Amin, hukum adalah peraturan-peraturan yang terdiri dari norma-norma
dan sanksi-sanksi.3

Pada umumnya setiap sarjana hukum mengatakan hukum sebagai sejumlah


peraturan, sebagai kumpulan peraturan atau kaedah mempunyai isi yang bersifat
umum dan normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang dan normatif
karena menentukan apa yang seyogianya dilakukan, apa yang tidak boleh

1
2
3
dilakukan atau yang harus dilakukan serta menentukan bagaimana cara
melaksanakan kepatuhan pada kaedah tersebut.4

Dapat disimpulkan bahwa hukum merupakan sekumpulan peraturan yang telah


ditetapkan untuk mengatur dan melindungi tata kehidupan bermasyarkat yang
bersifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman kepada mereka yang
melanggarnya. Pengertian perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang
diberikan kepada subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang
bersifat preventif maupun represif, baik yang secara lisan maupun yang tertulis.

Bentuk Perlindungan Hukum pada Data Pribadi Nasabah

Hubungan bank dengan nasabahnya tidak hanya seperti hubungan kontraktual


biasa, melainkan suatu hubungan yang terdapat kewajiban bagi bank untuk tidak
membuka rahasia nasabahnya kepada pihak manapun kecuali jika ada ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.5
Menurut Bambang Setioprodjo, secara filosofi kewajiban bank dalam
memegang rahasia keuangan nasabah atau perlindungan atas kerahasiaan
keuangan nasabah didasarkan pada:
1. Hak setiap orang atau badan untuk tidak dicampuri atas masalah yang
bersifat pribadi (personal privacy);
2. Hak yang timbul dari perikatan antara bank dan nasabahnya, dalam kaitan
ini bank berfungsi sebagai kuasa dari nasabahnya dan dengan itikad baik
wajib melindungi kepentingan nasabah;
3. Atas dasar ketentuan perundang-undangan yang berlaku, yaitu Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang menegaskan bahwa
berdasarkan fungsi utama bank dalam menghimpun dana dari masyarakat,
maka pengetahuan bank tentang keadaan keuangan nasabah tidak
disalahgunakan dan wajib dijaga kerahasiaannya oleh setiap bank;
4. Kebiasaan dan kelaziman dalam dunia perbankan;
5. Karakteristik kegiatan usaha bank.6

Yunus Husein memberikan beberapa alasan utama mengenai perlunya ketentuan


rahasia bank dalam praktek perbankan, yaitu:

4
5
6
Pertama, untuk meyakinkan nasabah ketika mereka menyerahkan keterangan
pribadinya yang bersifat rahasia kepada bank yang mempunyai hubungan
kontraktual dengannya. Penyerahan keterangan dan dokumen yang bersifat
rahasia ini sudah tentu untuk keuntungan kedua belah pihak. Bank tidak dapat
menjalankan tugas dan usahanya (juga untuk kepentingan nabasah) apabila
nasabah tidak menyediakannya dengan keterangan yang diperlukan. Hubungan
antara bank dan nasabah tersebut dapat dibandingkan dengan hubungan antara
pengacara dan kliennya, serta hubungan antara dokter dan pasiennya. Pengacara
dan dokter memerlukan segala macam keterangan yang bersifat rahasia dari
klien dan pasiennya dalam rangka pelaksanaan tugas dengan lebih baik dan
sempurna. Karena keterangan yang diberikan klien dan pasien itu harus
dirahasiakan untuk mendorong mereka agar memberikan keterangan
selengkapnya.

Kedua, untuk kepentingan bank yang dalam usahanya memerlukan kepercayaan


dari nasabah yang menyimpan uangnya di bank, maka rahasia pribadi tentang
penyimpan dan simpanannya harus dirahasiakan.

Ketiga, pengaturan rahasia bank dalam Undang-Undang Dasar atau Undang-


Undang suatu negara biasanya didasarkan pada pola berpikir dikotomis, yaitu
adanya negara/pemerintah yang berkuasa di satu pihak dan adanya rakyat yang
tunduk pada pemerintah atau negara. Pengaturan tersebut terutama dimaksudkan
untuk membatasi campur tangan negara/pemerintah pada kehidupan pribadi
setiap anggota masyarakat.

Keempat, ketentuan rahasia bank ini diperlukan untuk mencegah terjadinya


penyitaan yang sewenang-wenang, misalnya, seorang investor asing pada suatu
negara yang kebijakannya sering berubah-ubah.7

Marulak Pardede mengemukakan mengenai perlindungan terhadap nasabah


penyimpan dana dalam sistem perbankan Indonesia dapat dilakukan melalui 2
(dua) cara, yaitu:8
a. Perlindungan secara implisit, yaitu perlindungan yang dihasilkan oleh
pengawasan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan
terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan ini yang diperoleh melalui:
(1) peraturan perundang-undangan di bidang perbankan, (2) perlindungan
7
8
yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif, yang
dilakukan oleh Bank Indonesia, (3) upaya menjaga kelangsungan usaha
bank sebagai sebuah lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap
sistem perbankan pada umumnya, (4) memelihara tingkat kesehatan bank,
(5) melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian, (6) cara
pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah,
dan (7) menyediakan informasi risiko pada nasabah.
b. Perlindungan secara eksplisit, yaitu perlindungan melalui pembentukan
suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehingga apabila
bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana
masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut. Perlindungan
ini diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan
masyarakat, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI No. 26
Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum.

Regulasi Yang Mengatur tentang Perlindungan Data Pribadi Nasabah

Berdasarkan pengertian prinsip kerahasiaan bank yang diatur dalam UU


Perbankan, data pribadi nasabah dapat dikategorikan dalam lingkup pengertiaan
rahasia bank terkait “segala sesuatu mengenai nasabah penyimpan”. Dengan
adanya ketentuan tersebut, setiap bank memiliki kewajiban untuk merahasiakan
keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.

Meskipun data pribadi nasabah tidak diatur secara spesifik dalam UU


Perbankan, namun tetap dikategorikan sebagai sesuatu yang harus dirahasiakan
dalam menjalankan bisnis perbankan. Karena dengan adanya hubungan
kontraktual antara bank dengan nasabah, bank memiliki kewajiban untuk
melindungi kepentingan nasabah penyimpan. Jika bank tidak mampu dalam
menjaga kepentingan nasabah, maka akan berdampak pada perkembangan usaha
bank itu sendiri, masyarakat tidak akan lagi memberi kepercayaan kepada bank
sebagai tempat yang aman untuk investasi mereka.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi


Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah merupakan salah satu
regulasi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dengan menimbang bahwa
transparansi terhadap penggunaan data pribadi yang disampaikan nasabah
kepada bank perlukan untuk meningkatkan perlindungan terhadap hak-hak
pribadi nasabah dalam berhubungan dengan bank, serta dalam rangka
memberikan perlindungan terhadap penggunaan data pribadi nasabah. Data
pribadi nasabah adalah identitas yang lazim disediakan oleh nasabah kepada
bank dalam rangka melakukan transaksi keuangan dengan bank. Bank wajib
meminta persetujuan tertulis dari nasabah dalam hal bank akan memberikan
dan/atau menyebarluaskan data pribadi nasabah kepada pihak lain untuk tujuan
komersial, kecuali ditetapkan lain oleh peraturan perundang-undangan lain yang
berlaku. Dalam permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud, bank wajib
terlebih dahulu menjelaskan tujuan dan konsekuensi dari pemberian dan/atau
penyebarluasan data pribadi nasabah kepada pihak lain.

Salah satu tujuan dibentuknya Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah
untuk melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat yang menggunakan
jasa lembaga keuangan. Dalam Pasal 9 huruf c UU OJK mengatur mengenai
kewenangan OJK dalam melaksanakan tugas pengawasan untuk melindungi
kepentingan konsumen, OJK mempunyai wewenang melakukan pengawasan,
pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap
lembaga jasa keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan.

Lembaga Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan


Nomor 1/POJK.07/2013 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor
Jasa Keuangan sebagai pelaksanaan dari ketentuan rahasia bank yang diatur
dalam UU Perbankan untuk melindungi nasabah dari banyaknya
penyalahgunaan data pribadi khususnya nomor telepon seluler nasabah. Dalam
Pasal 19 POJK tersebut ditentukan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK)
dilarang melakukan penawaran produk dan/atau layanan kepada konsumen
dan/atau masyarakat melalui sarana komunikasi pribadi tanpa persetujuan
konsumen.

POJK Nomor 1/POJK.07/2013 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen


Sektor Jasa Keuangan dikeluarkan oleh OJK terkait dengan maraknya
telemarketing yang biasa melakukan penawaran produk keuangan menggunakan
data nasabah perbankan. Penggunaan data pribadi nasabah oleh para
telemarketing dapat berakibat fatal terhadap keberlangsungan usaha pelaku
jasa keuangan yang dalam hal ini adalah perbankan. Para pelaku usaha jasa
keuangan dapat dikenakan sanski administratif sesuai dalam Pasal 53 POJK
Nomor 1/POJK.07/2013, antara lain berupa:
a. Peringatan tertulis;
b. Denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;
c. Pemabatasan kegiatan usaha;
d. Pembekuan kegiatan usaha;
e. Pencabutan izin kegiatan usaha.

Realisasi terhadap Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) mengenai


Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan tersebut, OJK sudah mengeluarkan
surat edaran untuk para pelaku usaha di sektor jasa keuangan sebagai ketentuan
petunjuk pelaksanaan penerapan prinsip kerahasiaan dan keamanan data
dan/atau informasi pribadi konsumen. Data dan/atau informasi pribadi
konsumen yang harus dirahasiakan menurut Surat Edaran Nomor
14/SEOJK.07/2014 tentang Kerahasiaan dan Keamanan Data dan/atau
Informasi Pribadi Konsumen adalah sebagai berikut:
a. perseroan, terdiri atas:
1) nama;
2) alamat;
3) tanggal lahir dan/atau umur;
4) nomor telepon; dan/atau
5) nama ibu kandung
b. korporasi:
1) nama;
2) alamat;
3) nomor telepon;
4) susunan direksi dan komisaris termasuk dokumen identitas berupa
Kartu Tanda Penduduk / paspor / ijin tinggal; dan / atau
5) susunan pemegang saham.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, sudah jelas bahwa setiap pelaku usaha
jasa keuangan dimana dalam hal ini bank dilarang dengan cara apapun
memberikan data dan/atau informasi pribadi mengenai nasabahnya kepada
pihak ketiga. Namun, ketentuan pelarangan ini dapat dikecualikan apabila:
a. Nasabah memberikan persetujuan tertulis, dan/atau
b. Diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.

Dalam hal konsumen memberikan persetujuan tertulis, pelaku usaha jasa


keuangan yang dalam hal ini bank dapat memberikan data dan/atau informasi
pribadi konsumen dengan kewajiban memastikan pihak ketiga dimaksud tidak
memberikan dan/atau menggunakan data dan/atau informasi pribadi konsumen
untuk tujuan selain yang telah disepakati antara pelaku usaha jasa keuangan atau
dalam hal ini adalah bank dengan pihak ketiga. Tata cara persetujuan tetrulis
dari konsumen dapat dinyatakan dalam bentuk pilihan setuju atau tidak setuju
atau memberikan tanda persetujuan dalam dokumen dan/atau perjanjian produk
dan/atau layanan.

Dalam hal pelaku usaha jasa keuangan yang dalam hal ini bank
memperoleh data dan/atau informasi pribadi seseorang dan/atau sekelompok
orang dari pihak lain dan akan menggunakan data dan/atau informasi tersebut
untuk melaksanakan kegiatannya, bank wajib memiliki pernyataan tertulis
bahwa pihak lain dimaksud telah memperoleh persetujuan tertulis dari
seseorang dan/atau sekelompok orang tersebut untuk memberikan data dan/atau
informasi pribadi dimaksud kepada pihak manapun termasuk bank.

Selain itu, bank wajib menetapkan kebijakan dan prosedur tertulis mengenai
penggunaan data dan/atau informasi pribadi nasabah, yangsekurang-kurangnya
memuat:
a. menjelaskan secara tertulis dan/atau lisan kepada nasabah
mengenai tujuan dan konsekuensi dari pemberian persetujuan tertulis
serta pemberian dan/atau penyebarluasan data dan/atau informasi pribadi
nasabah; dan
b. meminta persetujuan tertulis dari nasabah dalam hal bank akan
memberikan dan/atau menyebarluaskan data dan/atau informasi pribadi
konsumen kepada pihak ketiga untuk tujuan apapun, kecuali ditetapkan
lain dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kebijakan dan prosedur tertulis wajib dituangkan dalam standar prosedur


operasional mengenai penggunaan data dan/atau informasi pribadi nasabah
sebagai berikut:
a. pejabat dan/atau petugas bank menjelaskan secara tertulis dan/atau
lisan mengenai tujuan dan konsekuensi dari persetujuan tertulis dari
nasabah terkait dengan pemberian dan/atau penyebarluasan data
dan/atau informasi pribadi nasabah bahwa:
1) hanya akan digunakan untuk kepentingan internal bank dan/atau
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
2) akan diberikan dan/atau disebarluaskan kepada pihak lain atas
persetujuan tertulis nasabah.
b. dalam hal akan memberikan dan menyebarluaskan kepada pihak lain,
maka pejabata dan/atau petugas bank:
1) memberikan penjelasan kepada nasabah mengenai tujuan dan
konsekuensi dari pemberian dan/atau penyebarluasan data
dan/atau informasi pribadi konsumen; dan
2) menyampaikan pernyataan tertulis bahwa bank telah mendapatkan
persetujuan tertulis dari nasabah.

Ketentuan lain mengenai perlindungan terhadap konsumen di sektor jasa


keuangan yaitu nasabah menurut Pasal 25 dan Pasal 31 ayat (1), ayat (2), dan
ayat (30 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan yaitu Pasal 25 menyebutkan
bahwa pelaku jasa keuangan (perbankan) wajib menjaga keamanan simpanan,
dana, atau asset konsumen yang berada dalam tanggung jawab pelaku usaha jasa
keuangan.9 Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa pelaku usaha jasa keuangan
dilarang dengan cara apapun, memberikan data dan/atau informasi
konsumennya kepada pihak ketiga. Pasal 31 ayat (2) menyebutkan bahwa
larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dalam hal
konsumen memberikan persetujuan tertulis; dan/atau diwajibkan oleh
peraturan perundang-undangan. Pasal 31 ayat (3) menyebutkan bahwa dalam
hal pelaku usaha jasa keuangan memperoleh data dan/atau informasi pribadi
seseorang dan/atau sekelompok orang dari pihak lain dan pelaku usaha jasa
keuangan akan menggunakan data dan/atau informasi tersebut untuk
melaksanakan kegiatannya, pelaku usaha jasa keuangan wajib memiliki
persyaratan tertulis bahwa pihak lain dimaksud telah memperoleh persetujuan
tertulis dari seseorang dan/atau sekelompok orang tersebut untuk memberikan
data dan/atau informasi pribadi dimaksud kepada pihak manapun, termasuk
pelaku usaha jasa keuangan.10

Dengan dikeluarkannya peraturan oleh OJK ini merupakan suatu langkah upaya
untuk melindungi nasabah bank dari penyalahgunaan pihak ketiga dan/atau
pihak lain, dimana pengaturan mengenai kerahasiaan bank yang ada di dalam
Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Perbankan Syariah belum
mengatur secara khusus mengenai perlindungan terhadap kerahasiaan data
pribadi nasabah.

9
10

Anda mungkin juga menyukai