Anda di halaman 1dari 12

Nama : Amelsa Cahyadi

NIM : 1801125062
Kelas : 5A Pendidikan Biologi
Tugas Evaluasi Pendidikan

A. Pengertian Penilaian Acuan Norma (PAN)


Penilaian Acuan Norma (PAN) adalah penilaian yang dilakukan dengan mengacu
pada norma kelompok atau nilai-nilai yang diperoleh siswa dibandingkan dengan nilai-
nilai siswa lain dalam kelompok tersebut. Dengan kata lain PAN merupakan sistem
penilaian yang didasarkan pada nilai sekelompok siswa dalam satu proses pembelajaran
sesuai dengan tingkat penguasaan pada kelompok tersebut. Artinya pemberian nilai
mengacu pada perolehan skor pada kelompok itu. Dalam hal ini “norma” berarti
kapasistas atau prestasi kelompok, sedangkan “kelompok” adalah semua siswa yang
mengikuti tes tersebut dapat kelompok siswa dalam satu kelas, sekolah, rayon, propinsi,
dan lain-lain. Pan juga dapat dikatakan penilaian “apa adanya” dengan pengertian bahwa
acuan pembandingnya semata-mata diambil dari kenyataan yang diperoleh (rata-rata dan
simpangan baku) pada saat penilaian dilakukan dan tidak dikaitkan dengan hasil
pengukuran lain. PAN menggunakan prinsip-prinsip yang berlaku pada kurva normal.
Hasil-hasil perhitungannya dipakai sebagai acuan penilaian dan memiliki sifat relatif
sesuai dengan naik turunnya nilai rata-rata dan simpangan baku yang dihasilkan pada saat
itu.
Penggunaan sistem PAN membiarkan siswa berkembang seperti apa adanya.
Namun demikian guru tetap merumuskan Tujuan Khusus Pembelajaran (TKP) sesuai
dengan tuntutan kompetensi. TKP yang berorientasi pada kompetensi tetap dipakai
sebagai tumpuan dalam penyusunan evaluasi akan tetapi pada saat pemberian skor yang
diperoleh siswa maka TKP tidak dipergunakan sebagai pedoman. Batas kelulusan tidak
ditentukan oleh penguasaan minimal siswa terhadap kompetensi yang ditetapkan dalam
TKP, melainkan didasarkan pada nilai rata-rata dan simpangan baku yang dihasilkan
kelompoknya.
Dengan demikian kelemahan sistem PAN dapat terlihat jelas bahwa tes apapun,
dalam kelompok apapun, dengan kadar prestasi yang bagaimanapun pemberian nilai
dengan model pendekan PAN selalu dapat dilakukan. Oleh karena itu penggunaan model
pendekatan ini dapat dilakukan denga baik apabila memenuhi syarat antara lain: a). skor
nilai terpencar atau dapat dianggap terpencar sesuai dengan pencaran kurva normal; b).
jumlah yang dinilai minimal 50 orang atau lebih dari 100 orang dalam arti sampel yang
digunakan besar.
Dalam penerapan sistem PAN ada dua hal pokok yang harus ditetapkan yaitu:
banyaknya siswa yang akan lulus dan penetapan batas lulus. Terdapat dua cara di dalam
menentukan batas kelulusan antara lain: menetapkan terlebih dahulu jumlah yang
diluluskan, misalnya 75% dari seluruh peserta tes, kemudian skor tiap siswa disusun dan
diranking sehingga akan diketemukan skor terendah. Cara kedua dengan menggunakan
data statistik yang terdapat dalam kurva normal dengan menggunakan nilai rata-rata dan
simpangan baku, sehingga akan diketemukan luas daerah kurva normal atau jumlah anak
yang diluluskan.
B. Pengertian Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Penilaian Acuan Patokan (PAP) adalah model pendekatan penilaian yang
mengacu kepada suatu kriteria pencapaian tujuan (TKP) yang telah ditetapkan
sebelumnya. PAP merupakan suatu cara menentukan kelulusan siswa dengan
menggunakan sejumlah patokan. Bilamana siswa telah memenuhi patokan tersebut maka
dinyatakan berhasil. Tetapi bila siswa belum memenuhi patokan maka dikatakan gagal
atau belum menguasai bahan pembelajaran tersebut. Nilai-nilai yang diperoleh siswa
dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan siswa tentang materi pembelajaran
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Siswa yang telah melampaui atau sama dengan kriteria atau patokan keberhasilan
dinyatakan lulus atau memenuhi persyaratan. Guru tidak melakukan penilaian apa adanya
melainkan berdasarkan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan sejak pembelajaran
dimulai. Guru yang menggunakan model pendekatan PAP ini dituntut untuk selalu
mengarahkan, membantu dan membimbing siswa kearah penguasaan minimal sejak
pembelajaran dimulai, sedang berlangsung dan sampai berakhirnya
pembelajaran.Kompetensi yang dirumuskan dalam TKP merupakan arah, petunjuk, dan
pusat kegiatan dalam pembelajaran. Penggunaan tes formatif dalam penilaian ini sangat
mendukung untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa. Pelaksanaan PAP tidak
memerlukan perhitungan statistik melainkan hanya tingkat penguasaan kompetensi
minimal.
Sebagai contoh misalnya: untuk dapat diterima sebagai calon tenaga pengajar di
perguruan tinggi adalah IP minimal 3,00 dan setiap calon harus lulus tes potensi
akademik yang diadakan oleh lembaga yang bersangkutan. Berdasarkan kriteria di atas
siapapun calon yang tidak memenuhi persyaratan di atas maka dinyatakan gagal dalam
tes atau tidak diterima sebagai calon tenaga pengajar.
Seperti uraian di atas tingkat kemampuan atau kelulusan seseorang ditentukan
oleh tercapai tidaknya kriteria. Misalnya seseorang dikatakan telah menguasai satu pokok
bahasan / kompetensi bilamana ia telah menjawab dengan benar 75% dari butir soal
dalam pokok bahasan / kompetensi tersebut. Jawaban yang benar 75% atau lebih
dinyatakan lulus, sedang jawaban yang kurang dari 75% dinyatakan belum berhasil dan
harus mengulang kembali.
Muncul pertanyaan bahwa apakah siswa yang dapat menjawab benar 75% ke atas
juga akan memperoleh nilai yang sama? Hal ini tergantung pada sistem penilaian yang
digunakan. Jika hanya menggunakan kriteria lulus dan tidak lulus, berarti siswa yang
menjawab benar 75% ke atas adalah lulus, demikian juga sebaliknya siswa yang
menjawab benar kurang dari 75% tidak lulus. Apabila sistem penilaian yang digunakan
menggunakan model A, B, C, D atau standar yang lain, kriteria ditetapkan berdasarkan
rentangan skor atau skala interval. Perlu dijelaskan bahwa kriteria atau patokan yang
digunakan dalam PAP bersifat mutlak. Artinya kriteria itu bersifat tetap, setidaknya untuk
jangka waktu tertentu dan berlaku bagi semua siswa yang mengikuti tes di lembaga yang
bersangkutan.
C. Karakteristik Penilaian Acuan Norma (PAN)
1. Tidak ditekankan untuk mengukur penampilan yang eksak dari behavioral
objectives. Dengan kata lain, soal-soal pada PAN tidak didasarkan atas
pengajaran yang diterima siswa atau atas keterampilan atau tingkah laku yang
diidentifikasikan sebagai sesuatu yang dianggap relevan bagi belajar siswa.
2. Pada proses belajar, penilaian nilai normatif pada umumnya banyak dilakukan
oleh seorang guru.
3. Penekanan dalam penilaian untuk proses belajar, seseorang mengacu pada
ketentuan atau norma yang berlaku disekolah.
4. Seorang guru dapat menggunakan acuan normatif nasional.
D. Karakteristik Penilaian acuan Patokan (PAP)
Tujuan penggunaan penilaian acuan patokan berfokus pada kelompok perilaku
mahasiswa yang khusus. Joesmani menyebutnya dengan didasarkan pada kriteria atau
standard khusus. Dimaksudkan untuk mendapat gambaran yang jelas tentang
performan peserta tes dengan tanpa memperhatikan bagaimana performan tersebut
dibandingkan dengan performan yang lain. Dengan kata lain tes acuan kriteria
digunakan untuk menyeleksi (secara pasti) status individual berkenaan dengan
(mengenai) domain perilaku yang ditetapkan / dirumuskan dengan baik.
Pada penilaian acuan patokan, standar performan yang digunakan adalah
standar absolut. Semiawan menyebutnya sebagai standar mutu yang mutlak (Criterion-
referenced interpretation is an absolut rather than relative interpetation, referenced to a
defined body of learner behaviors)15. Dalam standar ini penentuan tingkatan (grade)
didasarkan pada skor-skor yang telah ditetapkan sebelumnya dalam bentuk
persentase. Untuk mendapatkan nilai A atau B, seorang mahasiswa harus
mendapatkan skor tertentu sesuai dengan batas yang telah ditetapkan tanpa
terpengaruh oleh performan (skor) yang diperoleh mahasiswa lain dalam kelasnya.
Salah satu kelemahan dalam menggunakan standar absolut adalah sekor mahasiswa
bergantung pada tingkat kesulitan tes yang mereka terima. Artinya apabila tes yang
diterima mahasiswa mudah akan sangat mungkin para mahasiswa mendapatkan nilai
A atau B, dan sebaliknya apabila tes tersebut terlalu sulit untuk diselesaikan, maka
kemungkinan untuk mendapat nilai A atau B menjadi sangat kecil. Namun
kelemahan ini dapat diatasi dengan memperhatikan secara ketat tujuan yang akan
diukur tingkat pencapaiannya.
Beberapa yang harus dipahami ketika menerapkan PAP menurut Sudijono
antara lain; pertama hal-hal yang dipelajari mahasiswa mempunyai struktur hierarkis
artinya mahasiswa mempelajari taraf selanjutnya setelah menguasai secara baik tahap
sebelumnya, kedua dosen harus mengidentifikasi masing- masing taraf kompetensi
setidak-tidaknya mendekati ketuntasan pencapaian tujuan, ketiga nilai yang diberikan
dengan menggunakan PAP berarti menggunakan standar mutlak.
E. Tujuan PAP dan Manfaat PAP
Tujuan PAP adalah untuk mengukur secara pasti tujuan atau kompetensi yang
ditetapkan sebagai kriteria keberhasilannya. PAP sangat bermanfaat dalam upaya
meningkatkan kualitas hasil belajar sebab peserta didik diusahakan untuk mencapai
standar yang telah ditentukan, dan hasil belajar peserta didik dapat diketahui derajat
pencapaiannya. Untuk menentukan batas lulus (passing grade) dengan pendekatan ini,
setiap skor peserta didik dibandingkan dengan skor ideal yang mungkin dicapai oleh
peserta didik. Menurut Payne (1974) dalam bukunya Asmawi Zainul, penerapan PAP
dapat dimanfaatkan antara lain: 1) Penempatan seseorang dalam rentetan kegiatan
belajar. 2) Untuk mendiagnosis kemampuan seseorang dalam pembelajaran. 3) Jika
dilakukan secara periodik dapat digunakan untuk memonitor kemajuan setiap anak didik
dalam proses pembelajaran. Secara berkelanjutan dapat diketahui status seseorang dalam
satu rentetan kegiatan belajar. Akhirnya dapat memacu atau memotivasi semangat belajar
siswa. 4) Kemampuan masing-masing anak didik untuk menyelesaikan kurikulum secara
kumulatif akan dapat menentukan keterlaksanaan kurikulum.
F. Prosedur penggunaan PAP
1. Pengolahan Skor mentah menjadi Nilai Huruf
Sebelum membahas pengelolaan skor kita buat perumpamaan terlebih dahulu.
Terdapat 60 item soal pilihan ganda pelajaran bahasa Arab, tiap item yang benar
berbobot 1. Skor mentah yang diperoleh 20 siswa adalah 32, 36, 27, 50, 22, 34, 35,
37, 43, 17, 21, 42, 46, 32, 31, 28, 57, 57, 54, 51.
Prosedur yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut:
a. Mencari skor ideal, yaitu skor yang mungkin dicapai jika semua item dapat
dijawab dengan benar. Skor ideal diperoleh dengan jalan menghitung jumlah
item yang diberikan serta bobot dari tiap-tiap item. Dari contoh diatas
diketahui skor idealnya adalah 60
b. Mencari rata-rata ideal (id) dengan rumus:
= ½ x skor ideal = ½ x 60 = 30
c. Mencari deviasi (SD) ideal dengan cara:
SD = 1/3 x SD = 1/3 x 30 = 10
d. Menyusun kebutuhan konversi sesuai dengan yang dibutuhkan.
Adapun pedoman konversi dengan adalah:
+ 1,5 (SD) = 30 + 1,5 x 10 = 45 = A
+ 0,5 (SD) = 30 + 0,5 x 10 = 35 = B
- 0,5 (SD) = 30 - 0,5 x 10 = 25 = C
- 1,5 (SD) = 30 - 1,5 x 10 = 15 = D
Daridata tersebut dapat kita simpulkan bahwa siswa yang mendapat skor 45–
60 mendapat nilai A, 35 – 44 = B, 25 – 34 = C, 15 – 24 = D, 0 – 14 = E.
Pemberiannilai dengan menggunakan huruf disesuaikan dengan huruf yang
terdapat dalam urutan abjad. Huruf tidak hanya menunjukkan kuantitas, tetapi
dapat juga digunakan sebagai simbol untuk menggambar kualitas.
2. Pengolahan skor mentah menjadi skor standar 1 – 10
Untuk mengubah skor mentah menjadi skor terjabar dalam skala 1 – 10 dapat
digunakan ketentuan-ketentuan berikut:
+ 2,25 (SD) = 10 = 30 + 2,25 x 10 = 53 = 10
+ 1,75 (SD) = 9 = 30 + 1,75 x 10 = 48 = 9
+ 1,25 (SD) = 8 = 30 + 1,25 x 10 = 43 = 8
+ 0,75 (SD) = 7 = 30 + 0,75 x 10 = 38 = 7
+ 0,25 (SD) = 6 = 30 + 0,25 x 10 = 33 = 6
- 0,25 (SD) = 5 = 30 - 0,25 x 10 = 28 = 5
- 0,75 (SD) = 4 = 30 - 0,75 x 10 = 23 = 4
- 1,25 (SD) = 3 = 30 - 1,25 x 10 = 18 = 3
- 1,75 (SD) = 2 = 30 - 1,75 x 10 = 13 = 2
- 2,25 (SD) = 1 = 30 - 2,25 x 10 = 8 = 1
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa siswa yang mendapat skor 53 –
60 mendapat nilai 10, 48 – 52 = 9, 43 – 47 = 8, 38 – 42 = 7, 33 – 37 = 6, 28 – 32 = 5,
23 – 27 = 4, 18 – 22 = 3, 13 – 17 = 2, 8 – 12 = 1, dan skor dibawahnya 0.
Bila kita ingin agar skala tersebut lebih halus yakni ada nilai diantara nilai-nilai
tersebut, seperti 9,5; 8,5; 7,5 dan seterusnya, kita bisa memperkecil jarak antar skala-
skala itu. Diantara 2,25 (SD) dan 1,75 (SD) dapat ditempatkan 2,00 (SD) yang
ekuivalen dengan nilai 9,5. Diantara 1,75 (SD) dan 1,25 (SD) dapat ditempatkan 1,50
(SD) yang ekuivalen dengan nilai 8,5 dan begitu seterusnya.
G. Prosedur Penggunaan PAN
Penilaian acuan norma menskor peserta didik dengan membandingkan hasil
belajar satu peserta dengan hasil peserta lainnya dalam satu kelompok kelas.[8]Contoh
diketahui 20 siswa mengikuti ujian akhir semester mata pelajaran bahasa Arab
memperoleh skor mentah sebagai berikut:
32, 36, 27, 50, 22,
34, 35, 37, 43, 17,
21, 42, 46, 32, 31,
28, 57, 57, 54, 51.
Penyelesaian nilai peserta didik dengan pendekatan PAN:
Menyusun skor terkecil hingga terbesar
17, 21, 22, 27, 28,
31, 32, 32, 34, 35,
36, 37, 42, 43, 46,
50, 51, 54, 57, 57.
a. Mencari rentangan (range) yaitu skor terbesar dikurangi skor terkecil 57 – 17 = 40
b. Mencari banyak kelas interval
Banyak kelas = 1 + (3,3) log n
= 1 + (3,3) log 20
= 1 + (3,3) (1,3010)
= 1 + 4,2933 = 5,2933
= 6 (dibulatkan)
c. Mencari interval kelas
d. Menyusun daftar distribusi frekuensi
H. Kelebihan dan Kekurangan PAN dan PAP
Kelebihan PAN adalah sebagai berikut:
1) Dapat digunakan untuk menetapkan nilai secara maksimal.
2) Dapat membedakan kemampuan peserta didik yang pintar dann kurang
pintar. Membedakan kelompok atas dan bawah.
3) Fleksibel : dapat menyesuaikan dengan kondisi yang berbeda-beda
4) Mudah menilai karena tidak ada patokan.
5) Dapat digunakan untuk menilai ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
Adapun kelebihan PAP adalah sebagai berikut:
1) Dapat membantu guru merancang program remidi.
2) Tidak membutuhkan perhitungan statistic yang rumit.
3) Dapat mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran.
4) Nilainya bersifat tetap selama standar yang digunakan sama.
5) Hasil penilaian dapat digunakan untuk umpan balik atau untuk mengetahui
apakah tujuan pembelajaran sudah tercapai atau belum.
6) Banyak digunakan untuk kelas dengan materi pembelajaran berupa
konsep.
7) Mudah menilai karena ada patokan.
Selain memiliki kelebihan, kedua pendekatan tersebut memiliki kekurangan. Di
antara kekurangan PAN adalah sebagai berikut.
1) Sedikit menyebutkan kompetensi siswa apa yang mereka ketahui atau
dapat mereka lakukan.
2) Tidak fair karena peringkat siswa tidak hanya bergantung pada tingkatan
prestasi, tetapi juga atas prestasi siswa lain.
3) Tidak dapat diandalkan siswa yang gagal sekarang mungkin dapat lulus
tahun berikutnya.
I. Perbedaan antara Kedua Pendekatan PAN dan PAP
1. Pengembangan test
2. Standar penilaian performance siswa

3. Maksud Test

J. Aplikasi dalam Microsoft Excel


Teknik dan Prosedur Pengolahan Skor dengan PAN dalam Microsoft Excel.
Diketahui skor ujian siswa (setelah dihitung dengan bobotnya) kelas XII IPS A MANU
al-Bassam sebagaimana dalam tabel berikut:

Berikut langkah pengolahan skor di atas dengan PAN dalam Microsoft excel:
1) Buat tabel seperti tabel di atas
2) Kemudian buat kolom skor rata-rata, mean dan standar deviasi, nilai PAN dan
Kriteran PAN sebagai berikut.

Langkahnya:
a) Buat di kolom F, menu Skor Rata2, dan carilah skor rata-ratanya
dengan cara klik di sel F: =AVERAGE(C2:E2). Kemudian tarik titik
kotak pojok sampai F 11.
b) Mencari mean dari skor rata. Buat kolom mean di sel E 12. Kemudian
klik di sel F 12: =AVERAGE(F2:F11).
c) Mencari standar deviasi. Buat kolom standar deviasi pada sel 13 E.
kemudian klik di sel F 13: =STDEV(F2:F11).
d) Setelah membuat kolom PAN di G 1, diolah skor tersebut dengan PAN
dengan ketentuan berikut: A ≥ x̄+ 1,5SD x̄+ 0,5SD ≤ B < x̄+ 1,5SD x̄-
0,5SD ≤ C < x̄+ 0,5SD x̄- 1,5SD ≤ D < x̄+ 0,05SD E < x̄- 1,5SD
Adapun langkahnya adalah klik pada sel G2 dengan rumus:
e) Untuk kriteria PAN, misalnya Lulus : nilai C ; remidi: nilai < C
Adapun langkahnya, klik pada sel H2, tulis rumus:
K. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
1. Pengertian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
KKM merupakan singkatan dari Kriteria Ketuntasan Minimal, yakni kriteria
ketuntasan belajar yang ditentukan oleh satuan pendidikan yang mengacu pada
Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Penentuan KKM ini dengan mempertimbangkan
karakteristik peserta didik, karakteristik mata pelajaran dan kondisi satuan
pendidikan. Sedangkan menurut Prayitno dalam bukunya yang berjudul Dasar Teori
dan Praksis Pendidikan menjelaskan bahwa Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
adalah acuan untuk menetapkan seseorang peserta didik secara minimal memenuhi
persyaratan penguasaan atas materi pelajaran tertentu.
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) harus ditetapkan oleh satuan pendidikan
sebelum awal tahun ajaran dimulai. Seberapapun besarnya jumlah peserta didik yang
melampaui batas ketuntasan minimal, tidak mengubah keputusan pendidik dalam
menyatakan lulus dan tidak lulus pembelajaran. Acuan kriteria tidak diubah secara
serta merta karena hasil empirik penilaian. Pada acuan norma, kurva normal sering
digunakan untuk menentukan ketuntasan belajar peserta didik jika diperoleh hasil
rata-rata kurang memuaskan. Nilai akhir sering dikonversi dari kurva normal untuk
mendapatkan sejumlah peserta didik yang melebihi nilai 6,0 sesuai proporsi kurva.
Acuan kriteria mengharuskan pendidik untuk melakukan tindakan yang tepat
terhadap hasil penilaian, yaitu memberikan layanan remedial bagi yang belum tuntas
dan atau layanan pengayaan bagi yang sudah melampaui kriteria ketuntasan minimal.
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ditetapkan oleh satuan pendidikan
berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau
beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi
sehingga dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus). Angka maksimal 100
merupakan kriteria ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara nasional diharapkan
mencapai minimal 75. Satuan pendidikan dapat memulai dari kriteria ketuntasan
minimal di bawah target nasional kemudian ditingkatkan secara bertahap. Kriteria
ketuntasan minimal menjadi acuan bersama pendidik, peserta didik, dan orang tua
peserta didik. Pada laporan hasil belajar seperti rapor siswa, harus dicantumkan
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada setiap mata pelajarannya. Hal ini berguna
sebagai acuan dalam menyikapi hasil belajar yang diperoleh oleh peserta didik.
2. Fungsi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
Berikut ini fungsi dari ditetapkannya Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM):
a. Sebagai acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi peserta didik sesuai
kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti. Setiap kompetensi dasar dapat
diketahui ketercapaiannya berdasarkan KKM yang ditetapkan. Pendidik harus
memberikan respon yang tepat terhadap pencapaian kompetensi dasar dalam
bentuk pemberian layanan remedial atau layanan pengayaan.
b. Sebagai acuan bagi peserta didik dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian mata
pelajaran. Setiap kompetensi dasar (KD) dan indikator ditetapkan KKM yang
harus dicapai dan dikuasai oleh peserta didik. Peserta didik diharapkan dapat
mempersiapkan diri dalam mengikuti penilaian agar mencapai nilai melebihi
KKM. Apabila hal tersebut tidak bisa dicapai, peserta didik harus mengetahui
KD-KD yang belum tuntas dan perlu diadakannya perbaikan.
c. Digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan evaluasi program
pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Evaluasi keterlaksanaan dan hasil
program kurikulum dapat dilihat dari keberhasilan pencapaian KKM sebagai
tolok ukur. Oleh karena itu hasil pencapaian KD berdasarkan KKM yang
ditetapkan perlu dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang peta KDKD tiap
mata pelajaran yang mudah atau sulit, dan cara perbaikan dalam proses
pembelajaran maupun pemenuhan saranaprasarana belajar di sekolah.
d. Keberhasilan pencapaian KKM merupakan upaya yang harus dilakukan bersama
antara pendidik, peserta didik, pimpinan satuan pendidikan, dan orang tua.
Pendidik melakukan upaya pencapaian KKM dengan memaksimalkan proses
pembelajaran dan penilaian. Peserta didik melakukan upaya pencapaian KKM
dengan proaktif mengikuti kegiatan pembelajaran serta mengerjakan tugastugas
yang telah didesain pendidik. Orang tua dapat membantu dengan memberikan
motivasi dan dukungan penuh bagi putraputrinya dalam mengikuti pembelajaran.
Sedangkan pimpinan satuan pendidikan berupaya memaksimalkan pemenuhan
kebutuhan untuk mendukung terlaksananya proses pembelajaran dan penilaian di
sekolah.
e. Dapat dijadikan sebagai target satuan pendidikan dalam pencapaian kompetensi
tiap mata pelajaran. Satuan pendidikan harus berupaya semaksimal mungkin
untuk melampaui KKM yang ditetapkan. Keberhasilan pencapaian KKM
merupakan salah satu tolok ukur kinerja satuan pendidikan dalam
menyelenggarakan program pendidikan. Satuan pendidikan dengan KKM yang
tinggi dan dilaksanakan secara bertanggung jawab dapat menjadi tolokukur
kualitas mutu pendidikan bagi masyarakat.
3. Langkah Menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
Dalam menetapkan KKM terdapat beberapa tahap yang seharusnya dilalui.
Adapaun tahapan penetapan KKM antara lain:
a. Guru atau kelompok guru menetapkan KKM mata pelajaran dengan
mempertimbangkan tiga aspek kriteria, yaitu kompleksitas6 , daya dukung7 ,
dan intake peserta didik8 . Hasil penetapan KKM indikator berlanjut pada
KKM kompetensi dasar hingga KKM mata pelajaran.
b. Hasil penetapan KKM oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran disahkan
oleh kepala sekolah untuk dijadikan patokan guru dalam melakukan penilaian.
KKM yang ditetapkan disosialisaikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan, yaitu peserta didik, orang tua, dan dinas pendidikan. KKM
dicantumkan dalam laporan hasi belajar atau rapor pada saat hasil penilaian
dilaporkan kepada orang tua/wali peserta didik.
Langkah – langkah dalam penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) secara
real yaitu:
a. Hitunglah jumlah Kompetensi Dasar (KD) setiap mata pelajaran setiap kelas.
b. Tentukan kekuatan/nilai untuk setiap aspek/komponen sesuai dengan
kemampuan masing-masing aspek.
c. Aspek kompleksitas. Semakin komplek (sukar) KD maka nilainya semakin
rendah, dan semakin mudah KD maka nilainya semakin tinggi.
d. Aspek sumber daya pendukung (sarana). Semakin tinggi sumber daya
pendukung maka nilainya semakin tinggi.
e. Aspek intake. Semakin tinggi kemampuan awal siswa (intake) maka nilainya
semakin tinggi pula.
f. Jumlah nilai setiap komponen, selanjutnya dibagi tiga untuk menentukan
KKM setiap KD.
g. Jumlahkan seluruh KKM KD, selanjutnya dibagi dengan jumlah KD untuk
menentukan KKM mata pelajaran
h. KKM setiap mata pelajaran pada setiap kelas tidak sama, tergantung pada
kompleksitas KD, daya dukung, dan potensi siswa.
L. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)
Mengukur kompetensi berpikir atau bernalar siswa ketika membaca teks (literasi)
dan menghadapi persoalan yang membutuhkan pengetahuan matematika (numerasi).
DAFTAR PUSTAKA
Alfath, Khairuddin. 2019. TEKNIK PENGOLAHAN HASIL ASESMEN: TEKNIK
PENGOLAHAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN ACUAN NORMA
(PAN) DAN PENDEKATAN ACUAN PATOKAN (PAP). AL-MANAR Jurnal
Komunikasi Dan Pendidikan Islam. Vol.8 No.1. Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta.
Nurbayani, Etty. 2012. PENILAIAN ACUAN PATOKAN (PAP) DI PERGURUAN
TINGGI (PRINSIP DAN OPERASIONALNYA). Jakarta
Pangastuti, Ratna, dkk. 2018. PENILAIAN ACUAN NORMA, PENILAIAN ACUAN
PATOKAN, KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL DI MADRASAH IBTIDAIAH AN-
NUR PLUS JUNWANGI KRIAN SIDORAJO JAWA TIMUR. Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai