Anda di halaman 1dari 31

KEGIATAN PEMBELAJARAN 3

MENERAPKAN PRAKTIK-PRAKTIK KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

1. Prosedur Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Keamanan kerja merupakan unsur-unsur penunjang yang mensupport
terwujudnya situasi kerja yang aman, baik berbentuk materil ataupun non
materil. Unsur penunjang keamanan yang berbentuk materiil, yakni : pakaian,
helm, kacamata dan sarung tangan. Sedangkan unsur penunjang keamanan
yang berbentuk nonmaterial, yakni: buku-buku panduan pemakaian alat, rambu-
rambu dan isyarat bahaya, himbauan-himbauan dan petugas keamanan.

Prasyarat lingkungan kerja yang aman, yakni :


a) Ada pembagian pekerjaan dan tanggung jawab dan wewenang yang pasti.
b) Ada ketentuan kerja yang fleksibel.
c) Ada penghargaan atas hak dan keharusan pekerja senantiasa diberikan.
d) Ada prosedur kerja sesuai sama ketentuan SOP.

Kesehatan kerja merupakan bagian dari pengetahuan kesehatan sebagai unsur-


unsur yang mendukung pada ada jiwa raga dan lingkungan kerja yang sehat.
Unsur penunjang kesehatan jasmani di tempat kerja, yakni mencakup: makanan
dan minuman bergizi, saat istirahat, asuransi kesehatan karyawan dan buku tips
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Unsur penunjang kesehatan rohani di
tempat kerja, yakni mencakup: fasilitas dan prasarana beribadah, penyuluhan
kerohanian teratur, dan tabloid kerohanian di tempat kerja.

Keselamatan kerja yaitu beberapa ilmu dan pengetahuan yang aplikasinya


sebagai unsur-unsur penunjang seseorang karyawan supaya selamat saat tengah
bekerja dan sesudah melaksanakan pekerjaannya.

Unsur penunjang keselamatan kerja, yakni ada unsur keamanan dan kesehatan
kerja, kesadaran keamanan dan kesehatan kerja, cermat dalam bekerja dan
melakukan prosedur kerja.

Maksud K3 yaitu untuk tercapainya kesehatan dan keselamatan karyawan saat


bekerja dan sesudah bekerja dan untuk lebih tingkatkan kemampuan saat omzet
perusahaan.

Prosedur bekerja dengan aman dan teratur pada umunya sudah dibuat
berbentuk tata teratur ketentuan keperilakuan ( code of conduct) pada tiap-tiap
perusahaan.

Semua bentuk tingkah laku dan peristiwa yang mencurigakan mesti dilaporkan
baik dengan cara tercatat ataupun lisan kepada pihak yang berwenang di
perusahaan untuk di tindaklanjuti kepada pihak berwajib.

Euis Honiatri, dkk. (2010) dalam bukunya Menerapkan Keselamatan, Kesehatan,


Keamanan Kerja dan lingkungan hidup (K3LH), menjelaskan agar setiap tenaga
kerja mendapat perlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan,
maka setiap unsur yang ada di dalam organisasi/instansi/perusahaan perlu
mengetahui dan melaksanakan prosedur K3. Prosedur K3 ini merupakan tahap
atau proses suatu kegitan untuk menyelesaikan aktivitas atau metode (cara)
langkah demi langkah secara pasti dalam pekerjaan dengan memperhatikan
keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja.

Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam suatu organisasi/instansi/perusahaan/


yayasan, yaitu :
a. Tenaga kerja: Adalah orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di
dalam maupun diluar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

b. Pengusaha adalah :

 Orang, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu


perusahaan milik sendiri.
 Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya.
 Orang, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia dalam
huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

c. Perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang memperkerjakan tenaga


kerja dengan tujuan mencari untung atau tidak, baik milik swasta maupun
Negara.

d. Tempat kerja adalah setiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka
bergerak atau tetap di mana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki
tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau
sumber-sumber bahaya, baik darat, di dalam tanah, di permukaan air, di
dalam air, maupun di udara yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum
Republik Indonesia.

Pihak pengusha atau perusahaan melakukan prosedur bekerja dengan aman dan
tertib dengan cara :
a) Menetapkan standar K3;

b) Menetapkan tata tertib yang harus dipatuhi;

c) Menetapkan peraturan-peraturan;

d) Mensosialisasikan peraturan dan perundang-undangan K3 ini kepada seluruh


tenaga kerja;

e) Memonitor pelaksanaan peraturan-peraturan;

Beberapa faktor penyebab timbulnya kecelakaan kerja, antara lain :


a. Faktor nasib dari para tenaga kerja;

b. Faktor lingkungan fisik tenaga kerja, seperti mesin, gedung, ruang, peralatan;

c. Faktor kelalaian manusia;

d. Faktor ketidakserasian kombinasi faktor-faktor produksi yang dikelola dalam


perusahaan.
 Cara Mengantisipasi Kecelakaan Kerja
1) Menerapkan prosedur bekerja sesuai dengan SOP (Standard Operational
Procedure)
a. Seluruh unsur yang ada harus mengetahui sarana, peraturan kesehatan
dan prosedur kemanan organisasi;
b. Seluruh staf bekerja sesuai dengan tugas atau kewajibannya;
c. Tenaga kerja yang tidak dapat melakasanakan kewajiban harus
melapor kepada pihak yang berwenang agar ada antisipasi jika timbul
masalah.

2) Melaksanakan prosedur dengan memperhatikan K3, yaitu seluruh unsur


yang ada (pimpinan, karyawan mempunyai “tugas perawatan” yang
berkaitan dengan masalah K3.

a. Pimpinan atau pengusaha harus menyiapkan dan menyediakan :


 Kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan bagi karyawan/tenaga
kerja di tempat kerja;
 Akses yang aman di tempat kerja;
 Informasi, pelatihan, dan supervisi.

b. Karyawan atau tenaga kerja harus :


 Bekerja sama dengan pimpinan dna tenaga kerja yang lain secara
baik;
 Bekerja dan menggunakan peralatan dengan aman;
 Memperhatikan keselamatan dan kesehatan orang lain di tempat
kerja;
 Bekerja sesuai dengan peraturan atau prosedur kerja.

3) Menginformasikan laporan kepada pihak yang terkait dengan segera

a. Secara langsung, datang ke tempat yang dimintai pertolongan;


b. Secara tidak langsung, dengan menggunakan media komunikasi, seperti
telepon, handphone, internet, pesan SOS, e-mail, dan surat.
4) Melaporkan kejadian yang mencurigakan secara tertulis/lisan.
Jika terjadi hal-hal yang tidak seperti biasanya, ganjil, atau aneh, segera
laporkan kepada pihak yang berwenag (atasan atau kepolisian), baik secara
tertulis maupun secara lisan.

 CONTOH KASUS

a. Kasus Kecelakaan Kerja di Darat

Kasus :
Bau gas tercium di sebuah supermarket di Jakarta, yang menyebabkan
karyawan pinggsan.
Cara Penyelesaian:
Bagian keamanan seharusnya selalu mengecek secara rutin semua ventilasi dan
mengantisipasi adanya kebocoran gas.

b. Kasus Kecelakaan Kerja di Permukaan Air dan di Dalam Air

Kasus: :
Seorang ilmuwan, ahli biologi, dan peneliti mengadakan ekspedisi penjelajahan
ke dalam laut untuk menyelidiki perihal ikan paus dan ikan hiu. Ternyata tanpa
diduga dia diserang oleh ikan hiu sehingga kehilangan tangannya sampai putus.

Cara Penyelesaian :
Keadaan di dalam air/laut memang sangat tidak terduga dan ganas. Jangan
karena merasa ahli dan berpengalaman, mengabaikan faktor keselamatan. Oleh
karena itu, peneliti harus menggunakn sarana pengaman yang lengkap dan
pengawalan.

c. Kasus Kecelakaan Kerja di Udara

Kasus: :
Helicopter superpuma yang sedang diperbaiki di lapangan terbang Pondok
Cabe, Banten mengalami kecelakaan. Padahal pesawat itu hanya terbang di
atas permukaan tanah sekitar satu meter lalu jatuh. Baling-balingnya menimpa
dan menewaskan dua orang teknisinya dan pilotnya luka.
Cara Penyelesaian :
Kecelakaan sering terjadi secara tidak terduga. Para teknisi seharusnya tidak
berada di dekat pesawat terbang untuk mengantisipasi jika ada kecelakaan.
Selain itu, semua peralatan pengaman harus dipersiapkan.

 Hadapi Beberapa Kondisi Darurat/Emergency:


Beberapa jenis bahaya di tempat kerja, yakni mencakup:
a) Bahaya spesial yaitu bahaya yang diakibatkan dari fasilitas dan prasarana
kerja.
b) Bahaya umum yaitu bahaya yang dikarenakan oleh karyawan tersebut.
c) Menggunakan perlengkapan safety, seperti sepatu safety, baju, rompi, helm,
kaca mata, safety belt, sarung tangan dan lain-lain.

 Tanda-tanda ciri-ciri tamu yang mencurigakan:


a) Berbelit-belit dalam berbicara;
b) Tatapan mata tak fokus;
c) Lirika mata cepat;
d) Tak ada rangkuman perbincangan;
e) Mengulur waktu;
f) Posisi badan berpaling dari hadapan perbincangan;
g) Perbincangan tak nyambung;
h) Tak ada keselarasan pada bahasa lisan dan bahasa badan.
 Prosedur Perlakuan Kondisi Darurat di Perusahaan, Salah Satunya
Seperti Berikut :
a) Tiap-tiap karyawan mesti melindungi keselamatan dianya dan karyawan yang
lain;
b) Harus menggunakan alat-alat keselamtan keraja yang sudah disiapkan oleh
perusahaan;
c) Mematuhi bebrapa ketetapan tentang keselamatan kerja dan perlindungan
kerja yang berlaku;
d) Jika karyawan menjumpai beberapa hal yang bisa membahayakan pada
keselamatan karyawan di perusahaan, mesti selekasnya melaporkannya pada
pimpinan perusahaan atau atasannya;
e) Di luar saat kerja yang ditetapakan oleh perusahaan, tiap-tiap buruh tak
diijinkan menggunakan/memakai alat-alat atau peralatan kerja punya
perusahaan untuk kebutuhan pribadi;
f) Tiap-tiap pekerja harus pelihara alat-alat atau peralatan kerja dengan baik
dan cermat.

2. Peringatan Bahaya dan Tanda-Tanda Keselamatan


Sinyal peringatan di tempat kerja, berbentuk gambar, kalimat, himbauan, lampu
warna, dan isyarat badan. Sinyal sudah terjadinya bahaya di tempat kerja bisa
berbentuk alarm kebakaran, alarm pencurian, alarm kebocoran gas, sirine
ambulan dan nada tembakan. Di antara kondisi yang bisa menyebabkan bahaya
di tempat kerja bisa bersumber dari fisik, biologis, kimia, faal dan psikologis.

a) Flammable (Mudah Terbakar)


Jenis bahaya flammable dibagi menjadi dua yaitu Extremely flammable (amat
sangat mudah terbakar) dan Highly flammable (sangat mudah terbakar). Untuk
Bahan-bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya “extremely
flammable “ merupakan likuid yang memiliki titik nyala sangat rendah (di bawah
0 0C) dan titik didih rendah dengan titik didih awal (di bawah +350 C). Bahan
amat sangat mudah terbakar berupa gas dengan udara dapat membentuk suatu
campuran bersifat mudah meledak di bawah kondisi normal. Frase-R untuk
bahan amat sangat mudah terbakar adalah R12. Sedangkan untuk bahan dan
formulasi ditandai dengan notasi bahaya highly flammable adalah subyek untuk
self-heating dan penyalaan di bawah kondisi atmosferik biasa, atau mereka
mempunyai titik nyala rendah (di bawah +21 0C). Beberapa bahan sangat mudah
terbakar menghasilkan gas yang amat sangat mudah terbakar di bawah
pengaruh kelembaban. Bahan-bahan yang dapat menjadi panas di udara pada
temperatur kamar tanpa tambahan pasokan energi dan akhirnya terbakar, juga
diberi label sebagai highly flammable. Frase-R untuk bahan sangat mudah
terbakar yaitu R11.
Bahaya : mudah terbakar
Meliputi :
1) Zat terbakar langsung, contohnya aluminium alkil fosfor; keamanan: hindari
campuran dengan udara.
2) Gas amat mudah terbakar. Contoh: butane, propane. Keamanan: hindari
campuran dengan udara dan hindari sumber api.
3) Zat sensitive terhadap air, yakni zat yang membentuk gas mudah terbakar
bila kena air atau api.
4) Cairan mudah terbakar, cairan dengan titik bakar di bawah 21 0C. contoh:
aseton dan benzene. Keamanan: jauhkan dari sumber api dan loncatan
bunga api.

b) Corrosive (Korosif)
Bahan dan formulasi dengan notasi corrosive adalah merusak jaringan hidup.
Jika suatu bahan merusak kesehatan dan kulit hewan uji atau sifat ini dapat
diprediksi karena karakteristik kimia bahan uji, seperti asam (pH <2)>11,5),
ditandai sebagai bahan korosif. Frase-R untuk bahan korosif yaitu R34 dan R35.
 Bahaya : korosif atau merusak jaringan tubuh manusia.
 Contoh : klor, belerang dioksida.
 Keamanan : hindari terhirup pernapasan, kontak dengan kulit dan mata.

c) Toxic (Beracun)
Bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya toxic dapat
menyebabkan kerusakan kesehatan akut atau kronis dan bahkan kematian pada
konsentrasi sangat tinggi jika masuk ke tubuh melalui inhalasi, melalui mulut
(ingestion), atau kontak dengan kulit.

Suatu bahan dikategorikan beracun jika memenuhi kriteria berikut:


LD50 oral (tikus) 25 – 200 mg/kg berat badan.
LD50 dermal (tikus atau kelinci) 50 – 400 mg/kg berat badan.
LC50 pulmonary (tikus) untuk aerosol /debu 0,25 – 1 mg/L.
LC50 pulmonary (tikus) untuk gas/uap 0,50 – 2 mg/L.
Frase-R untuk bahan beracun yaitu R23, R24 dan R25.
 Bahaya : toksik; berbahaya bagi kesehatan bila terhisap, terteln atau
kontak dengan kulit, dan dapat mematikan.
 Contoh : arsen triklorida, merkuri klorida
 Kemananan : hindari kontak atau masuk dalam tubuh, segera berobat ke
dokter bila kemungkinan keracunan.

d) Harmful Irritant (Bahaya Iritasi)


Ada sedikit perbedaan pada simbol ini yaitu dibedakan dengan kode Xn dan Xi.
Untuk Bahan dan formulasi yang ditandai dengan kode Xn memiliki resiko
merusak kesehatan sedangkan jika masuk ke tubuh melalui inhalasi, melalui
mulut (ingestion), atau kontak dengan kulit.
Suatu bahan dikategorikan berbahaya jika memenuhi kriteria berikut:
LD50 oral (tikus) 200-2000 mg/kg berat badan.
LD50 dermal (tikus atau kelinci) 400-2000 mg/kg berat badan.
LC50 pulmonary (tikus) untuk aerosol /debu 1 – 5 mg/L.
LC50 pulmonary (tikus) untuk gas/uap 2 – 20 mg/L.
Frase-R untuk bahan berbahaya yaitu R20, R21 dan R22.

Sedangkan Bahan dan formulasi dengan notasi irritant atau kode Xi adalah tidak
korosif tetapi dapat menyebabkan inflamasi jika kontak dengan kulit atau selaput
lendir. Frase-R untuk bahan irritant yaitu R36, R37, R38 dan R41
Kode Xn (Harmful)
 Bahaya : menimbulkan kerusakan kecil pada tubuh,
 Contoh : peridin
 Kemanan : hindari kontak dengan tubuh atau hindari menghirup, segera
berobat ke dokter bila kemungkinan keracunan.
Kode Xi (irritant)
 Bahaya : iritasi terhadap kulit, mata, dan alat pernapasan.
 Contoh : ammonia dan benzyl klorida.
 Keamanan : hindari terhirup pernapasan, kontak dengan kulit dan mata.

e) Explosive (Bersifat Mudah Meledak)


Bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya explosive dapat
meledak dengan pukulan/benturan, gesekan, pemanasan, api dan sumber nyala
lain bahkan tanpa oksigen atmosferik. Ledakan akan dipicu oleh suatu reaksi
keras dari bahan. Energi tinggi dilepaskan dengan propagasi gelombang udara
yang bergerak sangat cepat. Resiko ledakan dapat ditentukan dengan metode
yang diberikan dalam Law for Explosive Substances di laboratorium, campuran
senyawa pengoksidasi kuat dengan bahan mudah terbakar atau bahan pereduksi
dapat meledak . Sebagai contoh, asam nitrat dapat menimbulkan ledakan jika
bereaksi dengan beberapa solven seperti aseton, dietil eter, etanol, dll. Produksi
atau bekerja dengan bahan mudah meledak memerlukan pengetahuan dan
pengalaman praktis maupun keselamatan khusus. Apabila bekerja dengan
bahan-bahan tersebut kuantitas harus dijaga sekecil/sedikit mungkin baik untuk
penanganan maupun persediaan/cadangan. Frase-R untuk bahan mudah
meledak : R1, R2 dan R3.
 Bahaya : eksplosif pada kondisi tertentu.
 Contoh : ammonium nitrat, nitroselulosa, TNT.
 Keamanan : hindari benturan, gesekan, loncatan api, dan panas.
SIMBOL PERINGATAN BAHAYA DI TEMPAT KERJA
Kumpulan rambu-rambu K3 : rambu-rambu peringatan bahaya K3 di tempat
kerja yang bermanfaat sebagai manajemen visual di tempat kerja.
3. Teknik-Teknik Penanganan Keselamatan Secara Manual dan Tehnik
Keselamatan Operasi Peralatan Setiap Waktu
Setelah seluruh bahaya K3 di tempat kerja telah diidentifikasi dan dipahami,
Perusahaan menerapkan pengendalian operasi yang diperlukan untuk
mengelola resiko-resiko terkait bahaya-bahaya K3 di tempat kerja serta untuk
memenuhi peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya terkait
dengan penerapan K3 di tempat kerja.

Keseluruhan pengendalian operasi bertujuan untuk mengelola resiko -resiko K3


untuk memenuhi Kebijakan K3 Perusahaan. Prioritas pengendalian operasi
ditujukan pada pilihan pengendalian yang memiliki tingkat kehandalan tinggi
selaras dengan hierarki pengendalian resiko/bahaya K3 di tempat kerja.

Pengendalian operasi akan diterapkan dan dievaluasi secara bersamaan untuk


mengetahui tingkat keefektivan dari pengendalian operasi serta terintegrasi
(tergabung) dengan keseluruhan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Perusahaan.
Beberapa pengendalian operasi K3 Perusahaan mencakup antara lain:
a. Umum :
 Perawatan dan perbaikan fasilitas/mesin/alat reguler.
 Kebersihan dan perawatan tempat kerja.
 Pengaturan lalu lintas manusia/barang, dsb.
 Pemasokan dan Perawatan Fasilitas Kerja/Fasilitas Umum.
 Perawatan suhu lingkungan kerja.
 Perawatan sistem ventilasi dan sistem instalasi listrik.
 Perawatan sarana tanggap darurat.
 Kebijakan terkait dinas luar, intimidasi, pelecehan, penggunaan obat-
obatan dan alkohol.
 Program-program kesehatan dan pengobatan umum.
 Program pelatihan dan pengembangan pengetahuan.
 Pengendalian akses tempat kerja.
b. Pekerjaan Bahaya Tinggi :
 Penggunaan prosedur, instruksi kerja dan cara kerja aman.
 Penggunaan peralatan/mesin yang tepat.
 Sertifikasi pelatihan tenaga kerja keahlian khusus.
 Penggunaan izin kerja.
 Prosedur pengendalian akses keluar masuk tenaga kerja di tempat
kerja bahaya tinggi.
 Pengendalian untuk pencegahan penyakit akibat kerja.

c. Penggunaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) :


 Pembatasan area-area penggunaan bahan berbahaya dan beracun
(B3) di tempat kerja.
 Pengamanan pemasokan dan pengendalian akses keluar masuk
penyimpanan bahan berbahaya dan beracun (B3).
 Barikade sumber radiasi.
 Isolasi pencemaran biologis.
 Pengetahuan penggunaan dan ketersediaan perlengkapan darurat.

d. Pembelian Barang, Peralatan dan Jasa :


 Menyusun persyaratan pembelian barang, peralatan dan jasa.
 Komunikasi persyaratan pembelian barang kepada pemasok.
 Persyaratan transportasi/pengiriman bahan berbahaya dan beracun
(B3).
 Seleksi dan penilaian pemasok.
 Pemeriksaan penerimaan barang/peralatan/jasa.

e. Kontraktor :
 Kriteria pemilihan kontraktor.
 Komunikasi persyaratan kepada kontraktor.
 Evaluasi dan penilaian kinerja K3 berkala.

f. Tamu, Pengunjung dan Pihak Luar :


 Pengendalian akses masuk.
 Pengetahuan dan kemampuan mengenai izin penggunaan
peralatan/perlengkapan/mesin/material di tempat kerja.
 Penyediaan pelatihan/induksi yang diperlukan.
 Pengendalian administratif rambu dan tanda bahaya di tempat kerja.
 Cara pemantauan perilaku dan pengawasan aktivitas di tempat kerja.

Penetapan kriteria operasi K3 Perusahaan mencakup beberapa hal sebagai


berikut :
a. Pekerjaan Bahaya Tinggi :
 Penggunaan peralatan/perlengkapan yang telah ditentukan beserta
prosedur/instuksi kerja penggunaannya.
 Persyaratan kompetensi keahlian.
 Petunjuk individu mengenai penilaian resiko terhadap kejadian yang
muncul tiba-tiba dalam pekerjaan.

b. Penggunaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) :


 Daftar bahan berbahaya dan beracun (B3) yang disetujui.
 Penentuan Nilai Ambang Batas (NAB).
 Penentuan Nilai Ambang Kuantitas (NAK).
 Penentuan lokasi dan kondisi penyimpanan.
c. Area Kerja Bahaya Tinggi :
 Penentuan APD (Alat Pelindung Diri).
 Penentuan persyaratan masuk.
 Penentuan persyaratan kondisi kesehatan/kebugaran.
d. Kontraktor :
 Persyaratan kriteria kinerja K3.
 Persyaratan pelatihan maupun kompetensi keahlian terhadap personel di
bawah kendali kontraktor.
 Persyaratan pemeriksaan peralatan/perlengkapan/bahan/material
kontraktor.
e. Tamu, Pengunjung dan Pihak Luar :
 Pengendalian dan pembatasan akses masuk dan akses keluar tempat
kerja.
 Persyaratan APD (Alat Pelindung Diri).
 Induksi K3.
 Persyaratan tanggap darurat.

4. Prosedur Pertolongan Pertama Secara Darurat

Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) merupakan pertolongan pertama


yang harus segera diberikan kepada korban yang mendapatkan kecelakaan atau
penyakit mendadak dengan cepat dan tepat sebelum korban dibawa ke tempat
rujukan atau Rumah sakit. P3K yang dimaksud yaitu memberikan perawatan
darurat pada korban, sebelum pertolongan pertama yang lengkap diberikan oleh
dokter atau petugas kesehatan lainnya.

P3K diberikan untuk menyelamatkan korban, meringankan penderitaan korban,


mencegah cidera atau penyakit yang lebih parah, mempertahankan daya tahan
korban, dan mencarikan pertolongan yang lebih lanjut. Adapun prinsip-prinsip
pertolongan terhadap korban serta beberapa peralatan yang diperlukan terhadap
korban namun tidak semua ada, akan tetapi kita dituntut kreatif dan mampu
menguasai setiap keadaan.

 Prinsip Dasar
Adapun prinsip-prinsip dasar dalam menangani suatu keadaan darurat tersebut
diantaranya:
1) Pastikan anda bukan menjadi korban berikutnya. Seringkali kita lengah atau
kurang berfikir panjang bila kita menjumpai suatu kecelakaan. Sebelum kita
menolong korban, periksa dulu apakah tempat tersebut sudah aman atau
masih dalam bahaya.
2) Pakailah metode atau cara pertolongan yang cepat, mudah dan efisien.
Hindarkan sikap sok pahlawan. Pergunakanlah sumber daya yang ada baik
alat, manusia maupun sarana pendukung lainnya. Bila anda bekerja dalam
tim, buatlah perencanaan yang matang dan dipahami oleh seluruh anggota.

3) Biasakan membuat catatan tentang usaha-usaha pertolongan yang telah


anda lakukan, identitas korban, tempat dan waktu kejadian, dan sebagainya.
Catatan ini berguna bila penderita mendapat rujukan atau pertolongan
tambahan oleh pihak lain.

 Sistematika Pertolongan Pertama


Secara umum urutan Pertolongan Pertama pada korban kecelakaan adalah :
1) Jangan Panik
Berlakulah cekatan tetapi tetap tenang. Apabila kecelakaan bersifat massal,
korban-korban yang mendapat luka ringan dapat dikerahkan untuk membantu
dan pertolongan diutamakan diberikan kepada korban yang menderita luka yang
paling parah tapi masih mungkin untuk ditolong.

2) Jauhkan atau hindarkan korban dari kecelakaan berikutnya.


Pentingnya menjauhkan dari sumber kecelakaannya adalah untuk mencegah
terjadinya kecelakan ulang yang akan memperberat kondisi korban. Keuntungan
lainnya adalah penolong dapat memberikan pertolongan dengan tenang dan
dapat lebih mengkonsentrasikan perhatiannya pada kondisi korban yang
ditolongnya. Kerugian bila dilakukan secara tergesa-gesa yaitu dapat
membahayakan atau memperparah kondisi korban.

3) Perhatikan pernafasan dan denyut jantung korban.


Bila pernafasan penderita berhenti segera kerjakan pernafasan bantuan.

4) Pendarahan.
Pendarahan yang keluar pembuluh darah besar dapat membawa kematian dalam
waktu 3 sampai 5 menit. Dengan menggunakan saputangan atau kain yang
bersih tekan tempat pendarahan kuat-kuat kemudian ikatlah saputangan tadi
dengan dasi, baju, ikat pinggang, atau apapun juga agar saputangan tersebut
menekan luka-luka itu. Kalau lokasi luka memungkinkan, letakkan bagian
pendarahan lebih tinggi dari bagian tubuh.

5) Perhatikan tanda-tanda shock.


Korban-korban ditelentangkan dengan bagian kepala lebih rendah dari letak
anggota tubuh yang lain. Apabila korban muntah-muntah dalm keadaan
setengah sadar, baringankan telungkup dengan letak kepala lebih rendah dari
bagian tubuh yang lainnya. Cara ini juga dilakukan untuk korban-korban yang
dikhawatirkan akan tersedak muntahan, darah, atau air dalam paru-parunya.
Apabila penderita mengalami cidera di dada dan penderita sesak nafas (tapi
masih sadar) letakkan dalam posisi setengah duduk.

6) Jangan memindahkan korban secara terburu-buru.


Korban tidak boleh dipindahakan dari tempatnya sebelum dapat dipastikan jenis
dan keparahan cidera yang dialaminya kecuali bila tempat kecelakaan tidak
memungkinkan bagi korban dibiarkan ditempat tersebut. Apabila korban hendak
diusung terlebih dahulu pendarahan harus dihentikan serta tulang-tulang yang
patah dibidai. Dalam mengusung korban usahakanlah supaya kepala korban
tetap terlindung dan perhatikan jangan sampai saluran pernafasannya tersumbat
oleh kotoran atau muntahan.

7) Segera transportasikan korban ke sentral pengobatan.


Setelah dilakukan pertolongan pertama pada korban setelah evakuasi korban ke
sentral pengobatan, puskesmas atau rumah sakit. Perlu diingat bahwa
pertolongan pertama hanyalah sebagai life saving dan mengurangi kecacatan,
bukan terapi. Serahkan keputusan tindakan selanjutnya kepada dokter atau
tenaga medis yang berkompeten.

Setiap pemberian pemberian pertolongan pada kecelakaan secara terinci tentu


berbeda, tergantung pada jenis kecelakaan yang terjadi, jenis dan bentuk cidera
serta situasi dan kondisi korban. Namun pada dasarnya pertolongan pertama
pada kecelakaan harus dilakukan secara sistematis berdasar kepada DR CAB,
yaitu :
a. Danger (Bahaya)
Pastikan Keadaan Aman untuk Menolong. Sebelum menolong korban, sebaiknya
anda memastikan bahwa lokasi benar-benar aman bagi anda sebagi penolong,
orang-orang di sekitar lokasi kejadian, dan korban itu sendiri. Periksalah segala
sesuatu yang dapat yang mengancam keselamatan. Gunakan pelindung diri yang
ada, seperti sarung tangan dan masker untuk mencegah faktor risiko infeksi
menular. Jangan mengambil risiko untuk menjadi korban berikutnya.

1) Response (Respon)
Pastikan Kondisi Kesadaran Korban. Periksa kesadaran korban dengan cara
memanggil namanya jika anda kenal, atau bersuara yang agak keras di dekat
telinga korban, jika tidak ada respon juga, tepuk pundak korban perlahan namun
tegas, berikan rangsangan nyeri (misalnya mencubit bagian telinga korban). Jika
korban masih tidak ada respon, segara panggil bantuan medis, dan lakukan
tahap selanjutnya, karena anda masih mempunyai waktu untuk menunggu
bantuan medis datang.

2) Compression (Tekanan pada Dada)


Setelah memastikan korban tidak memberi respon dan sudah memanggil bantuan
medis, lakukan kompresi dada yang biasa di kenal RJP (Resusitasi Jantung Paru-
paru) atau disebut CPR (Cardio Pulmonary Resutation). Melakukan RJP yang
benar adalah dengan meletakkan korban pada permukaan datar dan keras.
Adapun langkah-langkah dalam melakukan RJP pada korban dewasa adalah:
 Berlutut di samping korban.
 Tentukan posisi kompresi dada, dengan menemukan titik tengah pertemuan
tulang iga dada korban.
 Setelah menemukan titik kompresi, tempatkan tumit tangan anda pada titik
tersebut, dengan satu tangan lagi diatasnya.
 Posisikan tangan anda tegak lurus dan jaga agar tetap tegak lurus pada saat
melakukan kompresi, dan lalu tekan dada korban.
 Berikan 30 kali kompresi dada, lakukan dengan cepat dan pertahankan
kecepatannya.
 Berikan kompresi dengan kedalaman 2 inchi (5 cm).

3) Airway (Jalan Nafas)


Setelah melakukan 30 kompresi, buka jalan nafas korban dengan metode Head-
tilt chin-lift. Tujuannya adalah untuk membuka jalan nafas korban yang
tersumbat oleh lidah yang tertarik ke tenggorokan sehingga menutupi jalan
nafas. Cara melakukan metode Head-tilt chin-lift yaitu:
 Letakkan telapak tangan anda di dahi korban dan letakkan jari-jari tangan
anda yang lain di bawah dagu korban.
 Kemudian tekan dahi ke bawah sambil angkat dagu keatas sehingga kepala
korban mendongak keatas dan mulut korban terbuka.
4) Breathing (Bernafas)
Setelah jalan nafas terbuka,ju lanjutkan dengan pemberian 2 kali nafas bantuan
dari mulut ke mulut. Perhatikan membusungnya dada korban untuk memastikan
Volume tidal. Volume tidal adalah jumlah udara yang dihirup dan dihembuskan
setiap kali bernafas, dimana volume tidal normal sesorang adalah 350-400ml.
Adapun cara memberikan nafas bantuan sebagai berikut :
 Pastikan jalan nafas korban masih dalan posisi terbuka dengan metode Head-
tilt chin-lift sebelumnya.
 Tekan hidung korban untuk memastikan tidak ada udara yang bocor melalui
hidung, ambil nafas dengan normal lalu tempelkan mulut serapat mungkin
pada mulut korban dan tiupkan nafas Anda melalui mulut.
Lakukan dengan perbandingan 30:2 yaitu 30 kompresi dada dan 2 kali napas
bantuan, sampai ada respon dari korban atau sampai bantuan medis tiba.
Perlu diketahui, bahwa otak tidak boleh kekurangan oksigen lebih dari 4 menit
terutama saat diketahui jantung seseorang berhenti. Itu artinya Anda hanya
punya waktu kurang dari 4 menit untuk melakukan RJP atau CPR pada
korban.
 Resusitasi jantung paru-paru (Cardio Pulmonary Resuscitation/CPR)
Ini adalah langkah-langkah penyelamatan jiwa seseorang dimana denyut
jantung telah berhenti. CPR adalah kombinasi dari masase jantung dari luar
dan resusitasi mulut ke mulut. Untuk melakukan CPR dengan seharusnya
Anda sudah mengikuti latihan sehingga berkurang kemungkinan Anda
melakukan kesalahan yang malah bertambah cedera pada penderita.

Adapun susunan prioritas pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan


yaitu pada korban:
a) Henti napas.
b) Henti jantung.
c) Pendarahan berat.
d) Syok ketidak sadaran.
e) Pendarahan ringan.
f) Patah tulang atau cidera lain.
Tindakan penolong selama melakukan pertolongan pertama, harus di
perhatikan pula:

1) Hindari memindahkan korban.


Memindahkan korban adalah hal yang sangat berbahaya jika tidak menguasai
dengan baik teknik cara memindahkan korban. Hal in dapat menebabkan hal
yang serius bahkan menambah buruk kondisi korban, terutama pada kasus
cidera tulang belakang.
2) Jangan pernah ragu.
Lakukan tindakan pertolongan pertama pada kecelakaan dengan penuh
keyakinan dan tiada ragu secara cepat dan tepat, karena keraguan dalam
melakukan tindakan pertolongan pertama pada kecelakaan adalah mati.
3) Hubungi petugas yang berwenang.
Menghubungi orang atau petugas yang menguasai dengan baik teknik
pertolongan pertama sebaiknya dilakukan sebaik mungkin.

Adapun kasus-kasus kecelakaan atau gangguan dalam kegiatan alam terbuka


berikut gejala dan penanganannya, yaitu sebagai berikut:

1) Pingsan (Syncope/collapse) yaitu hilangnya kesadaran sementara karena otak


kekurangan O2, lapar, terlalu banyak mengeluarkan tenaga, dehidrasi
(kekurangan cairan tubuh), hiploglikemia, animea.
Gejalanya:
 Menguap berlebihan
 Tak respon (beberapa menit)
 Denyut nadi Perasaan limbung
 Pandangan berkunang-kunang
 Telinga berdenging
 Nafas tidak teratur
 Muka pucat
 Lemas
 Keringat dingin lambat
Penanganan:
 Baringkan korban dalam posisi terlentang
 Tinggikan tungkai melebihi tinggi jantung
 Longgarkan pakaian yang mengikat dan hilangkan barang yang
menghambat pernafasan
 Beri udara segar
 Periksa kemungkinan cedera lain
 Selimuti korban
 Korban diistirahatkan beberapa saat
 Bila tak segera sadar, periksa nafas dan nadi posisi stabil, rujuk ke instansi
kesehatan.
2) Dehidrasi yaitu suatu keadaan dimana tubuh mengalami kekurangan cairan.
Hal ini terjadi apabila cairan yang dikeluarkan tubuh melebihi cairan yang
masuk. Keluarnya cairan ini biasanya disertai dengan elektrolit (K, Na, Cl, Ca).
Dehidrasi disebabkan karena kurang minum dan disertai kehilangan
cairan/banyak keringat karena udara terlalu panas atau aktivitas yang terlalu
berlebihan.
Gejala dan tanda dehidrasi:
a) Dehidrasi ringan:
 Defisit cairan 5% dari berat badan
 Penderita merasa haus
 Denyut nadi lebih dari 90x/menit
b) Dehidrasi sedang:
 Defisit cairan antara 5-10% dari berat badan
 Nadi lebih dari 90x/menit
 Nadi lemah
 Sangat haus
c) Dehidrasi berat:
 Defisit cairan lebih dari 10% dari berat badan
Hipotensi;
 Mata cekung;
 Nadi sangat lemah, sampai tak terasa;
 Kejang-kejang.

Penanganan:
 Mengganti cairan yang hilang dan mengatasi shock;
 mengganti elektrolit yang lemah;
 Mengenal dan mengatasi komplikasi yang ada;
 Memberantas penyebabnya;
 Rutinlah minum jangan tunggu haus.
3) Asma yaitu penyempitan/gangguan saluran pernafasan.
Gejala:
 Sukar bicara tanpa berhenti, untuk menarik nafas;
 Terdengar suara nafas tambahan;
 Otot Bantu nafas terlihat menonjol (di leher);
 Irama nafas tidak teratur;
 Terjadinya perubahan warna kulit (merah/pucat/kebiruan/sianosis)
Kesadaran menurun (gelisah/meracau).
Penanganan:
 Tenangkan korban;
 Bawa ketempat yang luas dan sejuk;
 Posisikan ½ duduk;
 Atur nafas;
 Beri oksigen (bantu) bila diperlukan.

4) Pusing/Vertigo/Nyeri Kepala yaitu sakit kepala yang disebabkan oleh


kelelahan, kelaparan, gangguan kesehatan dan lain-lain.
Gejala:
 Kepala terasa nyeri/berdenyut
 Kehilangan keseimbangan tubuh
 Lemas

Penanganan:
 Istirahatkan korban;
 Beri minuman hangat;
 beri obat bila perlu;
 Tangani sesuai penyebab.

5) Maag/Mual yaitu gangguan lambung/saluran pencernaan.


Gejala:
 Perut terasa nyeri/mual
 Berkeringat dingin
 Lemas
Penanganan:
 Istirahatkan korban dalam posisi duduk ataupun berbaring sesuai kondisi
korban;
 Beri minuman hangat (teh/kopi);
 Jangan beri makan terlalu cepat.
6) Lemah jantung yaitu nyeri jantung yang disebabkan oleh sirkulasi darah
kejantung terganggu atau terdapat kerusakan pada jantung.
Gejala:
 Nyeri di dada;
 Penderita memegangi dada sebelah kiri bawah dan sedikit membungkuk;
 Kadang sampai tidak merespon terhadap suara;
 Denyut nadi tak teraba/lemah;
 Gangguan nafas;
 Mual, muntah, perasaan tidak enak di lambung;
 Kepala terasa ringan;
 Lemas;
 Kulit berubah pucat/kebiruan;
 Keringat berlebihan;
Tidak semua nyeri pada dada adalah sakit jantung. Hal itu bisa terjadi karena
gangguan pencernaan, stress, tegang.

Penanganan:
 Tenangkan korban;
 Istirahatkan;
 Posisi ½ duduk;
 Buka jalan pernafasan dan atur nafas;
 Longgarkan pakaian dan barang barang yang mengikat pada badan;
 Jangan beri makan/minum terlebih dahulu;
 Jangan biarkan korban sendirian (harus ada orang lain didekatnya).

7) Histeria yaitu sikap berlebih-lebihan yang dibuat-buat (berteriak, berguling-


guling) oleh korban; secara kejiwaan mencari perhatian.
Gejala:
 Seolah-olah hilang kesadaran;
 Sikapnya berlebihan (meraung-raung, berguling-guling di tanah);
 Tidak dapat bergerak/berjalan tanpa sebab yang jelas.
Penanganan:
 Tenangkan korban;
 Pisahkan dari keramaian;
 Letakkan di tempat yang tenang;
 Awasi.

8) Mimisan yaitu pecahnya pembuluh darah di dalam lubang hidung karena suhu
ekstrim (terlalu panas/terlalu dingin)/kelelahan/benturan.
Gejala:
 Dari lubang hidung keluar darah dan terasa nyeri;
 Korban sulit bernafas dengan hidung karena lubang hidung tersumbat oleh
darah;
 Kadang disertai pusing

Penanganan:
 Bawa korban ke tempat sejuk/nyaman;
 Tenangkan korban;
 Korban diminta menunduk sambil menekan cuping hidung;
 Diminta bernafas lewat mulut;
 Bersihkan hidung luar dari darah;
 Buka setiap 5/10 menit. Jika masih keluar ulangi tindakan Pertolongan
Pertama.

Inilah beberapa contoh kasus – kasus kecelakaan atau gangguan kegiatan


dialam terbuka, dan masih banyak lagi contoh – contoh dan kasus – kasus
lainnya dialam terbuka.
Adapun beberapa Alat Pelindung Diri (APD) dan Peralatan yang digunakan
terhadap Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan, yaitu sebagai berikut:
a) Sarung tangan Lateks;
b) Kacamata Pelindung;
c) Masker Penolong;
d) Masker Resusitasi.
Pemakaian APD tidak sepenuhnya dapat melindungi penolong. Ada beberapa
tindakan lain yang harus dilakukan sebagai tindakan pencegahan, yaitu:
a) Mencuci Tangan;
b) Membersihkan Peralatan.

 Peralatan Pertolongan Pertama


Adapun Peralatan Pertolongan Pertama lainnya adalah:
1) Penutup Luka
– Kasa Steril
– Bantalan Kasa
2) Pembalut, contoh:
– Pembalut Gulung / Pipa
– Pembalut Segitiga / Mitela
– Pembalut Tubuler / Tabung
– Pembalut Rekat / Plester
3) Cairan Antiseptik, contoh:
– Alkohol 70%
– Povidone iodine 10%
4) Cairan Pencuci Mata
– Boorwater
5) Peralatan Stabilisasi, contoh:
– Bidai
– Papan Spinal Panjang
– Papan Spinal Pendek
6) Gunting Pembalut
7) Pinset
8) Senter
9) Kapas
10) Selimut.
11) Kartu Korban
12) Alat Tulis
13) Oksigen
14) Tensimeter dan Stetoskop
15) Tandu
Semua peralatan di atas kecuali yang berukuran besar, dapat dimasukkan ke
dalam tas atau sejenisnya. Daftar peralatan di atas tidaklah harus selalu sama,
dapat bervariasi tergantung dari kemampuan penolong dan juga ketersediaan
peralatan tersebut.

Catatan : Sebagai Pelaku Pertolongan Pertama, kita harus mampu


berimprovisasi mempergunakan bahan atau peralatan yang ada jika terjadi
kekurangan atau ketiadaan peralatan tersebut, sehingga korban bisa ditolong
dengan maksimal.

5. Situasi yang Secara Potensial Berbahaya, Kegagalan dan Peralatan


Berbahaya

Potensi bahaya (hazard) adalah setiap kondisi, situasi kerja, bahan atau proses
yang berpotensi menyebabkan kerugian materi/ peralatan, kecelakaan ataupun
penyakit terhadap manusia, termasuk bayi yang ada dalam kandungannya, dan
sebagainya.

 Jenis-jenis potensi bahaya utama


a) Potensi Bahaya Fisik.
 Bising / suara diatas NAB (excessive noise);
 Getaran yang berlebihan;
 Radiasi;
 Permukaan yang licin;
 Benda-benda / objek penghalang;
 Permukaan panas/dingin;
 Penerangan yang tidak memadai;
 Alat/ mesin tanpa pelindung.
b) Potensi Bahaya Kimia
 solvents-kebutaan (blindness);
 asbestos-gangguan kesehatan (silicosis, asbestosis, blood cancer);
 metal dioxides-gangguan kulit (iritation, burnt, etc.);
 arsenic-kepekaan menurun (decrease mental alertness).

c) Potensi Bahaya Biologi


Setiap bahan yang berasal dari makhluk hidup ( debu organik, jamur,
serangga, kutu, bakkteri, virus, enzim, dsb ) yang mampu menyebabkan
reaksi allergy, atau penyakit terhadap manusia.

d) Potensi Bahaya Ergonomis


Setiap tempat kerja atau kegiatan yang bisa menyebabkan/ menimbulkan
tekanan fisik atau jiwa ataupun perlakuan yang tidak pantas terhadap
bagian tubuh seseorang.
 Desain lokasi kerja yang buruk (poor work station design);
 Tata ruang kerja buruk (poor work place layout);
 Bekerja berlebihan tidak diimbangi dengan istirahat yang cukup;
 Menggunakan peralatan yang rusak atau tidak nyaman;
 Bekerja dengan gerakan/cara yang memaksa urat ( stretching).

e) Potensi Bahaya Prosedur Kerja


Prosedur kerja adalah alat yang harus dipercaya dan digunakan apa
adanya tanpa dipengaruhi waktu atau faktor lainnya. oleh karenanya,
prosedur kerja bisa dijadikan pekerja celaka bila digunakan tidak utuh,
atau lazim di sebut jalan-pintas (short cut).
 Contoh-contohnya, melangkahi urutan prosedur kerja;
 Tidak mengenakan PPE;
 Menyepelekan lock out;
 Bekerja tanpa WP atau sebelum WP divalidasi.
 Pengendalian Hazard
Tindakan pengontrolan (control measures) merupakan langkah-langkah yang
harus diambil untuk mencegah atau mengurangi akibat suatu kecelakaan.

Kita kenal apa yang disebut hirarki pengontrolan potensi bahaya (yang juga
sebagai Filosofi Keselamatan Kerja)
 Elimination (Meniadakan) prioritas utama;
 Substitution (Mengurangi tingkat bahaya);
 Administrative control (membuat daftar in/out );
 Equipment enginnering controls (baricade, signs, etc.).

 Training & Personal Protective Equipment:


 Training & Personal Protective Equipment Training disarankan untuk
membuat pekerjaan mengerti cara melakukan pekerjaan secara benar dan
selamat.
 PPE adalah merupakan prioritas terakhir.
 PPE tidak menjamin kerja untuk tidak celaka, namun dengan PPE jika
terjadi kecelakaan maka keparahannya bisa di minimalisir. jadi PPE atau
APD tetap sebagai suatu yang mutlak harus di gunakan.

Anda mungkin juga menyukai