Anda di halaman 1dari 6

TUGAS

“ LOGICAL FALLACY DAN FAKTOR PENENTU


PENGAMBILAN KEPUTUSAN “

Disusun Oleh :
Faishal Anwar (206080059)

Dosen Penguji :
Dr. dr Lili Indrawati M.Kes

PROGRAM PASCA SARJANA


MAGISTER ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA
2020

1. Logical Fallacy
a. Definisi
Mengevaluasi nalar pemikiran dalam sebuah argumen merupakan bagian
dari proses berpikir secara kritis. Hal ini bertujuan untuk memeriksa apakah
sebuah pemikiran dapat diterima dan bebas dari cacat logika. Menurut Browne
dan Keely (2007), cacat logika adalah kesalahan berlogika atau logika yang
berasal dari asumsiasumsi yang keliru. Ini merupakan cara mengelabui dengan
menggunakan nalar yang menyesatkan dimana informasi-informasi yang
diberikan terlihat mendukung sebuah kesimpulan secara logis.
b. Jenis dan Contoh
a) AD HOMINEM FALLACY
Ad hominem berasal dari bahasa latin yang berarti “menyerang orang.”
Cacat logika ini terjadi ketika alasanalasan yang dipakai dalam argumen
tidak bertujuan untuk membantah ide seseorang tetapi untuk menyerang
atau menghina pribadi orangnya. Ad hominem bisa dilihat dalam kasus di
bawah ini: Kartu Identitas Penduduk bukanlah ancaman terhadap
kebebasan HAM. Kartu tersebut berguna untuk keamanan karena dengan
ini, polisi akan lebih mudah mendeteksi dan menangkap para pelaku
kejahatan. Mereka yang anti terhadap Kartu Identitas ini hanyalah
sekumpulan orang liberal labil yang tinggal di daerah yang nyaman dan
tidak tahu apa apa tentang bagaimana rasanya tinggal di pemukiman yang
marak dengan kriminalitas. Kalimat di atas menyerang setiap orang yang
menentang pemberlakuan Kartu Tanda Penduduk. Pendapat tersebut
membuat asumsi mendasar terhadap latar beakang pribadi dan ekonomi,
dengan tujuan merendahkan kredibilitas lawannya. Karena pendapat ini
bertumpu pada cara berpikir yang keliru, bukan pada alasan logis dan
bukti-bukti, maka pendapat ini memiliki cacat penalaran (Cotrell, 2005).
b) APPEALS TO EMOTIONS
Kemampuan berpikir kritis melatih diri untuk waspada terhadap
generalisasi yang bersifat emosional. Cotrell (2005) menyebutkan bahwa
hal-hal yang berhubungan dengan anak-anak, orang tua, nasionalisme,
agama, kejahatan kriminal, dan keamanan sangat mudah memancing
reaksi emosional. Penting untuk memeriksa sebuah pemikiran yang ada
kaitannya dengan perasaan. Perhatikan contoh berikut:
Kesimpulan: Program pengembangan karakter anak oleh pemerintah
adalah sebuah sebuah kesalahan
Alasan 1: Anak-anak kita harus dilindungi dari orang-orang seperti para
pemikir sosial dan para idolog yang merasa benar sendiri, yang nantinya
akan merubah apa yang sudah biasa dilakukan terhadap anak-anak kita dan
melepaskan mereka dari keluarganya.
Alasan 2: Orang tua, dan bukan negara, yang berhak mendidik karakter
anak-anak. Diatas adalah sebuah contoh dari appeal to emotion. Alasan
yang dipakai adalah program tersebut “akan memutus hubungan anak
dengan keluarga dan ibunya” dan anak-anak akan menjadi “pion-pion
dalam sebuah skema universal”. Tentu saja, tidak ada yang menginginkan
hal buruk ini terjadi kepada anak-anaknya. Generalisasi yang bersifat
emosional mengabaikan penalaran secara logis demi meyakinkan mengapa
program
c) FALSE DILEMMA
Alasan yang kedua pada contoh diatas menyatakan bahwa baik orang tua
atau negara, salah satu dari mereka bertanggung jawab atas pendidikan
karakter anak-anak. Alasan tersebut telah membatasi hanya ada dua solusi
yang tersedia. Pertanyaannya adalah apakah benar cuma ada dua solusi?
Mengasumsikan hanya ada dua alternatif dari kemungkinan terdapat lebih
dari dua alternatif yang tersedia disebut false dilemma. Menyajikan dua
pilihan sebagai jalan keluar dari sebuah kontroversi sebenarnya terlalu
menyederhanakan masalah. Untuk mencegah terjadinya cacat logika
seperti ini, kita perlu memikirkan kemungkinan lain seperti: mungkinkah
pemerintah melaksanakan program pengembangan anak dengan
melibatkan para orang tua?
d) TAUTOLOGICAL FALLACY
Struktur argumen terdiri atas alasan-alasan dan kesimpulan. Semakin baik
alasan-alasan yang dikemukakan untuk mendukung kesimpulan, semakin
kuat pula argumennya. Akan tetapi, terjadi cacat logika ketika sebuah
kesimpulan dipakai untuk mendukung kesimpulan itu sendiri. Dengan kata
lain, alasan dan kesimpulan yang dipakai sama: tidak ada pengembangan
argumen. Cotrell (2005) menyebut cacat logika ini tautological fallacy
yang berarti “menggunakan diksi yang berbeda untuk mengulangi konsep
yang sama.” Istilah lainnya adalah begging the question yang merujuk
pada pemakaian “sebuah argumen dimana kesimpulannya sudah menjadi
bagian dari alasan-alasan yang dikemukakan” ”(Browne & Keely, 2007).
Contoh : Banyak orang harus diberi informasi tentang kelebihan dari
belajar matematika sampai ke tingkat pendidikan tinggi di universitas.
Pendidikan Matemetika sangat bermanfaat. Makanya, pendidikan yang
diberikan kepada generasi muda harus menekankan betapa pentingnya
memilih Matematika.

2. Faktor Penentu Pengambilan Keputusan Dan Level Keputusan


menurut Anzizhan (2004:89) pengambilan keputusan adalah proses menentukan
pilihan dari beberapa alternatif untuk menetapkan suatu tindakan dalam mencapai
tujuan yang diinginkan. Definisi ini mengandung substansi pokok di dalamnya, yaitu
adanya proses (langkah-langkah) ada beberapa alternatif yang akan dipilih, ada
ketetapan hati memilih satu pilihan dan ada tujuan pengambilan keputusan
(disengaja).
Keputusan yang telah dipilih merupakan keputusan yang terbaik dari beberapa
alternatif yang ada untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Menurut Hasan dalam
Zulaikhah (2014) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam
mengambil keputusan, faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain faktor masalah,
faktor situasi dan faktor kondisi.
1. Faktor Masalah
Dalam mengambil suatu keputusan dalam memilih program studi tentu
ditemukan beberapa masalah yang menjadi penghalang untuk mengambil
keputusan, yang merupakan penyimpangan dari apa yang diharapkan,
direncanakan atau dikehendaki dan harus diselesaikan, tujuan yang dimaksud
adalah keputusan dalam memilih program studi pendidikan akuntansi.
2. Faktor situasi
Merupakan keseluruhan faktor-faktor dalam keadaan, yang berkaitan satu
sama lain dan yang secara bersama-sama mempengaruhi terhadap apa yang
akan diperbuat. Dalam situasi keputusan banyak faktor-faktor yang
mempengaruhi individu dalam memilih jurusan akuntansi.
3. Faktor Kondisi
Merupakan keadaan saat mengambil keputusan keseluruhan dari faktorfaktor
yang secara bersama-sama menentukan daya gerak, daya berbuat dan
kemampuan seseorang.

Indikator Pengambilan Keputusan menurut Syamsi dalam Hevi (2013) sebagai


berikut : 1. Tujuan. Tujuan tersebut harus disesuaikan dengan tingkat relevansi
dengan kebutuhan, kejelasan dan kemampuan memprediksi. 2. Identifikasi Alternatif
Identifikasi alternatif maksudnya adalah untuk mencapai tujuan tersebut, kiranya
perlu dibuatkan beberapa alternatif, yang nantinya perlu dipilih salah satu yang
dianggap paling tepat. 3. Faktor yang tidak dapat diketahui sebelumnya. Faktor yang
tidak dapat diketahui sebelumnya artinya adalah keberhasilan pemilihan alternatif itu
baru dapat diketahui setelah putusan itu dilaksanakan. Waktu yang akan datang tidak
dapat diketahui dengan pasti. Oleh karena itu kemampuan pimpinan untuk
memperkirakan masa yang akan datang sangat menentukan terhadap berhasil tidaknya
keputusan yang akan dipilihnya. 4. Dibutuhkan sarana untuk mengukur hasil yang
dicapai. Dibutuhkan sarana untuk mengukur hasil yang dicapai maksudnya adalah,
masing-masing alternatif perlu disertai akibat positif dan negatifnya, termasuk sudah
di perhitungkan di dalamnya uncontrollable events-nya. Alternatif-alternarif
mengunakan sarana atau alat untuk mengukur yang akan di peroleh atau pengeluaran
yang perlu dilakukan dari setiap kombinasi alternatif keputusan dan peristiwa di luar
jangkauan manusia itu.
Daftar Pustaka

Anzizhan, Syafaruddin. 2004. Sistem Pengambilan Keputusan Pendidikan. Jakarta : PT


Grasido

Browne. M.N.,& Keely, S.M. (2007). Asking the right questions: A guide to critical thinking.
8th Edition. New Jersey: Pearson.

Cottrell, S. (2005). Critical thinking skills: Developing efffective analysis and argument. New
York: Pargrave Macmillan

Anda mungkin juga menyukai