Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pemberdayaan Perempuan
Dosen Pengampu :
Dita Eka Mardiani, SST, M.Keb
Disusun oleh :
Kelompok 2
1. Amalia (P20624118003)
2. Nadya Khoirunnisa (P20624118016)
3. Nidia Nurul Amalia (P20624118017)
4. Nurul Anisa (P20624118019)
Puji beserta syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan Judul
Konsep Dasar Pemberdayaan Perempuandengan tepat waktu. Dengan selesainya
makalah ini, diharapkan dapat membantu dalam memberikan pemahaman tentang
apa saja yang menjadi konsep dasar dalam pemberdayaan perempuan.
Terimakasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian makalah ini, secara khusus kami ucapkan
terimakasih kepada Ibu Dita Eka Mardiani, SST, M.Keb selaku dosen pengampu
mata kuliah Pemberdayaan Perempuan.
Dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari banyak sekali kesalahan
dan kekurangan. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun untuk masa yang akan datang.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat menjadi jendela informasi referensi
bagi semua pembacanya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................2
BAB II TINJAUAN MATERI
2.1 Kerangka Tingkatan Pemberdayaan Perempuan........................................3
2.2 Strategi Pemberdayaan Perempuan.............................................................6
BAB III SIMPULAN
3.1 Kesimpulan...............................................................................................9
3.2 Saran..........................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Sejalan dengan itu, langkah strategis yang perlu dilancarkan dalam kerja
pemberdayaan perempuan adalah memberikan dukungan yang menjadikan
setiap perempuan sebagai focus perhatian dan arena pengabdian. Khusus pada
kaum ibu, yang mendesak untuk segera dilakukan adalah meningkatkan
kemampuan mereka secara bertahap dan berkesinambungan agar bias mengelola
dan bergelut dengan kesempatan yang terbuka di dalam lingkungannya sendiri.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
tataran desa atau sekitar tempat tinggal. Tingkatan meso atau intermediary
meliputi wilayah kota, jaringan atau hubungan antar organisasi dan pihak
eksternal lain. Tingkatan macro adalah tingkatan yang lebih luas dari
tingkatan-tingkatan sebelumnya, yaitu setingkat pengambilan keputusan dalam
lingkup nasional.
Pemberdayaan perempuan merupakan usaha sistematisdan terencana
untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan keluarga dan
masyarakat. Dalam pasal 1 butir 6 PP No.54 Tahun 2004 tentang
pemberdayaan Perempuan. Dilihat dari sisi optimalisasi peran yang bias
dilakukan, perempuan memiliki potensi yang besar dalam berbagai bidang baik
bidang social, ekonomi, politik, pendidikan dan bidang- bidang lain.
Proses pemberdayaan ini dimulai dari proses pemenuhan kebutuhan
dasar, perluasan akses, munculnya kesadaran kritis, sehingga perempuan
kemudian terlibat dalam pergerakan/aksi, dan memiliki kontrol atas sumber
daya dan pengambilan keputusan. Berikut beberapa tingkatan pemberdayaan
perempuan yang dapat diterapkan dalam pembangunan sosial di Indonesia.
Menurut Sara Longwe (Pemberdayaan perempuan yang dilakukan pada
komunitas masyarakat harus mencakup kelima level di bawah ini:
1) Kesejahteraan/ pemenuhan kebutuhan dasar (Welfare);
2) Keterbukaan akses, antara lain: pendidikan, keterampilan, informasi, dan
kredit (Access);
3) Kesadaran kritis (Conscientisation);
4) Pergerakan (Mobilization) atau partisipasi dalam pengambilan keputusan,
baik di tingkat rumah tangga, kehidupan bermasyarakat, dan area publik/
politik; dan
5) Kontrol terhadap sumber daya, implementasi dalam pengambilan
keputusan, dan termasuk keterwakilan dalam lembaga pengambilan
keputusan (Control).
4
Ada Lima tingkatan pemerataan di dalam kerangka pemberdayaan
perempuan. Yang pertama adalah pemerataan tingkat kesejahteraan. Kalua
pada awal, kelompok ini ingin diberdayakan tetapi tidak punya asset terhadap
ekonomi, tidak punya peluang pada upaya meningkatkan kemampuannya di
dalam perekonomian, tidak sejahtera, maka tentu tidak mungkin kita bias
mengangkat mereka dari penderitaannya.
Kedua, pemerataan akses, yaitu meningkatkan kemampuan mereka masuk
ke sector-sektor untuk mendapatkan informasi, mendapatkan kesempatan
bekerja, mendapatkan kesempatan bekerja, mendapatkan kesempatan
pendidikan yang baik yang sama kedudukannya dengan kaum laki-laki. Kalua
akses itu sudah diperoleh, maka langkah yang berikutnya adalah bagaimana
meningkatkan penyadaran.
Ketiga, pemerataan kesadaran, kalua kesadaran itu muncul, maka
diharapkan mereka itu bias memperbaiki sendiri apa yang menjadi kebutuhan-
kebutuhan dari jender perempuan ini. Setelah penyadaran diperoleh, maka
tingkat yang berikutnya adalah peningkatan atau pemerataan partisipasi aktif.
Keempat, pemerataan partisipasi. Perempuan tidak lagi dianggap sebagai
sasaran atau objek dari pembangunan, tetapi ikut ikut serta melakukan
perencanaan, ikut serta melaksanakan dan ikut serta mengevaluasi program-
program yang ditimpakan padanya.
Kelima, pemerataan penguasaan, dimana partisipasi perempuan pada
tingkat keputusan ini tentunya akan memberikan dampak pada pemberdayaan
dan apabila partisipasi ini digunakan maka akses mereka terhadap sumber-
sumber ekonomi akan menjadi lebih baik serta menjamin pemerataan terhadap
akses sumber dan pembagian manfaat. Control atau penguasaan perempuan
terhadap pengambilan keputusan ini seringkali mengalami hambatan bukan
karena masalah-masalah yang berkaitan dengan ketidakmampuan perempuan
itu mengambil keputusan, tetapi hegemoni budaya seringkali menempatkan
perempuan bukan sebagai pengambil keputusan. Ini dibuktikan pada AKI
5
(Angka Kematian Ibu) Indonesia yang paling tinggi di antara negara-negara
ASEAN. Tingginya angka kematian ibu ini bukan disebabkan oleh kurangnya
kesadaran mereka tentang perlunya memeriksakan diri dan sebagainya, tetapi
oleh masalah control atau masalah pengambilan keputusan.
6
publik. Dalam hal ini, kaum perempuan sudah saatnya membangun
keberanian untuk memasuki ranah politik, baik menjadi penggerak partai
politik, masuk ke parlemen, atau berjuang melalui posisi kepala daerah.
3. Peran untuk ambil bagian dalam proses sosial-ekonomi dan produksi,
serta proses kemasyarakatan yang luas. Kaum perempuan dapat menjadi
penggerak kebangkitan perekonomian nasional yang lebih berkarakter,
yakni perekonomian yang berbasis produksi, bukan konsumsi.
Kaum perempuan sudah saatnya memanfaatkan ruang yang telah
terbuka dengan sebaik-baiknya. Beberapa kebijakan yang mulai
memperlihatkan suatu kesadaran tentang kesetaraan dan keadilan gender,
tentu perlu diperluas dan pada gilirannya arah dan seluruh gerak negara,
berorientasi pada usaha membangun tata kehidupan yang setara dan
berkeadilan. Kita percaya bahwa hal ini sangat mungkin diwujudkan,
sepanjang kita setia pada cita-cita proklamasi kemerdekaan dan ideologi
bangsa, yakni Pancasila. Dengan berjalan di atas garis ideologi dan cita-cita
proklamasi, kita percaya bahwa tata hidup yang setara dan berkeadilan, akan
dapat diraih dengan gemilang.
Pemberdayaan perempuan merupakan cara strategis untuk
meningkatkan potensi perempuan dan meningkatkan peran perempuan baik di
domain publik maupun domestik. Menurut Zakiyah (2010), pemberdayaan
perempuan dapat dilakukan dengan strategi sebagai berikut:
a. Membongkar mitos kaum perempuan sebagai pelengkap dalam rumah
tangga. Pada zaman dahulu, muncul anggapan yang kuat dalam
masyarakat bahwa kaum perempuan adalah konco wingking (teman di
belakang) bagi suami serta anggapan warga nunut neraka katut (ke surga
ikut, ke neraka terbawa). Kata nunut dan katut dalam bahasa Jawa
berkonotasi pasif dan tidak memiliki inisiatif, sehingga nasibnya sangat
tergantung kepada suami.
7
b. Memberi beragam ketrampilan bagi kaum perempuan. Strategi ini
bertujuan agar kaum perempuan juga dapat produktif dan tidak
menggantungkan nasibnya terhadap kaum laki-laki. Berbagai
ketrampilan bisa diajarkan, misalnya; ketrampilan menjahit, menyulam
serta berwirausaha dengan membuat kain batik dan berbagai jenis
makanan.
c. Memberikan kesempatan seluas-luasnya terhadap kaum perempuan
untuk bisa mengikuti atau menempuh pendidikan seluas mungkin. Hal ini
diperlukan mengingat masih menguatnya paradigma masyarakat bahwa
setinggi-tinggi pendidikan perempuan toh nantinya akan kembali ke
dapur. Inilah yang mengakibatkan masih rendahnya (sebagian besar)
pendidikan bagi perempuan.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemberdayaan adalah suatu upaya untuk membangun eksistensi
pribadi, keluarga, masyarakat, pemerintahan, Negara dan tata dunia dalam
kerangka proses aktualisasi kemanusiaann yang adil dan beradab, yang
terwujud di berbagai kehidupan, politik, hukum, pendidikan, dan lain
sebagainya. Pemberdayaan itu sendiri mengandung tiga kekuatan di dalam
dirinya, yakni kekuatan untuk berbuat, kekuatan untuk membangun kerjasama
dan kekuatan dalam diri pribadi manusia.
Tingkatan pemberdayaan adalah semacam batasan luasan wilayah
dalam proses pemberdayaan. Alshop dan Heinshon (2005) serta Fujikake
(2008) menjabarkan tingkatan pemberdayaan menjadi tiga tingkatan yaitu
local level, intermediary level, dan macro level. Sedangkan, menurut Sara
Longwe (Pemberdayaan perempuan yang dilakukan pada komunitas
masyarakat harus mencakup kelima level yaitu welfare, access,
Conscientisation, mobilization dan control.
Strategi dan upaya pemberdayaan perempuan pada khususnya dan
pada umumnya adalah salah satu topik yang paling mendapat perhatian
berbagai kalangan akhir-akhir ini. Haryono Suyono mengatakan bahwa
pemberdayaan perempuan sering pula disebut sebagai peningkatan kualitas
hidup personal perempuan dalam berbagai bidang, termasuk ekonomi,
pendidikan, social, komunikasi, dan lain sebagainya.
3.2 Saran
9
DAFTAR PUSTAKA
10