Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MAKALAH

METODE BURHANI
(PENALARAN AQLIYAH, EMPIRIK DAN RASIO DALAM METODE BURHANI
MENGACU KEPADA ALQUR’AN DAN HADIST)
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Disusun oleh:

M. Anwar Sadat
Nim: 0331204057
Dosen Pembimbing: Dr. Zaini Dahlan, M.Pd.I

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PASCA SARJANA (S2) NON REGULER


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) SUMATERA UTARA
T.A 2020/2021

1
DAFTAR ISI

BAB I :

PENDAHULUAN............................................................................................ 3

BAB II :

PEMBAHASAN...............................................................................................5

1. Pengertian Metode Burhani.....................................................................5


2. Kedudukan Aqal dalam Al-Qur’an..........................................................6

BAB III :

KESIMPULAN.................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................10

2
Bab I

Pendahuluan

Penalaran secara akal adalah suatu hal yang seharusnya dilakukan di


dalam islam tetapi penalaran tersebut harus dengan akal yang sehat yang
dipenuhi hikmah pelajaran yang baik dari Allah Swt. Penalaran yang benar
harus dilandasi akal yang sehat demi terciptanya hukum atau peraturan
sehingga tercipta pula apa yang namanya keseimbangan di alam semesta ini.
Serta munculnya keilmuan yang benar dan tidak menyesatkan banyak
orang.
Orang yang beriman dengan akalnya akan meningkatkan
keimanannya bukan malah sebaliknya untuk menyesatkannya. Fungsi akal
bagi orang beriman adalah memikirkan kebesaran Allah dengan cara
merenungkan penciptaan alam semesta. Sebagaimana firman Allah Swt
kedudukan akal bagi orang beriman adalah sebagai alat mencari kebenaran
dan melihat kebesaran Allah Swt, yang berbunyi sebagai berikut:
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi(seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini sia-sia, Maha Suci Engkau, maka perihalah
kami dari siksa neraka”(Ali Imran 191)
Maka betapa pentingnya akal sebagai argumentasi yang baik untuk
mencapai kebenaran. Untuk itu kami disini sangat tertarik membahas
tentang Metode Burhani yaitu metode yang memakai penalaran Aqliyah
melalui fakta empirik(pengalaman dan observasi) dengan acuan penuh 2
pusaka yang diwariskan oleh Rasulullah yaitu Al-Qur’an dan Hadist.

3
Allah Swt 49 kali menyebutkan didalam alquran tentang akal. Akal
sangat penting mencapai kebenaran abadi yang datangnya dari Allah Swt.
Akal yang sehat akan muncul bila hati dipenuhi dengan zikir kepada Allah
Swt. Yaitu akal yang dirahmati. Hal ini sesuai dengan ayat diatas.
Untuk itu kami disini akan membahas bagaimana Metode Burhani
yang sesuai dengan acuan Al-Qur’an dan Hadist dan penalaran Aqliyah
menurut Islam. Keilmuan yang tercipta mengacu dari alqur’an dan hadist
serta dibarengi akal dan hati yang penuh dengan zikir akan membawa kita
kepada kebenaran Abadi yaitu ilmu yang bermanfaat dan berkah membawa
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Keberkahan ilmu pengetahuan datang apabila dilakukan dengan
penuh tanggung jawab dengan mengacu kepada 2 pusaka, yang kata
Rasulullah bila kita berpegang kepada keduanya maka kita tidak akan
pernah tersesat. Kedua-duanya menjadi pegangan kuat bagi ummat islam
bila terjadi perselisihan.

4
Bab II
Metode Burhani
(Penalaran Aqliyah, Empirik dan Rasio dalam Metode Burhani
Mengacu kepada Al-Qur’an Dan Hadist)

1. Pengertian Metode Burhani.

Dalam khazanah kosakata bahasa arab, secara etimologis kata al-burhan


berarti argumentasi yang jelas. Kemudian kata ini disadur sebagai salah satu
terminologi yang dipakai dalam ilmu mantik untuk menunjukkan arti proses
penalaran yang menetapkan benar tidaknya suatu preposisi melalui cara
deduksi, yaitu melalui cara pengaitan antar preposisi yang kebenarannya
bersifat postulatif. Burhan adalah satu jenis dari logika(Qiyas). Kalau logika itu
bersifat umum maka burhan bersifat khusus, bagian dari logika itu sendiri, yaitu
suatu rasionalitas yang mengantarkan kepada ilmu yakin(Imam Al-Ghazali,
Mi’yar Al-Ilmi. H.70).
Menurut Amin Abdullah, metodelogi burhani adalah model metodelogi
berfikir yang tidak didasarkan atas teks maupun pengalaman, melainkan atas
dasar keruntutan logika. Hal ini menurut penulis tidak sesuai karena teks dan
pengalaman juga termasuk penguat dalam mencapai kebenaran dan akal hanya
sebagai alat yang baik untuk menguatkan kebenaran. Proses berfikir menurut
penulis adalah menguatkan teks sehingga muncullah kebenaran. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Al-Jabiri, bahwa burhani adalah aktivitas pikir untuk
menetapkan kebenaran pernyataan melalui metode penalaran, yakni dengan
mengikatkan pada ikatan yang kuat dan pasti dengan pernyataan yang

5
aksiomatis. Dalam pengertian yang luas, burhani adalah setiap aktivitas pikir
untuk menetapkan kebenaran pernyataan.
Pernyataan Al-Jabiri sesuai dan tepat dengan berbagai teologis islam
dahulu seperti aliran kalam Asyariah yang menempatkan akal sebagai
argumentasi penguat dari teks alquran itu sendiri. Menurut Al-Rasyiddin dan
ja’far bahwa tidak semua dijelaskan dengan metode tajribi dikarenakan dunia
dibagi menjadi 2 yaitu dunia material dan dunia spritual. Metode tajribi hanya
bisa menjangkau alam material maka diperlukan metode burhani untuk
mencapai dunia spritual seperti hal nya pembahasan tentang Tuhan, malaikat,
jiwa dan alam hakikat. Metode Burhani telah diperkenalkan di dunia islam oleh
kaum rasional dari kalangan filsuf dan teolog islam.
Yang mengenalkan metode ini adalah filsuf seperti Al-Kindi, Al-Farabi,
Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd. Dan dari kalangan teolog terutama mu’tazilah dan
syiah. Dan kalangan Fuqoha terutama mazhab hanafi dan para mufassir
terutama ciri dari aliran tafsir dirayah. Mereka dikenal sebagai kaum rasional
dalam islam yang menjadikan logika sebagai metode ilmiah dalam
mengembangkan disiplin keilmuan mereka masing-masing. Hal ini tentunya
bisa kita lihat dari buku klasik berisi ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan
metode burhani.
Dari pemaparan diatas menunjukan akan pentingnya metode burhani untuk
memperoleh ilmu pengetahuan di dalam islam yang tidak bisa dijangkau oleh
metode tajribi. Maka dari itu pencarian secara metode burhani bukan hanya
penting untuk memperoleh keilmuan akan tetapi sekaligus menambah
keyakinan dan mencapai kebenaran yang hakiki.

2. Kedudukan Aqal di dalam Alqur’an

Kata akal sudah diadopsi menjadi bahasa indonesia, yang berasal dari kata
arab al-‘aql, dalam bentuk kata benda. Al-Qur’an hanya membawanya dalam

6
bentuk kata kerja yaitu ‘aqaluuh dalam 1 ayat, ta’qiluun 22 ayat, ya’qiluhaa 1
ayat, na’qil 1 ayat, ya’qiluun 22 ayat, kata-kata itu dalam arti paham dan
mengerti. Secara etimologis “akal” yang berasal dari bahasa arab al-‘aql berarti
rabth(ikatan,tambahan), uqul(akal fikiran), fahm(paham,mengerti), qalb(hati),
al-hijr(menahan), an-nahy(melarang), dan al-man’u(mencegah). Akal juga bisa
berarti cahaya Robbani, yang dengannya jiwa dapat mengetahui sesuatu yang
tidak dapat diketahui oleh indra(Endang Saifuddin, 2004). Aqal di dalam
alquran mempunyai fungsi membedakan antara yang benar dan yang salah dan
menganalisis sesuatu dengan kemampuan yang luas.
Sedangkan menurut kamus ilmu Al-Qur’an disebutkan bahwa kata ‘aql
seperti dengan akal, wisdom atau reason, yang mempunyai tugas fikir atau
memikirkan atau menghayati dan melihat atau memperhatikan alam
semesta(Ahsin W. Al-Hafidz,2006). Kebanyakan ahli tafsir mengartikan akal
bukan hanya fikiran semata tetapi juga perasaan(Kaelany HD,2005)
Beberapa pendapat para ahli antara lain:
1. Menurut Al-Kindi, akal adalah sebagai daya fikir manusia dibagi
menjadi 2 yaitu akal praktis dan akal teoritis(Herbert Mercuse,2004).
2. Menurut Ibnu Khaldun,akal itu ialah sesuatu timbangan yang cermat
yang hasilnya adalah pasti dan dapat dipercaya(Endang Saifuddin Al-
Anshari,2002).
3. Menurut Al-Ghazali, akal adalah pengetahuan yang didapat dengan
pengalaman yang berjalan seiring waktu.(Imam Al-Ghazali)

Allah Swt menyebutkan akal dalam suroh Yunus ayat 100 yang artinya:
Dan tidak ada seorang pun akan beriman kecuali dengan izin Allah dan
Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak
mempergunakan akalnya.
Dapat dipahami dengan jelas bahwa islam memberikan kedudukan yang
tinggi terhadap akal sebab akan menjadi pembeda antara manusia dan binatang

7
dan penggunanya harus menjadi sarana menjauhi kemurkaan Allah Swt. Akal
memang merupakan suatu kelebihan yang Allah berikan kepada manusia
diharapkan akan mampu untuk melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai
khalifatullah dan abdullah di muka bumi.
Aqal juga mampu mencapai kebenaran tentang siapakah Tuhan yang
berhak disembah. Dengan metode burhani yang dicontohkan oleh Kholilullah
Nabi Ibrahim As. Sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an Suroh Al-An’am
Ayat 76-78. Dalam alqur’an disebutkan bahwa Nabi Ibrahim mempunyai
pernyataan –pernyataan yang akhirnya diambil kesimpulan yang kuat dan yakin
yaitu sebagai berikut:
Ketika malam telah menjadi gelap, dia(ibrahim) melihat sebuah
bintang(lalu) dia berkata, “inilah tuhanku”. Maka ketika bintang itu
terbenam dia berkata, “aku tidak suka kepada yang terbenam
Lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, “inilah tuhanku”.
Tetapi ketika bulan itu terbenam dia berkata, “sungguh, jika Tuhanku tidak
memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat”
Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata, “inilah
tuhanku ini lebih besar. Tetapi ketika matahari terbenam, dia berkata,
“wahai kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang kamu
persekutukan.
Aku hadapkan wajahku kepada Allah yang menciptakan langit dan
bumi dengan penuh kepasrahan(mengikuti) agama yang benar, dan aku
bukanlah termasuk orang-orang yang musrik.
Analisis dari penalaran aqal yang dilakukan Nabi Ibrahim merupakan
susunan berfikir tentang pencarian Ketuhanan dengan melihat mengobservasi
alam sekitarnya. Namun ternyata didalam pengamatannya dia tidak
mendapatkan Tuhan yang sesuai dengan yang diinginkan aqalnya maka pada
akhir kesimpulannya kesemua benda yang disebutnya yang menurutnya tidak

8
pantas menjadi tuhan yang patut disembah, dan yang patut disembah adalah
yang menciptakan kesemuanya.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa akal merupakan suatu alat utama untuk
memahami dan memikirkan berbagai fenomena yang dihadapi oleh manusia itu
sendiri baik itu mencari kebenaran tentang tuhan atau tentang yang ada dalam
dirinya, manusia menjadi makhluk yang tertinggi disisi Allah karena kelebihan
yang diberiNya berupa akal yang bisa mencapai kebenaran.

9
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mahmud Pendidikan Islam Transformatif,


Burhan (Pengantar Penerjemah), dalam Muhammad Abed Al-Jabiri, Kritik Pemikiran
Islam: Wacana Baru Filsafat Islam, Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2003
Novayanti, Akal Dalam Al-Qur’an, http://ketikqwerty.wordpress.com.2011
Aguswijaya, Fery, Fungsi Akal menurut Al-Qur’an,2010, http://feryguswijaya.blogspot.com
Imam Al-Ghazali, Mi’yar Al-Ilmi
Ja’far dan Al-Rasyidin. Filsafat Ilmu dalam Tradisi Islam, Medan: Perdana Publishing, 2015.
Abdullah, Amin, Filsafat Islam Bukan Hanya Sejarah Pemikiran dalam Abdul Haris Dkk,
epistemologi.

10

Anda mungkin juga menyukai