Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hutan Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati di
dunia, di manaIndonesia merupakan urutan ketiga dari tujuh negara yang disebut
Megadiversity Country.Tak dapat dipungkiri, eksistensi hutan sangatlah essensial
dan memiliki bebagai manfaat baiksecara langsung (tangible) ataupun secara tidak
langsung ( intangible). Secara langsung, hutan memainkan perannya sebagai
tempat penyedian kayu, serta habitat bagi berbagai flora dan fauna. Disamping itu,
secara tidak langsung, hutan dapat dijadikan lokasi rekreasi, perlindungan dan
perkembangan biodiversitas, pengaturan tata air, dan pencegahan erosi.
Salah satu masalah yang menjadi dilema dari periode ke periode yang
menyangkut hutandi Indonesia ialah pembalakan liar (illegal logging ). Stephan
Devenish, ketua Misi Forest lawEnforecment Governance and Trade dari Uni
Eropa mengatakan bahwa illegal logging adalah penyebab utama kerusakan hutan
di Indonesia. Nampaknya, illegal logging merupakan masalah krusial yang sangat
sulit untuk diatasi bahkan diminimalisir oleh negara kita.
Dengan semakin maraknya praktek pembalakan liar, kawasan hutan di
Indonesia telah memasuki fase kritis. Seluruh jenis hutan di Indonesia mengalami
pembalakan liar sekitar7,2 hektar hutan per menitnya, atau 3,8 juta hektar per
tahun. Tentunya, ini akan mengancam keanekaragaman hayati bahkan dapat
menurunkan level kekayaan biodiversitas di Indonesiaserta secara langsung dapat
mengganggu keseimbangan alam yang telah tercipta.
Dalam kenyataannya pemanfaatan hutan alam yang telah berlangsung
sejak awal 1970-an ternyata memberikan gambaran yang kurang menggembirakan
untuk masa depan dunia kehutanan Indonesia. Terlepas dari keberhasilan
penghasil devisa, peningkatan pendapatan, menyerap tenaga kerja, serta
mendorong pembangunan wilayah, pembangunan kehutanan melalui pemanfaatan
hutan alam menyisakan sisi yang buram. Sisi negatif tersebut antara lain tingginya
laju deforestasi yang menimbulkan kekhawatiran akan tidak tercapainya
kelestarianhutan yang diperkuat oleh adanya penebangan liar (Illegal Logging).

1
Penebangan liar yang mencapai jantung-jantung kawasan konservasi,
hutan lindung danhutan produksi menunjukkan peningkatan dan parahnya situasi
penebangan liar. Penebanganliar adalah penyebab utama penggundulan hutan di
Indonesia yang mencapai tingkatkecepatan 1.6– 2.0 juta hektar per tahun sehingga
Menteri Kehutanan Indonesia telahmenempatkan pembasmian aktivitas
penebangan liar termasuk perdagangan kayu illegalsebagai agenda utama dalam
lima kebijakan utama sektor kehutanan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah dikemukakan diatas, maka
dalam makalah ini akan diangkat dan dibahas beberapa permasalahan
sebagai berikut :
a.Definisi illegal logging 
b.Latar belakang atau penyebab terjadinya illegal logging
c.Pelaku atau pihak yang terlibat dalam illegal logging
d.Dampak dari illegal logging
e.Bagaimana upaya penanggulanngannya

1.3 Tujuan Penulisan


a.Menganalisis berbagai penyebab yang mendorong semakin maraknya
praktek illegallogging di Indonesia.
b. Menganalisis pelaku (subject ) praktek illegal logging di Indonesia.
c. Mengetahui dampak (effect ) yang ditimbulkan dari praktek illegal
logging  diIndonesia
d. Menganalisis berbagai cara efektif untuk mengurangi praktek illegal
logging di Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian(Definisi) Illegal Logging


Menurut pendapat Haryadi Kartodiharjo, illegal logging merupakan
penebangan kayu secara tidak sah dan melanggar peraturan perundang-undangan,
yaitu berupa pencurian kayu didalam kawasan hutan Negara atau hutan hak
(milik) dan atau pemegang ijin melakukan penebangan lebih dari jatah yang telah
ditetapkan dalam perizinan.
Maka penebangan liar dapat didefinisikan sebagai tindakan menebang
kayu dengan melanggar peraturan kehutanan. Tindakan ini adalah sebuah
kejahatan yang mencakup kegiatan seperti menebang kayu di area yang
dilindungi, area konservasi dan taman nasional, serta menebang kayu tanpa ijin
yang tepat di hutan-hutan produksi. Mengangkut dan memperdagangkan kayu
illegal dan produk kayu illegal juga dianggap sebagai kejahatan kehutanan.
Dengan kata lain, batasan/pengertian illegal logging adalah meliputi
serangkaian pelanggaran peraturan yang mengakibatkan eksploitasi sumber daya 
hutan yang berlebihan. Pelanggaran-pelanggaran ini terjadi di semua lini tahapan 
produksi kayu, misalnya pada tahap penebangan, tahap pengangkutan kayu
gelondongan,
tahap pemrosesan dan tahap pemasaran; dan bahkan meliputi penggunaan cara-
cara yang korup untuk mendapatkan akses ke kehutanan dan pelanggaran-
pelanggaran keuangan, seperti penghindaran pajak. Pelanggaran-
pelanggaran juga terjadi karena kebanyakan batas-batas administratif kawasan
hutan nasional, dan kebanyakan unit-unit hutan produksi yang disahkan secara
nasional yang beroperasi di dalam kawasan ini, tidak didemarkasi dilapangan
dengan melibatkan masyarakat setempat.

2.2 Praktek Illegal Logging di Indonesia

Hutan tropis Indonesia adalah rumah dan persembunyian terakhir bagi


kekayaan hayati dunia yang unik. Keanekaragaman hayati yang terkandung di
hutan Indonesia meliputi 12% spesies mamalia dunia, 7,3% spesies reptil dan

3
amfibi, serta 17% spesies burung dari seluruh dunia. Diyakini masih banyak lagi
spesies yang belum teridentifikasi dan masih menjadi misteri tersembunyi di
dalamnya. Sebuah contoh nyata misalnya, data WWF menunjukkan antara tahun
1994-2007 saja ditemukan lebih dari 400 spesies baru dalam dunia sains di hutan
Pulau Kalimantan. Kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara
dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Berdasarkan data FAO tahun
2010 hutan dunia – termasuk di dalamnya hutan Indonesia – secara total
menyimpan 289 gigaton karbon dan memegang peranan penting menjaga
kestabilan iklim dunia. Sayangnya kerusakan hutan di tanah air cukup
memprihatinkan. Berdasarkan catatan Kementrian Kehutanan Republik Indonesia,
sedikitnya 1,1 juta hektar atau 2% dari hutan Indonesia menyusut tiap tahunnya.
Data Kementerian Kehutanan menyebutkan dari sekitar 130 juta hektar hutan
yang tersisa di Indonesia, 42 juta hektar diantaranya sudah habis ditebang.
Kerusakan atau ancaman yang paling besar terhadap hutan alam di Indonesia
adalah penebangan liar, alih fungsi hutan menjadi perkebunan, kebakaran hutan
dan eksploitasi hutan secara tidak lestari baik untuk pengembangan pemukiman,
industri, maupun akibat perambahan. Kerusakan hutan yang semakin parah
menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem hutan dan lingkungan
disekitarnya. Contoh nyata yang frekuensinya semakin sering terjadi adalah
konflik ruang antara satwa liar dan manusia. Rusaknya hutan habitat satwa liar
menyebabkan mereka bersaing dengan manusia untuk mendapatkan ruang
mencari makan dan hidup, yang sering kali berakhir dengan kerugian bagi kedua
pihak. Rusaknya hutan telah menjadi ancaman bagi seluruh makhluk hidup.1

Kasus illegal loggin di Indonesia sendiri banyak terjadi di provinsi


Kalimantan. Provinsi Kalimantan merupakan provinsi yang memiliki hutan
terbanyak di Indonesia bahkan dunia. Maka dari itu Kalimantan disebut-sebut
sebagai paru-paru dunia.

Menurut data olahan Tempo (22 Juli 2007), sejak tahun 2001 hingga 2006
jumlah penebangan illegal berkisar antara 19 hingga 27 juta meter kubik per
tahun, atau rata-rata 23 juta meter kubik per tahun dalam 5 tahun terakhir. Angka

4
tersebut jika dianalogikan dengan luas hutan yang ditebang mencapai 27
kilometer persegi setiap tahunnya, setara dengan 40 kali luas Jakarta. Epidemi
llegal logging tidak hanya merambah kawasan hutan produksi negeri ini, tetapi
juga kawasan hutan konservasi dan taman-taman nasional yang dilindungi demi
menjaga kekayaan dan kelestarian keanekaragaman hayati. Laporan PBB tersebut
menemukan bahwa praktek illegal logging terjadi di 37 dari 41 taman nasional di
Indonesia, seperti Taman Nasional Tanjung Putting dan Taman Nasional Gunung
Leuser. Jenis-jenis kayu yang menjadi objek aksi Illegal logging di Indonesia
adalah kayu-kayu yang laku di pasaran internasional, seperti kayu ramin dan
jelatung.

Para aktor intelektual di balik praktek Illegal logging di Indonesia


merupakan penjahat berkerah putih yang sepertinya tidak pernah terjerat oleh
hukum. Mereka terdiri dari para pengusaha kayu (cukong kayu) dibantu oleh
aparat militer dan polisi, pejabat pemerintah dan politisi yang korup, mafia
peradilan, sampai sidikat penyelundupan internasional yang melakukan segala
upaya untuk mengeksploitasi seluruh sumber daya hutan yang ada di Indonesia.
Mereka sangat sukar untuk diadili karena mereka mampu membeli peradilan
dengan uang hasil dari Illegal logging.

Negara sudah sangat dirugikan oleh praktek Illegal logging. Departemen


Kehutanan memprediksi kerugian ekonomi akibat praktek Illegal logging
mencapai 30-40 triliun rupiah per tahun. Belum lagi kerugian ekologis dan sosial 
akibat pengrusakan hutan. Illegal logging dapat disebut sebagai biang keladi dari
serangkaian bencana ekologis, seperti banjir, tanah longsor, dan yang baru-baru
ini muncul ke permukaan, isu pemanasan global, serta menjadi ancaman terhadap
habitat spesies-spesies yang terancam punah. Dalam konteks kehidupan sosial
manusia, praktek Illegal logging harus dibayar mahal berupa hilangnya
penghidupan tradisional masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan.
Semestinya, masyarakat sekitar hutan bisa menikmati hasil hutan dan
menjadikannya sebagai sumber penghidupan, tetapi kebanyakan hasil hutan
dinikmati kalangan tertentu.

5
Kasus terbesar pembalakan liar di Indonesia terjadi di kawasan hutan
lindung Gunung Tambora dengan volume penebangan diperkirakan mencapai
1.000 meter kubik lebih itu diduga  menyalah gunakan SKAU kayu. Terkait
dengan praktik pembalakan liar itu jajaran Dinas Kehutanan NTB telah menyita 5
truk  memuat 52 meter kubik kayu di Desa Beriungin Jaya dan 3 truk membuat 30
hingga 33 meter kubik yang diduga ditebang di kawasan hutan lindung Gunung
Tambora. Jenis kayu yang ditebang di kawasan hutan lindung Tambora tersebut
didominasi oleh jenis Rajumas (duabanga mollucana) berdiameter satu sampai
dua meter lebih yang usianya lebih dari 100 tahun. Satu batang bisa mencapai 50
hingga 60 meter kubik. Praktik pembalakan liar di kawasan hutan lindung Gunung
Tambora, Kabupaten Dompu,  Nusa Tenggara Barat diduga melibatkan oknum
pengusaha yang memberikan modal dan peralatan untuk menebang kayu.

Tingkat kerusakan hutan Tambora akibat penebangan pohon secara liar itu
sudah mencapai 30 persen dari luas kawasan hutan Tambora yang mencapai
70.000 hektare lebih. Kawasan hutan lindung Tambora terbagi atas tiga bagian,
yakni kawasan hutan produksi, hutan olahan investor dan hutan taman buru.
Namun semua bagian mengalami kerusakan yang diperkirakan mencapai 30
persen. Kerusakan terparah terjadi di kawasan hutan olahan investor yang
mencapai 50 persen dari total luas areal 30.000 ha. Kawasan itu pernah dikelola
PT Vener Production yang mengantongi Hak Pemanfaatan Hutan (HPH) dan tidak
sempat direklamasi pascakontrak pengelolaan. Sementara tingkat kerusakan di
hutan produksi mencapai 25 persen dari total 26.000 ha, demikian pula tingkat
kerusakan hutan taman buru yang juga mencapai 25 persen lebih.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan terjadi 124 kasus


kejahatan kehutanan sejak 2001 hingga 2012 yang menyebabkan kerugian negara
mencapai Rp 691 triliun. Peneliti ICW, Lalola Easter Kaban, mengatakan kondisi
tersebut menunjukan banyaknya penyimpangan yang terjadi di sektor kehutanan.

Ada tiga jenis pembalakan illegal. Pertama, yang dilakukan oleh orang
atau kelompok orang, baik yang tinggal di sekitar hutan atau bahkan jauh berada
dari hutan yang tidak mempunyai hak legal untuk menebang pohon. Kedua,
dilakukan oleh perusahaan kehutanan yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam

6
izin yang dimilikinya. Ketiga dilakukan olehorang-orang tertentu yang
mengatasnamakan rakyat.

Pelaku illegal logging di Indonesia pun sangat beragam, dan pelaku illegal
logging pun membuat maraknya terjadi praktek illegal logging. Ini adalah
beberapa pelaku illegal logging di Indonesia2:
 Cukong, yaitu pemilik modal yang membiayai kegiatan penebangan liar
dan yang memperoleh keuntungan besar dari hasil penebangan liar. Di
beberapa daerah dilaporkan bahwa para cukong terdiri dari anggota MPR,
anggota DPR, pejabat pemerintah (termasuk para pensiunan pejabat), para
pengusaha kehutanan, oknum TNI dan POLRI.
 Sebagian masyarakat, khususnya yang tinggal di sekitar kawasan hutan
maupun yang didatangkan sebagai pelaku penebangan liar (penebang dan
pengangkut kayu curian).
 Sebagian pemilik pabrik pengolahan kayu (industri perkayuan) skala
besar, sedang, dan kecil, sebagai pembeli kayu curian (penadah).
 Oknum pegawai pemerintah (khususnya dari instansi kehutanan) yang
melakukan KKN, memanipulasi dokumen SAKB (SKSHH), dan tidak
melaksanakan tugas pemeriksaan sebagaimana mestinya.
 Oknum penegak hukum (hakim, jaksa, polisi, TNI) yang bisa dibeli
dengan uang sehingga para aktor pelaku penebangan liar, khususnya para
cukong dan penadah kayu curian dapat terus lolos dengan mudah dari
hukuman. Oknum TNI dan POLRI turut terlibat, termasuk ada yang
mengawal pengangkutan kayu curian di jalan-jalan kabupaten/provinsi

2.3 Latar Belakang atau Penyebab terjadinya Illegal Logging


1. Masalah sosial dan ekonomi
Sekitar 60 juta rakyat Indonesia tergantung pada keberadaan hutan,
dan kenyataanya sebagian besar dari mereka hidup dalam kondisi
kemiskinan. Selain itu, akses merekaterhadap sumberdaya hutan rendah.
Kondisi tersebutlah kemudian dimanfaatkan oleh para pemodal yang tidak

7
bertanggung jawab, untuk mengeruk keuntungan cepat dengan
menggerakkan masyarakat untuk melakukan penebangan liar.
Pada umumnya mata pencarian masyarakat kawasan hutan adalah
bertani dan berkebun. Namun, seiring dengan pesatnya pertumbuhan
penduduk, banyak lahan pertaniaan dan perkebunan beralih fungsi menjadi
pemukiman. Hal ini berkonsekuens pada semakin berkurangnya lapangan
perkerjaan yang kemudian berdampak pada rendahnya tingkat
perekonomian masyarakat. Sudah menjadi tabiat manusia, kadangkala
dalam kondisi terhimpit ekonomi, akal sehat menjadi tidak berfungsi.
Sehingga memiliki tendensi menghalalkan sesuatu walaupun bertentangan
dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Bagi mereka yang berdekatan
dengan hutan memiliki tendensi untuk nekat menjual kayu hutan.
Mengapa demikian? Karena hal ini yang paling cepat bagi mereka untuk
bisa memenuhi kepulan asap di rumah. Beberapa kasus yang ditemukan
oleh petugas kehutanan ternyata memang masyarakat yangmelakukan
penebangan kayu mengaku terpaksa karena tidak ada pilihan lain
untukmemenuhi kebutuhan sehari – hari mereka. Ada pula awalnya adalah
hanya mengambil kayu bakar yang dilakukan oleh ibu-ibu. Namun
kemudian menjadi usaha setelah adanya para cukong kayu sebagai
pembeli. Selain itu, banyak juga di temukan pelakunya ternyata dari
kalangan orang kaya secara materi. Mereka ini biasanya melakukanya
karena faktor keserakahan.
2. Kurangnya sosialisasi dan kerjasama dengan masyarakat
Selama ini masyarakat hanya diarahkan untuk menjaga dan
memelihara hutan tanpa memikirkan bagaimana agar keberadaan hutan
juga memiliki kontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan mereka.
Bahkan lebih ekstrim lagi masyarakat bukanya diberdayakan tetapi
diperdaya. Banyak pula program-program pengembangan ekonomiyang
dilakukan, namun sayangnya tidak didasarkan pada potensi yang dimiliki
masyarakat. Sehingga program-program yang dicanangkan menjadi sia-
sia.
3. Kelembagaan

8
Sistem pengusahaan melalui HPH telah membuka celah celah
dilakukannya penebangan liar, disamping lemahnya pengawasan instansi k
ehutanan. Selain itu penebangan hutan melalui pemberian hak penebangan 
hutan skala kecil oleh daerah telah menimbulkan peningkatan fragmentasi
hutan.
4. Kesenjangan ketersediaan bahan baku
Terdapat kesenjangan penyediaan bahan baku kayu bulat untuk
kepentingan industridan kebutuhan domestic yang mencapai sekitar 37
juta m3 per tahun telah mendorongterjadinya penebangan kayu secara liar.
Disamping itu terdapat permintaan kayu dariluar negeri, yang
mengakibatkan terjadinya penyelundupan kayu dalam jumlah
besar.Dibukanya kran ekspor kayu bulat menyebabkan sulitnya
mendeteksi aliran kayuillegal lintas batas.
5. Lemahnya koordinasi
Kelemahan koordinasi antara lain terjadi dalam hal pemberian ijin
industry pengolahan kayu antara intansi perindustrian instansi kehutan
serta alam hal pemberian ijin ekspolorasi dan eksploitasi pertambangan
antara instansi pertambangan antara  dan instansi kehutanan serta instansi
terkait seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.
6. Kurangnya komitmen dan kelemahan law enforcement
Rendahnya komitmen terhadap kelestarian hutan menyebabkan
aparat pemerintah baik pusat maupun daerah, eksekutif, legislatif maupun
yudikatif,banyakterlibat praktek KKN yang berkaitan dengan penebangan 
secara liar. Penegak hukum bisa “dibeli” sehingga para koruptor pelaku
pencurian kayu dapat terus lolos dari hukuman
7. Budaya
Yang dimaksud di sini adalah kebiasaan – kebiasaan yang
dilakukan oleh masyarakatdi dalam memperlakukan hutan yang
berkonsekuensi pada terancamnya eksistensi hutan. Misalnya saja, ada
keyakinan pada masyarakat tertentu bahwa jika membangunmasjid atau
tempat-tempat umum lainya bahan –  bahan kayunya harus diambilkan
darihutan yang disertai dengan ritual-ritual tertentu. Ada pula kebiasaan-

9
kebiasaan secaraturun-temurun yang sudah tertanam pada masyarakat
tertentu yang kemudian menjadi kebiasaan yang sangat sulit untuk
dihentikan. Misalnya kebiasaan mengambil kayu dihutan yang dilakukan
mulai dari orang tua kemudian diikuti oleh anak-anaknya secara turun-
temurun. Dalam prakteknya, para pelaku kadangkala menggunakan cara-
cara licik. Agar terhindar dari hukum, biasanya pohon kayu terlebih
dahulu dibuka kulitnya agar cepat mati. Ada pula disuntikkan racun pada
pohon kayu.
Sebenarnya faktor budaya ini berkaitan dengan memudarnya nilai-
nilai “kearifanlokal”. Dalam kehidupan sehari-harinya, masyarakat
kawasan hutan sebagai mahluk berbudaya berkebutuhan untuk
mengekpresikan budayanya. Bagi mereka, hutan merupakan tempat
sekaligus sebagai sarana terbaik penyelenggaraan ritual. Oleh karenanya,
banyak ritual-ritual keselamatan yang penyelenggaraanya dikaitkan
dengan keberadaan hutan. Kondisi ini kemudian akan mendorong
masyarakat untuk menjaga dan memelihara hutan. Namun, kondisi saat ini
nilai-nilai lokal sudah hampir hilang, tidak lagi diterapkan. Sehingga orang
masuk hutan secara serampangan tanpa tatakrama dan merusaknya.

2.4 Pelaku I l l e g a l   L o g g i n g   di Indonesia


1. Masyarakat biasa
Masyarakat biasa kerap menjadi pelaku illegal logging .
Masyarakat biasa yang dimaksud di sini ialah masyarakat yang tinggal di
sekitar hutan. Biasanya, mereka akan memanfaatkan hutan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-harinya, terutama kayu. Tidakhanya itu,
terkadang mereka juga melakukan illegal logging untuk membuka lahan
sebagai tempat tinggal. Selain itu, masyarakat biasa juga dapat sebagai
pekerja ataupun buruh di suatu perusahaan/organisasi.
2. Kalangan Pejabat
Pejabat dapat menjadi salah satu pelaku utama dan terpenting
dalam kasus illegallogging. Karena apa? Karena mereka memiliki
kekuasaan. Dengan adanya kekuasaan yang disalah gunakan,

10
mereka dapat memberi izin kepada para pelaku pembalakan liar untuk
menjalankan aksinya. Tidak hanya itu, kalangan pejabat kerap menjadi
“ protector ” para cukong kayu untuk memuluskan aksinya. Hal inilah
yang terkadang dapat membuat para cukong kayu terbebas dari jeratan
hukum. Dari pemberian izinyang illegal ini, tentunya para pejabat terkait
akan mendapatkan profit materi dari paracukong kayu ataupun perusahaan
terkait.
3. Industri/Perusahaan
Satu lagi subjek yang tak kalah krusialnya dari praktek i llegal
logging  ialah paraindustri dan perusahaan. Mereka biasanya bergerak
dalam bidang manufaktur. Pada umumnya, alasan para industri/perusahaan
melakukan Illegal Logging ialah untuk memenuhi kebutuhan bahan baku
industry/perusahaannya. Mereka biasanya akan mengadakan kerja sama
dengan kalangan tertentu untuk melancarkan aksinya. Tidak hanya
perusahaan/industri skala kecil saja yang terlibat, bahkan
beberapa perusahaan/industri skala besar juga turut melakukan illegal
logging.

2.5 Dampak
Illegal logging memberi dampak yang sangat merugikan masyarakat
sekitar, bahkan masyarakat dunia. Kerugian yang diakibatkan oleh kerusakan
hutan tidak hanya kerusakan secara nilai ekonomi, akan tetapi juga
mengakibatkan hilangnya nyawa yang tidak ternilai harganya. Data yang
dikeluarkan Bank Dunia menunjukkan bahwa sejak tahun 1985-1997 Indonesia
telah kehilangan hutan sekitar 1,5 juta hektare setiap tahun dan diperkirakan
sekitar 20  juta hutan produksi yang  tersisa. Penebangan liar berkaitan dengan
meningkatnya kebutuhan kayu di pasar internasional, besarnya kapasitas
terpasang industri kayu dalam negeri, konsumsi lokal, lemahnya penegakan
hukum, dan pemutihan kayu yang terjadi di luar kawasan tebangan.
Berdasarkan hasil analisis FWI dan GFW dalam kurun waktu 50
tahun, luas tutupan hutan Indonesia mengalami penurunan sekitar 40% dari total
tutupan hutan di seluruh Indonesia. Dan sebagian besar, kerusakan hutan

11
(deforestasi) di Indonesia akibat dari sistem politik dan ekonomi yang
menganggap sumber daya hutan sebagai sumber pendapatan dan bisa dieksploitasi
untuk kepentingan politik serta keuntungan pribadi.
Menurut data Departemen Kehutanan tahun 2006,  luas hutan yang rusak
dan tidak dapat berfungsi optimal telah mencapai 59,6 juta hektar  dari 120,35 juta
hektare kawasan hutan di Indonesia, dengan laju deforestasi dalam lima tahun
terakhir mencapai 2,83 juta hektare per tahun. Bila keadaan seperti ini
dipertahankan, dimanan Sumatera dan Kalimantan sudah kehilangan hutannya,
maka hutan di Sulawesi dan Papua akan mengalami hal yang sama. Menurut
analisis World Bank , hutan di Sulawesi di perkirakanakan hilang tahun 2010. 
Praktek pembalakan liar dan eksploitasi hutan yang tidak mengindahkan
kelestarian, mengakibatkan kehancuran sumber daya hutan yang tidak ternilai
harganya, kehancuran kehidupan masyarakat dan kehilangan kayu senilai US$ 5
milyar, diantaranya berupa pendapatan negara kurang lebih US$1.4 milyar setiap
tahun.
Penelitian Greenpeace mencatat tingkat kerusakan hutan di Indonesia
mencapai angka3,8 juta hektare pertahun, yang sebagian besar disebabkan oleh
aktivitas illegal logging atau penebangan liar (Johnston, 2004). Sedangkan data
Badan Penelitian Departemen Kehutanan menunjukan angka Rp. 83 milyar
perhari sebagai kerugian finansial akibat penebangan liar.

Adapun dampak nyata Illegal Logging yang terasa dalam kehidupan kita antara
lain:
a. Kepunahan berbagai varietas hayati
Penebangan hutan secara ilegal sangat berdampak terhadap
keadaan ekosistem diIndonesia Illegal logging  yang kian marak tentunya
akan merusak bahkan menghilangkan habitat asli dari berbagai flora dan
fauna. Dengan rusaknya habitat mereka, maka merekaakan kesulitan untuk
melangsungkan kehidupannya, seperti kesulitan mencari makan akibat
sumber makanan mereka yang ditebang, tidak adanya tempat
berkembang biak dan sebagainya. Contoh nyata ialah populasi orang hutan
terancam punah, khususnya di Pulau Kalimantan yang diakibatkan illegal

12
logging dan pengalih fungsian hutan menjadi perkebunan sawit. Selain itu,
populasi gajah Sumatra juga terancam punah akibat pembalakan hutan.
Para ahli mengestimasikan apabila hal ini tidak ditanganidengan serius,
generasi mendatang hanya akan mengetahui flora dan fauna tersebut
melalui fosil ataupun foto-foto saja.
b. Menimbulkan bencana alam
Dampak yang sudah mulai terasa sekarang ini adalah pada saat
musim hujan wilayah Indonesia sering dilanda banjir dan tanah longsor.
Banjir dan tanah longsor ini terjadi akibat dari Illegal Logging di
Indonesia. Hutan yang tersisa sudah tidak mampu lagi menyerap air hujan
yang turun dalam curah yang besar, dan pada akhirnya banjir menyerang
pemukiman penduduk. Contoh nyata ialah banjir yang setiap tahunnya
menjadi langganan di Jakarta. Banjir di ibu kota Indonesia terjadi karena
kurangnya daerah serapan air akibat adanya pengalih fungsian hutan
menjadi pemukiman. Dengan pengalih fungsian ini, fungsi hutan juga
akan menurun.
c. Menipisnya Cadangan Air
Seperti yang kita ketahui, salah satu fungsi hutan ialah tempat
cadangan air. Dengan semakin maraknya illegal logging akan mengurangi
eksistensi hutan, maka cadangan air bersih juga akan berkurang. Pohon-
pohon di hutan yang biasanya menjadi penyerap air untuk menyediakan
sumber mata air untuk kepentingan masyarakat setempat, telah habis
karena pembalakan liar. Hilangnya sumber mata air itulah, yang
menyebabkan di Indonesia sering terjadi kekeringan air khususnya pada
musim kemarau.
d. Merusaknya Lapisan Tanah
Ketika eksistensi hutan menurun, maka hutan akan tidak optimal
untuk menjalankan fungsinya menjaga lapisan tanah sehingga akan
memperbesar probabilitas terjadi erosi yang nantinya dapat mengakibatkan
lapisan tanah hilang dan rusak.Semakin berkurangnya lapisan tanah yang
subur. Lapisan tanah yang subur sering terbawa arus banjir yang melanda
Indonesia. Akibatnya tanah yang subur semakin berkurang. Jadi secara

13
tidak langsung Illegal Logging juga menyebabkan hilangnya lapisan tanah
yang subur di daerah pegunungan dan daerah sekitar hutan.
e. Penyebab Global Warming
Isu global warming pastilah tidak asing di telinga kita. Isu ini tidak
hanya menyedot perhatian sebagian masyarakat tertentu, tetapi telah
menjadi masalah global.
Dampak yang paling kompleks dari adanya Illegal Logging ini
adalah global warming yang sekarang sedang mengancam dunia dalam
kekalutan dan ketakutan yang mendalam. Bahkan di Indonesia juga telah
megalami dampak global warming yang dimulai dengan adanya tsunami
pada tahun 2004 di Aceh yang menewaskan ratusan ribu orang di
Indonesia dan negara-negara tetangga.
Global warming membawa dampak seringnya terjadi bencana alam
di Indonesia, seperti angin puyuh, seringnya terjadi ombak yang tinggi,
dan sulitnya memprediksi cuaca yang mengakibatkan para petani yang
merupakan mayoritas penduduk di Indonesia sering mengalami gagal
panen. Global warming juga mengakibatkan semakin tingginya suhu
dunia, sehingga es di kutub mencair yang mengakibatkan pulau-pulau di
dunia akan semakin hilang terendan air laut yang semakin tinggi
volumenya. Global warming terjadi oleh efek rumah kaca dan kurangnya
daerah resapan CO2 seperi hutan. Hutan di Indonesia yang menjadi paru-
paru dunia telah hancur oleh ulah para pembalak liar, maka untuk itu kita
harus bersama-sama membangun hutan kita kembali dan memusnahkan
para pembalak liar yang berupaya menghancurkan dunia.
f. Berkurangnya Pendapatan Negara
Dari perspektif ekonomi kegiatan illegal logging telah mengurangi
penerimaan devisa negara dan pendapatan negara. Berbagai sumber
menyatakan bahwa kerugian negara yang diakibatkan oleh illegal logging
mencapai Rp 30 trilyun per tahun. Permasalahan ekonomiyang muncul
akibat penebangan liar bukan saja kerugian finansial akibat hilangnya
pohon,akan tetapi lebih berdampak pada ekonomi dalam arti luas, seperti

14
hilangnya kesempatan untuk memanfaatkan keragaman produk di masa
depan (opprotunity cost).
g. Konflik dari Aspek Sosial
illegal logging menimbulkan berbagai konflik hak atas hutan,
konflik kewenangan mengelola hutan antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah serta masyarakat adat setempat.
h. Ketergantungan menjadi budaya
illegal logging dapat memicu ketergantungan masyarakat terhadap
hutan yang pada akhirnya akan dapat merubah perspektif dan perilaku
masyarakat adat setempat terhadap hutan. Menjadikan ketidak pedulian
akan kelestarian hutan, karena ketergantungan mencukupi kebutuhan
dengan pemanfaatan hutan secara terus menerus.

2.6 Penanggulangan
Penanggulangan illegal logging tetap harus diupayakan hingga kegiatan
illegal
logging berhenti sama sekali sebelum habisnya sumber daya hutan dimana terdapa
t suatu kawasanhutan tetapi tidak terdapat pohon-pohon di dalamnya.
Penanggulangan illegal logging dapatdilakukan melalui kombinasi dari upaya-
upaya monitoring (deteksi), upaya pencegahan(preventif), dan upaya
penanggulangan (represif).
1. Deteksi terhadap adanya kegiatan penebangan liar
Kegiatan-kegiatan deteksi mungkin saat ini telah dilakukan,
namun walaupun diketahui atau ada dugaan terjadi kegiatan illegal
logging tindak lanjutnya tidak nyata. Meski demikianaksi untuk
mendeteksi adanya illegal logging tetap harus terus dilakukan, namun
harus ada komitmen untuk menindak lanjuti dengan proses penegakan
hukum yang tegas dan nyata dilapangan. Kegiatan deteksi dapat
dilakukan melalaui kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
 Deteksi secara makro, misalnya melalui potret udara sehingga
diketahui adanyaindikator penebangan liar seperti jalur
logging, base camp, dsb.

15
 Ground checking dan patroli
 Inspeksi di tempat-tempat yang diduga terjadi penebangan liar
 Deteksi di sepanjang jalur-jalur pengangkutan
 Inspeksi di log pond IPKH
 Inspeksi di lokasi Industri
 Menerima dan menindaklanjuti adanya informasi yang datang
dari masyarakat
 Pemeriksaan dokumen (ijin, angkutan dan laporan) perlu lebih
intensif, terutamadokumen laporan dengan meneliti lebih
seksama laporan-laporan yang mengandungkejanggalan-
kejanggalan.
2. Tindak prefentif untuk mencegah terjadinya illegal logging
Tindakan preventif merupakan tindakan yang berorientasi ke depan
yang sifatnya strategisdan merupakan rencana aksi jangka menengah
dan jangka panjang, namun harus dipandangsebagai tindakan yang
mendesak untuk segera dilaksanakan. Kegiatan preventif
dapatdilakukan melalui :
 Pembangunan kelembagaan (capacity building) yang
menyangkut perangkat lunak, perngkat keras dan SDM
termasuk pemberian reward and punishment.
 Pemberdayaan masyarakat seperti pemberian akses
terhadap pemanfaatan sumber dayahutan agar masyarakat
dapat ikut menjaga hutan dan merasa memiliki,
termasuk pendekatan kepada pemerintah daerah untuk lebih 
bertanggung jawab terhadapkelestarian hutan.
 Pengembangan sosial ekonomi masyarakat seperti
menciptakan pekerjaan dengantingkat upah/ pendapatan
yang melebihi upah menebang kayu liar : misalnya
upah bekerja di kebun kelapa sawit diusahakan lebih tinggi/
sama dengan menebang kayuliar, pemberian saham dan
sebagainya.

16
 Peningkatan dukungan sarana dan prasarana untuk
menunjang profesionalisme SDM.
 Pemberian insentif bagi masyarakat yang dapat
memberikan informasi yangmenjadikan pelaku dapat
ditangkap.
 Pengembangan program pemberdayaan masyarakat.
 Melakukan seleksi yang lebih ketat dalam pengangkatan
pejabat.
 Evaluasi dan review peraturan dan perundang-undangan.
 Perbaikan mekanisme pelelangan kayu hasil tangkapan data
temuan.
 Relokasi fungsi kawasan hutan dengan lebih rasional.
 Penegasan Penataan batas kawasan hutan.
 Restrukturisasi industri pengolahan kayu, termasuk
penghentian Hak PenguasaanHutan.
3. Tindakan supresi (represif)
Tindakan represif merupakan tindakan penegakan hukum mulai
dari penyelidikan, penyidikan sampai ke pengadilan.
Untuk itu harus ada kesamaan persepsi antara masing-masing unsur
penegak hukum yaitu penyidik, jaksa penuntut dan hakim. Karena
besarnya permasalahan ilegal logging, tindakan represif harus mampu
menimbulkan efek jera sehinga pemberian sanksi hukum harus tepat.

2.7 Peraturan Tentang Illegal Logging di Indonesia

Sebenarnya sudah banyak Undang-Undang yang mengatur tentang praktek


illegal logging. Namun tetap saja aturan hanyalah aturan, karena pada faktanya
masih banyak orang-orang yang melakukan praktek illegal logging tersebut.
Peraturan-peraturan tersebut tidak disertai dengan praktik penegakannya. Itulah
mengapa masih banyak orang yang melanggarnya.
Undang-undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2013 tentang
pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan. Di pasal tersebut dibahas jelas

17
tentang segala peraturan dan hukuman bagi ornag-orang yang melakukakn praktek
illegal logging. Peraturan-peraturan tersebut seharusnya disosialisasikan kepada
masyarakat luas, agar masyarakat mengetahui peraturan-perautan tersebut.

18
BAB III
PENUTUP
 
3.1 Kesimpulan
Tindakan illegal logging merupakan tindakan kejahatan di sektor
kehutanan. Illegal logging bukan lah masalah yang sepele, karena jika
terus menerus makan dampaknya akan semakin memburuk. Banyak
faktor pula yang melatar belakangi terjadinya kasus illegal logging.
Saat ini saja dampaknya sudah mulai banya baik yang secara langsung
maupun tidak langsung. Maka dari itu sebaiknya pemerintah serta
masyarakat pun harus semakin mengawasi dan benar-benar menindak
palaku illegal logging dengan hukuman yang berat, karena ini
merupakan kejahatan yang bisa mengancam kehidupan dimasa depan.
Mungkin memang sulit untuk benar-benar menghapus tindakan illegal
logging, namun jika kita mau mengingatkan masyarakat akan
pentingnya hutan dan juga menurunkan permintaan barang-barang
yang berasal dari kayu mungkin bisa sedikit meminimalisir tindakan
illgal logging di Indonesia.
Apalagi jika kita tahu bahwa di Indonesia ada paru-paru dunia
yaitu Kalimantan, maka wajib bagi masyarakat Indonesia untuk
melestarikannya. Karena jika Indonesia kehilangan banyak hutannya
dikarenakan illegal logging maka akan berdampak pula pada dunia.
Bayangkan saya jika dunia adalah manusia yang dimana paru-parunya
rusak, makan tidak mungkin organ lainnya akan berfungsi jika paru-
parunya sendiri pun rusak begitu pula dunia.

19
DAFTAR PUSTAKA

Alqadrie, I.S., Ngusmanto, Budiarto, T. Dan Erdi. 2002. Decentraliztation policy


of forestry sector and their impacts on sustainable forests and local livelihoods in
district Kapuas Hulu, West Kalimantan. Cifor, Bogor, Indonesia dan Universitas
Tanjung Pura, Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia.

Hutabarat, S. 2000. Prosiding Seri Lokakarya II Penerbangan Kayu Secara Liar


(Illegal Logging), Jakarta 30-31 Agustus 2000. DEPHUTBUN-World Bank-
WWF.

Savitri Ratna Devi, Illegal Logging, http://deviratnasavitri.wordpress.com/illegal-


logging/(diakses pada pada tanggal 20 Desember 2017)

Wijaya Sukma Angga, ICW Kejahatan Hutan Rugikan Uang Negara Rp.691
Triliun, http://www.tempo.co/read/news/2013/10/27/063525081/ICW-
Kejahatan-Hutan-Rugikan-Uang-Negara-Rp-691-Triliun (diakses pada
tanggal 20 Desember 2017)

20

Anda mungkin juga menyukai