ABSTRAK
Problem revitalisasi hutan kota dan upaya penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) oleh Pemerintah di
wilayah perkotaan pada dasarnya merupakan satu kajian baru di bidang politik lingkungan di Indonesia.
Penelitian ini secara khusus mengkaji kebijakan revitalisasi Hutan Kota Malabar di Kota Malang dengan
pisau analisis anthroposentrisme dan ekosentrisme. Secara keseluruhan penelitian ini adalah penelitian studi
kasus, dengan metode pengumpulan datafocus group discussion (FGD) dan dokumentasi yang dipakai untuk
melacak jejak kuasa dalam kebijakan lingkungan di wilayah-wilayah perkotaan. Berdasarkan analisis fakta
di lapangan ditemukan adanyatrade-off kepentingan dalam skema kebijakan revitalisasi hutan kota Malabar
tahun 2015. Secara politis, penggunaan dana Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) dengan skema
build-transfer-operate (BTO) dalam revitalisasi hutan menunjukkan terjadinya penetrasi modal di balik
inisiatif penyediaan RTH yang melibatkan pihak swasta di Kota Malang. Di satu sisi, kebijakan ini dapat
mempermudah pemerintah dalam pembangunan RTH, namun di sisi lain kebijakan ini menunjukkan bahwa
pemerintah hanya berfungsi sebagai operator RTH.
Kata kunci: ruang terbuka hijau (rth), tanggung jawab sosial lingkungan (tjsl), build-transfer-operate (bto),
anthroposentrisme, ecosentrisme
TRACES OF POWER OVER SPATIAL PLANNING
(A Study to the Revitalization Policy of Malabar Forest in Malang)
ABSTRACT
The problems of revitalization and government efforts to provide Green Open Space for the public have become
increasingly important in the study of environmental politics in Indonesia. This article focuses on revitalization
policy of Malabar Forest, a City Forest in Malang City, East Java. It aims at analyzing government initiative
to provide green open space for the public from the perspectives of anthropocentrism and ecosentrism in
environmental politics. Generally, sudy case method is applied during research. Besides, this article uses
focus group discussion and documentation method to trace power relation in the environmental policy.
Empirical analyses have shown that there has been a trade off of motives between actors that were involved
in the revitalization policy. In terms of political analysis, the local government initiatives to use CSR funding
from private company have shown how capital accumulation predominates environmental awareness. On
the one hand, the government can maximize their efforts to provide green open space to the public through
the involvement of private sectors. But on the other hand, at the level of implementation, this policy uses the
scheme of Build-Transfer-Operate which could disadvantage the government budget in the future.
Key words: green open space, corporate social responsibility (csr), build-transfer-operate (bto), antropocentrism,
ecosentrism.
berjalan beriringan dengan motif bisnis dari tentang Penataan Ruang, yang beberapa isinya
para pemilik modal, terutama ketika investasi menjelaskan tentang konsepsi dan luasan RTH
dari sektor swasta nasional dan asing turut (Pasal 28A, Pasal 29A, Pasal 29B, Pasal 29C,
memainkan peranan penting dalam menstimulasi Pasal 30, dan Pasal 31). Namun hingga kini
pembangunan wilayah perkotaan. Padahal UU tersebut tidak dijalankan dengan baik di
kebijakan penataan kota tidak cukup hanya level pemangku kepentingan baik di tingkat
dilihat dari perspektif pemenuhan kebutuhan nasional maupun lokal. Misalnya terkait luasan
ekonomi semata, kebutuhan lain seperti hiburan, RTH, menurut undang-undang diwajibkan
kesehatan, pendidikan, dan berbagai kebutuhan minimal 30% dari total wilayah kota, namun
lainnya juga patut diperhatikan (Zimmer, 2010). ketentuan ini tidak dipatuhi sepenuhnya oleh
Masyarakat tidak sekedar memerlukan para pemangku kebijakan di tingkat lokal.
kebutuhan yang sifatnya ekonomis, isu Hutan kota Malabar merupakan salah satu
degradasi lingkungan menumbuhkan kesadaran kawasan RTH di kota Malang yang ditetapkan
bahwa kehidupan yang baik tidak sekedar soal sejak tahun 1998 (Tempo Online, 2015). Menurut
pemenuhan kebutuhan ekonomi. Kesadaran catatan pemerintah kota Malang luas hutan kota
akan keseimbangan pola hidup dan relasi Malabar adalah 16.817 m2 (Republika Online,
dengan alam menjadi aspek yang inheren 2015). Wilayah yang dulunya merupakan lokasi
bagi masyarakat untuk diperjuangkan melalui kampus sebuah universitas swasta kemudian
gagasan kritis para aktivis lingkungan. Melalui difungsikan sebagai hutan kota yang mengacu
cara pandang ini, kebijakan penataan kota pada PP No. 63 tahun 2002 tentang Hutan Kota.
sebagai isu strategis menempatkan kepentingan Adanya keterlibatan pihak swasta dalam
masyarakat tidak boleh kalah dengan motif kebijakan revitalisasi hutan kota Malabarpada
bisnis para pengusaha. tahun 2015 membuat kasus ini menjadi rumit.
Di masa lalu, masalah lingkungan Pihak swasta mengucurkan dana sekitar 2,5
seringkali diacuhkan dalam agenda pem- Milyar untuk pengelolaan kawasan RTH
bangunan nasional maupun lokal. Namun kini dengan diiringi konsesi pemasangan logo
isu lingkungan ini menjadi salah satu faktor perusahaan.
yang menjadipertimbangan para pemangku Pada era sebelumnya Pemerintah Kota
kebijakan. Malang memang telah menyerahkan penge-
Paling tidak perubahan itu terasa sejak lolaan beberapa kawasan RTH kepada pihak
akhir tahun 1980an. Momen penting yang swasta. Beberapa kawasan tersebut antara
menandaiperubahan ini adalah adanya laporan lain adalah Taman Indrokilo, Mall Malang
dari World Commission for Environment Townsquare, Taman Nivea, Taman Kunang-
and Development atau Komisi Brundtland Kunang, dan sejumlah kawasan lainnya
(Kurniawan, 2012). Komisi ini menerbitkan yang kini berubah menjadi pemukiman atau
sebuah laporan berjudul Our Common Future pertokoan.
pada 1987, yang temuannya dikenal sebagai Penelitian ini akan memfokuskan pada
konsep Pembangunan Berkelanjutan. Laporan dua hal yang saling berkaitan dalam persoalan
komisi ini menekankan bahwa agenda pem- politik lingkungan di kota malang. Pertama,
bangunan di seluruh dunia harus juga mendorong persoalan kebijakan penataan ruang kota di
keberlangsungan ekologis dan keadilan. kota Malang yang melibatkan adanya relasi
Pembangunan berkelanjutan didefinisi- kuasa antara Pemerintah, Sektor Swasta,
kan sebagai “Pembangunan yang memenuhi dan Masyarakat Sipil. Pada poin ini, data
kebutuhan hari ini tanpa mengorbankan yang dianalisis adalah data sejarah politik
kemampuan generasi mendatang untuk penataan kota Malang untuk mengetahui
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya” (United rekam jejak kebijakan lingkungan di kota
Nations, 1987). Malang.
Salah satu produk dari agenda pem- Kedua, terkait program revitalisasi
bangunan berkelanjutan tersebut adalah hutan kota Malabaryang memunculkan pole-
keharusan sebuah kota untuk memiliki area mik penataan RTH di kota Malang, di era
yang disebut sebagai Ruang Terbuka Hijau kepemimpinan Walikota dan Wakil Walikota
(RTH). Gagasan ini dibakukan oleh Pemerintah Anton-Sutiaji. Hal itu terutama diakibatkan
Indonesia lewat UU No. 26 tahun 2007 oleh konsep penataan hutan kota yang
H.B. Habibi Subandi, dan Juwita Hayyuning Prastiwi 115
memiliki karakter sangat kapitalistik, karena pada kemajuan peradaban manusia sementara
diserahkannya pengelolaan hutan kota Malabar aspek lingkungan tidak menjadi pertimbangan
kepada pihak swasta, melalui pemanfaatan penting (Nygren, 1998). Perspektif kedua
dana Tanggung Jawab Sosial Lingkungan disebut sebagai ekosentrisme dalam kebijakan
(TJSL) PT. Amerta Indah Otsuka (PT. AIO). dimana fokus kebijakan harus menempatkan
lingkungan sebagai titik sentral tujuan pem-
METODE bangunan, dan bukan pada pembangunan
peradaban manusia (Nygren, 1998; Kurniawan,
Penelitian ini setidaknya akan menem- 2012).
patkan dua lokus utama pembahasan masalah Antroposentrisme merupakan paradigma
yaitu Kebijakan lingkungan di lingkungan yang seringkali dipakai oleh pemerintah
perkotaan dan analisa tentang relasi kuasa Indonesia dalam kegiatan-kegiatan pem-
dalam polemik hutan kota Malabar. Dua bangunan. Paradigma ini menekankan bahwa
lokus pembahasan tersebut dibahas dengan pembangunan dilakukan untuk kepentingan
menggunakan pisau analisis metode studi manusia, di manapemerintah membangun
kasus (Babbie: 2010). dan memberikan segala kemampuannya demi
Pengumpulan data dilaksanakan sejak menyediakan fasilitas publik bagi rakyat.
bulan Juni tahun 2016. Proses tersebut Hal ini dapat ditelusuri dari konstitusi
dilakukan dengan menggunakan dua metode Republik Indonesia yang terkait dengan
pengumpulan data, yaitu: dokumentasi dan pengelolaan lingkungan. Padapasal 33 ayat
focus group discussion (FGD). (3) Undang-undang dasar Negara Republik
Dalam pengumpulan data penulis melibat- Indonesia 1945, berbunyi “Bumi dan air dan
kan para aktivis lingkungan yang tergabung kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dalam Aliansi Peduli Hutan Kota Malabar dikuasai oleh negara dan dipergunakan
(APHKM). Aliansi ini merupakan gabungan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
dari beberapa elemen seperti mahasiswa Dalam pasal di atas telah jelas bahwa
Universitas Brawijaya dan Universitas Negeri bumi dan kekayaan alam hanyalah sebuah
Malang serta organisasi sosial yang concern sumber daya yang digunakan oleh manusia
terhadap lingkungan seperti Walhi dan Swara demi kepentingan kemakmuran manusia secara
Malabar. kolektif. Walaupun ini merupakan sebuah nilai
Setelah pengumpulan data dilakukan luhur yang bersifat kolektivis namun ayat ini
maka tahap berikutnya ialah analisis data. memperlihatkan bahwa undang-undang dasar
Beberapa tahapan dilakukan dalam analisis initidak memberikan sebuah pandangan yang
ini yaitu diantaranya: pertama, melakukan jelas mengenai ekologi dan lingkungan hidup.
mapping dari data yang sudah didapat dari Selain pada konstitusi, secara historis
dokumentasi dan FGD; kedua menyeleksi kita dapatmenelusuri bahwa tidak ada
dan mengeliminasi data; melakukan uji satupun peraturan perundangan yang ber-
kevalidan data melalui metode triangulasi upaya memastikan kontinuitas ekologi dan
sumber; dan kemudian menyusun data perlindungan lingkungan hidup di masa
dalam bentuk laporan penelitian. Orde Lama. Ini memberikan sebuah asumsi
. bahwa pemerintahan Orde Lama masih belum
HASIL DAN PEMBAHASAN mempertimbangkan faktor resiko ketika tidak
ada upaya untuk menjaga dan melestarikan
Jejak Pembangunan Berwawasan Ling- lingkungan.
kungan Pun demikian di masa pemerintahan
Dalam politik lingkungan dikenal dua Orde Baru,proses pembangunan pada masa ini
perspektif yang saling terkait yaituperspektif disandarkan semata-mata pada pertimbangan
manusia dan alam. Perspektif pertama disebut ekonomi dengan paham developmentalisme
sebagai anthroposentrisme dalam kebijakan sebagai landasannya. Pemerintah Orde Baru
yang diartikan sebagai fokus pembuatan melaksanakan proyek industrialisasi secara
kebijakan dengan mendasarkan pada manusia berlebihan dan cepat, hal ini dapat dilihat pada
sebagai titik sentral tujuan. Pembangunan bagaimana pemerintah orde baruberupaya
model anthroposentris ini lebih menitikberatkan membuka keran keterlibatan modal asing
116 Jejak Kuasa atas Tata Ruang (Studi kasus Kebijakan Revitalisasi Hutan Kota Malabar)
Namun pada prakteknya, terbitnya Tabel 1. Rekam Jejak Alih Fungsi Lahan di Kota
aturan-aturan tersebut ternyata tidak serta Malang
merta merubah paradigma pembangunan Bentuk Alih
Bentuk RTH Lokasi
dari antroposentrisme menjadi ecosentrisme. Fungsi
Penelitian ini justru menemukan bahwa Untuk Jalan
Depan Mall MATOS
komitmen kepedulian lingkungan pemerintah putar
Jl. Raya Langsep
Pusat dan Daerah terhadap lingkungan masih Untuk Jalan
Depan Perumahan
belum terlihat. Jalur hijau putar
Ijen Nirwana
Satu hal yang menjadi sorotan dalam Jl. Jakarta (rumah
Untuk jalan
penelitian ini adalah mengenai komitmen raya
mewah), depan
masjid Bea Cukai
pemerintah Pusat dan Daerah dalam penyediaan
Sepanjang Kali
RTH. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa Untuk
Brantas dan anak
penyediaan RTH justru menjadi upaya alih Bantaran permukiman,
sungainya, ruko
sungai ruang
fungsi lahan dari lahan yang bersifat ekologis ekonomi
depan Ringin Asri,
dll
menuju lahan yang bersifat sosial-ekonomis. Untuk ruang
Penyediaan RTH di Kota Malang merupakan ekonomi
Daerah
contoh kecil dimana kebijakan pemerintah tangkapan
(toko modern
Jl. Kawi
/ mall),
untuk menyediakan RTH tidak dapat lepas dari air.
sebelumnya
pertimbangan-pertimbangan ekonomis. GOR
Paradigma pembangunan berkelanjutkan Untuk ruang Stadion Luar
atau sustainable development yang diusung ekonomi Gajayana
Lapangan (mall),
di balik kebijakan RTH, ternyata sarat olah raga Untuk Pompa Dulu Lapangan
kepentingan ekonomis. Praktek yang muncul Bensin (Baru Basket bagian dari
bukannya membangun keadaan alam di suatu saja tutup) Stadion Gajayana
ruang menjadi lebih baik, namun untuk tetap Untuk kantor
Taman Kunir
memperoleh keuntungan ekonomi selama kelurahan
tidak terlalu mengganggu keadaan alam. Taman kota Untuk Kantor
Taman Alun-alun
Paradigma semacam ini sesungguhnya masih Samsat
Merdeka
Pembantu
bersifat ekonomistik,dengan menempatkan
APP Jl. Tanjung
keberlanjutan sebagai variabel sekunder, sekedar (Fakta Hukum
memberi legitimasi bahwa pembangunan Real estate masyarakat
tersebut tidak merusak alam. dan hotel mengetahui bahwa
Hutan kota APP Tanjung adalah
Akhirnya muncullah kebijakan-kebijakan hutan kota)
alih fungsi lahan yang masih mengedepankan Real estate Taman Indrokilo
fungsi-fungsi ekonomis dibandingkan fungsi-
Tower Seluler Hutan Kota Malabar
fungsi sosial-ekologis bagi masyarakat.
Contohnya dapat dilihat dari rekam jejak alih Kawasan
APP Jl. Tanjung
fungsi lahan di Kota Malang. Kebijakan alih APP Tanjung Menjadi real
menjadi real estate
(termasuk estate, hotel,
fungsi lahan ini muncul justru di era Reformasi SNAKMA di dan mall
dan hotel, dan APP Jl.
Veteran menjadi mall
dimana beberapa RTH diubah fungsinya dalamnya)
menjadi bangunan, perumahan, atau pertokoan
yang memiliki nilai ekonomi (lihat Tabel 1). Sumber: Dokumen Wahana Lingkungan Hidup dan
Aliansi Peduli Hutan Kota Malabar (2015)
Melalui tabel 1, dapat disimpulkan
bahwa kasus alih fungsi lahan di Kota Malang Kebijakan Revitalisasi Hutan Kota Malabar
sebagian besar merupakan kasus perubahan Berdasarkan dokumen RPJMD Kota
alih fungsi lahan dari lahan ekologis menjadi Malang tahun 2013-2018, arah kebijakan
lahan ekonomis. Proses pembangunan memakai Pemerintah Kota Malang dalam penataan tata
legitimasi keberlanjutan namun esensinya ruang Kota adalah dengan mengefisiensikan
menekankan pada pembangunan ekonomi, penggunaan lahan kota untuk mendapatkan
bahkan selama dampak negatifnya belum terasa, keuntungan ekonomi yang sebesar-besarnya.
alih fungsi lahan ekologispun dilakukan untuk Hal ini tampak dari pernyataaan di dalam
kepentingan ekonomis oleh pemerintah dan RPJMD yaitu “optimalisasi lahan kota untuk
para pemangku kepentingan lainnya, terutama di meningkatkan pembangunan”,serta dalam
sektor swasta. kalimat“optimalisasi sentra wisata kreatif
118 Jejak Kuasa atas Tata Ruang (Studi kasus Kebijakan Revitalisasi Hutan Kota Malabar)
berbasiskan keindahan lingkungan..”(RPJMD dalih bahwa ini akan menjadi tempat wisata
Kota Malang 2013-2018). murah bagi masyarakat.
Hal ini menunjukkan bahwa paradigma Hutan Kota Malabar dalam Peraturan
Pemerintah Kota Malang dalam melihat Daerah No.4 Tahun 2011 tentang Rencana
lingkungan hidup masihlah antroposentris. Tata Ruang dan Wilayah dikategorikan sebagai
Pemerintah Kota Malang melihat lingkungan Hutan Kota. Dengan luas sebesar 16.718 m2
sebagai suatu hal estetik yang bisa dieksploitasi dan jumlah tegakan sebanyak 1154, hutan ini
demi keuntungan ekonomi, selain itulingkungan memiliki 79 jenis pohon dan 22 jenis burung
hidup harus dioptimalisasikan sedemikian rupa -baik yang karakteristiknya menetap maupun
untuk menunjang sentra wisata kreatif yang migran- serta satwa lain seperti tupai danberbagai
dapat menghibur masyarakat. hewan dari keluarga serangga. Hutan Kota
Berikutnya, lahirlah kebijakan revitalisasi Malabar sendiri terletak di Jalan Malabar, suatu
lahan ekologis pada lahan-lahan yang tidak kawasan elit kelas menengah-atas yang menjadi
lagi memiliki unsur estetik. Dengan logika bagian dari kompleks perumahan.
seperti ini pemerintah memiliki legitimasi Meski demikian, hutan Kota Malabar
untuk mengubah lahan yang sekedar berfungsi sebenarnya bukanlah satu-satunya hutan kota,
ekologis menjadi lahan yang estetik dan karena masih terdapat 10 Hutan Kota lain di
berfungsi sosial-ekonomis. Hal ini dapat kita Kota Malang (Ekawati, 2014).
saksikan dari dokumen RTRW Kota Malang Revitalisasi Hutan Kota Malabar di
yang menyebutkan bahwa hutan kota dan mulai pada tahun 2015 dan merujuk pada
taman kota adalah tempat wisata murah bagi pedoman pelaksanaan penyediaan barang/
masyarakat. Bahkan pemerintah Kota Malang jasa konvensional yang menggunakan dana
mentargetkan 16 taman dan hutan kota baru APBN/APBD, yang telah diatur dalam Per-
sebagai tempat rekreasi murah masyarakat aturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 Tentang
(lihat tabel 2). Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden
Tabel 2. Daftar Hutan di Kota Malang
Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah. Namun karena Peme-
No Hutan Kota
Luas rintah Kota Malang masih belum menyusun
Area(hektar) Peraturan Daerah sebagai penjabaran teknis
1 Hutan Kota Malabar 1,6812 atas peraturan tersebut, maka Pemerintah
2 Hutan Jalan Jakarta 1,1896 Kota Malang masih menggunakan pentunjuk
3 Hutan Jalan Kediri 0,5479 Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012
4 Taman Vellodrome 1,25 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
5 Taman Pandanwangi 0,14 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
6 Perkemahan Hamid Rusdi 1,8 82 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembentukan
7 Hutan Indragiri 0,25 Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Peme-
8 Eks Pasar Madyopuro 0,12 rintah di Lingkungan Pemerintah Provinsi/
9 Sulfat Agung 0,03 Kabupaten/Kota, yang lebih lanjut diatur dalam
10 TPS Sulfat 0,07 Peraturan Walikota Malang Nomor 48 Tahun
11 Lemdikcab Pramuka 0,1 2014 Tentang Pembentukan Organisasi dan
Total 7,1787 Tata Kerja Unit Layanan Pengadaan Barang
dan Jasa.
Sumber: Muhammad Mulyadin dan Pangersa Gusti
Berdasarkan peraturan tersebut, maka
(2015)
secara umum tahapannya dapat dibagi menjadi
Untuk memperlancar realisasi program tiga proses: 1) Pengadaan, 2) Pelaksanaan
tersebut, Pemerintah bekerjasama dengan pihak Kontrak dan Pembayaran, dan 3) Penyerahan
ketiga dalam penyediaan lahan yang memiliki Pekerjaan/Barang. Berikut penjelasan dari tiga
fungsi estetika, fungsi sosial, dan fungsi eko- tahapan tersebut:
nomi. Sebagai contoh adalah pelibatan pihak 1. Pengadaan.
swasta dalam revitalisasi Hutan Kota Malabar. Pada awalnya setiap penyelenggaraan
Dengan kata lainNegara mengundang peran barang/jasa pemerintahan harus dilakukan oleh
para pemodal untuk mengkapitalisasi lahan- Unit Layanan Pengadaan (ULP) atau dalam hal
lahan ekologis yang ada di Kota Malang dengan ini secara teknis dan fungsional melekat pada
H.B. Habibi Subandi, dan Juwita Hayyuning Prastiwi 119
Akibat dari penyerahan proyek Revi- yang dimaksud dengan RTHKP terdiri dari: (1)
talisasi Hutan Kota Malabar kepada pihak taman kota, (2) taman wisata alam, (3) Taman
ketiga ini, Masyarakat Sipil, DPRD, bahkan rekreasi, (4) Taman lingkungan (4) perumahan
mungkin BPK sekalipun akan kesulitan dan permukiman, (5) Taman lingkungan
melacak penyalahgunaan wewenang dalam perkantoran dan gedung komersial, (6) Taman
kasus ini. Terbukti dalam beberapa kali audiensi hutan raya, (7) Hutan kota, (8) Hutan lindung, (9)
dengan DPRD bersama APHKM, Pemerintah Bentang alam seperti gunung, bukit, lereng, dan
Kota Malang selalu memiliki jawaban tertutup, lembah, (10) Cagar alam, (11) Kebun raya, (12)
dengan alasan itu adalah tanggung jawab pihak Kebun binatang, (13) Pemakaman umum, (14)
ketiga sepenuhnya. Tindakan ini dapat disebut Lapangan olah raga, (15) Lapangan upacara,
sebagai apologia in absentia yang nyaris (16) Parkir terbuka, (17) Lahan pertanian
sempurna. perkotaan, (18) Jalur di bawah tegangan tinggi
(SUTT dan SUTET), (19) Sempadan sungai,
Kuasa Modal Atas Tata Ruang pantai, bangunan, situ dan rawa, (20) Jalur
Terdapat kecenderungan bagi para pengaman jalan, median jalan, rel kereta api,
stakeholder kebijakan baik di pusat dan daerah pipa gas dan pedestrian, (21) Kawasan dan jalur
mulai menyadari pentingnya fungsi hutan kota hijau, (22) Daerah penyangga (buffer zone)
bagi kehidupan masyarakat perkotaan. Sejak lapangan udara,(23) taman atap (roof garden).
tahun 2002 Pemerintah mengeluarkan PP No.
Tabel 3. Luas RTH Kota Malang (dalam Hektare
63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota, di dalam
dan Prosentase)
Pasal 1 ayat 2 disebutkan pada bahwa “Hutan
Kota adalah hamparan lahan yang bertumuhan Luas Persentase
No Jenis RTH
pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam (Ha) (%)
wilayah perkotaan baik pada tanah negara 1 Hutan Kota 33,56 0,35%
maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai 2 Taman 183,49 1,82%
hutan kota oleh pejabat yang berwenang.”
3 Lapangan 59,19 0,61%
Lebih lanjut di dalam definisi tersebut
disebutkan bahwa tujuan penyelenggaraan 4 Makam 94,73 0,98%
hutan kota adalah untuk kelestarian, keserasian, Jalur Hijau
5 Jalan(Median 218,64 2,26%
dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang danBoulevard)
meliputi unsur lingkungan, sosial, dan budaya.
6 Sempadan SUTET 25 0,26%
PP tersebut juga menyebutkan empat
fungsi hutan kota. Diantaranya Pertama, untuk 7 Sempadan Sungai 1102,43 11,41%
memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan 8 Sempadan Rel KA 43,11 0,45%
nilai estetika. Kedua, meresapkan air. Ketiga, Total 1758,15 15,92%
menciptakan keseimbangan dan keserasian
lingkungan fisik kota. Keempat, mendukung Sumber: Dewan Kebersihan dan Pertamanan Kota Malang
pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia. Satu hal yang perlu disorot dari
Hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa Permendagri ini adalah asas kemanfaatan dari
PP ini tidak menyebutkan sama sekali fungsi RTH yang salah satunya adalah meningkatkan
ekonomi yang melekat pada Hutan Kota. nilai ekonomi lahan perkotaan. Dalam konteks
Pada perkembangan berikutnya di tahun ini kebijakan Revitalisasi Hutan Kota Malabar
2007, Pemerintah mengeluarkan UU No. 26 terjadi pada tahun 2015 dimana Pemerintah
tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Di dalam Kota Malang melakukan alih fungsi lahan
UU ini disebutkan bahwa RTH adalah “area Hutan Kota Malabar yang seharusnya
memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang dipergunakan sebagai Hutan Kota menjadi
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat Taman Kota sekaligus locus dari reklame-
tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara reklame yang dipasang oleh PT. AIO sebagai
alamiah maupun yang sengaja ditanam.” pemangku dana TJSL yang membangun
Kehadiran UU ini kemudian ditindaklanjuti revitalisasi Hutan Kota Malabar. Ini merupakan
oleh Permendagri No. 1 Tahun 2007 tentang nilai kemanfaatan ekonomi dari sebuah proyek
Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan RTH.
Perkotaan (RTHKP), yang merinci bahwa
122 Jejak Kuasa atas Tata Ruang (Studi kasus Kebijakan Revitalisasi Hutan Kota Malabar)
Kebijakan ini, sebagaimana tertulis di yang dijual oleh perusahaan pemangku TJSL
dalam RPJMD Kota Malang, merupakan tersebut.
kebijakan merevitalisasi Hutan Kota menjadi Sebenarnya ini adalah strategi yang tidak
tempat wisata murah bagi masyarakat. Hutan terlalu baru dalam pengelolaan infrastruktur
Kota yang seharusnya memiliki fungsi publik Pemerintah Kota Malang sendiri sedang
ekologis yang optimum di dalam Kota, justru berupaya mengadopsinya yang berkerjasama
dimanfaatkan sebagai tempat wisata murah dengan pihak swasta, yang kerap disebut sebagai
dengan fungsi sosial ekonomi yang justru Public-Privat Partnership (PPP). PPP sendiri
mengurangi fungsi ekologis dari Hutan Kota adalah dari upaya debottlenecking yang sedang
Malabar tersebut. dilakukan oleh pemerintah Indonesia (melalui
Kita memahami bahwa banyak pem- pemaksaan oleh IMF melalui paket kebijakan
bangunan dalam pengelolaan tata ruang yang penyesuaian struktural) pasca krisis moeneter
tidak kita butuhkan fungsinya dibandingkan 1998 untuk menjadikan pemerintah sebagai
dengan fungsi utamanya yang benar-benar bagian dari sirkuit ekonomi global berbasis
kita butuhkan. Contohnya dalam revitalisasi pasar. Skema ini secara sederhana dalam
Hutan Kota Malabar yang sebenarnya fungsi praktiknya dapat dirangkum sebagai berikut:
ekologisnya lebih kita butuhkan dibandingkan di satu sisi negara memiliki tanah, sumberdaya
fungsi sosial ekonominya. dan sedikit modal dan di sisi lain pihak swasta
memiliki alat produksi dan modal berlebih.
Penguasaan Tata Ruang Melalui Dana Kerjasama antar keduanya dengan meka-
TJSL nisme PPP diharapkan akan menjadi kolaborasi
Penyerahan pengelolaan Hutan Kota investasi yang akseleratif, kompetetif, efektif
Malabar kepada pihak ketiga menimbulkan dan efisien untuk menyediakan layanan publik
beberapa pertanyaan dari berbagai pihak di yang optimal dengan sesedikit modal dan
Kota Malang. Beberapa pihak menilai, apabila menghasilkan keuntungan yang besar. Tidak
penyerahan pengelolaan insfrastruktur publik jauh berbeda sebetulnya dengan pemberian
kepada pihak swasta ini diakibatkan oleh priviledge pemanfaatan ruang negara dalam
kelemahan, kerumitan, serta merebaknya KKN waktu tertentu kepada pihak swasta seperti
dalam birokrasi pemerintah statement ini halnya pada masa Orde Baru letak perbedaanya
seringkali diungkapkan oleh para pendukung hanya dalam sistem pengelolaanya yang lebih
konsep good governance sebuah antitesis transparan dan terbuka (atau dalam bahasa lain:
terhadap konsep kapitalisme kroni yang lebih menjunjung tinggi asas fundamentalisme
berkembang di era sebelumnya. Penyerahan pasar). Skema PPP inipun menawarkan sistem
kepada pihak ketiga akan mempermudah kerjasama yang lebih beragam, di Indonesia
pengelolaan proyek, di mana Pemerintah tidak sendiri menerapkan jenis skema PPP seperti:
perlu banyak bertanggung jawab. BTO (Build Tranfer Operate), BOT (Build
Selain itu, pemangku TJSL juga men- Operate Transfer), ROT (Rehabilitate, Operate,
dapatkan keuntungan yang berlipat ganda dari Transfer), BOO (Build, Own, Operate) dan
masyarakat, karena memperoleh kesempatan O&M (Operation and Management).
meyakinkan masyarakat bahwa perusahaan Lalu apa hubunganya TJSL dengan
pemangku TJSL tersebut merupakan perusahaan PPP? Jika menilik kepada definisi TJSL yang
yang baik. Hal ini memungkinkan masyarakat merujuk pada penjelasan Pasal 2 Peraturan
membeli produk-produk dari perusahaan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 mengenai
pemangku TJSL tersebut selain karena diang- Tanggung Jawab Sosial, yang menyatakan
gap berkontribusi terhadap isu-isu sosial dan bahwa “Ketentuan ini menegaskan bahwa
ekologis tertentu, pemangku TJSL juga bisa pada dasarnya setiap Perseroan sebagai
menyelipkan berbagai iklan dan pembangunan wujud kegiatan manusia dalam bidang usaha,
yang menguntungkan perusahaan untuk jangka secara moral mempunyai komitmen untuk
waktu yang panjang. Semisal perusahaan bertanggung jawab atas terciptanya hubungan
minuman isotonik bisa membangun ruang untuk Perseroan yang serasi dan seimbang dengan
masyarakat berolahraga sekaligus memberikan lingkungan dan masyarakat setempat sesuai
tanda-tanda tertentu agar masyarakat yang dengan nilai, norma dan budaya masyarakat
selesai berolahraga mengkonsumsi barang tersebut”
H.B. Habibi Subandi, dan Juwita Hayyuning Prastiwi 123
Dalam ketentuan ini, perusahaan wajib 15 April 2016 bahwa penerimaan pajak dari
menyalurkan TJSL kepada masyarakat tanpa iklan PT. AIO sebesar 1,6 juta/tahun.Tentu angka
kompensasi apapun, karena TJSL merupakan ini kecil sekali, mengingat logo PT. AIO terdapat
kewaijiban serta hak masyarakat umum tanpa di seluruh penjuru Hutan Kota Malabar.Hal yang
terkecuali. Lalu apakah artinya mekanisme sama juga terjadi di Alun-alun Merdeka Malang
kerjasama antara PT. AIO dan Pemerintah Kota yang menggunakan dana TJSL BRI Peduli
Malang dapat dikategorikan sebagai TJSL? dan Taman Merbabu dariTJSL PT. Beisserdorf
Apabila ditelisik lebih detail, meka-nisme Indonesia. Dalam kasus Alun-alun Merdeka
kerjasama Revitalisasi Hutan Kota Malabar kompensasi atas TJSL BRI adalah BRI diberi
seperti yang telah dijelaskan diatas, sebenarnya keringanan pajak pemanfaatan sebagian areal
bukanlah pemberian dana TJSL oleh perusahaan, Alun-alun untuk aktivitas komersial, yaitu ATM
melainkan bentuk kerjasama PPP dengan Drive Thru. Pajaknya sendiri nilainya sangat
menggunakan skema BTO dengan selubung kecil, yaitu sebesar 25 juta/tahun.
penggunaan dana TJSL. BTO sendiri dalam Dalam mekanisme BTO berselubung
praktiknya adalah sebuah bentuk kerjasama TJSL ini, pihak PT. AIO bukanlah perusahaan
PPP dimana swasta membangun fasilitas sesuai yang dengan ikhlas berderma untuk masyarakat,
dengan perjanjian tertentu dengan pemerintah, melainkan bertendensi untuk meminta beberapa
mengoperasikan selama periode tertentu ber- kompensasi: Pertama, PT. AIO mendapatkan
dasarkan kontrak, dan kemudian mengem- keringanan pajak dari pemerintah belakangan
balikan fasilitas tersebut kepada pemerintah telah kita ketahui bahwa pada bulan April 2016,
setelah proyek pembangunan selesai. Dana PT. AIO akan membuka parbriknya di Kota
yang digunakan dapat sebagian atau sepenuhnya Malang. Bukan tidak mungkin pembukaan
menggunakan dana swasta dengan perhitungan pabrik tersebut tidak disertai dengan priviledge
biaya investasi tertentu. Kompensasi yang tertentu, termasuk keringanan pajak oleh
diberikan kepada swasta oleh pemerintah dapat Pemerintah Kota Malang. Kedua, PT. AIO
melalui bagi hasil pada saat pengoperasian mendapatkan social benefit yang diperoleh dari
fasilitas tersebut dengan kontrak baru. Disini citra perusahaan ramah lingkungan hidup di
pemerintah dapat menentukan, apakah kontrak mata masyarakat Kota Malang. Ketiga, PT. AIO
kerjasama tersebut masih menggunakan pihak mendapatkan keringanan pajak iklan di Hutan
swasta yang sama atau bahkan menjalin Kota Malabar. Keempat, PT. AIO tidak lagi
kontrak baru dengan pihak swasta lain dalam memiliki kewajiban untuk menyalurkan dana
pengoperasian dan pemeliharaan. TJSL-nya kepada masyarakat.
Dalam kasus Revitalisasi Hutan Kota Apabila kita telusuri sejak awal kemun-
Malabar skema BTO ini digunakan dalam culanya, penggunaan mekanisme BTO
rangkaian teknis berikut ini: dengan selubung penerimaan dana TJSL
1. Pihak Pemerintah Kota Malang menyerah- untuk pembiayaan infrastruktur publik pernah
kan Hutan Kota Malabar kepada PT. AIO dilakukan oleh Ridwan Kamil, Walikota
untuk mendesain dan membangun hingga Bandung. Mekanisme itu dilakukan dengan
proyek selesai (Build), dalih APBD Kota Bandung tidak mencukupi
2. Setelah itu diserahkan kepada Pemerintah untuk membiayai infrastruktur publik. Seperti
Kota Malang melalui acara peresmian taman tematik, transportasi publik, fasilitas
(Transfer) kesehatan, sanitasi dan fasilitas untuk warga
3. Selanjutnya untuk pengoperasian, Peme- kota lainnya (Bandung Merdeka Online, 2016).
rintah Kota Malang menggunakan skema Alasan yang dipakai selain karena sebagaian
pembiayaan bersama (biaya dari pihak besar APBD digunakan untuk biaya operasional
swasta didapatkan dari pajak iklan) dengan pemerintahan seperti pembayaran gaji PNS,
kompensasi PT. AIO Otsuka menyematkan Selain itu mekanisme ini menjadi solusi atas
iklan di Hutan Kota Malabar dengan mekanisme konvensional yang dianggapnya
biaya dibawah standar iklan yang berlaku berbelit-belit, sehingga dibutuhkan skema
(Operate). penyediaan infsrastruktur publik yang lebih
efektif dan efisien.
Berdasarkan keterangan dari Ade Herawan Berbeda halnya dengan Kota Malang,
Kepala Dinas Pendapatan Daerah pada tanggal skema penawaran dana BTO yang berselubung
124 Jejak Kuasa atas Tata Ruang (Studi kasus Kebijakan Revitalisasi Hutan Kota Malabar)
TJSL ini dikelola secara transparan melalui keuntungan sebesar-besarnya dengan modal
web dan aplikasi online. Di satu sisi skema sekecil-kecilnya.
ini memberikan daftar-daftar perusahaan Sementara itu di Kota Malang, asal muasal
lengkap dengan jenis usahanya (baik yang mekanisme ini dapat dilacak ketika H.M.
telah menyalurkan dana ataupun belum). Anton memberlakukan tax holiday atau pesta
Sementara di sisi lain terdapat forum bagi diskon keringanan pajak sebesar 50 persen bagi
warga kota untuk memohon dana BTO yang investor yang ingin menanamkan modalnya
sesuai dengan sektor penerimaan berdasarkan di Kota Malang (Perda No. 2 Tahun 2015
kategori jenis usaha perusahaan pemberi dana. Tentang Pajak Daerah). Menurut Anton, APBD
Jika dilihat secara sekilas sistem kolaborasi Kota Malang tidaklah cukup untuk membiayai
unsurquadro helix (akademisi, pemerintah, pembangunan infrastruktur publik dan program
swasta dan masyarakat) yang terangkum dalam kesejahteraan sosial, sehingga menurut asumsi-
web ini, memberikan prosedur yang ringkas, nya, ramainya investor akan berbanding lurus
mudah, cepat, transparan dan memikat. Hal dengan kesejahteraan warga kota. Asumsi ini
ini berbanding terbalik dengan mekanisme secara umum dikenal sebagai logika trickle
permohonan pembiayaan melalui APBD down effect, dimana modal dalam skala raksasa
yang cukup rumit dan birokratis. Dana PPP ditanamkan ke suatu daerah agar tercipta efek
berselubung TJSL sendiri dalam penyalurannya tetes kebawah dengan penyerapan tenaga kerja
bukan dalam bentuk uang, melainkan sudah lokal, tumbuhnya usaha-usaha mikro yang
dalam bentuk barang. disubsidi melalui pinjaman yang didapat dari
Namun di balik daya pikatnya ini, pajak atau kegiatan ekonomi penyokong seperti
pembiayaan melalui mekanisme BTO rumah makan kecil, parkir, toilet dan sebagainya.
menyembunyikan persoalan-persoalan pelik. Terbukti kemudian TJSL PT. AIO adalah menu
Jika dilihat lebih detail, susunan pengurus forum pembuka untuk menu utama karena belakangan
TJSL Kota Bandung masih seputar individu pada bulan April 2016 PT. AIO resmi membuka
dengan latar belakang pengusaha, perusahaan, pabrik di Kawasan Industri Gotong Royong,
akademisi dan birokrat pemerintahan. Kita tidak Kota Malang (Malang Times Online, 2016).
akan menemukan satupun aktor dalam skema Singkatnya, TJSL sesungguhnya adalah suatu
quadro helix ala Ridwan Kamil ini berasal dari dalih populistik bagi Pemerintah Kota Malang
unsurkelompok rakyat. Susunan ini tentu akan kepada warga dalam rangka memperoleh
berdampak pada keberpihakan forum ini, karena legitimasi bagi berlangsungnya privatisasi dan
realisasi dana TJSL, meskipun transparan dan komersialisasi di seluruh sektor infrastruktur
akuntabel namun tidak sepenuhnya partisipatif, layanan publik. Hutan Kota Malabar serta
dengan masyarakat umum diluar forum hanya taman-taman lain dalam konteks ini hanyalah
punya hak untuk memberi masukan. pintu masuk saja, bukan sebagai tujuan utama
Selain itu, fakta pengunaan dana TJSL yaitu penggunaan mekanisme PPP secara total
inipun memiliki beberapa konsekuensi langsung, terhadap semua sektor layanan publik.
pihak swasta pemberi dana TJSL akan meminta Keuntungan lain yang tak kalah penting-
kompensasi seperti penyematan branding pada nya, akibat menggunakan TJSL sebagai sebuah
barang-barang yang telah diberinya. Artinya, upaya memperoleh legitimasi kuasa publik,
pencitraan terselubung adalah konsekuensi melalui penghematan ongkos politik yang
logis dari mekanisme ini. dikerahkan. Pada mekanisme konvensional,
Dampak yang mungkin dari penggunaan ongkos politik yang dikerahkan akan semakin
mekanisme demikian privatisasi segala sektor besar, karena harus minta persetujuan DPRD
penyedia layanan publik kota seperti air terlebih dahulu untuk menganggarkan proyek-
minum, listrik, pangan, sanitasi, jaminan sosial, proyek populis tersebut kedalam RAPBD lalu
kesehatan, perumahan publik, dan setiap infra- mengusulkan kepada ULP dan seterusnya.
struktur dasar lainnya. Meskidisatu sisi aset Tentu lobi-lobi politik dan proses yang
sepenuhnya masih milik Pemerintah Kota, berbelit-belit ini merupakan obstacle (unsur-
tetapi disisi lain orientasi layanan dasar publik unsur penghambat) bagi berlangsungnya
yang sejatinya bertujuan mensejahteraan dan efektifitas dan efisiensi pemerintahan bagi
memakmuran warga kota berubah orientasinya keberlangsungan kuasa investasi modal, oleh
(karena dikelola oleh swasta) menjadi pencarian karena itu sistem BTO berselubung TJSL ini
H.B. Habibi Subandi, dan Juwita Hayyuning Prastiwi 125
digunakan untuk melampaui kuasa trias politica kebijakan revitalisasi Hutan Kota Malabar
dan memberikan kesempatan yang lebih besar menjadi hutan yang berfungsi sebagai taman
kepada pihak eksekutif dalam hal ini H.M. kota pada dasarnya bertolak belakang dengan
Anton. peraturan perundangan yang berlaku. Ketentuan
Kemudian berikutnya, ketika kebijakan Pemerintah yang menyebutkan bahwa Hutan
populis itu telah mampu mempengaruhi opini Kota adalah hamparan lahanbertentangan
publik dan menjadi instrumen legitimasi, maka dengan definisi dari RTH yang diartikan
proses itu akan menuju ke tahap selanjutnya sebagai area memanjang atau mengelompok
masuknya pihak ketiga dalam setiap kebijakan yang penggunaannya lebih bersifat terbuka.
publik dalam seluruh sektor layanan publik Penafsiran ini tentunya dapat dikategorikan
Pemerintahan Kota. Alih-alih lebih demokratis sebagai kebijakan yang bersifat antroposentris.
dan partisipatif, sistem ini adalah sebentuk Kedua, Revitalisasi Hutan Kota Malabar
totalitarianisme baru yang diselubungi oleh yang didanai oleh dana TJSL PT. AIO ini
populisme palsu yang sepenuhnya berpihak tidakmendapatkan legitimasi secara politik.
kepada para investor. Tercatat dalam periode Sesuai amanat UU No 23 Tahun 2014,
‘Abah Anton’ menjabat, telah disahkanya dalam mengoptimalkan pembangunan daerah
beberapa Peraturan Daerah yang pro investor. Pemerintah Kota/Kabupaten haruslah berko-
Selain Dalam Peraturan Daerah No. 2 Tahun ordinasi, berdiskusi, dan menyepakati terlebih
2015 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah dahulu rencana pembangunan dengan DPRD.
Kota Malang No. 16 Tahun 2010 Tentang Pajak Namun pembangunan hutan kota Malabar
Daerah yang memuat tax holiday. Ditambah dengan dana TJSL PT. AIO ini tidaklahmelalui
lagi pada tahun 2016 akan disahkanya mekanisme tersebut, sehingga dapat dikatakan
Peraturan Daerah tentang Penanaman Modal bahwa proses perencanaan revitalisasi hutan
di Kota Malang sebagai prasyarat untuk masuk kota Malabar tidaklah partisipatif.
dalam tahap PPP selanjutnya (Pemkot Malang Ketiga, Absennya aturan mengenai penggunaan
Online, 2014). dana TJSLdi Kota Malang dapat membuat pihak-
Selain itu, mekanisme ini juga mampu pihak tertentu, baik dari unsur pemerintahan
melampaui sederet persyaratan pembangunan maupun perusahaan, berpotensi melakukan
infrastruktur seperti kajian AMDAL (Analisis penyalahgunaan serta penyelewengan dalam
Mengenai Dampak Lingkungan), kajian penyaluran dana TJSL. Pemanfaatan dana
ANDALALIN (Analisis Dampak Lalu TJSL pada dasarnya dapat digunakan untuk
Lintas), dokumen RKL (Rencana Pengelolaan membantu pembangunan daerah, sehingga
Lingkungan) dan RPL (Rencana Pengelolaan melalui TJSL, perusahaan dapat berpartisipasi
Lingkungan) dan AP (Advice Planning) sekali- dalam pembangunan sebagai bentuk kepe-
pun, karena logika akumulasi modal sejatinya dulian sosial kepada masyarakat. Dalam
memandang segala prasyarat ter-sebut adalah konteks kerjasama daerah yang menggunakan
obstacle yang harus dipangkas berlangsungnya dana TJSL tentu pemerintah harus melakukan
mekanisme ini sah dan semakin membuka kalkulasi dengan tepat terkait dengan rencana
kemungkinan dan memperluas krisis sosial- pembangunan tersebut. Karena model perjanjian
ekologis tanpa halangan sedikitpun. yang digunakan adalah bangun-serah (BTO)
Lalu, bukankah pertumbuhan kota mem- sehingga konsekuensi biaya perawatan dan
butuhkan investor? Alih-alih memberikan pembangunan selanjutnya adalah tanggungan
sumbangsih positif, kebijakan yang berpihak dari Pemerintah melalui APBD.
pada investor, baik dengan mekanisme PPP Keempat, kebijakan yang baik pada dasarnya
ataupun peran swasta penuh, pada faktanya ialah kebijakan yang menempatkan rakyat
hanya semakin memperdalam jurang kemis- sebagai subjek kebijakan. Pelibatan rakyat
kinan serta sederet panjang krisis sosial-ekologis mulai dari proses penyusunan, implementasi,
di Kota Malang. serta monitoring kebijakan merupakan
perwujudan dari tata kelola pemerintah
SIMPULAN yang demokratis-deliberatif. Tanpa adanya
peran publik maka pemerintahan demokratis
Berdasarkan analisis di atas, penelitian ini tak ubahnya menjadi tirani mayoritas yang
dapat mengambil beberapa simpulan. Pertama, terselubung.
126 Jejak Kuasa atas Tata Ruang (Studi kasus Kebijakan Revitalisasi Hutan Kota Malabar)