Makalah Yuna Istrahat
Makalah Yuna Istrahat
DISUSUN
KELOMPOK :
Yunarlin : 19031
Maya labari : 19016
Rati bungai : 19024
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat,dan hidayah -Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang teori Kebutuhan dasar manusia
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang...................................................................................... 4
B. Rumusan masalah................................................................................. 5
C. Tujuan penulisan................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan........................................................................................... 22
B. Saran..................................................................................................... 22
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Apabila kebutuhan istirahat dan tidur tersebut cukup maka jumlah energi
yang diharapkan dapat memulihkan status kesehatan dan mempertahankan
kegiatan dalam kehidupan sehari hari terpenuhi. Selain itu orang yang mengalami
kelelahan juga memerlukan istirahat dan tidur lebih dari biasanya Kuantitas waktu
tidur yang diperlukan setiap individu berbedabeda. Seperti factor kehamilan, usia
dan kesehatan umum mempengaruhi kuantitas waktu tidur. Tidak tidur tidak
segera mengancam jiwa tetapi dapat menyebabkan berbagai gangguan jika
dibiarkan berlanjut. Sebagai contoh kekurangan tidur dapat memperparah
beberapa bentuk penyakit jiwa.
Perawat dapat membantu klien untuk memperoleh waktu istirahat dan tidur yang
cukup dengan menyediakan lingkungan yang nyaman, aman dan tenang. Berbagai
terapi seperti menggososk punggung, mandi air hangat, minum susu hangat dan
obat tertentu juga dapat meningkatkan kuantitas tidur
4
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
kekhwatiran atau masalah yang dialami pasien. Pengenalan pasien terhadap apa
yang terjadi adalh keadaan lain yang penting agar dapat beristirahat. Adanya
ketidaktahuan akan menimbulkan kecemasan dengan tingkat yang berbeda beda
dan dapat menimbulkan gangguan pada isrtirahat pasien sehingga perawat harus
membantu memberikan penjelasan kepada pasiennya.
Agar pasien merasa diterima dan mendapatkan kepuasan, maka pasien
harus dilibatkan dalam melaksanakan berbagai aktivitas yang mempunyai tujuan
sehingga pasien merasa dihargai tentang kompetensi yang ada pada dirinya.
Pasien akan merasa aman jika mengetahui bahwa ia akan mendapat bantuan yang
sesuai dengan yang diperlukannya. Pasien yang merasa terisolasi dan kurang
mendapat bantuan tidak akan dapat beristirahat, sehingga perawat harus dapat
mencipatakan suasana agar pasien tidak merasa terisolasi dengan cara melibatkan
keluarga dan teman teman pasien. Keluarga dan teman teman pasien dapat
meningkatkan kebutuhan istirahat pasien dengan cara membantu pasien dalam
tugas sehari hari dan dalam mengambil keputusan yang sukar.
2. Tidur
Tidur merupakan kondisi tidak sadar yakni individu dapat dibangunkan
oleh stimulus atau sensoris yang sesuai ( Guyton, 1986), juga dapat dikatakan
sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang relative, bukan hanya keadaan penuh
ketenangan tanpa kegiatan, tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus yang
berulang dengan ciri adanya aktivitas yang minim, memiliki kesadaran yang
bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis dan terjadi penurunan respon
terhadap rangsangan dari luar
7
bagian atas pons. Selain itu, reticular activating system (RAS) dapat memberikan
ra ngsanga visual, pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat menerima
stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses piker.
Dalam keadaan sadar, neuron dan RAS akan melepaskan katekolamin
seperti norepinefrin. Demikian juga pada saat tidur, kemungkinan disebabkan
adanya pelepasan serum serotonim dari sel khusus yang berada di pons dan batang
otak tengah yaitu bulbar synchronizing regional (BSR), sedangkan bangun
bergantung pada keseimbangan impuls yang diterima dipusat otak dan system
limbik. Dengan demikian system pada batang otak yang mengatur siklus atau
perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR.
8
perlambatan gelombang alfa kejenis teta atau delta yang bervoltase rendah; dan
keempat, tidur nyenyak karena gelombang lambat dengan gelombang delta
bervoltase tinggi dengan kecepatan 1 sampai 2 per detik.
Tahapan tidur jenis gelombang lambat
a) Tahap I
Tahap I merupakan tahap transisi antara bangun dan tidur dengan ciri yaitu rileks,
masih sadar dengan lingkungan, merasa mengantuk, bola mata bergerak dari
samping ke samping, frekuensi nadi dan nafas sedikit menurun, dapat bangun
segera pada tahap ini berlangsung selama lima menit.
b) Tahap II
Tahap II merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun dengan
ciri yaitu mata pada umumnya menetap, denyut jantung dan frekuensi nafas
menurun, temperature tubuh menurun, metabolisme menurun, berlangsung
pendek dan berakhir 10 sampai 15 menit.
d) Tahap IV
Tahap IV merupaka tahap tidur dalam dengan ciri kecepatan jantung dan
pernapasan turun, jarang bergerak dan sulit dibangunkan, gerak bola mata cepat,
sekresi lambung menurun, serta tonus otot menurun.
2. Tidur Paradoks
Tidur jenis ini dapat berlangsung pada tidur malam yang terjadi selama 5
sampai 20 menit , rata rata timbul 90 menit. Periode pertama terjadi pada selama
80 sampai 100 menit. Akan tetapi apabila kondisi orang sangat lelah maka awal
tidur sangat cepat bahkan jenis tidur ini tidak ada. Cara tidur paradox adalah
sebagai berikut :
a. Biasanya disertai dengan mimpi aktif
9
b. Lebih sulit dibangunkan daripada selama tidur nyenyak gelombang lambat
c. Tonus otot selama tidur nyenyak sangat tertekan, menunjukkan inhibisi kuat
proyeksi spinal atas system pengaktivasi retikularis
d. Frekuensi jantung dan pernapasan menjadi titik teratur
e. Pada saat perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur
f. Mata cepat tertutup dan terbuka, nadi cepat dan irregular, tekanan darah meningkat
atau berfluktuasi, sekresi gaster meningkat, dan metabolism meningkat
g. Tidur ini penting untuk keseimbangan mental, emosi, juga berperan dalam belajar,
memori dan adaptasi
10
tahun
12 tahun sampai 18 Masa remaja 8,5 jam/hari
tahun
18 tahun sampai 40 Masa dewasa muda 7 sampai 8 jam/hari
tahun
40 tahun sampai 60 Masa paruh baya 7 jam/hari
tahun
60 tahun ke atas Masa dewasa tua 6 jam/hari
11
usia di Kabupaten Demak, yang menunjukkan bahwa sakit fisik lebih
mempengaruhi terjadinya insomnia
12
hipotalamus yang merupakan pengatur sistem internal tubuh, suhu tubuh, dan
reaksi terhadap stress (Faridah, 2014, p. 79-80).
2. Latihan dan Kelelahan
Keletihan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak
tidur untuk menjaga keseimbangan energy yang telah dikeluarkan. Hal tersebut
terlihat pada seseorang yang telah melakukan aktivitas dan mencapai kelelahan.
Maka, orang tersebuat akan lebuh cepat untuk dapat tidur karema tahap tidur
gelombang lambatnya diperpendek (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah
Musrifatul, 2015, Bab 18)
3. Stress psikologis
Kondisi psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat ketegangan jiwa. Hal
tersebut terlihat ketika seseorang yang memiliki masalah psikologis mengalami
kegelisahan sehingga sulit untuk tidur (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah
Musrifatul, 2015, Bab 18)
4. Obat
Obat dapat juga mempengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat yang dapat
mempengaruhi proses tidur adalah jebis golongan obat diuretik menyebabkan
seseorang insomnia, antidepresan dapat menekan REM, kafein dapat
meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan
beta blokcer dapat berefek pada ti,bulnya insomnia, dan golongan narkotik dapat
menekan REM sehingga mudah mengantuk (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah
Musrifatul, 2015, Bab 18)
Berdasarkan analisis bivariat, dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara obat dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur
pasien post operasi (nilai p = 1,0, pada 0,05). Hal ini tidak sesuai dengan pendapat
Kozier (1991) dan Potter & Perry (1997), bahwa obat-obatan khususnya golongan
hipnotis dan sedative akan mengganggu pola tidur. Obat-obat hipnotik dan
barbiturate akan menurunkan tidur REM secara abnormal. Juga tidak mendukung
pendapat Craven & Hirnle (2000), bahwa kebutuhan tidur dapat terganggu karena
konsumsi obat-obatan yang mempermudah tidur. Selain itu penggunaan alcohol
juga dapat membuat seseorang tidur lebih cepat (Apriyani, 2012, p. 15)
13
5. Nutrisi
Terpenuhinya kebutuhan nutrisis yang cukup dapat mempercepat proses tidur.
Protein yang tinggi dapat mempercepat terjadiny proses tidur karena adanya
triprofan yang merupakan asam amino dari protein yang dicerna. Demikian
sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang dapat juga mempengaruhi proses tidur,
bahkan terkadang juga sulit untuk tidur (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah
Musrifatul, 2015, Bab 18).
6. Lingkungan
Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat mempercepat
terjadinya proses tidur (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015,
Bab 18).
Berdasarkan analisa bivariat ditemukan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara lingkungan dan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien
post operasi (p = 0,03). Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Kozier (1991),
bahwa lingkungan yang bising sangat mengganggu tidur. Tidak adanya rangsang
dari luar akan membuat seseorang tidur dengan nyenyak. Juga mendukung apa
yang dikatakan Craven & Hirnle (2000), bahwa lingkungan baru akan
mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Berkurangnya stimulus lingkungan
seperti suara dan kebisingan akan memudahkan seseorang untuk tidur (Apriyani,
2012, p. 14)
7. Motivasi
Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseoramg untuk tidur
yang dapat mempengaruhi proses tidur. Selain itu, adanya keinginan untuk
menahan tidak tidur dapat menimbulkan gangguan proses tidur (Hidayat, A. Aziz
Alimul dan Uliyah Musrifatul, 2015, Bab 18).
8. gaya hidup
14
Rutinitas seseorang dapat mempengaruhi pola tidur. Contohnya individu
yang sering berganti jam kerja harus mengatur aktivitasnya agar bias tidur pada
tepat waktu (Dr.Saputra, Lyndon, 2013, Bab 10)
15
Penderita insomnia tidak dapat tidur pulas walaupun diberi kesempatan tidur
sebanyakbanyaknya. Pada keadaan normal, dari pemeriksaan kegiatan otak
melalui elektro-ensefalografi (EEG), sepanjang masa tidur terjadi fase-fase yang
silih berganti antara tidur sinkronik dan tidur asinkronik. Pergantian ini kira-kira
setiap dua jam sekali.
Fase tidur sinkronik ditandai dengan tidur nyenyak, dengan tubuh dalam
keadaan tenang. Fase tidur asinkronik ditandai dengan kegelisahan dan reaksi-
reaksi jasmaniah lainnya, seperti gerakan gerakan bola mata yang merupakan fase
mimpi. Orang normal, yang tidurnya diganggu pada fase asinkronik akan merasa
jengkel, tidak puas, dan menjadi murung (schenck, 2003). Penderita insomnia
mengalami gangguan dalam masa peralihan dan kualitas dari fase-fase tidur,
terutama pada fase asinkronik.
Dari penelitian ternyata bahwa saat yang dianggap penderita sebagai
terjaga di malam hari sebenarnya merupakan fasefase mimpi. Sebaliknya,
beberapa masa tidur yang singkat sebenarnya merupakan tidur yang sesungguhnya
Insomnia dikelompokkan dalam tiga tipe. Tipe pertama adalah penderita yang
tidak dapat atau sulit tidur selama 1 sampai 3 jam pertama. Namun, karena
kelelahan akhirnya tertidur juga. Tipe ini biasanya dialami penderita usia muda
yang sedang mengalami kecemasan. Tipe kedua, dapat tidur dengan mudah dan
nyenyak, namun setelah 2 sampai 3 jam tidur terbangun. Kejadian ini bias
berlangsung berulang kali. Tipe ketiga, penderita dapat tidur dengan mudah dan
nyenyak, namun pada pagi buta dia terbangun dan tidak dapat tidur lagi. Ini biasa
dialami orang yang sedang mengalami depresi. Insomnia adalah suatu gangguan
tidur yang dialami oleh penderita dengan gejalagejala selalu merasa letih dan lelah
sepanjang hari dan secara terus menerus (lebih dari sepuluh hari) mengalami
kesulitan untuk tidur atau selalu terbangun di tengah malam dan tidak dapat
kembali tidur. Seringkali penderita terbangun lebih cepat dari yang diinginkannya
dan tidak dapat kembali tidur. Ada tiga jenis gangguan insomnia, yaitu: susah
tidur (sleep onset insomnia), selalu terbangun di tengah malam (sleep
maintenance insomnia), dan selalu bangun jauh lebih cepat dari yang diinginkan
16
(early awakening insomnia). Cukup banyak orang yang mengalami satu dari
ketiga jenis gangguan tidur ini (Liu, 1999).
Masalah tidur ini bisa disebabkan berbagai faktor, di antaranya karena
hormonal, obat-obatan, dan kejiwaan. Bisa juga karena faktor luar misalnya
tekanan batin, suasana kamar tidur yang tidak nyaman, ribut atau perubahan
waktu karena harus kerja malam. Selain itu kopi dan teh yang mengandung zat
perangsang susunan syaraf pusat, tembakau yang mengandung nikotin, obat
pengurus badan yang mengandung amfetamin, adalah contoh bahan yang dapat
menimbulkan kesulitan tidur. Banyak ahli menyatakan, gangguan tidur tidak
langsung berhubungan dengan menurunnya hormon. Namun, kondisi psikologis
dan meningkatnya kecemasan, gelisah, dan emosi yang sering tak terkontrol
akibat menurunnya hormon estrogen, bias menjadi salah satu sebab meningkatnya
risiko gangguan tidur. Morin (Espie, 2002) menyebutkan penyebab insomnia yang
utama adalah adanya permasalahan emosional, kognitif, dan fisiologis. Ketiganya
berperanan terhadap terjadinya disfungsi kognitif, kebiasaan yang tidak sehat, dan
akibat-akibat insomnia (Purwanto, 2008, p 143-146). Dari teori tersebut
didukung oleh jurnal terapi relaksasi untuk mengurangi gangguan insomnia.
Dikatakan bahwa salah satu cara untuk mengatasi insomnia ini adalah
dengan metode relaksasi (woolfolk, 1983). Relaksasi adalah salah satu teknik di
dalam terapi perilaku yang pertama kali dikenalkan oleh Jacobson, seorang
psikolog dari Chicago, yang mengembangkan metode fisiologis melawan
ketegangan dan kecemasan. Teknik ini disebutnya relaksasi progresif yaitu teknik
untuk mengurangi ketegangan. Jacobson berpendapat bahwa Semua bentuk
ketegangan termasuk ketegangan mental didasarkan pada kontraksi otot (Utami,
1993). Jika seseorang dapat
diajarkan untuk merelaksasikan otot mereka, maka mereka benar-benar relaks.
Latihan relaksasi dapat digunakan untuk memasuki kondisi tidur karena
dengan mengendorkan otot secara sengaja akan membentuk suasana tenang dan
santai. Suasana ini diperlukan untuk mencapai kondisi gelombang alpha yaitu
suatu keadaan yang diperlukan seseorang untuk memasuki fase tidur awal.
Sebagai dasar teori relaksasi adalah sebagai berikut. Pada sistem saraf manusia
17
terdapat sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom. Fungsi sistem saraf pusat
adalah mengendalikan gerakan-gerakan yang dikehendaki, misalnya gerakan
tangan, kaki, leher, jari-jari dan sebagainya.
Sistem saraf otonom berfungsi mengendalikan gerakangerakan yang
otomatis, misalnya fungsi digestif, proses kardiovaskuler, gairah seksual dan
sebagainya. Sistem saraf otonom terdiri dari sistem saraf simpatis dan sistem saraf
parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan. Sistem saraf simpatis bekerja
meningkatkan rangsangan atau memacu organ-organ tubuh, memacu
meningkatnya detak jantung dan pernafasan, menurunkan temperatur kulit dan
daya hantar kulit, dan juga akan menghambat proses digestif dan seksual. Sistem
saraf parasimpatetis menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh
sistem saraf simpatis, dan menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan
oleh sistem saraf simpatis. Selama sistem-sistem tersebut befungsi normal
dalam keseimbangan, bertambahnya akfivitas Sistem yang satu akan menghambat
atau manaikan efek sistem yang lain.
Pada waktu individu mengalami ketegangan dan kecemasan yang bekerja
adalah sistem saraf simpatis, sedangkan pada waktu relaksasi yang bekerja adalah
system saraf parasimpatis, dengan demikian relaksasi dapat menekan rasa tegang
dan rasa cemas dengan cara resiprok, sehingga timbul counter conditioning dan
penghilangan (Prawitasari, 1988). Apabila Individu melakukan relaksasi ketika ia
mengalami ketegangan atau kecemasan, maka reaksi-reaksi fisiologis yang
dirasakan individu akan berkurang, sehingga la akan merasa rileks. Apabila
kondisi fisiknya sudah rileks, maka kondisi psikisnya juga tenang (Lichstein,
1993).
Teknik relaksasi sudah dikenal lama dan banyak digunakan dalam
berbagai terapi baik terapi permasalahan fisik maupun psikologis. Ada beberapa
jenis relaksasi yang sudah dikenal antara lain relaksasi progresif, relaksasi
diferensial dan relaksasi via letting go. Pada penelitian ini akan dikembangkan
relaksasi religius dimana relaksasi ini merupakan pengembangan dari respon
relaksasi yang dikembangkan oleh Herbert Benson. relaksasi religius ini
merupakan gabungan antara model relaksasi dengan keyakinan yang dianut.
18
Respon relaksasi yang melibatkan keyakinan yang dianut menurut
Benson (2000) akan mempercepat terjadinya keadaan relaks, dengan kata lain
kombinasi respon relaksasi dengan melibatkan keyakinan akan melipat gandakan
manfaat yang didapat dari respon relaksasi. Sehingga diharapkan dengan semakin
cepat mencapai kondisi relaks maka seseorang akan lebih cepat untuk memasuki
kondisi tidur yang berarti akan dapat mengatasi gangguan insomnia yang dialami
(Purwanto, 2008, p 143-146)
Berdasarkan hasil analisis didapatkan data responden yang memiliki
kebiasaan merokok ringan yang mengalami insomnia sebanyak 24 orang (70,6%),
responden yang memiliki kebiasan merokok sedang-berat yang mengalami
insomnia sebanyak 45 orang (95,7%). Pengaruh kemaknaan dalam penelitian ini
didapatkan nilai p<0,05 yakni p value= 0,005 dengan correlation coefecient =
9,375 yang artinya seorang perokok sedang berat memiliki resiko 9,375 kali lebih
besar untuk mengalami insomnia dibandingkan perokok ringann (Vaora dkk,
2014, p 62)
Kelompok lanjut usia (empat puluh tahun) dijumpai 7% kasus yang mengeluh
mengenai masalah tidur (hanya dapat tidur tidak lebih dari 5 jam sehari). Hal yang
sama dijumpai 22% kelompok usia 75 tahun. Demikian pula, kelompok lanjut
usia lebih banyak mengeluh terbangun lebih awal, selain itu terdapat 30%
kelompok usia 70 tahun yang banyak terbangun di waktu malam hari. Angka ini
ternyata tujuh kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok usia 20 tahun
(Bandiyah, 2009).
Berkenaan dengan hal diatas penanganan pada insomnia sangat diperlukan,
relaksasi merupakan salah satu teknik dalam terapi perilaku yang pertama kali
dikenalkan oleh Edmund Jacobsond, seorang psikolog dari Chicago yang
mengembangkan metode fisiologis melawan ketegangan dan kecemasan. Metode
relaksasi terdiri dari berbagai macam, diantaranya Miltenberger (2004)
mengemukakan ada lima macam relaksasi yaitu : (1) relaksasi otot (progeressive
muscle relaxation), (2) pernafasan diafragma, (3) imagery training/ guide imagery
(imajinasi terbimbing), (4) biofeedback, (5) hypnosis (Davis dalam Ari, 2010).
19
Guide imagery (imajinasi terbimbing) Imagery atau pikiran atau mental
respresentative dengan menggunakan sensori persepsi. Guide imagery adalah
teknik terapeutik yang digunakan untuk relaksasi atau untuk tujuan proses
penyembuhan (Susana & Sri, 2014). Imagery merupakan sebuah bentuk simulasi
yang aktual, dalam imagery berbagai pengalaman itu nyata melalui pancaindra
(melihat, merasakan, dan mendengarkan), tetapi secara keseluruhan pengalaman
itu terjadi di dalam otak (Komarudin, 2013).
Terapi imagery dapat membantu klien untuk mencapai berbagai tujuan masalah
kesehatan, antara lain : menurunkan depresi dan kecemasan, menghilangkan
fobia, mengurangi trauma, mengurangi rokok atau makan, penyembuhan penyakit
fisik dan gejalanya (sakit kepala, tekanan darah, insomnia, nyeri kronis, dsb)
(Susana& Sri, 2014).(Listyarini, Faidah, 2016, p. 17)
2. hypersomnia
hypersomnia merupakan gangguan tidur dengan kriteria tidur berlebihan. Pada
umumnya lebih dari 9 jam pada malam hari, disebabkan oleh kemungkinan
adanya masalah psikologis, depresi, kecemasan, gangguan susunan saraf pusat,
ginjal, hati dan gangguan metabolisme (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah
Musrifatul, 2015, Bab 18).
3. parasomnia
parasomnia merupakan kumpulan beberapa penyakit yang dapat mengganggu
pola tidur, seperti somnambulism (sleepwalking/berjalan-jalan dalam tidur) yang
banyak terjadi pada anak-anak yaitu pada tahap III dan IV dari tidur NREM.
Somnambulism ini dapat menyebabkan cedera.
4. Enuresis
Enuresis merupakan buang air kecil yang tidak disengaja pada waktu tidur atau
biasa juga disebut dengan istilah mengompol. Enuresis dibagi menjadi 2 jenis
yaitu enuresis nokturnal, merupakan mengompol diwaktu tidur, dan enuresis
diural adalah mengompol pada saat bangun tidur. Enuresis nokturnal umumnya
merupakan gangguan pada tidur NREM.
5. Apnea Tidur dan Mendengkur
20
mendengkur pada umumnya tidak termasuk dalam gangguan tidur, tetapi
mendengkur yang disertai dengan keadaaan apnea dapat menjadi masalah.
Mendengkur sendiri disebabkan oleh adanya rintangan dalam pengaliran udara
dihidung dan mulut pada waktu tidur, biasanya disebabkan oleh adanya adenoid,
amandel, atau mengendurnya otot dibelakang mulut. Terjadinya apnea dapat
mengacaukan jalannya pernapasan sehingga dapat mengakibatkan henti napas.
Apabila kondisi ini berlangsung lama, maka dapat menyebabkan kadar oksigen
dalam darah menurun dan denyut nadi menjadi tidak teratur.
6. Narkolepsi
narkolepsi merupakan keadaan tidak dapat mengendalikan diri untuk tidur,
misalnya tertidur dalam keadaan berdiri, mengemudikan kendaraan, atau disaat
sedang membicarakan sesuatu. Hal ini merupakan gangguan neurologis.
7. Mengigau
Mengigau dikategorikan dalam gangguan tidur bila terlalu sering dan diluar
kebiasaan. Dari hasil pengamatan, ditemukan bahwa hampir semua orang pernah
mengigau dan terjadi sebelum tidur REM (Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah
Musrifatul, 2015, Bab 18).
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Saputra, Lyndon. (2013). Catatan Ringkas Kebutuhan Dasar Manusia. Samarinda:
Binarupa Aksara Publisher
Hidayat, A. Aziz Alimul & uliyah, Musrifatul. (2015). Pengantar Kebutuhan Dasar
Manusia (ed.2). Jakarta: Salemba Medika.
Rosdahl, Caroline Bunker & Kowalski, Mary T. (2014). Buku Ajar Keperawatan
Dasar (vol. 1). Jakarta: EGC.
23