Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh :
1. Diena Firlani
2. Nurul Afani
3. Izzatul Magfiroh
Dosen Pengampu :
Evi Herawati, M.Pd.I
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat -Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
Profesi kependidikan. Tugas ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu
karena banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan
terima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu kami baik itu dosen dan semua
pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kami selaku
penulis makalah ini mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan tugas kami selanjutnya. Demikian kami selaku penulis makalah,
mohon maaf bila dalam pembuatan makalah ini ada hal-hal yang kurang berkenan.
Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua pihak.
Penulis
i
DAFTAR ISI
A. KESIMPULAN ........................................................................................ 18
B. SARAN .................................................................................................... 18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
bersifat menonton dan ekspositoris sehingga peserta didik kurang antusias dan
mengakibatkan pelajaran kurang menarik padahal guru IPS wajib berusaha secara
optimum merebut minat peserta didik karena minat merupakan modal utama untuk
keberhasilan pembelajaran IPS. Model pembelajaran IPS yang implementasikan saat
ini masih bersifat konvensional sehingga peserta didik sulit memperoleh pelayanan
secara optimal. Bahkan, banyak yang mementingkan aspek akademis dibandingkan
dengan aspek-aspek non-akademis lainnya, seperti moral, atika, iman, dan taqwa.
Salah satu upaya yang memadai untuk itu adalah dengan melakukan model
pembelajaran. Dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial, menuntut kreativitas guru dalam mengembangkan model pembelajaran yang
mampu melibatkan peserta didik secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian model pembelajaran IPS?
2. Apa saja model-model dalam pembelajaran IPS?
3. Bagaimana cara mengimplemetasikan model-model pembelajaran IPS?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan IPS.
2. Mendeskripsikan model-model pembelajaran IPS.
3. Mengimplementasikan model-model pembelajaran IPS.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Model dapat diartikan sebagai suatu konsep atau objek yang dapat digunakan
untuk mempresentasikan suatu hal. Sesuatu yang nyata dan dikonversi untuk sebuah
bentuk yaang lebih komprehensif.1 Jadi, model merupakan kerangka konseptual yang
digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan.
Menurut Adi dalam bukunya yang berjudul Strategi Pembelajaran, model
pembelajaran ialah suatu kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur dalam
mengorganisasikan pengalaman pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam merencanakan dan
melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Menurut Mulyani dalam bukunya yang berjudul Strategi Pembelajaran, model
mengajar merupakan suatu pola atau rencana yang dipakai guru mengorganisasikan
materi pembelajaran, maupun kegiatan siswa dan dapat dijadikan petunjuk bagaimana
guru mengajar di depan kelas (seperti alur yang diikutinya). Penggunaan model
pembelajaran tertentu akan menghasilkan pencapaian tujuan-tujuan yang telah
diprogramkan maupun yang semula tidak diprogramkan.2 Jadi dari kedua pengertian
tersebut bahwa model pembelajaran atau model mengajar adalah suatu prosedur atau
pedoman yang dipakai oleh guru yang digunakan dalam merencanakan dan
melaksanakan kegiatan pembelajaran yang terdapat di dalamnya materi pembelajaran
yang akan diajarkan di depan kelas.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran IPS, model merupakan suatu upaya untuk
mempengaruhi perilaku peserta didik menuju perubahan yang lebih baik.
Pengembangan berbagai ragam model pembelajaran IPS, dimaksudkan untuk
membantu guru dalam meningkatkan kemampuannya untuk lebih mengenal peserta
didik dan menciptakan lingkungan yang lebih bervariasi bagi kepentingan belajar.
peserta didik.3
1
Trianto, Mendesaian Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta : Kencana,2009), hal. 21.
2
Jamil Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran, (Yogyakarta : Ar-Ruz Media, 2012), hal. 142.
3
Eka Yusnaldi, Potret Baru Pembelajaran IPS, (Medan : Perdana Publishing, 2019), hal. 96.
3
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran IPS adalah suatu cara
atau pedoman bagi seorang guru ataupun perangcang pembelajaran untuk dapat
merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran serta sebagai upaya untuk
mempengaruhi perilaku peserta didiknya menuju perubahan yang lebih baik. Dimana
dengan menggunakan model pembelajaran dapat membantu seorang guru untuk
meningkatkan kemampuannya dalam mengenal peserta didiknya dan menciptakan
lingkungan belajar yang bervariasi bagi peserta didik.
4
Ibid. hal 97-98.
5
Sapriya, Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012),
hal.63.
4
tersebut. Kecakapan siswa dalam memahami materi sangat diperlukan karena hal itu
berpengaruh pada hasil belajar siswa dan penguasaan konsep yang ada di diri siswa.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dengan meningkatkan
penguasaan konsep diharapkan siswa dapat mudah memahami konsep-konsep IPS
yang sekaligus dapat diaplikasikan oleh siswa dalam kehidupan siswa. Hal ini juga
akan membuat mata pelajaran IPS menarik perhatian siswa dikarenakan belajar IPS
tidak hanya berupa hafalan dari buku, tetapi siswa bekerjasama dalam kelompoknya
secara langsung untuk memecahkan persoalan sosial yang sedang dihadapi di
lingkungannya.
6
Winahyu A Wicaksono, Penerapan Model Berpikir Induktif dengan Media Grafis Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar IPS pada Siswa Kelas III Negeri 04 Ngringo, Jurnal kalam Pendidikan
PGSD Kebumen, Volume 4, No. 5.1, hal.194-195.
5
3. Model Investigasi Kelompok (Group Investigation)
Model ini dikembangkan oleh Pressley dan Levin. Memorisasi adalah model
yang digunakan untuk menghafalkan sesuatu informasi. Guru dapat menggunakan
model memorisasi untuk membimbing penyampaian materi yang bertujuan agar para
siswa dapat dengan mudah menangkap dan mengingat informasi baru, karena model
memorisasi ini diarahkan untuk mengembangkan kemampuan siswa menyerap dan
mengintegrasikan informasi sehingga siswa-siswa dapat mengingat informasi yang
telah diterima dan dapat diingat kembali pada saat diperlukan.7
Model memorisasi merupakan model pembelajaran yang menggunakan memori
untuk meningkatkan kemampuan daya ingat. Model memorisasi berhubungan dengan
cara kerja otak. Ada tiga unsur dalam perbuatan otak, yaitu menerima kesan-kesan,
menyimpan dan memproduksikannya. Setiap individu memiliki kemampuan otak
yang berbeda-beda, begitu juga dengan daya ingat, sehingga hasil belajar yang
diperoleh pun berbeda-beda. Oleh karena itu, belajar secara berulang-ulang dapat
membantu penguatan daya ingatnya.
7
Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung : Alfabeta, 2009), hal 159.
6
Untuk model memorisasi dapat dipahami bahwa model pembelajaran ini
diarahkan untuk mengembangkan kemampuan siswa untuk menyerap dan
mengintegrasikan informasi sehingga siswa-siswa dapat mengingat informasi yang
telah mereka terima dan dapat mengulang kembali pada saat yang diperlukan.
Model pembelajaran bermain peran (role playing) merupakan salah satu model
pembelajaran sosial, yaitu suatu model pembelajaran dengan menugaskan siswa untuk
memerankan suatu tokoh yang ada dalam materi atau peristiwa yang diungkapkan
dalam bentuk cerita sederhana. Model pembelajaran bermain peran (role playing)
dipelopori oleh George Shaftel dengan asumsi bahwa bermain peran dapat mendorong
siswa dalam mengekspresikan perasaan serta mengarahkan pada kesadaran melalui
keterlibatan spontan yang disertai analisis pada situasi permasalahan kehidupan nyata.
Menurut Djamarah model role playing (bermain peran) dapat dikatakan sama
dengan sosiodrama, yang pada dasarnya mendramatisasikan tingkah laku dalam
hubungannya dengan masalah sosial. Bermain peran pada prinsipnya merupakan
pembelajaran untuk menghadirkan peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam
suatu pertunjukan peran di dalam kelas, yang kemudian dijadikan sebagai bahan
refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap pembelajaran yang telah
dilaksanakan dan kemudian memberikan saran/ alternatif pendapat bagi
pengembangan peran-peran tersebut. Beberapa kelebihan penerapan model
pembelajaran bermain peran (role playing) menurut Djamarah, yaitu:
a. Siswa melatih dirinya untuk melatih, memahami, dan mengingat isi bahan
yang akan didramakan.
b. Siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif.
c. Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan
muncul tumbuh seni drama dari sekolah.
d. Kerja sama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-
baiknya.
7
e. Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab
dengan sesamanya.8
8
Arleni Tarigan, Penerapan Model Pembelajaran Role Playing untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS
Siswa kelas III SD Negeri 013 Lubuk Kembang Sari Kecamatan UKUI. Jurnal Primary Program Studi
PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau. Volume 5 No.3, 2016, hal. 103-104.
9
Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran, (Jakarta: Pustaka Setia,2007), hal 31.
8
terhadap permasalahan-permasalahan sosial, sehingga bisa mengambil sikap terhadap
permasalahan yang dihadapi, serta mempertahankan sikap tersebut dengan
argumentasi yang relevan dan valid.
Model pembelajaran telaah yurisprudensi juga bermanfaat untuk melatih siswa
agar dapat menerima dan menghargai sikap terhadap orang lain walaupun
bertentangan dengan dirinya dan mengakui kebenaran sikap yang diambil orang lain
terhadap suatu isu sosial tertentu.
Dapat disimpulkan Pada model pembelajaran telaah yurisprudensi ini peserta
didik diminta untuk mengungkapkan suatu masalah berdasarkan argumennya setelah
diperoleh informasi dimana setelah menungkapkan argumennya peserta didik
menyimak dan mendengarkan pendapat orang lain dan dapat menghargai pendapat
yang telah disampaikan peserta didik yang lainnya.
10
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenada
Media Group, 2006), hal. 210.
9
C. Implikasi Model Pembelajaran IPS
1. Model Pencapaian Konsep
10
Tahap Kedua, siswa menguji perolehan konsep mereka. Pertama dengan cara
mengidentifikasi contoh tambahan lain yang mengacuh pada konsep tersebut, atau
kedua dengan memunculkan contoh mereka sendiri setelah itu, guru mengkonfirmasi
kebenaran dari dugaan siswanya terhadap konsep tersebut dan meminta mereka untuk
merevisi konsep yang masih kurang tepat.
Tahap Ketiga, mengajak siswa untuk menganalisis atau mendiskusikan strategi
sampai mereka dapat memperoleh konsep tersebut. Dalam keadaan sebenarnya, pasti
penelusuran konsep yang mereka lakukan berbeda-beda. Ada yang mulai dari umum,
dan ada yang mulai dari khusus, dan lain-ain. Akan tetapi, perbedaan strategi diantara
siswa ini menjadi pelajaran bagi yang lainnya untuk memilih strategi mana yang
paling tepat dalam memahami konsep tertentu. Model pembelajaran ini sangat
digunakan untuk pembelajaran yang menekankan pada atau untuk mengajar cara
berfikir induktif kepada siswa.11 Model ini juga relavan diterapkan untuk semua umur
dan semua tingkat kelas. Bagi anak-anak, konsep dan contohnya harus lebih
sederhana dibandingkan untuk anak tingkatan kelas yang lebih tinggi.Terakhir model
ini juga dapat menjadi alat evaluasi yang efektif bagi guru untuk mengukur apakah
ide atau konsep penting yang baru saja diajarkan telah dikuasai oleh siswa atau tidak.
Jadi melalui model mengajar ini guru bertindak sebagai pengendali/pengarah
belajar, dengan menampilkan data dengan memberi tanda apakah itu merupakan
bagian atau tidak merupakan bagian contoh dari sebuah konsep. Pelaksanaannya
dilakukan dalam suasana kerjasama yang disesuaikan dengan perkembangan
intelektual anak.
11
Hamzah b. Uno, Model Pembelajaran (Menciptakan Proses Belajar Mengajar Yang Kreatif Dan
Efektif), (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), hal.11.
11
c. Aplikasi prinsip, yang meliputi: 1) Memprediksi konsekuensi, menjelaskan
fenomena asing dan menghipotesis, 2) Menjelaskan dan atau mendukung
predikasi dan hipotesis, dan 3) Menguji kebenaran (verifikasi) predikasi.12
Tahap pertama, pada tahap ini guru memberikan kepada siswa topik-topik
yang akan di bahas oleh peserta didik secara bersama-sama atau kelompok. Disini
12
Winahyu A Wicaksono, Penerapan Model Berpikir Induktif dengan Media Grafis Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar IPS pada Siswa Kelas III Negeri 04 Ngringo, Jurnal kalam Pendidikan
PGSD Kebumen, Volume 4, No. 5.1, hal. 194-195.
13
Wasmana, Metode Pembelajaran Investigasi Kelompok (PIK) untuk meningkatkan kecakapan sosial
siswa sekolah dasar, Skripsi, (Universitas Pendidikan Indonesia,2016), hal 2.
12
topik yang diberikan harus relevan dengan tingkat pemahaman siswa, atau sesuai
dengan jenjang pendidikan siswa. Topik yang diberikan akan membuat siswa
berpikir kritis terhadap permasalahan yang akan dibahas bersama kelompoknya.
Tahap kedua, setelah guru memberikan topik yang akan dibahas kepada siswa,
kemudian guru mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok. Dimana dalam
hal ini siswa dibentuk sama rata sesuai dengan tingkat kemampuannya.
Tahap ketiga yaitu tahap pemberian tugas. Topik yang diberikan sebelumnya
kemudian diberi sebuah penugasan yang nantinya akan diselesaikan peserta didik di
dalam kelompoknya.
Tahap kelima, setelah berdiskusi dan menemukan hasil nya, kemudian peserta
didik mencantumkan atau menyajikan hasilnya kedalam sebuah tulisan, berupa
laporan hasil pembahasan dan pengamatan siswa terhadap topik tersebut.
Tahap keenam, yaitu tahap pelaporan hasil investigasi. Pada tahap ini peserta
didik mengemukakan dan memaparkan secara lisan tentang hasil investigasi
kelompoknya di dalam kelas. Kelompok lain disini memberikan tanggapan terhadap
hasil dari kelompok lainnya.
Tahap ketujuh, pada tahap ini guru memberikan penguatan terhadap hasil
laporan investigasi peserta didik. Peserta didik mengevaluasi hasil laporannnya.
13
kunci, peta konsep dan menggunakan gambar. Guru bisa memilih tekhnik
mana yang cocok digunakan untuk materi yang akan diajarkan. Dengan
menggunakan tekhnik tersebut, siswa akan lebih tertarik untuk belajar,
karena tekhnik-tekhnik tersebut dapat meningkatkan daya ingat siswa dalam
proses belajar.
d. Memberi penguatan dari materi yang telah disampaikan.14
Pada langkah ini, guru menyampaikan inti dari materi yang telah dipelajari
dengan jelas, sehingga penguatan yang diberikan oleh guru bisa dimengerti
oleh siswa dan bisa diingat kembali pada saat diperlukan.
14
Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung : Alfabeta, 2009), hal 159.
15
Arleni Tarigan, Penerapan Model Pembelajaran Role Playing untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS
Siswa kelas III SD Negeri 013 Lubuk Kembang Sari Kecamatan UKUI. Jurnal Primary Program Studi
PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau. Volume 5 No.3, 2016, hal. 104-105.
14
d. Menyiapkan pengamat (observer). Guru menunjuk siswa sebagai pengamat,
namun demikian penting untuk dicatat bahwa pengamat di sini harus juga terlibat
aktif dalam permainan peran.
e. Memainkan peran. Permainan peran dilaksanakan secara spontan. Pada awalnya
akan banyak siswa yang masih bingung memainkan perannya atau bahkan tidak
sesuai dengan peran yang seharusnya ia lakukan. Bahkan mungkin ada yang
memainkan peran yang bukan perannya. Jika permainan peran sudah terlalu jauh
keluar jalur, guru dapat menghentikannya untuk segera masuk ke langkah
berikutnya.
f. Diskusi dan evaluasi. Guru bersama dengan siswa mendiskusikan permainan
tadi dan melakukan evaluasi terhadap peran-peran yang dilakukan. Usulan
perbaikan akan muncul, mungkin ada siswa yang meminta untuk berganti peran
atau bahkan alur ceritanya akan sedikit berubah.
g. Bermain peran ulang. Permainan peran ulang seharusnya berjalan lebih baik,
siswa dapat memainkan perannya lebih sesuai dengan skenario.
h. Diskusi dan evaluasi kedua. Pembahasan diskusi dan evaluasi kedua diarahkan
pada realitas. Pada saat permainan peran dilakukan banyak peran yang
melampaui batas kenyataan, sebagai contoh seorang siswa memainkan peran
sebagai pembeli, ia membeli barang dengan harga yang tidak realistis. Hal ini
dapat menjadi bahan diskusi.
i. Berbagi pengalaman dan kesimpulan. Siswa diajak untuk berbagi pengalaman
tentang tema permainan peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan
membuat kesimpulan. Misalnya siswa akan berbagi pengalaman tentang
bagaimana ia dimarahi habis-habisan oleh ayahnya. Kemudian guru membahas
bagaimana sebaiknya siswa menghadapi situasi tersebut. Seandainya jadi Ayah
dari siswa tersebut, sikap seperti apa yang sebaiknya dilakukan. Dengan cara ini,
siswa akan belajar tentang kehidupan.
Meskipun perwujudan sikap siswa melalui dialog konfrontatif adalah jantung dari
model penyelidikan yurisprudensi, namun beberapa kegiatan lainnya sangat penting,
seperti membantu siswa merumuskan sikap (posisi) mereka, hal ini juga dapat
membantu merevisi posisi mereka setelah mereka berargumentasi.
15
Tahap pertama, guru memperkenalkan kepada siswa materi-materi kasus
dengan cara membaca cerita, menonton film yang menggambarkan konflik nilai, atau
mendiskusikan kejadian-kejadian hangat dalam kehidupan sekitar, kehidupan sekolah
atau sesuatu kemunitas masyarakat. Langkah kedua yang termasuk ke dalam tahap
orientasi adalah mengkaji ulang fakta-fakta dengan menggambarkan peristiwa dalam
kasus, menganalisis siapa yang melakukan apa, dan mengapa terjadi seperti demikian.
Tahap kedua, siswa mensistesis fakta, mengaikannya dengan isu-isu umum dan
mengidentifikasi nilai-nilai yang terlibat dalam kasus tersebut (misalnya, isu tersebut
berkaitan dengan kebebasan mengemukakan pendapat, otonomi daerah, persamaan
hak, dan lain-lain). Dalam tahap satu dan dua ini siswa belum diminta untuk
mengekpresikan pendapat atau sikapnya terhadap kasus tersebut.
Tahap ketiga, siswa diminta untuk mengambil posisi (sikap atau pendapat)
terhadap isu tersebut dan menyatakan sikapnya. Misalnya dalam kasus bayaran uang
sekolah, siswa mennyatakan sikapnya bahwa seharusnya pemerintah tidak
menentukan besarnya biaya sekolah yang harus diberlakukan untuk setiap sekolah
karena hal itu melanggar hak otonomi sekolah.
Tahap keempat, sikap (posisi atau pendapat) siswa digali lebih dalam. Guru
sekarang memainkan peran ala sokrates. Memperdebatkan pendapat yang diajukan
siswa dengan pendapat-pendapat konprontatif. Dalam hal ini siswa diuji konsistensi
dalam mempertahankan sikap atau pendapat yang telah diambilnya. Disini siswa
dituntut untuk mengajukan argumentasi logis dan rasional yang dapat mendukung
pernyataan (posisi) yang telah dibuatbya.
Tahap kelima, tahap penentuan ulang akan posisi (sikap) yang telah diambil
siswa. Dalam tahap ini sikap (posisi) yang telah diambil siswa mungkin konsisten
(tetap bertahan) atau berubah (tidak konsisten), tergantung dari hasil atau argumentasi
yang terjadi pada tahap keempat. Jika argumen siswa kuat, mungkin konsisten. Jika
tidak, mungkin siswa mengubah sikapnya (posisinya).
Tahap keenam, pengujian asumsi faktual yang mendasari sikap yang diambil
siswa. Dalam tahap ini guru mendiskusikan apakah argumentasi yang digunakan
untuk mendukung pernyataan sikap tersebut relevan dan syah (valid).16
Jadi model pembelajaran yurisprudensi ini menekankan pada argumentasi yang
dikemukakan oleh siswa terhadap pandangannya akan penomena yang sedang terjadi
16
Hamzah b. Uno, Op.Cit, hal. 31-32.
16
dimasyarakat dengan mendahulukan pemikiran dan akal atau rasionalitas yang benar,
sesuai dengan disiplin ilmu atau hukum-hukum yang berlaku. Dengan demikian
model pembelajaran ini sangat baik sekali melatih pemikiran dan keberanian siswa
dalam mengungkapkan pendapatnya untuk meyakini lawan bicaranya. Dalam
pemebelajar agama Islam guru bisa mencetak seorang dari yang baik.
17
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenada
Media Group, 2006), hal. 211.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Sebagai calon tenaga pendidik terutama bagi guru pemula maka akan dibuat
bingung mengenai strategi dan model pembelajaran efektif untuk dipakai peserta
didik. Maka dari itu tugas seorang guru harus mempunyai keterampilan dalam
memilih model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik. sehingga proses belajar
mengajar akan lebih menarik dan siswa belajar akan lebih antusias, tidak merasa
bosan dan mampu mengubah persepsi siswa terhadap mata pelajaran IPS akan lebih
positif dan akan lebih menyenangkan karena minat merupakan modal utama untuk
keberhasilan pembelajaran IPS.
18
DAFTAR PUSTAKA
19