Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK IPS SD/MI


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah

Disusun oleh :
1. Diena Firlani
2. Nurul Afani
3. Izzatul Magfiroh

Dosen Pengampu :
Evi Herawati, M.Pd.I

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


STAI AL-HIKMAH GLOBAL CENDEKIA
DEPOK
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat -Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
Profesi kependidikan. Tugas ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu
karena banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan
terima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu kami baik itu dosen dan semua
pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kami selaku
penulis makalah ini mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan tugas kami selanjutnya. Demikian kami selaku penulis makalah,
mohon maaf bila dalam pembuatan makalah ini ada hal-hal yang kurang berkenan.
Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua pihak.

Depok, 2 Januari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i

DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2

C. Tujuan Masalah ........................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 3

A. Pengertian Model Pembelajaran IPS....................................................... 3

B. Unsur-Unsur Model Pembelajaran IPS ................................................... 4

C. Implikasi Model Pembelajaran IPS......................................................... 10

BAB III PENUTUP ................................................................................................... 18

A. KESIMPULAN ........................................................................................ 18

B. SARAN .................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan IPS sudah lama dikembangkan dan dilaksanakan dalam kurikulum-


kurikulum di Indonesia. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah salah
satu mata pelajaran yang berusaha membekali wawasan dan keterampilan peserta
didik sekolah untuk mampu beradaptasi dan bermasyarakat serta menyesuaikan
dengan perkembangan dalam era globalisasi. Melalui mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial, peserta didik diarahkan, dibimbing, dan dibantu untuk menjadi
warga Negara Indonesia yang baik dan warga dunia yang efektif. Mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial di sekolah bertujuan sebagai berikut:
1. Mengajabarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah dan
kewarganegaraan melalui pendekatan pedagogis dan psikologis.
2. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri, memecahkan
masalah, dan keterampilan sosial.
3. Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
4. Meningkatkan kemampuan bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat
yang majemuk, baik secara nasional maupun global.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu dikembangkan model pembelajaran


yang kondusif dan menggairahkan peserta didik agar bersemangat dalam mengikuti
proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah. Salah satu kemampuan
dasar yang harus dikuasai guru adalah keterampilan mengembangkan model
pembelajaran, yaitu keterampilan yang berhubungan dengan upaya untuk
mengembangkan model pembelajaran di kelas yang dapat memotivasi dan
menggairahkan belajar peserta didik.
Dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang standar isi; (2) pengetahuan
pedagogic (pedagogical knowlegde) yang bisa dilihat dalam Permendiknas Nomor 16
tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru; dan (3)
Keterampilan mengajar (teaching skills).
Dalam pelaksanaan pembelajaran IPS sangat menjemukan karena penyajiannya

1
bersifat menonton dan ekspositoris sehingga peserta didik kurang antusias dan
mengakibatkan pelajaran kurang menarik padahal guru IPS wajib berusaha secara
optimum merebut minat peserta didik karena minat merupakan modal utama untuk
keberhasilan pembelajaran IPS. Model pembelajaran IPS yang implementasikan saat
ini masih bersifat konvensional sehingga peserta didik sulit memperoleh pelayanan
secara optimal. Bahkan, banyak yang mementingkan aspek akademis dibandingkan
dengan aspek-aspek non-akademis lainnya, seperti moral, atika, iman, dan taqwa.
Salah satu upaya yang memadai untuk itu adalah dengan melakukan model
pembelajaran. Dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial, menuntut kreativitas guru dalam mengembangkan model pembelajaran yang
mampu melibatkan peserta didik secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian model pembelajaran IPS?
2. Apa saja model-model dalam pembelajaran IPS?
3. Bagaimana cara mengimplemetasikan model-model pembelajaran IPS?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan IPS.
2. Mendeskripsikan model-model pembelajaran IPS.
3. Mengimplementasikan model-model pembelajaran IPS.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Model Pembelajaran IPS

Model dapat diartikan sebagai suatu konsep atau objek yang dapat digunakan
untuk mempresentasikan suatu hal. Sesuatu yang nyata dan dikonversi untuk sebuah
bentuk yaang lebih komprehensif.1 Jadi, model merupakan kerangka konseptual yang
digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan.
Menurut Adi dalam bukunya yang berjudul Strategi Pembelajaran, model
pembelajaran ialah suatu kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur dalam
mengorganisasikan pengalaman pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam merencanakan dan
melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Menurut Mulyani dalam bukunya yang berjudul Strategi Pembelajaran, model
mengajar merupakan suatu pola atau rencana yang dipakai guru mengorganisasikan
materi pembelajaran, maupun kegiatan siswa dan dapat dijadikan petunjuk bagaimana
guru mengajar di depan kelas (seperti alur yang diikutinya). Penggunaan model
pembelajaran tertentu akan menghasilkan pencapaian tujuan-tujuan yang telah
diprogramkan maupun yang semula tidak diprogramkan.2 Jadi dari kedua pengertian
tersebut bahwa model pembelajaran atau model mengajar adalah suatu prosedur atau
pedoman yang dipakai oleh guru yang digunakan dalam merencanakan dan
melaksanakan kegiatan pembelajaran yang terdapat di dalamnya materi pembelajaran
yang akan diajarkan di depan kelas.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran IPS, model merupakan suatu upaya untuk
mempengaruhi perilaku peserta didik menuju perubahan yang lebih baik.
Pengembangan berbagai ragam model pembelajaran IPS, dimaksudkan untuk
membantu guru dalam meningkatkan kemampuannya untuk lebih mengenal peserta
didik dan menciptakan lingkungan yang lebih bervariasi bagi kepentingan belajar.
peserta didik.3

1
Trianto, Mendesaian Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta : Kencana,2009), hal. 21.
2
Jamil Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran, (Yogyakarta : Ar-Ruz Media, 2012), hal. 142.
3
Eka Yusnaldi, Potret Baru Pembelajaran IPS, (Medan : Perdana Publishing, 2019), hal. 96.

3
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran IPS adalah suatu cara
atau pedoman bagi seorang guru ataupun perangcang pembelajaran untuk dapat
merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran serta sebagai upaya untuk
mempengaruhi perilaku peserta didiknya menuju perubahan yang lebih baik. Dimana
dengan menggunakan model pembelajaran dapat membantu seorang guru untuk
meningkatkan kemampuannya dalam mengenal peserta didiknya dan menciptakan
lingkungan belajar yang bervariasi bagi peserta didik.

B. Unsur-unsur Model Pembelajaran IPS

Model pembelajaran IPS memiliki karakeristik tersendiri yaitu menekankan


hubungan individu dengan orang lain atau dengan masyarakat, sehingga model
pembelajaran dalam kategori ini lebih terfokus pada peningkatan kemampuan
individu dalam berhubungan dengan orang lain, terlibatdalam proses
demokrasi,ataupun mampu bekerjasama secara produktif. Model-model pembelajaran
IPS yaitu sebagai berikut:
1. Model Pencapaian Konsep

Model pencapaian konsep ini dikembangkan oleh Jerome S.Bruner, Jacqueline


Goodrow dan George Agustin berdasarka hasil studinya mengenai berpikir manusia.
Model ini sengaja dirancang untuk memantu peserta didik dalam mempelajari konsep-
konsep yang dapat dipakai untuk mengorganisasikan nya sehingga dapat memberikan
kemudahan bagi peserta didik dalam mempelajari konsep tersebut secara efisien.4
Berkenaan dengan pengertian konsep, menurut Sapriya konsep merupakan pokok
pengertian yang bersifat abstrak yang menghubungkan orang dengan kelompok
benda, peristiwa, atau pemikiran.5 Lahirnya konsep karena adanya kesadaran atas
atribut kelas yang ditunjukkan oleh simbol.
Dari pendapat tersebut, maka materi yang ada dalam sebuah pembelajaran
tentunya materi yang bersifat fakta,konsep, serta generalisasi. Dimana dalam
pengajaran materi konsep, tentunya guru harus memperhatikan aspek-aspek yang
berkenaan dengan pengajaran materi konsep, seperti bagaimana penyampaian konsep

4
Ibid. hal 97-98.
5
Sapriya, Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012),
hal.63.

4
tersebut. Kecakapan siswa dalam memahami materi sangat diperlukan karena hal itu
berpengaruh pada hasil belajar siswa dan penguasaan konsep yang ada di diri siswa.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dengan meningkatkan
penguasaan konsep diharapkan siswa dapat mudah memahami konsep-konsep IPS
yang sekaligus dapat diaplikasikan oleh siswa dalam kehidupan siswa. Hal ini juga
akan membuat mata pelajaran IPS menarik perhatian siswa dikarenakan belajar IPS
tidak hanya berupa hafalan dari buku, tetapi siswa bekerjasama dalam kelompoknya
secara langsung untuk memecahkan persoalan sosial yang sedang dihadapi di
lingkungannya.

2. Model berpikir Induktif (Induktive Thinking)

Model berpikir induktif merupakan model pembelajaran yang bertujuan untuk


mendorong peserta didik dalam menemukan dan mengorganisasikan informasi
sehingga peserta didik dapat aktif dan memperoleh pengalaman belajar yang
bermakna sehingga hasil belajar yang di peroleh peserta didik akan meningkat dan
bertahan lama. Sedangkan peran guru dalam model pembelajaran berpikir induktif
adalah mengawasi proses siswa dalam mencari informasi/ konsep, membimbing siswa
melalui pertanyaa-pertanyaan yang relevan dan membuat perangkat pembelajaran
yang memungkinkan siswa melakukan tugas kognitif dan psikomotorik dalam
pembelajaran dengan tepat.6
Maka dapat disimpulkan bahwa model berpikir induktif ini mendorong peserta
didiknya dalam menemukan serta mengorganisasikan informasi yang ada serta
menjadikan peserta didik untuk mampu menjajaki berbagai cara yang mampu
menjadikan peserta didik menjadi terampil dalam menyikapi dan mengorganisasikan
informasi.
Jadi model berpikir induktif ditujukan untuk membangun mental kognitif
karenanya sangat sesuai untuk mengembangkan kemampuan berfikir, dan strategi ini
sangat membutuhkan banyak informasi yang harus digali oleh siswa. Dan kelebihan
dari model ini walaupun sangat sesuai dengan pelajaran IPS tetapi juga dapat
digunakan diberbagai mata pelajaran lain.

6
Winahyu A Wicaksono, Penerapan Model Berpikir Induktif dengan Media Grafis Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar IPS pada Siswa Kelas III Negeri 04 Ngringo, Jurnal kalam Pendidikan
PGSD Kebumen, Volume 4, No. 5.1, hal.194-195.

5
3. Model Investigasi Kelompok (Group Investigation)

Metode Pembelajaran Investigasi Kelompok (PIK) untuk meningkatkan


kecakapan sosial berlandaskan teori sosiokultural Vygotsky tentang pembelajaran
sosial, Zone of Proximal Development (ZPD) dan Scaffollding. Teori ini memandang
bahwa setiap individu dapat mencapai kemampuan potensialnya setelah mendapat
bantuan dengan individu lain melalui proses pembelajaran yang interaktif dalam
konteks sosial.
Jadi dapat disimpulkan model investigasi kelompok adalah strategi belajar
kooperatif yang dipandang sebagai model yang paling kompleks dan paling sulit
untuk dilaksanakan dalam pembelajaran karena model ini melibatkan siswa sejak
perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya
melalui investigasi serta menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk
mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-
bahan yang tersedia misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui
internet. Model ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam
berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok.

4. Model Memorisasi (Memorization)

Model ini dikembangkan oleh Pressley dan Levin. Memorisasi adalah model
yang digunakan untuk menghafalkan sesuatu informasi. Guru dapat menggunakan
model memorisasi untuk membimbing penyampaian materi yang bertujuan agar para
siswa dapat dengan mudah menangkap dan mengingat informasi baru, karena model
memorisasi ini diarahkan untuk mengembangkan kemampuan siswa menyerap dan
mengintegrasikan informasi sehingga siswa-siswa dapat mengingat informasi yang
telah diterima dan dapat diingat kembali pada saat diperlukan.7
Model memorisasi merupakan model pembelajaran yang menggunakan memori
untuk meningkatkan kemampuan daya ingat. Model memorisasi berhubungan dengan
cara kerja otak. Ada tiga unsur dalam perbuatan otak, yaitu menerima kesan-kesan,
menyimpan dan memproduksikannya. Setiap individu memiliki kemampuan otak
yang berbeda-beda, begitu juga dengan daya ingat, sehingga hasil belajar yang
diperoleh pun berbeda-beda. Oleh karena itu, belajar secara berulang-ulang dapat
membantu penguatan daya ingatnya.
7
Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung : Alfabeta, 2009), hal 159.

6
Untuk model memorisasi dapat dipahami bahwa model pembelajaran ini
diarahkan untuk mengembangkan kemampuan siswa untuk menyerap dan
mengintegrasikan informasi sehingga siswa-siswa dapat mengingat informasi yang
telah mereka terima dan dapat mengulang kembali pada saat yang diperlukan.

5. Model Bermain Peran (Role Playing)

Model pembelajaran bermain peran (role playing) merupakan salah satu model
pembelajaran sosial, yaitu suatu model pembelajaran dengan menugaskan siswa untuk
memerankan suatu tokoh yang ada dalam materi atau peristiwa yang diungkapkan
dalam bentuk cerita sederhana. Model pembelajaran bermain peran (role playing)
dipelopori oleh George Shaftel dengan asumsi bahwa bermain peran dapat mendorong
siswa dalam mengekspresikan perasaan serta mengarahkan pada kesadaran melalui
keterlibatan spontan yang disertai analisis pada situasi permasalahan kehidupan nyata.
Menurut Djamarah model role playing (bermain peran) dapat dikatakan sama
dengan sosiodrama, yang pada dasarnya mendramatisasikan tingkah laku dalam
hubungannya dengan masalah sosial. Bermain peran pada prinsipnya merupakan
pembelajaran untuk menghadirkan peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam
suatu pertunjukan peran di dalam kelas, yang kemudian dijadikan sebagai bahan
refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap pembelajaran yang telah
dilaksanakan dan kemudian memberikan saran/ alternatif pendapat bagi
pengembangan peran-peran tersebut. Beberapa kelebihan penerapan model
pembelajaran bermain peran (role playing) menurut Djamarah, yaitu:
a. Siswa melatih dirinya untuk melatih, memahami, dan mengingat isi bahan
yang akan didramakan.
b. Siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif.
c. Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan
muncul tumbuh seni drama dari sekolah.
d. Kerja sama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-
baiknya.

7
e. Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab
dengan sesamanya.8

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa model


role playing adalah suatu model pembelajaran dengan menugaskan siswa untuk
memerankan suatu tokoh yang ada dalam materi atau peristiwa yang diungkapkan
dalam bentuk cerita sederhana yang telah dirancang oleh guru.

6. Model Penelaahan Yurisprudensi

Menurut Hamzah B. Uno mengemukakan bahwa “Model pembelajaran telaah


yurisprudensi dapat melatih peserta didik untuk peka terhadap permasalahan sosial,
mengambil posisi (sikap) terhadap permasalahan tersebut, serta mempertahankan
sikap tersebut dengan argumentasi yang relevan dan valid”.9 Mereka dituntut
merumuskan tentang isu tersebut sebagai pertanyaan kebijakan masyarakat dan
menganalisis posisial ternatif.
Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran telaah
yurisprudensi yaitu model pembelajaran dengan cara melakukan diskusi atau debat
antar peserta didik untuk membahas suatu permasalahan yang diberikan, dimana
setiap peserta didik berhak mengeluarkan pendapatnya masing-masing serta
mempertahankan pendapat tersebut dengan argumentasi yang relevan dan valid.
Model pembelajaran Telaah Yurisprudensi (Juris Prudenstial Inquiry) yang di
pelopori oleh Donal Oliver dan James P. Shaver ini didasarkan atas pemahaman
masyarkat dimana setiap orang berbeda pandangan dan perioritas satu sama lain, dan
nilai-nilai sosialnya saling berkonfrontasi satu sama lain. Memecahkan masalah
kompleks dan kontroversial di dalam konteks aturan sosial yang produktif
membutuhkan warga negara yang mampu berbicara satu sama lain dan bernegosiasi
tentang keberadaan tersebut.
Model Telaah Yurisprudensi (Juris Prudenstial Inquiry) adalah model
pembelajaran untuk membantu siswa agar mampu berfikir secara sistematis tentang
asal-usul di masyarakat khususnya dilingkungan pendidikan. Manfaat model
pembelajaran telaah yurisprudensi inquiri adalah untuk melatih agar siswa peka

8
Arleni Tarigan, Penerapan Model Pembelajaran Role Playing untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS
Siswa kelas III SD Negeri 013 Lubuk Kembang Sari Kecamatan UKUI. Jurnal Primary Program Studi
PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau. Volume 5 No.3, 2016, hal. 103-104.
9
Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran, (Jakarta: Pustaka Setia,2007), hal 31.

8
terhadap permasalahan-permasalahan sosial, sehingga bisa mengambil sikap terhadap
permasalahan yang dihadapi, serta mempertahankan sikap tersebut dengan
argumentasi yang relevan dan valid.
Model pembelajaran telaah yurisprudensi juga bermanfaat untuk melatih siswa
agar dapat menerima dan menghargai sikap terhadap orang lain walaupun
bertentangan dengan dirinya dan mengakui kebenaran sikap yang diambil orang lain
terhadap suatu isu sosial tertentu.
Dapat disimpulkan Pada model pembelajaran telaah yurisprudensi ini peserta
didik diminta untuk mengungkapkan suatu masalah berdasarkan argumennya setelah
diperoleh informasi dimana setelah menungkapkan argumennya peserta didik
menyimak dan mendengarkan pendapat orang lain dan dapat menghargai pendapat
yang telah disampaikan peserta didik yang lainnya.

7. Model Inkuiri Sosial

Sanjaya menyatakan bahwa, dalam pendekatan inkuiri pembelajaran menjadi


lebih berpusat pada anak, proses belajar melalui inkuiri dapat membentuk dan
mengembangkan konsep diri pada diri siswa, tingkat pengharapan bertambah,
pendekatan inkuiri dapat mengembangkan bakat, pendekatan inkuiri dapat
menghindari siswa dari cara-cara belajar dengan menghafal, dan pendekatan inkuiri
memberikan waktu pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.10
Metode inkuiri merupakan salah satu metode mengajar, istilah metode penemuan atau
inkuiri difinisikan sebagai suatu prosedur yang menemukan belajar secara individual
manipulasi objek atau pengaturan atau pengkondisian suatu objek, dan eksperimentasi
lain oleh siswa sebelum generalisasi atau penarikan suatu kesimpulan dibuat.
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri ini menekankan pada proses
pembelajaran yang terpusat pada peserta didik dimana peserta didik dapat
memanipulasi suatu objek kemudian marik kesimpulan dari hal yang sudah dia
temukan.

10
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenada
Media Group, 2006), hal. 210.

9
C. Implikasi Model Pembelajaran IPS
1. Model Pencapaian Konsep

Langkah-Langkah Penerapan Model Perolehan Konsep


a. Adapun penerapan model perolehan konsep dalam pembelajaran meliputi tiga
tahap pokok, yaitu:

Penyajian data dan identitas konsep, yang meliputi kegiatan:


1) Guru mengemukakan beberapa konsep yang sudah dikenal.

2) Siswa mengemukakan ciri dan bukan ciri dari suatu konsep.

3) Siswa menyusun dan menguji hipotesis.

4) Siswa membuat devinisi berdasarkan ciri-ciri dasar suatu konsep.

b. Menguji perolehan konsep, yang meliputi beberapa kegiatan:

1) Siswa mengidentifikasi ciri-ciri yang tambahan dari suatu konsep


(dengan teknik: ya-bukan).

2) Guru mengecek rumusan hipotesis, konsep nama yang disusun siswa,


merumuskan kembali definisi menggunakan ciri dasar suatu konsep

3) Siswa membuat contoh-contoh konsep.

c. Menganalisis kemampuan berfikir strategis, yang meliputi

1) Siswa menggambarkan pemikiran-pemikiran mereka.

2) Siswa mendiskusikan peranan hipotesis dan ciri-ciri konsep

3) Siswa mendiskusikan jenis dan jumlah hipotesis

Adapun penjelasan mengenai tahap-tahap mengajar model perolahan konsep


diatas adalah sebagai berikut:
Tahap Pertama, guru meyajikan data kepada siswa. Setiap data merupakan
contoh dan bukan contoh terpisah. Data tersebut dapat berupa peristiwa, orang, objek
cerita dan lain-lain. Siswa diberitahukan bahwa dalam daftar data yang disajikan
terdapat beberapa data yang memilikikesamaan. Mereka diminta untuk memberi nama
konsep tersebut dan menjelaskan definisi konsep berdasarkan ciri-cirinya.

10
Tahap Kedua, siswa menguji perolehan konsep mereka. Pertama dengan cara
mengidentifikasi contoh tambahan lain yang mengacuh pada konsep tersebut, atau
kedua dengan memunculkan contoh mereka sendiri setelah itu, guru mengkonfirmasi
kebenaran dari dugaan siswanya terhadap konsep tersebut dan meminta mereka untuk
merevisi konsep yang masih kurang tepat.
Tahap Ketiga, mengajak siswa untuk menganalisis atau mendiskusikan strategi
sampai mereka dapat memperoleh konsep tersebut. Dalam keadaan sebenarnya, pasti
penelusuran konsep yang mereka lakukan berbeda-beda. Ada yang mulai dari umum,
dan ada yang mulai dari khusus, dan lain-ain. Akan tetapi, perbedaan strategi diantara
siswa ini menjadi pelajaran bagi yang lainnya untuk memilih strategi mana yang
paling tepat dalam memahami konsep tertentu. Model pembelajaran ini sangat
digunakan untuk pembelajaran yang menekankan pada atau untuk mengajar cara
berfikir induktif kepada siswa.11 Model ini juga relavan diterapkan untuk semua umur
dan semua tingkat kelas. Bagi anak-anak, konsep dan contohnya harus lebih
sederhana dibandingkan untuk anak tingkatan kelas yang lebih tinggi.Terakhir model
ini juga dapat menjadi alat evaluasi yang efektif bagi guru untuk mengukur apakah
ide atau konsep penting yang baru saja diajarkan telah dikuasai oleh siswa atau tidak.
Jadi melalui model mengajar ini guru bertindak sebagai pengendali/pengarah
belajar, dengan menampilkan data dengan memberi tanda apakah itu merupakan
bagian atau tidak merupakan bagian contoh dari sebuah konsep. Pelaksanaannya
dilakukan dalam suasana kerjasama yang disesuaikan dengan perkembangan
intelektual anak.

2. Model berpikir Induktif (Induktive Thinking)

Langkah-langkah kegiatan pembelajaran model berpikir induktif, terdapat tiga


langkah pembagian struktur model berfikir induktif, yaitu :
a. Pembentukan konsep, yang meliputi : mengkalkulasi dan membuat daftar,
mengelompokkan data, membuat label dan kategori.
b. Interpretasi data, yang meliputi : mengidentifikasi hubungan-hubungan yang
penting, mengeksplorasi hubungan-hubungan dan membuat dugaan.

11
Hamzah b. Uno, Model Pembelajaran (Menciptakan Proses Belajar Mengajar Yang Kreatif Dan
Efektif), (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), hal.11.

11
c. Aplikasi prinsip, yang meliputi: 1) Memprediksi konsekuensi, menjelaskan
fenomena asing dan menghipotesis, 2) Menjelaskan dan atau mendukung
predikasi dan hipotesis, dan 3) Menguji kebenaran (verifikasi) predikasi.12

Adapun penjelasan megenai komponen diatas adalah :


Tahap pertama yaitu tahap pembentukan konsep, dimana dalam hal ini seorang
guru mterlebih dahulu mengkonsepkan hal-hal yang kemungkinan akan dilakukan
dalam pembelajaran, dapat meliputi membuat daftar, mengelompokkkan data serta
mmembuat label atau kategori.
Tahap kedua, disini peserta didik berperan aktif dalam menemukan dan
mengorganisasikan informasi sehingga peserta didik dapat aktif dan memperoleh
pengalaman belajar yang bermakna sehingga hasil belajar yang di peroleh peserta
didik akan meningkat dan bertahan lama. Informasi yang ditemukannya, dieksplorasi
dengan hubungan-hubungan konsep yang ada yang kemudian peserta didik membuat
dugaan atas konsep tersebut.
Tahap ketiga, pada tahap ini informasi yang sebelumnya di temukan oleh peserta
didik kemudian di uji kebenarannya dengan memberikan penjelasan hipotesisnya.

3. Model Investigasi Kelompok (Group Investigation)

Berdasarkan beberapa tahapan model pembelajaran investigasi kelompok


(group investigasi) yang dikembangkan oleh teori sebelumya maka dikembangkan
menjadi metode Pembelajaran Investigasi Kelompok (PIK) yang meliputi tujuh
tahapan. Rancangan tahapan metode Pembelajaran Investigasi Kelompok (PIK) hasil
penelitian ini yaitu: 1) investigasi topik, 2) pengelompokan siswa, 3) pembagian
tugas, 4) investigasi dan diskusi, 5) menyusun laporan hasil investigasi, 6) pelaporan
hasil investigasi, 7) evaluasi hasil investigasi.13

Adapun penjelasan dari komponen tahapan-tahapan diatas adalah:

Tahap pertama, pada tahap ini guru memberikan kepada siswa topik-topik
yang akan di bahas oleh peserta didik secara bersama-sama atau kelompok. Disini

12
Winahyu A Wicaksono, Penerapan Model Berpikir Induktif dengan Media Grafis Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar IPS pada Siswa Kelas III Negeri 04 Ngringo, Jurnal kalam Pendidikan
PGSD Kebumen, Volume 4, No. 5.1, hal. 194-195.
13
Wasmana, Metode Pembelajaran Investigasi Kelompok (PIK) untuk meningkatkan kecakapan sosial
siswa sekolah dasar, Skripsi, (Universitas Pendidikan Indonesia,2016), hal 2.

12
topik yang diberikan harus relevan dengan tingkat pemahaman siswa, atau sesuai
dengan jenjang pendidikan siswa. Topik yang diberikan akan membuat siswa
berpikir kritis terhadap permasalahan yang akan dibahas bersama kelompoknya.

Tahap kedua, setelah guru memberikan topik yang akan dibahas kepada siswa,
kemudian guru mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok. Dimana dalam
hal ini siswa dibentuk sama rata sesuai dengan tingkat kemampuannya.

Tahap ketiga yaitu tahap pemberian tugas. Topik yang diberikan sebelumnya
kemudian diberi sebuah penugasan yang nantinya akan diselesaikan peserta didik di
dalam kelompoknya.

Tahap keempat, pada tahap ini, setiap kelompok berdiskusi terhadap


permasalahan dari setiap topik yang diberikan. Peserta didik berperan aktif dalam
diskusi ini dengan saling bertukar pendapat antar sesama teman di dalam satu
kelompok.

Tahap kelima, setelah berdiskusi dan menemukan hasil nya, kemudian peserta
didik mencantumkan atau menyajikan hasilnya kedalam sebuah tulisan, berupa
laporan hasil pembahasan dan pengamatan siswa terhadap topik tersebut.

Tahap keenam, yaitu tahap pelaporan hasil investigasi. Pada tahap ini peserta
didik mengemukakan dan memaparkan secara lisan tentang hasil investigasi
kelompoknya di dalam kelas. Kelompok lain disini memberikan tanggapan terhadap
hasil dari kelompok lainnya.

Tahap ketujuh, pada tahap ini guru memberikan penguatan terhadap hasil
laporan investigasi peserta didik. Peserta didik mengevaluasi hasil laporannnya.

4. Model Memorisasi (Memorization)

Model memorisasi terdiri dari beberapa langkah dalam penerapannya, yaitu:


a. Menyampaikan materi.
b. Mengembangkan hubungan, yaitu menemukan hubungan antara materi-
materi yang memiliki keterkaitan.
c. Mengembangkan materi dengan menggunakan teknik-teknik atau hal-hal lain
sehingga lebih mudah diingat.
Dalam langkah ini, tekhnik yang bisa dipakai oleh guru untuk membantu
siswa dalam mengingat materi bisa berupa tekhnik menggarisbawahi, kata

13
kunci, peta konsep dan menggunakan gambar. Guru bisa memilih tekhnik
mana yang cocok digunakan untuk materi yang akan diajarkan. Dengan
menggunakan tekhnik tersebut, siswa akan lebih tertarik untuk belajar,
karena tekhnik-tekhnik tersebut dapat meningkatkan daya ingat siswa dalam
proses belajar.
d. Memberi penguatan dari materi yang telah disampaikan.14
Pada langkah ini, guru menyampaikan inti dari materi yang telah dipelajari
dengan jelas, sehingga penguatan yang diberikan oleh guru bisa dimengerti
oleh siswa dan bisa diingat kembali pada saat diperlukan.

5. Model Bermain Peran (Role Playing)

Menurut Uno, (2012) langkah- langkah penerapan model pembelajaran


bermain peran (role playing) adalah sebagai berikut: 15
a. Persiapan atau pemanasan. Guru berupaya memperkenalkan siswa pada
permasalahan yang mereka sadari sebagai suatu hal yang bagi semua orang perlu
mempelajari dan menguasainya. Hal ini bisa muncul dari imajinasi siswa atau
sengaja disiapkan oleh guru. Sebagai contoh, guru menyediakan suatu cerita
untuk dibaca di depan kelas. Pembacaan cerita berhenti jika dilema atau masalah
dalam cerita menjadi jelas. Kemudian dilanjutkan dengan pengajuan pertanyaan
oleh guru yang membuat siswa berpikir tentang hal tersebut.
b. Memilih pemain (partisipan). Siswa dan guru membahas karakter dari setiap
pemain dan menentukan siapa yang akan memainkannya. Dalam pemilihan
pemain, guru dapat memilih siswa yang sesuai untuk memainkannya (jika siswa
pasif atau diduga memiliki keterampilan berbicara yang rendah) atau siswa
sendiri yang mengusulkannya.
c. Menata panggung (ruang kelas). Guru mendiskusikan dengan siswa di mana
dan bagaimana peran itu akan dimainkan serta apa saja kebutuhan yang
diperlukan.

14
Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung : Alfabeta, 2009), hal 159.
15
Arleni Tarigan, Penerapan Model Pembelajaran Role Playing untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS
Siswa kelas III SD Negeri 013 Lubuk Kembang Sari Kecamatan UKUI. Jurnal Primary Program Studi
PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau. Volume 5 No.3, 2016, hal. 104-105.

14
d. Menyiapkan pengamat (observer). Guru menunjuk siswa sebagai pengamat,
namun demikian penting untuk dicatat bahwa pengamat di sini harus juga terlibat
aktif dalam permainan peran.
e. Memainkan peran. Permainan peran dilaksanakan secara spontan. Pada awalnya
akan banyak siswa yang masih bingung memainkan perannya atau bahkan tidak
sesuai dengan peran yang seharusnya ia lakukan. Bahkan mungkin ada yang
memainkan peran yang bukan perannya. Jika permainan peran sudah terlalu jauh
keluar jalur, guru dapat menghentikannya untuk segera masuk ke langkah
berikutnya.
f. Diskusi dan evaluasi. Guru bersama dengan siswa mendiskusikan permainan
tadi dan melakukan evaluasi terhadap peran-peran yang dilakukan. Usulan
perbaikan akan muncul, mungkin ada siswa yang meminta untuk berganti peran
atau bahkan alur ceritanya akan sedikit berubah.
g. Bermain peran ulang. Permainan peran ulang seharusnya berjalan lebih baik,
siswa dapat memainkan perannya lebih sesuai dengan skenario.
h. Diskusi dan evaluasi kedua. Pembahasan diskusi dan evaluasi kedua diarahkan
pada realitas. Pada saat permainan peran dilakukan banyak peran yang
melampaui batas kenyataan, sebagai contoh seorang siswa memainkan peran
sebagai pembeli, ia membeli barang dengan harga yang tidak realistis. Hal ini
dapat menjadi bahan diskusi.
i. Berbagi pengalaman dan kesimpulan. Siswa diajak untuk berbagi pengalaman
tentang tema permainan peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan
membuat kesimpulan. Misalnya siswa akan berbagi pengalaman tentang
bagaimana ia dimarahi habis-habisan oleh ayahnya. Kemudian guru membahas
bagaimana sebaiknya siswa menghadapi situasi tersebut. Seandainya jadi Ayah
dari siswa tersebut, sikap seperti apa yang sebaiknya dilakukan. Dengan cara ini,
siswa akan belajar tentang kehidupan.

6. Model Penelaahan Yurisprudensi

Meskipun perwujudan sikap siswa melalui dialog konfrontatif adalah jantung dari
model penyelidikan yurisprudensi, namun beberapa kegiatan lainnya sangat penting,
seperti membantu siswa merumuskan sikap (posisi) mereka, hal ini juga dapat
membantu merevisi posisi mereka setelah mereka berargumentasi.

15
Tahap pertama, guru memperkenalkan kepada siswa materi-materi kasus
dengan cara membaca cerita, menonton film yang menggambarkan konflik nilai, atau
mendiskusikan kejadian-kejadian hangat dalam kehidupan sekitar, kehidupan sekolah
atau sesuatu kemunitas masyarakat. Langkah kedua yang termasuk ke dalam tahap
orientasi adalah mengkaji ulang fakta-fakta dengan menggambarkan peristiwa dalam
kasus, menganalisis siapa yang melakukan apa, dan mengapa terjadi seperti demikian.
Tahap kedua, siswa mensistesis fakta, mengaikannya dengan isu-isu umum dan
mengidentifikasi nilai-nilai yang terlibat dalam kasus tersebut (misalnya, isu tersebut
berkaitan dengan kebebasan mengemukakan pendapat, otonomi daerah, persamaan
hak, dan lain-lain). Dalam tahap satu dan dua ini siswa belum diminta untuk
mengekpresikan pendapat atau sikapnya terhadap kasus tersebut.
Tahap ketiga, siswa diminta untuk mengambil posisi (sikap atau pendapat)
terhadap isu tersebut dan menyatakan sikapnya. Misalnya dalam kasus bayaran uang
sekolah, siswa mennyatakan sikapnya bahwa seharusnya pemerintah tidak
menentukan besarnya biaya sekolah yang harus diberlakukan untuk setiap sekolah
karena hal itu melanggar hak otonomi sekolah.
Tahap keempat, sikap (posisi atau pendapat) siswa digali lebih dalam. Guru
sekarang memainkan peran ala sokrates. Memperdebatkan pendapat yang diajukan
siswa dengan pendapat-pendapat konprontatif. Dalam hal ini siswa diuji konsistensi
dalam mempertahankan sikap atau pendapat yang telah diambilnya. Disini siswa
dituntut untuk mengajukan argumentasi logis dan rasional yang dapat mendukung
pernyataan (posisi) yang telah dibuatbya.
Tahap kelima, tahap penentuan ulang akan posisi (sikap) yang telah diambil
siswa. Dalam tahap ini sikap (posisi) yang telah diambil siswa mungkin konsisten
(tetap bertahan) atau berubah (tidak konsisten), tergantung dari hasil atau argumentasi
yang terjadi pada tahap keempat. Jika argumen siswa kuat, mungkin konsisten. Jika
tidak, mungkin siswa mengubah sikapnya (posisinya).
Tahap keenam, pengujian asumsi faktual yang mendasari sikap yang diambil
siswa. Dalam tahap ini guru mendiskusikan apakah argumentasi yang digunakan
untuk mendukung pernyataan sikap tersebut relevan dan syah (valid).16
Jadi model pembelajaran yurisprudensi ini menekankan pada argumentasi yang
dikemukakan oleh siswa terhadap pandangannya akan penomena yang sedang terjadi

16
Hamzah b. Uno, Op.Cit, hal. 31-32.

16
dimasyarakat dengan mendahulukan pemikiran dan akal atau rasionalitas yang benar,
sesuai dengan disiplin ilmu atau hukum-hukum yang berlaku. Dengan demikian
model pembelajaran ini sangat baik sekali melatih pemikiran dan keberanian siswa
dalam mengungkapkan pendapatnya untuk meyakini lawan bicaranya. Dalam
pemebelajar agama Islam guru bisa mencetak seorang dari yang baik.

7. Model Inkuiri Sosial

Menyadari akan pentingnya pembelajaran yang dapat meningkatkan kreatifitas


belajar dan berpikir kritis bagi peserta didik, maka masalah yang perlu diatasi oleh
pendidik dalam mengimplementasikan metode inkuiri sosial adalah sebagai berikut:17
a. Mengembangkan dan memperbaiki rencana pembelajaran IPS dengan membuat
strategi yang mengarah kepada peningkatan kemampuan kreativitas peserta didik
aktif terutama yang sesuai dengan pengembangan kemampuan berpikir peserta
didik menggunakan pendekatan inkuiri sosial.
b. Menetapkan dan melatih penggunaan metode pembelajaran yang mengarah
kepada kemampuan berpikir peserta didik guna memperbaiki kemampuan
pendidik dalam mengembangkan dan menguasai model pembelajaran, terutama
dengan pendekatan inkuiri sosial.
c. Meningkatkan pemberian latihan memecahkan soal-soal yang berbentuk uraian
atau essay.
d. Melatih peserta didik untuk belajar memecahkan masalah-masalah sosial dalam
kehidupan sehari-hari serta memperbaiki kemampuan pendidik dalam melatih
peserta didik untuk belajar memecahkan masalah-masalah sosial.

17
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenada
Media Group, 2006), hal. 211.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Model pembelajaran diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan


prosedur sistematis dalam pengorganisasian pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar tertentu. Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman untuk para
perancang pembelajaran dan para pendidik dalam merencanakan atau melaksanakan
aktivitas pembelajaran. Model pembelajaran yang sesuai dengan model pembelajaran
IPS adalah model pembelajaran yang berlandaskan pendekatan paradigma
konstruktivisme yaitu pembelajaran yang berdasarkan pada partisipasi aktif peserta
didik dalam memecahkan masalah dan berpikir kritis.
Model-model pembelajaran IPS berlandaskan paradigm konstruktivisme
diantaranya yaitu:
1. Model pencapaian konsep.
2. Model berfikir induktif (Induktive Thinking).
3. Model investigasi kelompok (Group Investigation).
4. Model Memorisasi (Memorization).
5. Model bermain peran (Role Playing).
6. Model penelaah yurisprudensi, dan
7. Model inkuiri sosial.

B. Saran

Sebagai calon tenaga pendidik terutama bagi guru pemula maka akan dibuat
bingung mengenai strategi dan model pembelajaran efektif untuk dipakai peserta
didik. Maka dari itu tugas seorang guru harus mempunyai keterampilan dalam
memilih model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik. sehingga proses belajar
mengajar akan lebih menarik dan siswa belajar akan lebih antusias, tidak merasa
bosan dan mampu mengubah persepsi siswa terhadap mata pelajaran IPS akan lebih
positif dan akan lebih menyenangkan karena minat merupakan modal utama untuk
keberhasilan pembelajaran IPS.

18
DAFTAR PUSTAKA

Aunurrahman.2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.


A Wicaksono, Winahyu. Penerapan Model Berpikir Induktif dengan Media Grafis
Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS pada Siswa Kelas III Negeri 04 Ngringo,
Jurnal kalam Pendidikan PGSD Kebumen, Volume 4, No. 5.1.
B. Uno, Hamzah.2007. Model Pembelajaran. Jakarta: Pustaka Setia.
B. Uno,Hamzah. 2012. Model Pembelajaran (Menciptakan Proses Belajar Mengajar
Yang Kreatif Dan Efektif). Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran, Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.
Sapriya.2012. Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

19

Anda mungkin juga menyukai