Anda di halaman 1dari 9

Nama : Serly Hardania

Prodi : Sarjana terapan keperawatan tk 3

1)Analisis UU NO 31 TAHUN 1999 PASAL 2,3,13 Dan 15

Pasal 2: 1) setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
dirisendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangannegara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidupatau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.
200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah)dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).

2)Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukandalam
keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.

Analisis nya: Ayat (1)Yang dimaksud dengan “secara melawan hukum” dalam Pasal ini
mencakupperbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil,
yaknimeskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan,namun
apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai denganrasa keadilan atau norma-
norma kehidupan sosial dalam masyarakat, makaperbuatan tersebut dapat dipidana. Dalam
ketentuan ini, kata “dapat” sebelumfrasa “merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara” menunjukkanbahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formal, yaitu adanya tindak
pidanakorupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskanbukan
dengan timbulnya akibat.

Ayat (2)Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam ketentuan ini dimaksudkansebagai
pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidanatersebut dilakukan pada
waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai denganundang-undang yang berlaku, pada waktu
terjadi bencana alam nasional, sebagai

pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisisekonomi dan
moneter
Pasal 3: Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atausuatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang adapadanya karena
jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatanatau kedudukan yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,dipidana dengan pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu)tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000(lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

Analisinya: Pasal 3 ditujukan pada setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan,


kesempatan atau sarana yang adapadanya karena jabatan atau kedudukan sehingga Pasal 3
undang-undang ini lebih diperuntukan pada pejabat dan/atau pegawai negeri yang padanya
melekat kewenangan dan jabatan yang ada padanya. Pasal 3 dengan pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 dua puluh) tahun dan
ataudenda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyakRp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 13: Setiap orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri
denganmengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau
oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukantersebut, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) dan atau denda palingbanyak Rp. 150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah). Pemberian hadia ini di sebut juga dengan gratifikasi. ari
pengelompokan jenis tindak pidana korupsi tersebut dapat kita lihat bahwa gratifikasi merupakan
salah satu jenis atau pengelompokan dari tindak pidana korupsi. Seluruh pemberian tersebut ,
dapat dikategorikan sebagai gratifikasi, apabila ada hubungan kerja atau kedinasan antara
pemberi dan dengan pejabat yang menerima, dan/atau semata-mata karena keterkaitan dengan
jabatan atau kedudukan pejabat tersebut.Dari pengertian tersebut dan contoh perbuatan yang
dapat digolongkan sebagai gratifikasi maka gratifikasi dapat diartikan dari aspek positif maupun
negatif. Gratifikasi positif adalah pemberian dalam bentuk "tanda kasih" tanpa mengharapkan
balasan apapunartinya pemberian hadiah dilakukan dengan niat yang tulus dari seseorang kepada
orang lain tanpa pamrih. Gratifikasi negatif adalah pemberian hadiah dilakukan dengan tujuan
pamrih, pemberian jenis ini yang telah membudaya dikalangan birokrat maupun pengusaha
karena adanya interaksi kepentingan. Dengan demikian gratifikasi tidak selalu berkonotasi
negatif, namun harus dilihat dari kepentingan gratifikasi.Bahkan di negara kita pemberian
sebagai ucapan terima kasih, pemberian sebagai tanda sayang, pemebrian sebagai tanda
persahabatan adalah merupakan budaya yang dikembangkan dalam berbagai aspek kegiatan.
Seperti dalam prosesi lamaran akan digambarkan dalam suatu hantaran yang terdiri dari berbagai
kebutuhan bahkan dalam bentuk uang. Tentu saja pemberian seperti ini merupakan bentuk
gratifikasi positif. Pemberian dalam arti negatif D i negara-negara maju, pemberian gratifikasi
bagi kalangan birokrat dilarang keras, terutama kegiatan gratifikasi dikalangan pelayanan
masyarakatdalam ruang lingkup Pelaksanaan Kegiatan Birokrasi Pelayanan Masyarakat pun
perlu dilarang dan diberi sanksi yang tegas bagi para pelakunya. Hal ini dikarenakan Pelaksanaan
Kegiatan Birokrasi Pelayanan Masyarakat sebagai salah satu sektor strategis yang menguasai
atau mempengaruhi hajat .

Pasal 15: Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk
melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud
Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.

Analisinya: Ketentuan ini merupakan aturan khusus karena ancaman pidana pada percobaan dan
pembantuan tindak pidana pada umumnya dikurangi 1/3 (satu pertiga) dari ancaman pidananya.

2.) Berikan tanggapan pada konsep sebagai berikut:

A. Memperkaya:Artinya bertambah kaya, sedangkan kata ”kaya” artinya mempunyai


banyak harta, uang dan sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
memperkaya berarti menjadikan orang belum kaya menjadi kaya atau orang yang sudah
kaya bertambah kaya. Dan penafsiran istilah ”memperkaya” adalah menunjukkan adanya
perubahan kekayaan seseorang atau pertambahan kekayaan yang diukur dari penghasilan
yang diperolehnya.tentunya memperkaya diri ini membuat suatu kerugian bagi Negara
dan menguntungkan diri sendiri

B. Keuangan Negara: Dalam undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang perbendahaan


negara, memberikan definisi “kerugian” dalam konteks kerugian negara/daerah;
Pasal 1 ayat (22) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan
negara berbunyi;
Kerugian negara/daerah adalah kekurangan Uang, surat berharga, dan
barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan
hukum baik sengaja maupun lalai.

Kerugian negara yang timbul bisa terjadi karena dua sebab, yang pertama
adalah kerugian negara yang timbul karena diluar kemampuan manusia. Dalam
hal ini, kerugian ini tidak dapat di tuntut untuk dimintai pertanggungjawaban.
Kedua adalah kerugian negara/daerah yang timbul karena perbuatan melawan
hukum, subyek yang menimbulkan kerugian negara karena perbuatan melawan
hukum dapat dituntut untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Kerugian negara/daerah dalam pasal 1 ayat (22) Undang-undang Nomor 1


tahun 2004 tentang perbendaharaan negara haruslah sebuah kerugian yang “nyata
dan pasti jumlahnya”. Dalam penejelasan undang-undang perbendaharaan
negara pun hanya mengatakan “cukup jelas”, sehingga dalam hal ini
menimbulkan ketidakpastian dan menimbulkan beberapa penafsiran di kalangan
praktisi hukum. Para praktisi hukum tersebut menafsirkan bahwa “nyata dan
pasti” merupakan sesuatu yang pasti terjadi. Dalam penerapannya untuk Undang-
Undang perbendaharaan negara cukup tepat karena frasa “kekurangan”
menjelaskan sesuatu hal yang berubah dari jumlah awal/semula.

Pembahasan lebih lanjut terkait ”kerugian” , dapat dilihat dari petunjuk yang
diterbitkan BPK. Dalam buku petunjuk BPK, makna “kerugian” adalah;

“Berkurangnya kekayaan negara yang disebabkan oleh sesuatu tindakan


yang melanggar hukum/kelalaian seseorang dan/atau disebabkan suatu keadaan
diluar dugaan dan diluar kemampuan manusia”

Didalam buku petunjuk BPK juga menjelaskan maksud dari ”Besar


Jumlah Kerugian Negara”, pengertiannya adalah;
“dalam masalah kerugian negara, pertama perlu dilakukannya penelitian
dan pengumpulan bahan bukti untuk menetapkan besarnya kerugian yang diderita
negara. Dalam penelitian ini perlu diperhatikan bahwa tidak diperkenankan
melakukan tuntutan ganti rugi untuk jumlah yang lebih besar dari jumlah kerugian
negara yang dialami. Karena untuk itu pada dasarnya, kerugian negara tidak boleh
ditetapkan dengan kira-kira atau ditaksir”.

Batas Kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi

Mengenai batas kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi tidak dapat di
samakan untuk setiap kasus tindak pidana korupsi. Pasalnya dalam setiap tindak pidana
korupsi mempunyai nilai yang tidak sama dan modus operandi yang berbeda. Untuk itu
ada langkah-langkah untuk menhitung jumlah kerugian negara dalam tindak pidana
korupsi :

1. Mengidentifikasi Penyimpangan yang Terjadi

a) Dalam tahap ini auditor mengidentifikasikan jenis penyimpangan yang terjadi


misalnya kontrak/pembayaran fiktif, mark-up/ kemahalan harga, volume barang lebih
kecil dari yang seharusnya, kualitas barang lebih rendah, harga jual terlalu rendah dan
sebagainya.

b) Menelaah dasar hukum kegiatan yang diaudit (undang-undang, peraturan pemerintah,


keputusan presiden, standar akuntansi keuangan, dan peraturan perundang-undangan
lainnya).
c) Meneliti apakah kasus yang diaudit masuk kategori keuangan negara.
d) Menentukan penyebab kerugiannya (unsur melawan hukum, penyalahgunaan jabatan,
kelalaian dan sebagainya, apakah memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi
atautidak).
e) Mengidentifikasi waktu dan lokasi terjadinya penyimpangan dan atau perbuatan
melawan hukum.

2. Mengidentifikasi Transaksi
a) Mengidentifikasi jenis transaksi, misalnya: masalah pengadaan barang/jasa, tanah,
ruislag, penyaluran kredit, dan sebagainya.
b) Menentukan jenis kerugiannya (misalnya hilang/kurang diterimanya suatu hak,
timbul/bertambahnya kewajiban, pengeluaran lebih besar, penerimaan diterima lebih
kecil/tidak diterima, dan sebagainya).

3. Mengidentifikasi, Mengumpulkan, Verifikasi, dan Analisis Bukti

Mengidentifikasi, mendapatkan, memverifikasi, dan menganalisis bukti-bukti


yang berhubungan dengan perhitungan kerugian keuangan negara atas kasus
penyimpangan yang diaudit.

4. Menghitung Jumlah Kerugian Keuangan Negara

Berdasarkan bukti-bukti yang telah diidentifikasi, dikumpulkan, diverifikasi, dan


dianalisis, kemudian dihitung jumlah kerugian keuangan negara yang terjadi.

C. Perekonomian Negara: Didalam Penjelasan umum atas Undang-Undang Nomor 31 tahun


1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan Perekonomian Negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai
usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri
yang didasarkan pada kebijakan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan
memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat.

alam pertimbangan lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 dan Undang-Undang


Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa
Tindak Pidana Korupsi dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan
kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi. Lbih lanjut, dengan
terhambatnya pembangunan nasional, dapat menyebabkan lambatnya pertumbuhan
perekonomian Negara. Sebagai contoh, terhambatnya pembangunan akses jalan menuju
suatu daerah menyebabkan rendahnya pertumbuhan ekonomi didarah tersebut.
Bila diperhatikan kembali dampak perbuatan korupsi yang menyebabkan kerugian
terhadap perekonomian Negara dapat ditemukan dalam penjelasan umum Undang-
undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyebutkan bahwa
Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak
saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa
dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat.
Karena itulah, dipertimbangkan bahwa korupsi sudah menjadi sebuah kejahatan yang
berdampak luar biasa. Bahkan penjelasan tersebut juga dapat ditemukan pada bab
penjelasan umum Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK).

D. Mencari Keuntungan:Hal yang dimaksud mencari keuntungan adalah salah satu tindakan
dalam melakukan korupsi untuk mengambil keuntungan terhadap diri sendiri atau
kelompok yang melakukan kegiatan Korupsi

E. Menyalahgunakan Kewengangan: pengertian penyalahgunaan kewenangan dalam


Hukum Administrasi dapat diartikan dalam 3 wujud, yaitu:

1.    Penyalahgunaan kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan


kepentingan umum atau untuk menguntungkan kepentingan pribadi, kelompok atau
golongan;

2.    Penyalahgunaan kewenangan dalam arti bahwa tindakan pejabat tersebut adalah benar
ditujukan untuk kepentingan umum, tetapi menyimpang dari tujuan apa kewenangan tersebut
diberikan oleh Undang-Undang atau peraturan-peraturan lain;

3.    Penyalahgunaan kewenangan dalam arti menyalahgunakan prosedur yang seharusnya


dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi telah menggunakan prosedur lain agar
terlaksana;
Menyalahgunakan kewenangan, sarana atau kesempatan yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan adalah peristilahan yang digunakan pembentuk Undang-undang untuk
menggambarkan sifat melawan hukum tindak pidana korupsi (Pasal 3, Undang-Undang No. 31
Tahun 1999). Maka, jika suatu perbuatan tindak melawan hukum menurut Pasal 2 ayat (1)
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999, mengingat pasal tersebut menggunakan istilah melawan
hukum untuk menggambarkan sifat melawan hukumnya, maka secara mutatis mutandis,
perbuatan itu juga tidak dapat dipandang sebagai bentuk perbuatan melawan hukum menurut
pasal manapun, termasuk bukan perbuatan menyalahgunakan wewenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3, Undang-Undang No. 31 Tahun 1999. Pada hukum administrasi, perbuatan
administrasi negara harus dilihat dari tiga aspek sehingga dapat dikatagorikan sebagai
penyalahgunaan kewenangan, yaitu : 1.Penyalahgunaan kewenangan yang berhubungan dengan
tidak adanya wewenang bagi pejabat yang bersangkurtan untuk melakukan perbuatan tersebut.

2.Penyalahgunaan kewenangan yang berhubungan dengan tidak dipenuhinya prosedur untuk


sampai kepada pengambilan keputusan melakukan suatu perbuatan administrasi negara tertentu.

3.Penyalahgunaan wewenang yang timbul karena substansi dari perbuatan administrasi negara
pejabat yang bersangkutan yang melanggar peraturan perundang-undangan.

F.Kesempatan:Kesempatan adalah peluang yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku tindak pidana
korupsi peluang tersebut tercantum dalam ketentuan ketentuan tata kerja yang berkaitan
dengan jabatan atau kedudukan

Menimbang bahwa rumusan HR tanggal 14 Januari 1949 di kaitkan dengan pengertian


penyalahgunaan wewenang menurut ujian rivero dan waline diartikan dalam tiga wujud
yaitu:

1. Penyalahgunaan wewenang untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan


kepentingan umum atau untuk menguntungkan kepentingan pribadi kelompok atau
golongan
2. Penyalahgunaan wewenang dalam arti bahwa tindakan pejabat adalah benar ditunjukkan
untuk kepentingan umum akan tetapi menyimpang dari tujuan apa kewenangan tersebut
diberikan oleh undang-undang atau peraturan lainnya

3. Penyalahgunaan wewenang dalam arti menyalahgunakan prosedur yang seharusnya


dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu tetapi menggunakan prosesor lain agar
terlaksana

G.Sarana:Saran adalah cara kerja atau metode kerja yang berkaitan dengan jabatan atau
kedudukan dari pelaku tindak pidana korupsi

Anda mungkin juga menyukai