Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TENTANG
disusun oleh :
QISTINA BAZLA
(1710105024)
Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.
Dalam penyusunan penulisan ini, penulis banyak memperoleh masukan serta
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak.
Akhir kata penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
sehingga memerlukan bimbingan, kritik dan saran, dan atas perhatiannya penulis
mengucapkan terima kasih.
Padang, 07 April 2020
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................4
B. Tujuan..............................................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 penatalaksanan penyalahgunaan NAPZA............................................................5
2.2 Terapi penyalahgunaan NAPZA…………………………………………...…6
BAB III PENUTUP
Kesimpulan..........................................................................................................17
Saran………………………………………………………………………….17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHUULUAN
A. Latar Belakang
Berkembangnya jumlah pecandu NAPZA ditentukan oleh dua faktor, yaitu
faktor dari dalam (internal) diri meliputi: minat, rasa ingin tahu, lemahnya rasa
ketuhanan, kesetabilan emosi. Faktor yang kedua adalah faktor dari luar (eksternal)
diri meliputi: gangguan psikososial keluarga, lemahnya hukum terhadap pengedar dan
pengguna narkoba, lemahnya sistem sekolah termasuk bimbingan konseling,
lemahnya pendidikan agama. Meskipun narkoba sangat diperlukan untuk pengobatan
dan pelayanan kesehatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan sesuai dengan
standar pengobatan, terlebih jika disertai dengan peredaran narkoba secara gelap akan
menimbulkan akibat yang sangat merugikan perorangan ataupun masyarakat,
khususnya generasi muda,
Pemakaian narkoba di luar indikasi medik, tanpa petunjuk atau resep dokter,
dan pemakaiannya bersifat patologik (menimbulkan kelainan) dan menimbulkan
hambatan dalam aktivitas di rumah, sekolah atau kampus, tempat kerja dan
lingkungan social. Ketergantungan narkoba diakibatkan oleh penyalahgunaan zat
yang disertai dengan adanya toleransi zat (dosis semakin tinggi) dan gejala putus asa,
yang memiliki sifat-sifat keinginan yang tak terhankan, kecenderungan untuk
menambah takaran (dosis), ketergantungan fisik dan psikologis.
B. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
a. Untuk mengetahui apa itu penatalksanaan NAPZA
b. Untuk mengetahui terapi NAPZA
BAB II
TINJAUAN TEORI
1.Rehabilitasi NAPZA 4
Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang NAPZA dan Peraturan
Pemerintah No. 25 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu NAPZA
merupakan dasar hukum dalam upaya dan langkah menyelamatkan pengguna
NAPZA. Para pengguna NAPZA itu tidak lagi ditempatkan sebagai pelaku tindak
pidana atau kriminal, dengan melaporkan diri pada Institusi Penerima Wajib Lapor
(IPWL) yang diresmikan sejak tahun 2011. Saat ini,sudah tersedia 274IPWLdi
seluruh Indonesia dari berbagai lembaga, termasuk Puskesmas, Rumah Sakit dan
Lembaga Rehabilitasi Medis, baik milik Pemerintah atau Swasta. Seluruh IPWL yang
tersedia memiliki kemampuan melakukan rehabilitasi medis,termasuk terapi
simtomatik maupunkonseling. Untuk IPWLberbasis rumah sakit, dapat memberikan
rehabilitasi medis yang memerlukan rawat inap.
Rehabilitasi berkelanjutan seorang penyalahguna NAPZA diawali oleh
tahapan rehabilitasi medis yang bertujuan memulihkan kesehatan fisik dan psikis/
mental seorang pecandu narkoba melalui layanan kesehatan dan terapi medis /
psikiatris. Tahapan selanjutnya yaitu rehabilitasi psikososial yang bertujuan
mengintegrasikan (menyatukan) kembali seorang pecandu narkoba ke dalam
kehidupan masyarakat dengan cara memulihkan proses berpikir, berperilaku, dan
beremosi sebagai komponen kepribadiannya agar mampu berinteraksi di lingkungan
sosialnya (BNN, 2018).
Tahap-tahap rehabilitasi bagi pecandu narkoba :
1.Tahap rehabilitasi medis (detoksifikasi)
Tahap ini pecandu diperiksa seluruh kesehatannya baik fisik dan mental oleh
dokter terlatih. Dokterlah yang memutuskan apakah pecandu perlu diberikan obat
tertentu untuk mengurangi gejala putus zat (sakau) yang ia derita. Pemberian obat
tergantung dari jenis narkoba dan berat ringanya gejala putus zat. Dalam hal ini dokter
butuh kepekaan, pengalaman, dan keahlian guna mendeteksi gejala kecanduan
narkoba tersebut.
2.Tahap rehabilitasi psikososial
Tahap ini pecandu ikut dalam program rehabilitasi. Di Indonesia sudah di
bangun tempat-tempat rehabilitasi, sebagai contoh di bawah BNN adalah tempat
rehabilitasi di daerah Lido (Kampus Unitra), Baddoka (Makassar), dan Samarinda. Di
tempat rehabilitasi ini, pecandu menjalani berbagai program diantaranya program
Therapeutic Communities(TC), 12 steps (dua belas langkah, pendekatan keagamaan,
dan lain-lain). 5
17dari keadaan pasien. Fase ini dapat berjalan selama bertahun-tahun sampai perilaku
stabil, baik dalam bidang pekerjaan, emosi maupun kehidupan sosial.
Metadona dapat dihentikan secara bertahap perlahan (tappering off).
Penghentian metadona dapat dilakukan pada keadaan berikut : pasien sudah dalam
keadaan stabil, minimal 6 bulan pasien dalam keadaan bebas heroin, pasien dalam
kondisi yang stabil untuk bekerja dan memiliki dukungan hidup yang memadai.
PTRM tidak hanya memberikan metadona semata-mata melainkan juga
intervensi medis dan psikososial lain yang dibutuhkan pasien (Kemenkes 2013; Husin
& Siste, 2015). Keberhasilan dalam proses terapi rumatan metadon yaitu bila pasien
mampu bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan keluarga serta mampu
berkontribusi bagi masyarakat di lingkungannya.
3.Buprenorphine-partial Agonist
Buprenorphin merupakan parsial agonis heroin yang diminum secara
sublingual dan memiliki memiliki metabolisme yang tinggi ketika diminum per oral.
Terapi ini pertama kali dikenalkan di Perancis dan di evaluasi di beberapa negara
lainnya. Hasil terapi secara garis besar dapat dibandingkan dengan terapi rumatan
metadon, tapi masing-masing terapi memiliki keuntungan dan beberapa kelemahan.
Buprenorphin dapat diminum berselang seling tidak setiap hari. Resiko overdosis
minimal namun pada individu dengan dosis heroin yang tinggi sebelumnya akan
menunjukkan beberapa gejala putus zat. Buprenorphin masih dapat menjadi pilihan
terapi untuk detoksifikasi walaupun harganya lebih mahal dibandingkan dengan
metadon (Wodak, 2001)
pemahaman agama.
e. Role modelling (Keteladanan)Proses pembelajaran dimana seorang residen
belajar dan mengajar mengikuti mereka yang sudah sukses.Tahapan program TC yang
harus dijalani setiap residen (pasien peserta TC) adalah sebagai berikut :
1)Proses Intake dan Orientasi (24minggu)
Merupakan masa persiapan untuk residen untuk memasuki fase primary.
Kegiatan yang dilakukan berupa wawancara awal, pemberian Informed consent,
pemeriksaan fisik, pengisian formulir dan orientasi program (Winanti 2008;
Kemenkes 2010).
2)Primary Stage (6-9 bulan)
Tahap ini ditujukanbagi perkembangan sosial dan psikologis residen.Dalam
tahap ini residen diharapkan melakukan sosialisasi, mengalamipengembangan diri,
serta meningkatkan kepekaan psikologis denganmelakukan berbagai aktivitas dan sesi
terapeutik yang telah ditetapkan.Dilaksanakan selama kurang lebih 6sampai dengan
9bulan. Primaryterbagi dalam beberapa tahap, yaitu:younger member, middle
member, older member.
Untuk Younger Member(anggota termuda 1-3 bulan) diharapkan aktif mengikuti
program, adanya penerapan sanksi (reward and punishment), dapat dikunjungi
keluarga, mengikuti kegiatan Family Support Group dan terlibat dalam kegiatan
kelompok.
Untuk Middle Member(anggota menengah 4-6 bulan) : mulai bertanggung
jawab terhadap sebagian operasional fasilitas/rumah, menjadi buddy bagi younger
member, sudah boleh keluar fasilitas TC dengan pendamping, mengikuti kegiatan
Family Support Group dan terlibat dalam kegiatan kelompok.Untukolder member
(anggota lama 6-9 bulan) : sudah bertangguang jawab penuh terhadap rumah/fasilitas,
pelaksanaan rewarddan punishment secara penuh, boleh meninggalkan fasilitas
/rumah, mengikuti kegiatan Family Support Group dan terlibat dalam kegiatan
kelompok. Dinyatakan graduate/lulus (Winanti 2008; Kemenkes 2010).
3)Tahapan Re-Entry (3-6 bulan)
Re-entry merupakan program lanjutan setelah Primary. Program Re-
entrymemiliki tujuan untuk memfasilitasi residen agar dapat bersosialisasidengan
kehidupan luar setelah menjalani
11 perawatan di Primary. Tahap inidilaksanakan selama
3 sampai dengan 6 bulan.
Fase B (2 bulan)
Mengikuti kegiatan kelompok
Dapat dikunjungi setiap waktu
Diberi ijin pulang menginap 2 malam setiap 2 minggu
Boleh meminta tambahan uang jajan
Boleh melakukan aktivitas diluar fasilitas TC
Fase C (2 bulan)
Mengikuti kegiatan kelompok
Dapat dikunjungi setiap waktu
Diberi ijin pulang
Boleh meminta tambahan uang jajan
Boleh melakukan kegiatan diluar fasilitas TC
Konseling final bagi residen maupun keluarga untuk persiapan
pulangDukungan keluarga sangat diperlukan pada pelaksanaan TC, keluarga juga
12
diberikan psikoedukasi tentang NAPZA dan perkembangan pasien sehingga ikut
mendukung keberhasilan terapi residen. Pendampingan keluarga yang tak pernah
putus dapat membantu pecandu narkoba untuk benar-benar
berhentimenggunakanobat-obatan terlarangitu.
c. Motivational Interviewing(MI)
Motivasi adalah suatu keadaan kesiapan atau keinginan untuk berubah, selalu
berfluktuasi dari waktu ke waktu atau dari situasi ke situasi yang lain. Dasar
pemikiran melakukan wawancara motivasional ini adalah bahwa untuk mencapai
perubahan adalah lebih mudah bila motivasi untuk berubah tersebut datang dari dalam
dirinya sendiri daripada dipaksakan oleh konselor atauterapis.
Motivational Interviewing sering dilakukan menyerupai Brief Intervention
dengan prinsip berorientasi pada klien. Berdasarkan prinsip ini, MI mempunyai
pendekatan sama seperti konseling pada umumnya, seperti reflecting listening,
summarizingdanparaphrasing(Recoveryresearch, 2012). Motivational
Interviewingadalah sebuah wawancara yang bertujuan untuk membantu seseorang
menggali dan mengatasi ambivalensi tentang penggunaan NAPZA melalui tahapan
perubahan. Ini sangat berguna bila dilakukan pada pasien yang berada pada tahap
prekontemplasi dan kontemplasi, tapi prinsip dan keterampilan wawancara sangat
penting pada semua tahap(Kemenkes, 2010). Saran hanya diberikan bila ada
permintaan dan atas ijin pasien.
14 Motivational Interviewingjuga kadang-kadang
klien agar dapat mengenali situasi berisiko terhadap relaps kemudian menghindari
situasi tersebut dan melakukan adaptasi perilaku yang efektif berkenaan dengan
masalah dan perilaku yang berhubungan dengan penyalahgunaan zat (BNN, 2009).
Teknik CBT dipergunakan untuk membantu klien memodifikasi pikiran, harapan dan
perilaku mereka yang terkait penggunaan
NAPZA
e.Relaps Prevention(RP)
Relaps prevention adalah program kendali diri yang didesain untuk
mengedukasi seseorang yang berusaha mengubah perilakunya dan mengatasi problem
relaps.Relaps prevention merupakan suatu program psikoedukasi yang
menggabungkan prosedur latihan ketrampilan perilaku dengan teknikintervensi
kognitif. Prinsip utamanya adalah berdasarkan social learning theory.RP bertujuan
mendidik seseorang bagaimana mencapai lifestyle yang seimbang dan mencegah pola
kebiasaan yang tidak sehat. Klien dibimbing untuk mengenali High Risk Situation
atau situasi tertentu yang dapat menjadi ancaman terhadap kendali diri pasien dan
dapat menigkatkan risiko relaps(Purnomo & Hardjanto, 2016).
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Narkoba menjadi zat yang bisa memberikan manfaat dan juga merusak
kesehatan. Seperti yang sudah diketahui, ada beberapa jenis obat-obatan yang
termasuk ke dalam jenis narkoba yang digunakan untuk proses penyembuhan karena
efeknya yang bisa menenangkan. Namun jika dipakai dalam dosis yang berlebih, bisa
menyebabkan kecanduan. Penyalahgunaan ini mulanya karena si pemakai merasakan
efek yang menyenangkan.
B. Saran
Dari sinilah muncul keinginan untuk terus menggunakan agar bisa mendapatkan
ketenangan yang bersifat halusinasi. Meski dampak narkoba sudah diketahui oleh
banyak orang, tetap saja tidak mengurangi jumlah pemakainya.
17
DAFTAR PUSTAKA
Partodiharjo, subagyo. (2014). Kenali narkoba dan musuhi penyalahgunaannya.
Jakarta : Erlangga.
https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt50f7931af12dc/keterkaitan-uu-
narkotika-dengan-uu-psikotropika/
http://youthproactive.com/201503/speak-up/permasalahan-penyalahgunaan-narkoba-
di-indonesia/
18