Anda di halaman 1dari 15

1.

1 Sejarah Teori Piaget


Jean Piaget lahir tahun 1896, ia merupakan pakar psikologi dari Swiss. Jean Piaget dikenal
dengan teori perkembangan intelektual yang menyeluruh yang mencerminkan adanya kekuatan
antara fungsi biologi dan psikologis (perkembangan jiwa). Jean Piaget (Dahar, 2006),
berpendapat bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri karena
anak mampu mengolah informasi yang berguna untuk mengembangkan gagasan baru, tidak
hanya sekedar menerima informasi dari lingkungan.
Menurut Piaget terdapat dua proses yang mendasari perkembangan individu, yaitu
perorganisasian dan penyesuaian (adaptasi). Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam
dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan
informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah
terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.

1.2 Konsep-Konsep dalam Teori Piaget


Pieget adalah tokoh yang yang terkenal dalam teori belajar. Adapun beberapa hal penting
yang disampaikan dari teori belajar Piaget adalah adanya tahapan-tahapan perkembangan
individu dalam melakukan aktivitas berpikir dan belajar. Selain itu ada juga konsep konsep yang
perlu dimengerti terlebih dahulu agar lebih mudah memahami teori perkembangan kognitif dan
teori pengetahuan Piaget. Konsep-konsep tersebut adalah sebagai berikut.

 Intelegensi
Piaget (Dahar, 2006), intelegensi merupakan jumlah struktur dalam pendekatan biologis
yang tersedia yang dapat digunakan seseorang pada saat-saat tertentu dalam perkembangannya.
Dalam arti merupakan kemampuan mental yang dapat membuat seseorang mencapai
kesetimbangan atau beradaptasi dengan lingkungannya. Dapat kita lihat dalam keseharian
kemampuan mental setiap orang untuk beradaptasi berbeda beda antara individu dan individu
lainnya.

 Organisasi
Piaget (dalam Dahar, 2006), seseorang cenderung untuk mengintegrasikan struktur
psikologisnya dalam suatu sistem yang koheren dalam berinteraksi dengan dunia. Dapat
disimpulkan seseorang akan memadukan antara pengalaman yang dialami fisik dan mental untuk
lingkungan kehidupannya. Dengan organisasi, struktur fisik dan struktur psikologis
diintegrasikan menjadi struktur tingkat tinggi.

 Skema/struktur
Piaget (dalam Dahar, 2006) struktur intelektual seseorang terbentuk pada saat berinteraksi
dengan lingkungannya. Dapat disimpulkan semakin banyak berpengalaman dan banyak
berinteraksi dengan lingkungan, skema seseorang akan bertambah banyak. Biasanya orang
dewasa mempunyai skema yang banyak karena pengalaman hidupnya. Seorang anak biasanya
hanya mempunyai skema yang terbatas. Jelas bahwa pengalaman seseorang berhadapan dengan
situasi dan lingkungan menjadi unsur yang penting dalam memperluas dan memperbanyak
skema. Dengan diperolehnya suatu skema, berarti telah terjadi suatu perubahan dalam
perkembangan intelektual anak.

 Asimilasi
Asimilasi adalah suatu proses kognitif yang terjadi saat pengintegrasian pengalaman baru,
persepsi, maupun konsep oleh seseorang ke dalam struktur pikirannya atau skemanya yang
berkaitan dengan hal baru yang ia dapatkan. Dengan melalui proses asimilasi, seseorang dapat
memanfaatkan struktur pikiran yang terkait dengan sesuatu atau pengetahuan yang sudah ada
untuk menanggapi berbagai macam perubahan yang dihadapinya saat berada pada suatu
lingkungan tertentu. Asilmilasi tidak menyebabkan perubahan skemata, tapi mengembangkan
skemata Wadsworth (dalam Dimyati, 2002).

 Akomodasi
Akomodasi adalah penyusunan struktur pikiran atau skema yang baru yang terjadi apabila
seseorang menerima pengalaman baru, persepsi, maupun konsep yang berbeda dengan struktur
pikiran yang sudah ada sebelumnya. Struktur mental tidak hanya menerima informasi baru,
namun juga menyusun kembali informasi lama yang telah diterima lebih dahulu untuk
mengakomodasikan (memberi tempat) infromasi baru (Dimyati, 2002). Sepanjang waktu,
seseorang akan mengalami perubahan struktur pikiran atau skema yang ia miliki agar bisa
beradaptasi dengan lingkunngannya. Dalam pembelajaran, sangat penting seorang guru dapat
mengetahui pengetahuan awal atau struktur pikiran awal dari peserta didiknya sebelum
pembelajaran dimulai agar kegiatan pembelajaran berjalan lancar sesuai dengan rencana
pendidik. Proses akomodasi ini dapat dijumpai dalam kasus berikut, pada proses belajar seorang
pendidik memberikan 2 buah benda yang berbeda yaitu magnet dan sisir yang sudah dimuati
muatan listrik. Pendidik tersebut mempertunjukkan jika magnet bisa menarik serbuk besi dan
sisir yang dimuati dapat menarik serpihan kertas. Dari hal ini siswa akan membentuk struktur
pikiran yang baru yaitu benda yang menarik sesuatu tidak hanya magnet melainkan juga benda
yang dimuati muatan listrik.

 Ekuilibrasi/Kesetimbangan
Proses kesetimbangan ini terjadi melalui pengaturan diri mekanis yang bergerak dari
keadaan tidak setimbang menuju keadaan setimbang (ekuilibrium). Kesetimbangan antara
asimilasi dan akomodasi membuat seseorang dapat menyatukan pengalaman yang ia alami
dengan struktur pikiran yang sudah ada maupun struktur pikiran yang baru sehingga orang
tersebut dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya. Dalam pembelajaran,
dapat diambil contoh sebagai berikut, siswa smp saat belajar fisika baru mengenal konsep gaya
tetapi setelah naik tingkat menjadi siswa sma, diperkkenalkan konsep baru yang ada kaitannya
dengan gaya, yaitu torka. Disini siswa tersebut akan membuat atau berusaha menyeimbangkan
antara asimilasi dan akomodasi agar dapat memahami materi yang diajarkan tersebut dengan
baik.

 Adaptasi
Adaptasi terjadi dalam suatu proses asimilasi dan akomodasi. Di sisi lain, seseorang
menyatukan atau mengasimilasi gambaran akan realitas luar dalam struktur psikologinya
(skema) yang dimiliki untuk berbaur dengan lingkungan. Tetapi disisi lainkadang seseorang
harus menyusun kembali skema itu dalam berbaurdengan lingkungan (akomodasi). Adaptasi
dapat diterapkan dalam proses pembelajaran. Agar siswa dapat mengkondisikan dirinyadalam
area baru karena siswa tidak dapat hanya mempelajari apa yang telah diketahuinya. Dengan kata
lain, siswa harus diarahkan pada proses akomodasidantidak dapat hanya mengandalkan
asimilasisaja. Pertumbuhan kognitif individu tidak akan berjalandengan lancar dalam dua kondisi
tersebut, sehingga yang perlu diupayakan dalam pembelajaran adalah keseimbangan antara
asimilasi dan akomodasi.Contohnya seorang anak baru saja lulus SMP dan melanjutkan ke
jenjang SMA,tentunya anak tersebut harus menyusun kembalis kemanya dalam berbaur dengan
lingkungan SMAnya. Dengan kata lain anak tersebut harus berbaur dengan lingkungan sekitar
agar anak bisa melaksanakan pembelajaran dengan baik.

 Pengetahuan figuratif dan operatif


Pengetahuan figuratif merupakan pengetahuan yang didapat dari gambaran langsung
seseorang terhadap objek yang dipelajari. Sedangkan pengetahuan operatif adalah pengetahuan
yang didapat karena orang itu mengadakan operasi terhadap objek yang dipelajari.
Terdapat tiga aspek yang diteliti oleh Piaget dalam memahami perkembangan intelektual,
yaitu struktur, isi, dan fungsi (dahar, 2006). Struktur dikembangkan dari operasi-operasi. Operasi
merupakan tindakan yang terinternalisasi, reversibel, selalu tetap, dan tidak ada yang berdiri
sendiri. Isi yang diteliti oleh Piaget adalah pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada
respon yang diberikanterhadap berbagai situasi atau masalah yang dihadapinya. Fungsi adalah
cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Menurut Piaget,
perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi, yaitu organisasi dan adaptasi.
Berdasarkandari berbagai konsep tersebut, diketahui bahwa perkembangan intelektual
didasarkan pada dua fungsi, yaitu organisasi dan adaptasi. Adaptasi dilakukan melalui proses
asimilasi dan akomodasi hingga tercapai kesetimbangan. Pada proses asimilasi, individu
menggunakan struktur yang telah ada untuk merespon tantangan dari lingkungan, sedangkan
dalam proses akomodasi, individu memerlukan modifikasi struktur yang ada untuk merespon
tantangan dari lingkungan. Pada pembelajaran di kelas, kesetimbangan antara asimilasi dan
akomodasi siswa harus diupayakan oleh guru supaya siswa bisa menyerap pelajaran dengan baik
atau maksimal.

1.3 Tahap-tahap Perkembangan Menurut Piaget


Dalam teori Piaget (Kurniawati, halaman 1-4) terdapat beberapa tahap perkembangan,
antara lain tahap sensorik motorik usia (0-2 tahun), tahap pra-operasional usia (2-7 tahun),
tahap operasional konkrit usia (7-11 tahun), dan tahap operasional formal usia (11-15 tahun).

(1) Tahap Sensorik-Motorik (0-2 tahun)


Tahap sensorik-motorik adalah tahap dimana anak-anak memperoleh pengetahuan
murni dari gerak dan indra secara konkrit. Pada tahap ini berpikir pada bayi sangat
berbeda dengan berpikir pada orang dewasa. Sesuai dengan nama tahap ini, pikiran bayi
selalu terkait erat dengan gerak fisik dan indra bayi secara konkrit. Bagi bayi pada tahap
perkembangan kognitif ini, yang disebut cerdas atau jenius adalah kemampuannya
dalam memperoleh apa yang diinginkan melalui gerakan dan penginderaan atau
persepsi.
Piaget menyebutkan struktur aksi bayi pada tahap ini dengan istilah “skema”.
Piaget berpendapat bahwa, tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan
pemahaman persepsi dalam 6 sub-tahapan, yaitu :
a. Sub-tahapan skema reflex, muncul saat lahir sampai usia 6 minggu dan berhubungan
terutama dengan reflex. Contohnya bayi yang cenderung memasukkan semua benda
ke dalam mulutnya dan kemudian mengispnya. Jika diperhatikan, gerak reflex bayi
pada tahap ini karena sifat pasif. Oleh karena itu, bayi perlu distimulasi agar skema
yang dibangunnya lebih aktif.
b. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer dari usia 6 minggu sampai 4 bulan dan
berhubungan dengan munculnya kebiasaan. Contohnya teriakkan bayi yang diulang-
ulang dengan maksud yang sama. Artinya, anak sering menyampaikan keinginannya
kepada orang tua dengan celotehan atau terikakan. Jika keinginan tersebut tidak
terpenuhi, anak akan mengulang-ulang teriakkannya hoingga pada akhirnya orang
tua memahami maksud teriakkan atau celotehan anaknya.
c. Sub-tahapan fase reaksi sirkular skunder, muncul antara usia 4 sampai 9 bulan dan
berhubungan dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan. Contohnya bayi
atau anak senang bermain dengan benda-benda di sekelilingnya, tersenyum, ketika
orang tua atau pengasuhnya mengajak tertawa dan lain sebagainya. Gerakan-gerakan
reflex yang bersifat kebetulan ini disebut piaget dengan istilah vokalisasi
d. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia 9 sampai 12 bulan,
saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang
permanen walau kelihatannya berbeda kalu dilihat dari sudut berbeda. Contohnya
anak telah mampu memprediksi akibat dari gerak tertentu , artinya pada usia ini anak
telah memahami jika melakukan gerakkan A, misalnya akan mengakibatkan
fenomena B. lebih dari itu, anak pada usia ini jiga telah mempunyai tujuan terhadap
segala tindakannya. Antinya anak telah mempunyai harapan yang jelas bahwa untuk
mendapatkan A harus melakukan B.
e. Sub-tahapan reaksi sirkuler tersier, muncul dalam usia 12 sampai 18 bulan dan
berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
Walaupum anak-anak pada tahap ini sering mengalami kegagalan, tetapi ia tidak
henti-hentinya mencari cara baru untuk meraik apa yang diinginkan. Contohnya jika
seorang anak menginginkan sesuatu ia akan mencoba untuk mendapatatkannya
dengan cara apapun misalnya memanjat, dan lain sebagainya.
f. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan dengan tahapan awal
kreatifitas. Contohnya seorang anak yang mencoba menari jika mendengar lagu yang
ia sukai.
(2) Tahap Pra-Operasional usia sekitar 2-7 tahun
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Pemikiran pra-
operasional dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental
terhadap objek-objek. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan
merepresentasikan objek dan gambaran kata-kata. Pemikirannya masih bersifat
egosentris, dimana anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak
dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri,seperti mengumpulkan semua
benda merah walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan
muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan
keterampilan bahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda dengan kata-kata dan
gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di
permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu mereka tidak dapat
memahami tempatnya di dunia dan bagaimana peraaan dari orang di sekitarnya. Anak
memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan mengganggap setiap benda yang
tidak hidup pun memiliki perasaan. Piaget merinci karakter perkembangan kognitif pada
tahap pra-operasional.

No. Karakteristik Pencapaian Perkembangan Pra-Operasional


1. Kombinasi Anak mengkombinasikan objek yang ada disekitar
dan menirukannya.
2. Persepsi pikiran Anak-anak bisa membandingkan dua objek tetapi
belum bisa membedakan.
3. Berpikir Anak mampu memahami konsep secara umum, tetapi
unidimensi belum mampu memadukan dan membedakan.
4. Irreversibel Anak bisa membongkar susunan, tetapi belum
mampu menyusunnya kembali.
5. Penalaran Tahap pemikiran anak masih sebatas mitos.
6. Egosentris Anak memandang semua benda sebagaimana ia
melihat dirinya.

(3) Tahap Operasional Konkrit usia sekitar 7-11 tahun


Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antar usia enam
sampai dua belas tahu. Ciri pada tahap ini berupa pengguaan logika yang memadai,
dimana anak mampu berpikir logis untuk menggantikan cara berpikir sebelumnya yang
masih bersifat intuitif-primitif, namun membutuhkan contoh-contoh konkrit. Proses-
proses penting selama tahapan operasional konkrit adalah :
 Pengurutan, yaitu kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk,
atau ciri lainnya. Contohnya bila diberi angka berbeda ukuran, mereka dapat
mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
 Klasifikasi, yaitu kemampuan untuk memberi nama dan mengindentifikasi
serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk
gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam
rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiki keterbatasan logika berupa animism
(anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).
 Decentering, dimana anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu
permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan
mengganggap cangkir lebar pendek lebih sedikit isinya dibandingkan cangkir kecil
yang tinggi.
 Reversibility, dimana anak mulai memahami bahwa jumlah benda-benda dapat
diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat
menentukan bahwa 5 x 5 = 25, kemudian 25 : 5 = 5, akan sama dengan jumlah
sebelumnya.
 Konservasi, yaitu memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-beda
adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda
tersebut. Contohnya, jika anak diberi cangkir seukuran dengan isi yang sama banyak,
mereka akan tahu bila air dalam cangkir jika dituangkan dengan gelas yang berbeda
akan mempunyai volume air yang sama dengan volume air pada gelas tadi.
 Penghilang sifat Egosentrisme, yaitu kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut
pandang oranglain(bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah).
Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di
dalam kotak, lalu meninggalkan ruangann,kemudian Ujang memindahkan boneka itu
ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi
konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap mengganggap boneka itu ada di
dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci
oleh ujang.
(4) Tahap Operasional Formal usia sekitar 11-15 tahun
Tahap ini merupakan tahap terakhir perkembangan kognitif menurut teori
Piaget. Karaakteristik tahap ini adalah diperoleh kemampuan untuk berpikir secara
abstrak, menalar, dan secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang
tersedia. Menurut Flavell (Dahar, 2006), terdapat empat karakteristik dari berpikir
operasional formal, yaitu :
 Berpikir hipotetik-deduktif, dimana anak akan dapat membuat perumusan teori,
hipotesis, dan pengujian hipotesis tersebut ketika ia dihadapi dengan suatu
permasalahan. Contohnya saat praktikum bandul sederhana, sebelum melakukan
praktikum kita memprediksi bahwa gaya gravitasi sebesar 9,8 m/s 2. Namun setelah
melakukan praktikum, hasil data yang didapatkan sebesar 9,67 m/s2.
 Berpikir proporsional, dimana anak mampu melihat hubungan-hubungan abstrak
dan menggunakan proposisi-proposisi logik formal, serta konsep berpikir anak
tidak hanya dibatasi pada benda-benda atau peristiwa-peristiwa tertentu. Contohnya
anak yang bercita-cita menjadi seorang astronout
 Berpikir kombinatorik, dimana anak berpikir dengan mengkombinasika benda-
benda, gagasan, atau proposisi yang mungkin. Jika ia menghadapi suatu masalah, ia
akan mengisolasi faktor-faktor yang dapat menyelesaikan masalah tersebut.
Contohnya anak yang menghadapi suatu masalah tidak hanya memakai satu solusi
dari permasalahan tersebut, ia meminta pendapat dari temannya, dan menentukan
sendiri solusi yang harus diambilnya.
 Berpikir refleksi, dimana anak melakukan refleksi terhadap proses berpikir
sebelumnya dalam menyelesaikan suatu masalah. Contohnya seorang anak yang
mendapat sebuah masalah yang sebelumnya ia pernah mendapatkanya namun
sebelumnya ia menyelesaikan masalah tersebut dengan cara yang kurang baik,
kemudia ia menyelesaikan masalah tersebut dengan cara yang lebih baik agar ia
tidak mendapatkan masalah yang sama pada waktu yang akan datang, seperti kata
pepatah “agar tidak terjatuh dalam lubang yang sama”.

1.4 Faktor-faktor Penunjang Perkembangan Intelektual


Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi seseorang mengalami perubahan tingkat
perkembangan (pindah dari tingkat satu ke tingkat yang lebih tinggi). Piaget (dalam Dahar,
2006) mengemukakan terdapat lima faktor yagn mempengaruhi transisi tersbebut.
a) Kedewasaan (maturation)
Perkembangan kognitif dipengaruhi oleh perkembangan sistem saraf pusat, otak,
koordinasi motorik, dan manifestasi fisik lainnya. Faktor kedewasaan merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi perkembangan intelektual individu. Kedewasaan tidak
terbentuk secara alami, dimana kedewasaan terbentuk akibat adanya pendidikan,
pengalaman, dan permasalahan yang dihadapi. Contohnya dalam beberapa kasus seorang
anak SMP yang berasal dari keluarga yang kurang mampu ia cenderung lebih bersikap
dewasa dari pada anak-anak sebayanya yang berasal dari keluarga orang kaya,
disebabkan oleh permasalahan-permasalah yang tingkatannya lebih sulit dari anak-anak
yang berasal dari keluarga orang kaya.
b) Transmisi sosial
Dalam transmisi sosial, pengetahuan itu datang dari orang lain. Pengaruh bahasa,
instruksi formal, dan membaca, begitu pula interaksi dengan teman-teman dan orang-
orang dewasa termasuk faktor transmisi sosial dan memegang peranan dalam
perkembangan intelektual anak. Misalnya seorang anak yang baru mulai masuk sekolah
dasar, dan ketika ia sudah mulai banyak bergaul dengan teman-temannya maka ia akan
memiliki penambahan ragam bahasa yang ia miliki sebelumnya.
c) Pengaturan sendiri
Equilibrasi merupakan suatu proses untuk mencapai tingkat-tingkat berfungsi
kognitif yang lebih tinggi melalui asimilasi dan akomodasi, tingkat demi tingkat.
Pengetahuan sendiri atau equilibrasi adalah kemampuan untuk mencapai kembali
kesetimbangan (equilibrium) selama periode ketidaksetimbangan (disquilibrium).
d) Pengalaman fisik
Interaksi dengan lingkungan fisik digunakan anak untuk mengabstrak berbagai sifat fisik
dari benda-benda. Piaget (dalam sunarto 2008) mencontohkan, jika seorang anak
menjatuhkan sebuah benda dan menemukan bahwa benda itu pecah, atau bila ia
menempatkan benda itu dalam air kemudian melihat bahwa benda itu terapung, maka ia
sudah terlibat dalam proses abstraksi, yaitu abstraksi sederhana atau abstraksi empiris.
Pengalaman ini disebut pengalaman fisik yang secara paradoks pengalaman fisik ini
selalu melibatkan asimilasi pada struktur-struktur logiko-matematik. Pengalaman fisik ini
meningkatkan kecepatan perkembangan anak, sebab observasi benda-benda serta sifat
benda-benda itu menolong timbulnya pikiran yang lebih kompleks. Oleh karena itu,
proses pembelajaran yang baik adalah diarahkan pada interaksi fisik antara pebelajar
dengan objek yang dipelajari.
e) Pengalaman logika-matematik
Pengamatan terhadap suatu objek akan menimbulkan pengalaman fisik dan pengalaman
lain, yang terjadi ketika membangun atau mengkonstruksi hubungan-hubungan antara
objek-objek. Dahar (2006) mencontohkan misalnya, seorang anak yang sedang
menghitung banyak kelereng yang dimilikinya, dan ia menemukan “sepuluh” kelereng.
Konsep “sepuluh” bukan merupakan suatu sifat dari kelereng-kelereng itu, melainkan
suatu konstruksi dari pikiran anak itu. Pengalaman dari konstruksi itu dan konstruksi-
konstruksi lain yang serupa, disebut pengalaman logiko-matematik. Proses konstruksi
biasanya disebut abstraksi reflektif. Piaget membuat perbedaan penting antara abstraksi
reflektif dan abstraksi empiris. Dalam abstarksi empiris, anak memperhatikan sifat fisik
tertentu dari benda dan tidak mengindahkan hal-hal lain. Misalnya waktu ia
mengabstraksikan warna dari suatu benda, ia sama sekali tidak memperhatikan sifat-sifat
yang lain, seperti massa dari bahan apa benda itu terbuat. Sebaliknya, abstraksi reflektif
melibatkan pembentukan hubungan-hubungan antara benda-benda seperti konsep
“sepuluh” yang telah ditemukan di atas, tidak terdapat pada kelereng manapun, atau
dimana saja dialam nyata ini. “Sepuluh” itu hanya terdapat dalam kepala anak yang
sedang menghitung kelereng-kelereng itu.

1.5 Implikasi Teori Piaget dalam Pendidikan


Proses belajar mengajar di dalam dunia pendidikan teori piaget berperan penting dalam
menunjang proses belajar mengajar tersebut. Para peserta didik memperoleh pengetahuan
melalui pembangunan dalam otak. Dalam teori Piaget ini menjelaskan jika pengetahuan seperti
jumlah bulan dalam 1 tahun, jumlah minggu dalam 1 bulan, dan seterusnya dapat dipelajari
secara langsung dari guru yang umumnya disampaikan kepada peserta didik melalui proses
belajar mengajar. Sedangkan pengetahuan yang berupa logika matematika tidak dapat diterima
secara utuh oleh semua peserta didik. Karena dalam memperoleh logika matematika secara utuh,
peserta didik perlu membentuk struktur pikiran yang baru atau menyusun kembali struktur
pikiran yang sudah ada menjadi struktur yang baru.
Pembentukan atau penyusunan struktur pikiran, para peserta didik dapat melalui operasi-
operasi seperti ekuilibrasi atau kesetimbangan. Ekuilibrasi atau kesetimbangan ini adalah proses
kecendrungan kembali ke ekuilibrium (kesetimbangan). Kesetimbangan yang dimaksud oleh
Piaget tidak bersifat homeostatis, atau kembali ke keadaan ekuilibrium sebelumnya.
Ekuilibriumnya merupakan suatu proses konstruktif.

Pembelajaran bagi Anak pada Tahap Operasional Konkret (Anak Usia Sekolah Dasar)

Pembelajaran yang konstruktivis merupakan pembelajaran yang mengarahkan guru


untukmenciptakan kondisi yang mendukung siswa membangun pengetahuannya sendiri.
Berdasarkan pertimbangan terhadap karakteristik kemampuan berpikiran pada tahap operasioal
konkret. Untuk dapat melaksanakan proses belajar mengajar semacam ini, Kamii (dalam Dahar
2006) menyarankan beberapa prinsip mengajarkan sains di sekolah dasarsebagaiberikut.

a. Menyiapkan benda-benda nyata untuk digunakan siswadalampembelajaran


Hal ini didasarkan padaprinsip bahwa pengetahuan fisik diperoleh dengan
berbuat/berinteraksi pada benda-benda, dan melihat bagaimana benda-benda itu bereaksi.
Misalnya, untuk mengetahui apakah suatu benda dapat menghantarkan kalor, anak itu harus
melakukan sesuatu pada benda-benda itu dan memperoleh jawaban dari benda-benda itu. Tidak
hanya pengetahuan fisik yang dikembangkannya, melainkan juga pengetahuan logiko-
matematik. Alasan yang kedua adalahhalinimerupakan satu-satunya cara mereka dapat
menglogika-matematikkaan kenyataan. Bukan dengan cara belajar kata-kata, melainkan para
siswa lebih baik berpikir mengenai alam nyata.
b. Memperhatikan empat cara di bawah ini mengenai berbuat terhadap benda-benda,
kemudian memilih pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
 Berbuat terhadap benda-benda dan melihat bagaimana benda-benda itu bereaksi.
 Berbuat terhadap benda-benda untuk menghasilkan suatu efek yang diinginkan.
 Menjadi sadar bagaimana seorang mengahasilkan efek yang diinginkan.
 Menjelaskan.
Mengenai pendekatan ketiga, Piaget mengemukakan bahwa di sekitar umur empat atau
lima tahun, anak-anak dapat melakukan banyak hal pada tingkat intelegensi praktis, tetapi
mereka tidak menyadari bagaimana menghasilkan sesuatu yang diinginkantersebut.
Cara yang keempat dapat berupa penjelasan langsung dari suatu peristiwa, atau berupa
menguji hipotesis secara matematis. Bila dipusatkan hanya pada penjelasan-penjelasan, ada
bahayanya karena kerap kali timbul verbalisme.
Jika digunakan dua pendekatan yang pertama, para siswa dapat diminta menjelaskan apa
yang menyebabkan mereka berpikir. Dalam pelajaran “terapung, melayang, dan tenggelam”,
misalnya siswa disuruh membuat “kapal-kapal dari tanah liat”, guru menggunakan pendekatan
kedua, jika guru meminta para siswa untuk membuat kapal tanah liat yang dapat terapung dalam
air. Kemudian, jika guru bertanya apa yang akan terjadi bila anak-anak menempatkan benda-
benda dalam kapal tanah liat itu, maka guru menggunakan pendekatan yang pertama. Kedua
pendekatan ini dan juga pendekatan yang ketiga, mengandung unsur penjelasan dan pada
umumnya lebih baik dari pada mengajar dengan menjelaskan. Hal ini dikarenakan penjelasan
yang abstrak merupakan hal yang sulit bagi siswa dalam periode-periode konkret.
Pendekatan yang ketiga, yaitu menjadi sadar bagaimana seorang menghasilkan efek yang
diinginkan, dapat digunakan bila guru menganjurkan siswa untuk bertanya pada siswa yang lain
bagaimana ia menyelesaikan tugasnya. Ini merupakan suatu contoh situasi yang secara edukatif
baik bagi siswa yang mengajarkan dan bagi yang diajari.
a. Memperkenalkan kegiatan yang layak, menarik, dan memberi kebebasankepada siswa
untuk menolak gagasan-gagasan yang diberikanolehguru
Kegiatan-kegiatan seperti ini akan menarik bagi siswa, tetapi hal ini tidak boleh
dipaksakan pada siswa. Siswa hendaknya mempunyai kebebasan untuk mengikuti perhatian
mereka sendiri, oleh karena itu pemahaman siswahanya akan dapat berkembang
jikaterlibatsecaralangsung.
b. Menekankanpada penciptaan pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah serta
pemecahan-pemecahannya
Dewasa ini para pendidik kerap kali menganjurkan “pemecahan masalah”, tetapi jarang
ditemukan tentang pentingnya penciptaan masalah-masalah dan pengajuan pertanyaan-
pertanyaan. Suatau bagian penting dalam konstruksivisme ialah konstruksi pertanyaan-
pertanyaan. Selain para siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau memecahkan masalah-
masalah mereka, mereka juga termotivasi untuk bekerja keras. Menurut Piaget (dalam
Dwijandono:2002) , perumusan pertanyaan-pertanyaan merupakan salah satu dari bagianyang
paling penting dan paling kreatif dari sains yang diabaikan dalam pendidikan sains.
c. Menganjurkan siswa untuk saling berinteraksi
Piaget (dalam Dwijandono:2002), pertukaran gagasan-gagasan tidak dapat dihindari
untuk perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung,
perkembangannya dapat distimulasi oleh konfrontasi kritis, khususnya dengan teman-teman
setingkat. Seperti halnya perbedaan pendapat itu esensial untuk konstruksi sains, demikian pula
hal ini tidak dapat dihindari untuk mengkonstrusi pengetahuan fisik dan pengetahuan logiko-
matematik. Menurut Piaget, para siswa hendaknya dianjurkan untuk mempunyai pendapat
sendiri mengemukakannya, mempertahankannya, dan merasa bertanggung jawab atasnya.
Ungkapan keyakinan secara jujur, akhirnya memupuk ekuilibirasi konstruktif dan membuat para
siswa lebih cerdas dan lebih termotivasi untuk terus belajar dibandingkan dengan belajar
jawaban “benar”.
Ada kalanya guru dapat menganjurkan para siswa untuk membandingkan berbagai
gagasan. Pada kesempatan lain guru membentuk kelompok-kelompok kecil untuk memecahkan
masalah tertentu. Cara ketiga untuk membangkitkan interaksi ialah dengan meminta seluruh
anggota kelas membandingkan berbagai masalah, pengamatan, dan interpretasi.
d. Menghindari istilah-istilah teknis dan memberikanpenekananuntuk berpikir
Hasil penelitian mengungkapakan, bahwa bahasa dapat memperjelas dan memperkaya
gagasan-gagasan bila para siswa sudah pada tingkat perkembangan yang tinggi, tetapi kerap kali
kata-katadapatmerintangipembelajaran.
e. Menganjurkan siswauntuk berpikir dengan cara mereka sendiri
Ada kalanya siswa-siswa membandingkan hal-hal salah. Meski demikian, mereka harus
dianjurkan untuk berpikir dengan cara mereka sendiri.Sebagaian dari intuisi-intuisi mereka itu
ada yang salah, sebagian ada yang betul, dan gagasan-gagasan ini harus ditelusuri dan
dikoordinasikan agar para siswa menjadi pemikir-pemikir yang diharapkan.

Pembelajaran bagi Anak pada Tahap Operasional formal (Anak Usia Sekolah Menengah
Pertama dan Menengah Atas)

Periode oprasional formal adalah penalaran hipotetis deduktif yang muncul sekitar usia
12 tahun. Adapun hal-hal yang perlu dipertimbangan terkait dengan implikasi teori kognitif
Piaget dalam praktek pendidikan pada anak usia sekolah menengah pertama dan menegah atas
adalah sebagai berikut: Siswa diberikan waktu yang cukup untuk menyerap ide-ide dan
menggunakan pola-pola berfikir formal. Pada saat memperkenalkan informasi baru, khususnya
informasi yang melibatkan konsep-konsep dan teori-teori abstrak, mulai dengan contoh-contoh
yang dikenal siswa dan siswa didorong untuk menerapkan penalaran hipotetis-deduktif atau
penalaran operasional formal. Siswa yang belum mencapai berfikir oprasional formal
kemungkinan memerlukan dukungan untuk perencanaan tugas kompleks. Situasi ini dapat diatasi
dengan cara :

a. Mendorong siswa untuk menyatakan prinsip-prinsip dan ide-ide dalam kata-kata mereka
sendiri dan menemukan makna di balik ide-ide dan teori-teori abstrak.
b. Mengarahkan siswa untuk menggunakan penalaran atau berfikir deduktif-induktif.

1.6 Kelebihan dan Kekurangan Teori Piaget


a. Kelebihan dari teori kognitif sebagai berikut:
1. Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri. Siswa lebih bisa mengkreasikan
hal-hal baru yang belum ada atau menginovasi hal yang sudah ada menjadi lebih
baik lagi.
2. Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah. Dengan metode
pembelajaran kognitif, siswa bersifat lebih aktif, dimana pendidik hanya perlu
memberikan dasar-dasar dari materi yang diajarkan untuk perkembangan dan
kelanjutannya diserahkan pada siswa.
3. Meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah. Melalui teori
belajar ini siswa melalui keaktifannya dalam proses belajar mengajar bisa
memperdalam pemahaman terhadap suatu hal dan meningkatkan pemecahan
masalah terhadap hal yang terkait.
4. Dapat meningkatkan motivasi. Dalam teori belajar ini, pendidik atau guru
berperan sebagai fasilitator dan pemandu siswa dalam belajar, peran guru untuk
memberikan motivasi agar siswa lebih aktif harus dimaksimalkan.
b. Kekurangan dari teori kognitif sebagai berikut:
1. Tidak dapat diukur hanya satu orang siswa saja, melainkan kita harus melihat
kemampuan mereka. Kemampuan yang perlu diperhatikan adalah daya ingat dan
kemampuan dalam menyelesaikan suatu masalah. Untuk menanggulangi
kekurangan ini dapat melatih daya ingat peserta didik secara bertahap selama
proses belajar-mengajar dan pemberian motivasi serta dapat membuat strategi-
strategi yang bersifat memberikan perlakuan yang sama dalam proses belajar
mengajar. Peran pendidik sebagai fasilitator, pemantau, dan pemandu harus
dilakukan secara maksimal.
2. Teori ini tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan. Karena peserta didik
memiliki kemampuan berbeda setiap jenjang dan keaktifannya tidak selalu sama
selama proses pembelajaran. Solusi untuk kekurangan ini adalah
mengkombinasikan teori belajar piaget dengan teori-teori belajar lain yang
relevan dengan tingkat pendidikan peserta didik.

Anda mungkin juga menyukai