Laporan Kasus
Identitas Pasien
• Nama : An. F
• Umur : 21 bulan
• Agama : Islam
• Alamat : Ciledug
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
• Sesak
• Suara serak
Sesak nafas dirasakan sejak tadi malam terus menerus semakin lama semakin
berat. Sebelum sesak muncul, pasien mengalami batuk kering seperti menggonggong
2 hari SMRS. Sesak napas disertai dengan bunyi stridor. Demam mulai kemarin
malam, terus menerus tapi tidak terlalu tinggi dan nafsu makan minum berkurang.
Riawayt tersedak disangkal.
Riwayat Keluarga
Riwayat Imunisasi
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
BB : 12 kg
2. Tanda vital
Nadi : 130x/menit
Suhu : 37,7°C
Respirasi : 44x/menit
Suhu Tubuh : 37,5°C
Status Generalis
Kepala : Normocephal
• Dyspneu : (+)
• Sianosis : (-)
Thorax
Pulmo
Resume
Anak F, laki-laki, 21 bulan datang ke Poli Penyakit THT RSUD Cibitung dengan
keluhan Sesak nafas dirasakan sejak tadi malam terus menerus semakin lama semakin
berat. Sebelum sesak muncul, pasien mengalami batuk kering seperti menggonggong
2 hari SMRS. Sesak napas disertai dengan stridor. Demam mulai kemarin malam,
terus menerus tapi tidak terlalu tinggi dan nafsu makan minum berkurang.
Sebelumnya pasien belum pernah sakit seperti ini. Riwayat tersedak disangkal. Anak
tampak sakit sedang dengan status generalis ditemukan dyspnea, nafas cuping hidung
dan retraksi intercostal. pada auskultasi thorax didapatkan bunyi stridor. Ditemukan
pada hidung pasien berair dan laring hiperemis. Sebelumnya pasien belum pernah
sakit seperti ini. Riwayat tersedak disangkal
• Croup / laryngotracheitis
• Epiglotittis
Diagnosis Kerja
• Croup / laryngotracheitis
Rencana terapi
Suportif
• O2 4L/menit
Kausatif
Simptomatik
Prognosis
• Quo ad vitam : ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Sindrom croup adalah berbagai penyakit respiratorik yang ditandai
dengan gejala akibat obstruksi laring yang bervariasi dari ringan sampai berat
berupa stridor inspirasi, batuk menggonggong, suara parau, sampai gejala
distres pernapasan.
2.2. Epidemiologi
Croup umumnya terjadi pada anak yang berusia diantara 3 bulan
sampai 5 tahun. Paling sering pada usia 2 tahun kehidupan. Insidensinya lebih
tinggi 1,5 kali pada anak laki-laki daripada perempuan. Musim dingin namun bisa
juga dimusim-musim lainnya Dalam penelitian Alberta Medical Association, lebih
dari 60% anak yang didiagnosis menderita croup dengan gejala ringan, sekitar 4%
dirawat di rumah sakit, dan kira-kira 1 dari 4.500 anak yang diintubasi (sekitar 1 dari
170 anak yang dirawat di rumah sakit)
2.3. Klasifikasi
Rhinitis akut dibagi lima berdasarkan tingkat keparahan penyakit
Ringan
Gejala batuk menggonggong yang kadang-kadang, tidak terdengar
suara stridor saat istirahat, dan tidak adanya retraksi sampai adanya
retraksi ringan suprastrenal dan/atau interkostal.
Sedang
Gejala batuk menggonggong yang lebih sering, suara stidor saat
istirahat yang dapat dengan mudah didengar, dan retraksi suprasternal dan
dinding sternal saat istirahat, tetapi tidak ada atau sedikit gejala distres
pernapasan atau agitasi.
Berat
Gejala batuk menggonggong yang lebih sering, stridor inspirasi yang
menonjol dan –kadang-kadang – stidor ekspirasi, retraksi dinding sternal
yang jelas, dan adanya gejala distres pernapasan dan agitasi yang
signifikan
Gagal Nafas Mengancam
Batuk kadang-kadang tidak jelas. Namun stridor kadang-kadang jelas
saat istirahat serta adanya gangguan kesadaran dan letargi
Klasifikasi sindrom croup berdasarkan definisi dan klinis, dibagi menjadi dua:
Spasmodic croup
a. Biasanya anak tiba-tiba terbangun di malam hari dengan stridor
inspirasi (sebelum tidur anak tampak sehat atau pilek ringan)
infeksi saluran pernapasan atas ringan, dengan edema subglottis yang
non-inflamasi
b. Riwayat croup pada keluarga
c. Tanpa demam, tanpa faringitis, epiglottis normal
Acute laryngotracheitis
a. Inflamasi pada laring dan trakea (eritema dan pembengkakan pada
dinding lateral trakea dan dibawah pita suara)
b. Pilek hidung tersumbat batuk dan coryza
c. Demam pada 24jam pertama dan 12-48 jam setelahnya timbul gejala
obstruksi pernapasan aatas
d. Faringitis minimal dan epiglottis notmal
e. Hasil lab: leukositosis ringan dengan sel PMN >70%
LTB (Laryngotracheobronchitis) dan LTBP (Laryngotracheobroncho-
pneumonitis)
a. Peradangan pada laring, trakea dan bronkus/paru-paru
b. Infiltrasi sel-sel radang, ulserasi, pseudomembran dan mikroabses
c. Gejala lebih berat dibandingkan laryngotracheitis
d. Progresifitas dalam 12 jam – 7hari
e. Faringitis minimal dan epiglottis normal
f. Pemeriksaan lab: peningkatan atau penurunan leukosit (neutrophil
>70% dan peningkatan neutrophil batang)
Laryngeal Diphtheria
a. Infeksi pada laring dan area lain
b. Etiologi: Corynebacterium diphtheria
c. Riwayat imunisasi tidak lengkap atau tidak adekuat
d. Onset lambat (2-3 hari)
e. Disfagia, faringitis membranosa, epiglottis normal – terselubungi
membrane
f. Lab: leukositosis (peningktan neutrophil batang)
2.4. Etiologi
Parainfluenza tipe 1, 2 dan 3
Influenza A dan B
Adenovirus
Respiratory syncytial virus
Measles
2.5. Patofisiologi
Etiologi obstruksi akut saluran pernafasan atas paling sering adalah
infeksi virus parainfluenza
Laryngotracheobronchitis infeksi virus pada region glottis dan
subglottis
Biasanya digunakan istilah laryngotracheitis, untuk kasus yang lebih berat
disebut dengan laryngotracheobronchitis (perluasan laryngotracheitis
terkait dengan superinfeksi bakteri dalam 5-7 hari)
Stridor inspirasi : terjadi apabila pada tek. Negatif yang tinggi saat
inspirasi udara harus melalui bagian yang sempit di jalan napas besar
yang terletak di luar rongga toraks. Pada saat ekspirasi, tekanan positif
akan melebarkan jalan napas sehingga stridor tidak terdengar lagi
Stridor ekspirasi dapat terjadi bila penyebab obstruksijalan napas besar
terjadi di dalam rongga toraks, missal: tumor yang menekan trachea
Rhinorrhea
Pharyngitis
Batuk menggonggong
Demam ringan (1-3 hari sebelum timbul gejala obstruksi pernafasan) atau
bisa sampai 39-40°C atau tidak demam
Stridor inspirasi
Suara serak
Agitasi
Pasien merasa lebih nyaman apabila dalam posisi duduk
Gejala wax and wane dan Gejala lebih buruk pada malam hari
Obstruksi Berat:
Respiratory distress
Hipoksia
Sianosis
Stridor istirahat
2.7. Diagnosis
2.10. Tatalaksana
Nonmedikamentosa
• Melembabkan udara
• Oksigen
• Oksigen –helium (menurunkan turbulensi udara pada penyempitan
saluran pernafasan
Medikamentosa
• Analgesik / Antipiretik
• Epinephrine : diberikan pada croup berat (dapat mengurangi distress
pernapasan dalam waktu 10 menit dan bertahan selama 2 jam
• Dosis tunggal: 0,5 ml epinephrine tartar 2,25% dan 0,5 ml
epinephrine 1:1.000
• Semua anak tanpa menghiraukan BB
• Steroid
• Dexamethasone 0,6mg/kgBB (peroral/parenteral)
• Inhalasi budesonide
2.11. Prognosis
Oleh karena pada umumnya penyebab sindrom croup adalah virus,
maka sindroma ini dapat sembuh dengan sendirinya, dan sangat jarang
menyebabkan kematian akibat obstruksi saluran pernapasan total.
Gejalanya dapat berlangsung dalam 7 hari, tetapi puncaknya pada hari
kedua dari perjalanan penyakit.
2.12. Komplikasi
Henti cardiopulmoner
Pneumonia
Recurrent croup
Daftar Pustaka
Hanna, R., Lee, F., Drummond, D., & Yunker, W. K. (2019). Defining atypical
croup: A case report and review of the literature. International journal of pediatric
otorhinolaryngology, 127, 109686. https://doi.org/10.1016/j.ijporl.2019.109686
Kliegman, R., Stanton, B., St. Geme, J. W., Schor, N. F., & Behrman, R. E.
(2016). Nelson textbook of pediatrics (Edition 20.). Phialdelphia, PA: Elsevier.
Petrocheilou, A., Tanou, K., Kalampouka, E., Malakasioti, G., Giannios, C., &
Kaditis, A. G. (2014). Viral croup: diagnosis and a treatment algorithm. Pediatric
pulmonology, 49(5), 421–429. https://doi.org/10.1002/ppul.22993