Anda di halaman 1dari 4

Rumah pohon

Hai, namaku Fasya Azzahra Fadillah. Biasa dipanggil Fasya. Aku duduk di bangku kelas 4 SD di
sekolah SDIT An-Nur di kelas 4A. Aku memiliki sahabat bernama Kayla Elanor Nurfalidzah.
Akrabnya Kayla. Aku senang bersahabat dengan kayla walaupun orangnya agak bawel.

Keesokan harinya di sekolah


Kringgggg, bel istirahat berbunyi.
“Kayla!”, seruku kepada kayla yang sedang duduk termenung gak tau mikirin apa.
Refleks Kayla langsung kaget.
“Kenapa Fasy?”, tanya Kayla.
“Nggak kenapa-kenapa kok, hehehe, cuman iseng bikin kamu terkejut aja”, kataku.
“Emangnya kamu lagi mikirin apa sih Kay?”, kataku ngepoin si Kayla.
“Nggak kok, aku nggak mikirin apa-apa kok”, jawab si Kayla.
“Jangan-jangan kamu lagi mikirin doimu tuh”, kataku sambil nyengir kuda.
“Nggak kok, ih kamu tuh ya”, ujarnya kesal.
“Ya udah yuk, kita masuk ke kelas kayaknya udah mau masuk tuh”, kataku.

Kami berdua pun masuk ke kelas 4A yaitu kelas kami berdua. Benar dugaanku, istirahat sudah
selesai dan kelas pun sudah mau memulai pelajaran. Pelajaran pertama yaitu pelajaran bahasa
inggris. Guru bahasa inggris adalah miss Nadya. Miss Nadya mengajarkan kami tentang
penggunaan kata ‘Has’ dan ‘Have’. Kami mendengar pelajaran dengan baik. Pelajaran demi
pelajaran pun berlangsung dengan baik sampai bel pulang terdengar. Murid-murid segera
merapikan tas dan pulang. Terkecuali Kayla dan aku karena tiba-tiba Kayla menghampiriku.

“Fasya kamu mau pulang bareng aku nggak?”, tanya Kayla.


“Boleh aja, lagi pula rumah kita kan dekat”, jawabku. “Ya udah yuk kita pulang”, kata Kayla lagi.
“Ok”, jawabku singkat.
Ternyata, tanpa disadari ternyata ada dua anak yang membenci persahabatan mereka dan
berencana memutuskan persahabatan mereka.

“Makasih ya fasy udah nemenin aku pulang sampe rumahku”, ucap Kayla.
“Oh, iya sama sama Kay”, ujarku.
Aku memang menemani Kayla pulang sampai rumahnya karena aku merasa ada orang lain yang
sedang mengawasi mereka tapi setiap aku melihat ke belakang aku tidak melihat apapun.
“Hhhhhh”, aku menghela nafas.
Lalu berbalik menuju rumahku.

“Akhirnya sampai juga di rumah”, kataku dalam hati. “Assalamualikum, mama aku pulang”,
ucapku memberi salam.
“Waalaikumsalam, wah anak mama sudah pulang, sana ganti baju dulu makan siangnya lagi
mama masak nih”, kata mama.
Tanpa berkata lagi aku masuk ke dalam kamarku dan mengganti bajuku dengan kaos berwarna
hijau toska dan celana berwarna biru muda. Aku pun pergi ke ruang makan. Di meja ruang makan
sudah ada sphageti, nasi goreng, es teh manis, dan melon. Aku segera mengambil bagianku dan
memakannya dengan lahap. Setelah makan, aku segera berwudhu dan mengerjakan sholat
dzuhur. Aku memang beragama islam seperti Kayla. Setelah sholat, aku berbaring di kasur. Belum
beberapa menit, terdengar ketukan dari pintu depan. Karena sepertinya mama sibuk dan kakakku
sedang pergi les dengan malas aku turun ke bawah lalu melihat siapa yang datang.
“Mungkin yang datang itu tukang service kompor karena kebetulan kompor rumahku rusak”,
pikirku.
Ternyata dugaanku salah. Setelah membuka pintu yang terlihat adalah Kayla.

“Hai Fasya”, ujarnya.


“Hai juga Kayla”, ucapku.
“Ada apa Kay ?, kok sepertinya ada sesuatu yang penting yang ingin dibicarakan”, tanyaku.
“Ya sebenarnya memang begitu”, jawabnya.
“Kalau begitu, yuk masuk ke kamarku. Aku segera menuntun Kayla ke kamarku.
“Nah, inilah kamarku, maaf ya agak berantakan”, kataku.
“Ah, nggak papa kok”, katanya.
“Mau kusuguhkan teh?”, kataku bertanya.
“Nggak usah nanti kamu repot”, jawabnya.
Kayla pun duduk di karpet berwarna hijau yang ada di kamarku lalu aku duduk di sebelahnya.

“Jadi sebenarnya apa yang ingin kau bicarakan sih?”, tanyaku.


“Jadi begini ketika tadi kita berjalan bersama aku merasa ada yang mengawasi gitu Fasy”, katanya
bercerita.
“Oh, aku juga merasa kayak gitu makanya aku nemenin kamu sampai rumah”, kataku.
“Jadi sepertinya ada yang membenci kita nih Fasy”, ujarnya lagi.
“Waduhhh, kalau begitu gaswat dong”, kataku sedikit bercanda.
“Gawat keleusss, bukan gaswat kebanyakan nonton ronaldowati sih kamu”, katanya memencet
hidungku.
“Hehehe, itu maksudku”, kataku.

Tiba-tiba, Terlintaslah suatu ide di kepalaku.


“Hmmm, aku punya ide nih”, ujarku.
“Apaan tuh?”, tanya Kayla.
“Jadi begini, gimana kalau kita bikin rumah pohon di pohon besar yang ada di halaman depan
rumahku, nah itu sebagai markas kita, jadi nggak perlu ke kamarku yang berantakan ini”,
jawabku.
“Wahhh, good idea tuh, kata Kayla sok inggris. “Kebetulan juga ayahku punya banyak kayu bekas,
cat, dan peralatan tukang lainnya lho”, kataku.
“Oh ya, ayahku kan ada furniture mini bekas yang kayaknya muat dirumah pohon kita nantinya”,
ucap Kayla.
“Yuk langsung aja kita mulai”, kataku

Setelah meminta izin dan di perbolehkan kami mengambil perlengkapan dan mulai membuatnya.
Kami bekerja sama agar pekerjaan lebih cepat selesai. Kami membangunnya dengan rapi dan
dipaku supaya kuat. Lantainya kami cat warna krem dindingnya warna hijau tua dan hijau muda
dan atapnya berwarna kuning cerah. Orangtua kami juga ikut serta membantu. Rumah pohon juga
lumayan besar.Setelah membuat rumah pohon kami membuat tangganya. Tangganya berwarna
merah dan jingga. Akhirnya rumah pohon telah selesai. Sekarang kami tinggal memasukkan
furniture atau peralatan rumah tangganya. Kami memasukkan kasur yang berukuran sedang lalu
kulkas mini setelah itu ada meja panjang. Kami menaruh beberapa peralatan di atas meja
tersebut yaitu kompor gas mini, peralatan memasak, beberapa piring dan peralatan makan
lainnya. Kami juga membuat tempat mencuci piringnya. Lalu, kami memasukkan karpet berbentuk
lingkaran berwara hijau. Kami juga memasang AC mini lho walau AC bekas. Kami memasukkan
meja lagi tetapi berukuran sedang. Lalu di atas kasur kami menaruh dua buah bantal, dua buah
guling, dan satu selimut berukuran sedang.Terakhir kami tinggal memasukkan peralatan kami
seperti tas, laptop, HP, Tv walau yang bekas tapi masih bagus lho, lalu beberapa buku, sendal
cadangan, beberapa pakain, dan lain-lain. Ternyata orang tua kami juga memasukkan lemari mini
dan rak mini. Sepertinya hanya itu saja sih. Oh ya, kami juga membuat jendela, jadi kami bisa
melihat luar. Di samping jendela ada teropong loh tapi teropong mini buat mengawas aja,
namanya juga markas. Nah itu saja yang ada di dalam rumah pohon kami. Oh ya dan kami juga
sudah meminta izin untuk tinggal di rumah pohon kami dan ternyata diperbolehkan, betapa
senangnya. Kami berdua pun tinggal disana. Kami biasa menyebut rumah pohon itu dengan
sebutan markas sih. Karena pohon yang dibuat menjadi markas itu besar maka daun lebat dan
rantingnya dapat menutupi keberadaan markas yang lumayan besar.

“Kay, senangnya ya kita bisa tinggal bersama sekaligus memiliki markas”, kataku senang.
“Seneng banget ya, apalagi kita bisa melihat matahari terbenam”, ujarnya.
“Tapi kita harus bisa mengetahui siapa yang membenci kita itu”, kata Kayla.
“Betul tuh”, kataku singkat.

Hari senin di sekolah, Jam istirahat


“Fasy, sepertinya kita harus memata-matai teman teman kita yang mencurigakan deh”, kata
Kayla.
“aku tahu siapa yang mencurigakan terhadap kita”, ucapku.
“Hmmm, siapa tuh?”,tanya Kayla.
“Itu loh si Ghina sama Dilla, kadang kadang mereka suka ngikutin aku, tapi setiap aku bertatapan
dengan mereka, mereka kayak gitu deh”, kataku.
“Maksudmu kayak istilah Lempar batu sembunyi tangan, jadi kayak berpura pura nggak
melakukan itu?”, kata Kayla.
“Iya kayak gitu”, jawabku.
“Hmmmm, jadi mulai sekarang kita harus memata-matai mereka ya, lagi pula rumah mereka
dekat dengan markas kita, jadi kita bisa manfaatin markas kita”, ujar Kayla.
“Yap, begitulah”, kataku singkat.

Sepulang sekolah
Kami pulang ke markas kami. Disana ada dua buah piring berisi nasi putih dengan ayam goreng
dan masih hangat. Kami membuat jus jeruk dingin dengan bahan yang ada di kulkas. Lalu kami
berdua makan siang sambil berbincang bincang mengenai orang yang menbenci kita dan berusaha
memecahkan siapakah orang itu
“Eh, Fasy, kira-kira siapa ya orang yang membenci kita kayaknya sih si Ghina sama Dilla deh
pelakunya”, kata Kayla
“Hmmm, kayaknya sih begitu”, katakuSementara itu di rumah Ghina
Ternyata Ghina dan Dilla juga memiliki rumah pohon sebagai markas mereka.
“Ghin, kita harus secepatnya memutuskan persahabatan mereka nih”, kata Dilla.
“Iya Dil, kita harys buat rencana nih, tapi rencananya apa ya?”, kata Ghina berfikir.
“Gimana kalo permainan adu domba saja”, kata Dilla
“Yang kayak gimana sih Dil ?”, tanya Ghina
“Jadi gini nanti kamu ngasih tau ke si Kayla kalau si Fasya tuh bilang ke kita kalo Kayla itu orang
nya nyebelin, nah terus aku kasih tau ke Fasya kalo Kayla tuh bilang ke kita kalau si Fasya tuh
orangnya cengeng, nah kan akhirnya berantem, terakhir kita tinggal menghasut lebih dalam lagi
supaya mereka memutuskan persahabatan mereka, jadi kita harus berbohong”, jelas Dilla panang
lebar.
“Ide yang bagus tuh”, kata Ghina.
“sekarang kita ke rumah si Fasya dulu ya, nah ini tugasmu, aku akan mengawas di semak semak
depan rumahnya ok”, kata Dilla
“Ok bos”, kata Ghina bercanda.
Mereka pun pergi ke rumah Fasya.

Kembali ke markas Fasya dan Kayla


“Ayo, kita harus mata-matain mereka lewat jendela”, kataku.
“Ayo”, jawab Kayla singkat.
Mereka berdua pun beranjak pergi ke jendela dan mengambil teropong mini mereka.
“eh, lihat tuh mereka berdua pergi keluar rumahnya dan menuju ke…”, kata Fasya.
“ke rumahmu”, sambung Kayla.
“Ok, apa pun yang di ucapkan jangan kau percayai dab bersikaplah santai, dan kamu turun lalu
berpura-puralah dari rumahmu kemudian kamu berpura-puralah pulang lalu aku turun dan
berpura-pura pulang ke rumah, setelah mereka pergi kita kembali ke markas, jangan sampai
markas kita diketahui merekaa, dan berpura-puralah kalau kita percaya omongan mereka,
paham?”, kataku menjelaskan panjang lebar.
“Siap”, jawab Kayla singkat.
Lalu kayla turun dan berpura-pura ingin pergi ke rumah Fasya lalu Ghina datang dan ia mengajak
Kayla untuk mengobrol.
“Eh, Kayla kebetulan aku mau ngobrol sama kamu”, kata Ghina.
“Emang, ada apa sih?”, Tanya Kayla.
“Kemarin si Fasya bilang ke aku kalo kamu tuh orangnya nyebelin”, kata Ghina berbohong.
“APA?, yang bener tuh”, kata Kayla berpura-pura percaya.
“Mana mungkin begitu orang kemarin si Fasya sama aku terus kok” pikir Kayla dalam hati
“Iya betul begitu”, kata Ghina
“kalau begitu aku akan menjauhi dia”, kata Kayla berpura-pura memusingkan mata.
“ya sudah itu saja ya aku ada urusan, dah”, kata Ghina

Tanpa berkata lagi Ghina menghampiri Dilla.


“Target pertama udah kena Dil”, kata Ghina kepada Dilla.
“Bagus, sekarang giliranku”, kata Dilla.
Sementara Kayla kembali ke markas dan aku turun sambil berpura-pura pulang ke rumahnya.
Kayla pun mengawasi lewat jendela. Aku pun sampai di depan pintu rumahnya dan Dilla
menghampiriku.
“Hai Dilla, ada apa?”, tanyaku.
“kebetulan aku ingin bertemu denganmu”, katanya.
“Ada masalah apa?”, tanyaku lagi.
“Kemarin Aku dengar si Kayla bilang ke kita kalau Kamu itu orangnya cengeng”, kata Dilla
menghasut.
“hmmmm, kalau begitu aku akan menjauhinya biar tau rasa”, kataku pura-pura percaya. Dilla pun
pergi. Begitu pula aku. Di markasku aku memberitahu Kayla kalau si Dilla bilang ke aku kalau
kamu tuh bilang ke Dilla bahwa aku itu orangnya cengeng. Dan si Kayla bilang ke aku kalau si
Ghina memberitahui Kayla bahwa kemarin aku bilang ke Ghina bahwa si Kayla tuh nyebelin. Kami
berdua tak percaya dan berenca menjebak Ghina dan Dilla.

“Kita jebak pakai cara apa nih?”, tanyaku


“Gimana kalau kita pakai cara mengucilkan mereka?”, usul Kayla.
“Bagus juga idenya Kay”, kataku mengagumi Kayla.
“Tapi, kayak gimana tuh caranya?”, kataku lagi.
“ya, kita nggak usah pedulikan mereka lagi gitu”, jawab Kayla.
“Oh begitu ya sudah”, kataku.

Entah mengapa tiba-tiba aku mengantuk. Maka kulihat jendela, disana langit sudah berwarna
hitam dengan taburan bintang.
“Eh, udah malam tuh, tidur yuk!”, kataku.
“Ternyata udah malam ya, pantas saja aku ngantuk”, kata Kayla.
Lalu, mereka berdua pun tidur di kasur, ya ialah di kasur masa di beton sih.

Keesokan harinya
Di hari ini Kayla dan aku membawa 30 kue untuk di bagi pada satu kelas kecuali Ghina dan Dilla,
agar mereka sadar dan meminta maaf. Saat jam istirahat kami memberikan kue kepada seluruh
murid kelas kecuali Ghina dan Dilla. Setelah itu, kami keluar kelas sambil mengobrol.

“hmmmm, mereka bakal kapok nggak ya?”, tanyaku.


“semoga aja mereka kapok ya”, jawab Kayla.

Belum lama mereka mengobrol Kayla dan Ghina keluar. Pertamanya kami merasa ada niat buruk
di hati mereka dan ternyata dugaan itu salah. Mereka meminta maaf dan mengakui bahwa mereka
ingin memutuskan persahabatan kami. Kami pun memaafkan mereka.

“Kayla, Fasya boleh nggak kami ikut bersahabat dengan kalian?”, tanya Ghina kemudian.
“Wah, boleh banget dong tentunya”, ujarku dan Kayla berbarengan.
Akhirnya kami berempat bersahabat, walau markas kami terpisah. Kami pun berjanji agar terus
akrab dan tidak bermusuhan seperti dulu lagi.

Tamat...

Anda mungkin juga menyukai