Anda di halaman 1dari 6

LITERATURE REVIEW

MATA KULIAH PSIKOLOGI SOSIAL TERAPAN


“RIVAL ABADI BONEK dan AREMANIA”

KELAS H – 2018

Figo Dhimas Cahyarudin (201810230311427)

Dosen Pengampu : Muhammad Fath Mashuri, S.PSi., M.A

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN 2019
A. Orientasi Masalah dan Hasil Penelitian

Olahraga sepakbola di Indonesia merupakan suatu hal yang sangat populer,


bukan hanya dari pemain, tetapi juga penonton pertandingan sepakbola pun sangat
antusias untuk menonton sebuah pertandingan sepakbola. Olahraga ini termasuk
populer di negara bagian manapun, termasuk di Indonesia, tak jarang stadion selalu
diisi penuh oleh suporter. Suporter sendiri dalam kamus besar bahasia Indonesia
berarti orang yang memberikan dukungan (dalam pertandingan dan sebagainya).
Peran suporter sendiri bisa untuk menciptakan suasana yang mampu memberikan
peninggkatan daya juang sebuah team yang didukung bahkan bisa juga untuk
melemahkan mental klub lawan (Ridyawanti, 2008 dalam Hapsari & Wibowo, 2015).

Tentu saja sebuah team selalu mengharapkan kemenangan, yang mana


mampu meningkatkan citra dari team itu sendiri, demikian pula jika team dambaan
suporter bisa menang atau juara, mereka akan merasa bangga team yang didukungnya
bisa memenangkan sebuah pertandingan. Namun sangat disayangkan perasaan
bangga atau senang dari suporter yang menang seringkali membuat suporter yang
kalah merasa geram dan kesal, kekesalan tersebut seringkali tidak bisa dikontrol dan
berujung emosi yang menimbulkan bentrok, tak jarang juga hal tersebut difaktori oleh
ejekan dari team yang menang, atau mungkin tidak terimanya atas kekalahan.

Tidak jarang suporter antar klub sepakbola di Indonesia terdapat kerusuhan


maupun bentrokan. Tidak terima atas kekalahan tersebut bisa jadi karena fanatisme
terhadap klub tersebut. Fanatisme di kalangan suporter sepakbola sungguh luar biasa
bila kita lihat pada pertandingan-pertandingan yang diadakan. Diinformasikan dalam
Astomo (dalam Hapsari & Wibowo, 2015), bahwa suporter yang ada di Indonesia
merupakan salah satu suporter paling fanatik di dunia. Suporter Indonesia berada
diurutan ke tiga setelah Inggris dan juga Argentina.

Seseorang yang fanatik secara psikologis biasanya tidak mempu memahami


apa yang ada di luar dirinya dan tidak paham terhadap masalah orang atau kelompok
lain,. Tanda-tanda yang jelas dari sifat fanatik adalah ketidakmampuan dalam
memahami karakteristik individu atau orang lain yang berada di luar kelompoknya,
baik benar ataupun salah (Rizkita, 2012). Mereka kerap kali tidak memperdulikan
sebab dari sebuah masalah, mereka tak jarang langsung bertindak terhadap suatu
permasalahan tanpa mengetahui latar belakang dari sebuah peristiwa dan langsung
saja menghardik, atau bersikap terhadap lawannya.
Perseteruan dari suporter yang paling terkenal yaitu Bonek dan juga
Aremania, sampai-sampai mendapat julukan sebagai rival abadi atau saat
pertandingan berlangsung biasa disebut dengan Super Derbi Jawa Timur, tak jarang
kedua suporter tersebut saling bentrok, bukan hanya di dalam lapangan, kedua
suporter tersebut sering kali bentrok di luar pertandingan yang dilagakan, bisa saja
saat ada bonek yang berada di Malang, atau mungkin Aremania yang berada di
Surabaya, hal tersebut bisa menjadikan bentrokan, dan menjadi dendam yang makin
menumpuk.

Salah satu hal yang bisa menjadi ketakutan tersendiri bagi warga Surabaya
ataupun Malang saat saling berkunjung, yaitu adanya sweeping, atau merazia plat
nomor dari asal daerah tersebut, contoh saja jika ada warga Surabaya yang
menggunakan kendaraan dengan plat nomor L akan cemas saat berkunjung ke
Malang karena adanya razia atau sweeping tersebut. Contohnya saja saat sweeping
ataupun razia, kebanyakan akan langsung dengan emosi tinggi “mengintrogasi”-nya,
biasanya individu yang mungkin memiliki peran besar akan dahulu melakukan
tindakan tersebut, dan kemudian diikuti oleh anggota lain, padahal anggota lain bisa
saja tidak ada niatan untuk melakukan hal tersebut. Pertikaian cenderung sering
terjadi karena konformitas dari suporter, terhadap anggota suporternya. Seperti
contoh pada kalimat diatas sebelumnya.

Kebencian bukan lagi soal Aremania ataupun Bonek terkadang banyak


stereotip dari para suporter terhadap warga Surabaya bahwa mereka adalah Bonek
atau sebaliknya, hal tersebut sudah mendarah daging akibat dendam yang tak kunjung
usai, perdamaian pun terus dilontarkan oleh masing-masing petinggi suporter, dan tak
jarang juga mereka tersulut oleh berita-berita miring mengenai masing-masing klub
ataupun suporter yang terkadang berita tersebut memang terlihat seperti ingin
memancing pertikaian. Hal seperti itu terkadang dengan mudah untuk menyulut
amarah dari masing-masing suporter.

Berdasarkan dengan adanya kedaan yang terjadi tersebut, kami melakukan


role play berupa FGD yang dilakukan terhadap 12 subjek yang masing-masing berisi
6 anggota kelompok Bonekmania dan 6 anggota kelompok Aremania, yang kami
lakukan adalah memisahkan antara kelompok Aremania dan kelompok Bonek, lalu
menjelaskan sejarah pertikaian dari masing-masing kelompok, dan kami juga
menyediakan waktu bagi mereka untuk berdiskusi serta memaparkan pendapatnya.

Kesimpulan yang didapatkan dari kelompok aremania yaitu, kelompok Arema


menjelaskan bahwa memang media menjadi salah satu faktor terjadinya pertikaian,
akibat dari provokasi judul berita dari media tersebut, mereka juga menjelaskan
bahwasannya petinggi dari Aremania memang sudah memberikan sosialisai
mengenai chant rasis, provokasi, dan menahan emosi. Mereka juga memaparkan
bahwasannya pihak Bonek sering melakukan sweeping plat N ketia ada pertandingan.
Hal lain yang mereka paparkan adalah sejarah ricuhnya tambaksari yang menjadi
salah satu faktor rivalitas tersebut, yang mereka sayangkan yaitu, sebagai Arema yang
bertamu untuk menonton konser, setidaknya mereka mendapat sedikit rasa
hormat,dan setidaknya dijamu sebagai tamu,bukan malah di provokasi dan
menimbulkan keributan. Pihak mereka pun percaya bahwa provokator bukan dari
pihak masing-masing suporter.

Dari pihak Bonek sendiri memaparkan bahwa pihak Arema sering melakukan
sweeping plat L di Malang, mereka juga mengutarakan bahwasannya pihak Arema
terlalu membangga-banggakan daerahnya, dan merendahkan daerah lain. Pihak
Bonke juga berpendapat bahwa tidak sepatutnya media dijadikan kambing hitam atas
kerusuhan yang terjadi, mereka berpendapat bahwa pihak Arema gampang tersulut
emosinya akibat berita dari media.

Setelah adanya diskusi dari masing-masing kelompok tersebut, kemudian


kedua kelompok tersebut dijadikan satu kelompok besar yang mana mereka kami
haruskan untuk berbaur, dan memposisikan diri sebagai pihak yang netral, setelah itu
mereka memaparkan hasil diskusi sebelemnya dan memeberikan pendapat dari
statement masing-masing yang akan diutarakan.

Diskusi dimulai, dan salah satu orang ada yang berpendapat mengenai judul
berita sebagai bentuk provokasi. Sempat terjadi perdebatan dalam forum tersebut, dan
mereka kembali membawa identitas mereka masing-masing, dan yang mendebat
masalah tersebut mengatakan bahwa mereka kurang dapat memahami bacaan,
kemudian fasilitator mulai mengingatkan kembali bahwa pada forum kali ini
semuanya netral.

Dari pendapat pertama tersebut banyak pula yang menyetujui bahwa


kericuhan yang biasanya tejadi bukan dari pihak Aremania maupun Bonek, tetapi
adanya pihak-pihak lain seperti oknum yang memprovokasi. Mereka setuju bahwa
pertikaian yang terjadi antar kelompok tersebut di manfaatkan oleh beberapa
golongan, salah satunya media, karena mereka percaya bahwa hal tersebut bisa
menjadi sumber berita yang menguntungkan pihaknya. Setelah perdebatan tersebut
terjadi, kami menanyakan mengenai pendapat masing-masing tentang keinginan
mereka untuk Aremania dan Bonek ini berdamai, hampir semua dari mereka
menjawab bahwa memang ada keinginan untuk berdamai, namun, mereka juga
menyutejui bahwa perdamaian sulit untuk bisa terjadi, salah satunya karena dendam
yang amat sangat dari masing-masing kelompok.

Pada sesi terakhir, kami menanyakan masalah bagaimana solusi agar


pertikaian tersebut tidak terjadi, salah satu dari mereka berpendapat bahwa lebih baik
dibubarkan saja klub-klub sepakbole tersebut, namun yang lain menyanggah bahwa
sepakbola merupakan salah satu hiburan masyarakat, lalu ada pula yang menyanggah
bahwasannya, dari pada selalu terdapat ricuh, yang bahkan tidak hanya melulu soal
Bonek vs Arema, lebih baik kehilangan salah satu hiburan dari masyarkata, karena
dampaknya sudah sangat besar dirasa, korban dimana-mana, hubungan antar kota pun
ikut terdampak.

B. Kajian Teoritik

Berdasarkan pemaparan diatas, kebanyakan dari mereka masih konform untuk


menyetujui beberapa pendapat akibat banyak yang lain menyetujui, sesuai dengan
penelitian (Rahmat, dalam Rahayu 2008) bahwa 3 sampai 5 orang akan menimbulkan
konformitas, atau perilaku ikut-ikutan. Konformitas sendiri didefinikasn oleh Sears
(dalam Utomo 2013) adalah penyesuaian diri yang kuat terhadap kelompoknya. Hal
tersebut sangat sesuai dengan salah satu aspek dari konformitas yang dikemukakan
oleh Sears dalam Pratiwi, Yusuf, & Lilik (2009). yaitu bila individu berada pada
sebuah diskusi maka ia akan mendapatkan tekanan akibat dari pendapat yang telah
disepekati sebelumnya dan menimbulkan konformitas. Hal tersebut sesuai pula
dengan aspek konformitas yang dikemukakan oleh Santrock (2008) bahwa individu
mengingnkan penerimaan dari sebuah kelompok yang menjadikan merka untuk
berusaha tidak menjadi berbeda dengan yang lain.

C. Kesimpulan

Berdasarkan dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa salah satu


faktor dari terjadinya konflik yaitu pemberitaan dari media yang seolah-olah
menjelekkan kelompok tersebut, yang mana akan menyulut emosi dari mereka, dan
media tersebut bisa dikatan sebagai provokator, ada pula bisa dikatan bahwa selain
meia sebagai provokatof, kebanyakan dari mereka masih konform terhadap
kelompoknya, sehingga yang tadinya bersikap biasa, menjadi ikut tersulut pula
D. Daftar Isi

Hapsari, I., & Wibowo, I. (2015). Fanatisme dan agresivitas suporter klub sepak bola.
Jurnal Ilmiah Psikologi, 8(1).
Pratiwi, R. A., Yusuf, M., & Lilik, S. (2009). Hubungan antara konsep diri dan
konformitas dengan perilaku merokok pada remaja. WACANA, 1(2).
Rahayu, C. D. (2008). Hubungan antara kematangan emosi dan konformitas dengan
perilaku agresif pada suporter sepak bola (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Surakarta).
Rizkita, R.H. (2012). Bimbingan dan konseling bagi para Korean fanatik. Jurnal
Fakultas Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Pendidikan
Indonesia, 01, 15-26.
Santrock, J.W. 2008. Life-Span Development. Perkembangan Masa Hidup. Jilid 2
Edisi kelima. Jakarta : Erlangga.
Utomo, H. (2013). Hubungan antara frustasi dan konformitas dengan perilaku agresi
pada suporter Bonek Persebaya. Character: Jurnal Penelitian Psikologi., 1(2).

Anda mungkin juga menyukai