Anda di halaman 1dari 35

Prof Dra apt.

Zullies Ikawati
Fakultas Farmasi UGM
▪ Penyakit Tuberkulosis (TB)
▪ Obat-obat TB
▪ Macam obat
▪ Pemantauan pengobatan
▪ Efek samping
▪ Evaluasi akhir
▪ Tatalaksana TB pada saat pandemic
Covid-19
▪ Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis.
▪ Terdapat beberapa spesies Mycobacterium,
antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M.
bovis, M. Leprae yang juga dikenal sebagai
Bakteri Tahan Asam (BTA).
▪ Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2 – 0,6 mikron.

▪ Bersifat tahan asam dalam perwarnaan dengan metode Ziehl Neelsen,


berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan dibawah
mikroskop.

▪ Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka
waktu lama pada suhu antara 4°C sampai minus 70°C.

▪ Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultra violet.
Paparan langsung terhada sinar ultra violet, sebagian besar kuman akan
mati dalam waktu beberapa menit.

▪ Dalam dahak pada suhu antara 30-37°C akan mati dalam waktu lebih
kurang 1 minggu.

▪ Kuman dapat bersifat dorman.


▪ batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih.
▪ Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu:
▪ dahak bercampur darah,
▪ batuk darah,
▪ sesak nafas,
▪ badan lemas,
▪ nafsu makan menurun,
▪ berat badan menurun,
▪ malaise,
▪ berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,
▪ demam meriang lebih dari satu bulan.
▪ Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering kali bukan
merupakan gejala TBC yang khas, sehingga gejala
batuk tidak harus selalu selama 2 minggu atau lebih.
Menurut PMK 67/2016, pengobatan TB yang adekuat harus memenuhi prinsip-prinsip
berikut :
1. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang
tepat mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi.
2. Diberikan dalam dosis yang tepat.
3. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas
Menelan Obat) sampai selesai pengobatan.
4. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup, terbagi dalam dua (2)
tahap yaitu tahap awal serta tahap lanjutan, sebagai pengobatan yang adekuat
untuk mencegah kekambuhan.
▪ Terapi TB umumnya memerlukan kombinasi obat untuk mencegah resistensi
mikobakterium TB
▪ Dapat bersifat tunggal atau dibuat dalam Kombinasi Dosis Tetap (KDT)
▪ Keuntungan KDT adalah :
▪ Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan risiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
▪ Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
▪ Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
KDT
Fase Intensif (2 bulan) Fase Lanjutan (4 bulan)
RHZE, 1 tablet terdiri dari : RH, 1 tablet terdiri dari :
▪ R 150 mg (rifampisin) ▪ R 150 mg (rifampisin)
▪ H 75 mg (isoniazid) ▪ H 150 mg (isoniazid)
▪ Z 400 mg (pirazinamid)
▪ E 275 mg (etambutol)
Kombipak
Fase Intensif (2 bulan) Fase Lanjutan (4 bulan)
Tiap blister terdiri dari : Tiap blister berisi:
▪ R 450 mg (1 kaplet salut selaput) ▪ H 600 mg (2 tablet @ 300 mg)
▪ H 300 mg (1 tablet) ▪ R 450 mg (1 kaplet salut selaput
450mg)
▪ Z 1500 mg (3 tablet @ 500 mg)
▪ E 750 mg (3 tablet @ 250 mg)
KDT
Fase Intensif (2 bulan) Fase Lanjutan (4 bulan)
RHZ, 1 tablet terdiri dari : RH, 1 tablet terdiri dari :
▪ R 75 mg ▪ R 75 mg
▪ H 50 mg ▪ H 50 mg
▪ Z 150 mg
1. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3 atau 2(HRZE)/4(HR).

2. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 atau

2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E.

3. Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZE(S)/4-10HR.


Kategori-1
a) Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
b) Pasien TB paru terdiagnosis klinis.
c) Pasien TB ekstra paru.
Dosis harian fase awal dan dosis intermiten fase lanjutan
{2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3)}

a) Pasien kambuh.
b) Pasien gagal pada
pengobatan dengan paduan
OAT kategori 1 sebelumnya.
c) Pasien yang diobati kembali
setelah putus berobat (lost to
follow-up).
Pemantauan kemajuan pengobatan TB (1)
Pemantauan kemajuan pengobatan TB (1)
Tata laksana pasien yang berobat tidak teratur
Hasil Definisi
pengobatan

Sembuh Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis positif pada awal
pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan menjadi
negatif dan pada salah satu pemeriksaan sebelumnya

Pengobatan Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dimana pada salah
lengkap satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan hasilnya negatif namun tanpa ada bukti
hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan.

Gagal Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif
pada bulan kelima atau lebih selama masa pengobatan; atau kapan saja dalam masa
pengobatan diperoleh hasil laboratorium yang menunjukkan adanya resistensi OAT.
Hasil Definisi
pengobatan
Meninggal Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum memulai atau sedang
dalam pengobatan
Putus berobat Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang pengobatannya
(loss to follow-up) terputus terus menerus selama 2 bulan atau lebih.
Tidak dievaluasi Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya.
Termasuk dalam kriteria ini adalah ”pasien pindah (transfer out)” ke
kabupaten/kota lain dimana hasil akhir pengobatannya tidak diketahui oleh
kabupaten/kota yang ditinggalkan.
▪ Selama menjalani pengobatan, pasien harus dipantau secara ketat untuk
menilai respons pengobatan dan mengidentifikasi efek samping sejak dini.
▪ Gejala TB berupa batuk, berdahak, demam dan BB menurun, pada umumnya
membaik dalam beberapa bulan pertama pengobatan.
▪ Konversi dahak dan biakan merupakan indikator respons pengobatan.

▪ Definisi konversi biakan adalah pemeriksaan biakan 2 kali berurutan dengan


jarak pemeriksaan 30 hari menunjukkan hasil negatif yang semula biakan
positif.
Hasil Definisi
pengobatan
Sembuh 1) Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai pedoman pengobatan
TB RO tanpa bukti terdapat kegagalan, dan
2) Hasil biakan telah negatif minimal 3 kali berturut-turut dengan jarak
pemeriksaan minimal 30 hari selama tahap lanjutan
Pengobatan Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai pedoman pengobatan TB
Lengkap RO tetapi tidak memenuhi definisi sembuh maupun gagal.

Meninggal Pasien meninggal karena sebab apapun selama masa pengobatan TB RO


Lost to Follow-up Pasien terputus pengobatannya selama dua bulan berturut-turut atau lebih.
Hasil Definisi
pengobatan
Tidak di Evaluasi Pasien yang tidak mempunyai/tidak diketahui hasil akhir pengobatan TB RO
termasuk pasien TB RO yang pindah ke fasyankes di daerah lain dan hasil akhir
pengobatan TB RO nya tidak diketahui.
Gagal Pengobatan TB RO dihentikan atau membutuhkan perubahan paduan
pengobatan TB RO yaitu ≥ 2 obat TB RO yang disebabkan oleh salah satu dari
beberapa kondisi di bawah ini yaitu:
1) Tidak terjadi konversi sampai dengan akhir bulan ke-8 pengobatan.
2) Terjadi reversi pada fase lanjutan (setelah sebelumnya konversi).
3) Terbukti terjadi resistansi tambahan terhadap obat TB RO golongan kuinolon
atau obat injeksi lini kedua.
4) Terjadi efek samping obat yang berat.
Kasus TBC
Kasus TB menurut umur dan jenis kelamin di Indonesia 2019
>65
Indonesia
Kasus TB menurut umur dan jenis kelamin di Indonesia 2020
>65
55-64 55-64

45-54 45-54

35-44 35-44

25-34 25-34

15-24 15-24
5-14
5-14
0-4
0-4

80,000 60,000 40,000 20,000 0 20,000 40,000 60,000


20,000 15,000 10,000 5,000 0 5,000 10,000 15,000

Perempuan Laki-Laki Perempuan Laki-Laki

Jan-
Des 12,4% 87,6% Jan-Juli
2020
9,5% 90,5%
2019 Kasus TB Anak
Kasus TB Dewasa Kasus TB Anak Kasus TB Dewasa
(0-15 tahun ) (0-15 tahun )
Kasus TB menurut umur pe provinsi 2019 Kasus TB menurut umur pe provinsi 2020
100% 100%
80% 80%
60%
Rumah Sakit (Pemerintah
60%
dan
40% 40%
20%
Swasta) dan Balai Kesehatan
20%
0% Paru 0%
JATIM

BABEL

SUMSEL
ACEH

BENGKULU

DKI JAKARTA
GORONTALO

LAMPUNG

SULTENG
BALI

NTB

SULBAR
KALSEL

KALTIM

NTT

SULUT
SUMBAR

SUMUT
BANTEN

JATENG

PAPUA
PAPUA BARAT

SULTRA
DIY

JABAR

KALTARA
KALTENG

KEPRI

RIAU
JAMBI

KALBAR

SULSEL
MALUT

INDONESIA
MALUKU

JATIM

BABEL

SUMSEL
ACEH

BENGKULU

GORONTALO

SULTENG
BALI

KALTIM

KEPRI

NTB

SULBAR
KALSEL

NTT

SULUT
SUMBAR

SUMUT
BANTEN

JATENG

PAPUA
PAPUA BARAT

SULTRA
DIY

JABAR

KALTARA
KALTENG

RIAU
JAMBI

KALBAR

SULSEL
LAMPUNG

MALUT

INDONESIA
MALUKU
DKI JAKARTA
0-4 5-14 15-24 25-34 35-44 45-54 55-64 >65 0-4 5-14 15-24 25-34 35-44 45-54 55-64 >65
Kematian Pasien TBC
Kematian pasien TB menurut umur dan jenis kelamin di Indonesia 2019*)
>65
Indonesia Kematian pasien TB menurut umur dan jenis kelamin di Indonesia 2020*)
>65

55-64 55-64

45-54 45-54

35-44 35-44

25-34 25-34

15-24 15-24

5-14 5-14

0-4 0-4

2,500 2,000 1,500 1,000 500 0 500 1,000 1,500 1,500 1,000 500 0 500 1,0

Perempuan Laki-Laki Perempuan Laki-Laki


*) sd Juli 2020

Jan-
Des 1,9% 98,1% Jan-Juli
2020
2,0% 98,0%
2019 Kematian Pasien TB Kematian Pasien Kematian pasien TB Kematian pasien
Anak (0-15 tahun ) TB Dewasa Anak (0-15 tahun ) TB Dewasa
Kematian pasien TB menurut umur pe provinsi 2019*) Kematian pasien TB menurut umur pe provinsi 2020*)
100% 100%
80% 80%
60% 60%
40%
Rumah Sakit 40%
(Pemerintah dan
20% Swasta) dan Balai
20% Kesehatan
0% Paru 0%

BABEL

SUMSEL
ACEH

BENGKULU

JATIM

SULBAR

SULTENG
BALI
BANTEN

NTB
NTT

SULUT
KALSEL

KALTIM

SUMBAR

SUMUT
JATENG

PAPUA
PAPUA BARAT

SULTRA
DIY

JABAR

KALTARA
KALBAR

KALTENG

KEPRI

LAMPUNG

RIAU
JAMBI

SULSEL
MALUT

INDONESIA
DKI JAKARTA
GORONTALO

MALUKU
BABEL

SUMSEL
ACEH

BENGKULU

SULTENG
BALI

JATIM

NTB

SULBAR
KALSEL

KALTIM

NTT

SULUT
SUMBAR

SUMUT
BANTEN

JATENG

PAPUA
PAPUA BARAT

SULTRA
DIY

JABAR

KALTARA

RIAU
KALTENG
JAMBI

KALBAR

KEPRI

SULSEL
LAMPUNG

MALUT

INDONESIA
MALUKU
DKI JAKARTA
GORONTALO

0-4 5-14 15-24 25-34 35-44 45-54 55-64 >65 0-4 5-14 15-24 25-34 35-44 45-54 55-64 >65
*) Berdasarkan kohort penemuan kasus tahun 2018 *) Berdasarkan kohort penemuan kasus tahun 2019
▪ Layanan TB dengan rawat jalan yang berpusat pada pasien dan perawatan berbasis
masyarakat harus menjadi pilihan utama dalam tatalaksana TB pada masa tanggap
darurat akibat Pandemi COVID-19 dibandingkan dengan perawatan di Rumah Sakit, kecuali
apabila pasien mengalami permasalahan klinis yang serius sehingga memerlukan rawat inap.
Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi potensi penularan COVID-19 kepada pasien TB
maupun sebaliknya.
▪ Pemberian pengobatan anti-TB (OAT) sesuai standar dan pemantauan pengobatan harus
dipastikan terselenggara untuk semua pasien TB, termasuk mereka yang termasuk ODP, PDP
dan pasien terkonfirmasi COVID-19.
▪ Pasien TB dapat diberikan sejumlah OAT untuk periode tertentu sehingga stok OAT yang
memadai harus disediakan. Prinsip yang dianjurkan adalah pengobatan TB tetap berjalan
tanpa pasien harus terlalu sering mengunjungi fasyankes TB untuk mengambil OAT.
Stok obat untuk mengatasi efek samping pengobatan juga harus dijamin ketersediaannya.

PROTOKOL TATA LAKSANA PASIEN TB DALAM MASA PANDEMI COVID 19


Edisi II (30 Maret 2020)
▪ Semua pasien TB dihimbau untuk tetap tinggal di rumah, menjaga social distancing
dan menghindari tempat tempat yang dikunjungi banyak orang
▪ Pasien TB sensitif obat pada fase pengobatan intensif, pemberian OAT diberikan dengan
interval tiap 14 - 28 hari.
▪ Pasien TB sensitif obat pada fase pengobatan lanjutan, pemberian OAT diberikan dengan
interval tiap 28 - 56 hari.
▪ Pasien TB resistan obat pada fase pengobatan intensif, pemberian OAT oral
diberikan dengan interval tiap 7 hari.
▪ Pasien TB resistan obat pada fase pengobatan lanjutan, pemberian OAT oral
diberikan dengan frekuensi tiap 14 - 28 hari dengan memperkuat PMO dan
menggunakan modalitas teknologi digital dalam memantau pengobatan.
▪ Interval pemberian OAT bisa diperpendek melihat kondisi pasien.
▪ Pasien TB resistan obat yang masih menggunakan terapi injeksi tetap melakukan kunjungan
setiap hari ke faskes yang ditunjuk mengikuti prinsip yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Diupayakan sebisa mungkin injeksi dilakukan di faskes terdekat dari rumah pasien
(pemerintah/swasta) dengan tetap memperhatikan keamanan petugas di faskes tujuan.
▪ Pasien dan keluarganya harus diberikan informasi terkait efek samping dan tanda-tanda
bahaya yang mungkin terjadi dan apa yang harus dilakukan jika kondisi tersebut muncul.
▪ Pasien TB yang masih batuk agar tetap memakai masker baik di rumah maupun saat keluar
rumah, dan disarankan untuk memiliki ruang tidur yang terpisah dengan anggota keluarga
lainnya
▪ Setiap pasien TB harus mempunyai 2 nomor telepon yang bisa dihubungi yaitu nomor pasien
dan nomer Pengawas Minum Obat. Petugas juga harus memberikan nomor telepon kepada
pasien dan keluarganya untuk memberikan akses apabila terjadi kejadian efek samping obat
atau kondisi lain yang memerlukan bantuan medis dan penyesuaian pengobatan (pindah / pergi
jarak jauh).
▪ Bila dalam pemeriksaan ODP dan PDP
COVID-19 ditegakkan juga menjadi
pasien TB baru, maka perawatan PDP
dilakukan di RS dalam tata laksana PDP.
▪ Bila ODP, maka harus isolasi diri 14
hari sambil menunggu hasil swab
COVID-19.
▪ Untuk pasien TB yang menjadi PDP
maka terapi dilanjutkan di RS tempat
PDP dirawat.
▪ Penatalaksanaan TB pada kondisi sebelum pandemic dan saat pandemic COVID-19 pada
prinsipnya tidak berbeda, namun lebih ditekankan pada pencegahan penularan (saling
menularkan antara pasien COVID dengan TB) sesuai protokol kesehatan
▪ Terapi TB tidak boleh terputus, karena jika terpapar COVID-19 maka prognosis pasien TB
dengan COVID-19 akan lebih buruk
▪ Prinsip yang dianjurkan adalah pengobatan TB tetap berjalan tanpa pasien harus
terlalu sering mengunjungi fasyankes TB untuk mengambil OAT.
▪ Peran Apoteker sangat penting dalam memberikan edukasi dan informasi pada pasien TB
terkait penyakit, obat dan penggunaannya

Anda mungkin juga menyukai