Anda di halaman 1dari 7

Pemodelan Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Penglihatan Kabur

Pada Mata Menggunakan Metode AHP-SAW


oleh Mochammad Faizal Satria Rahman (115090607111031)

Abstrak

Penyakit penglihatan kabur merupakan salah satu penyakit mata yang memiliki tingkat
kasus yang tinggi di Indonesia. Penyakit ini sulit dideteksi secara kasat mata dan pada banyak
kasus penyakit ini baru terdeteksi saat sudah parah. Penderita penyakit ini biasanya tidak sadar
terhadap gejala penyakit penglihatan kabur (blurred vision). Oleh karena itu dibutuhkan diagnosis
pakar untuk mengetahui penyakit ini. Akan tetapi, terbatasnya jumlah pakar mata di Indonesia juga
menjadi masalah yang harus ditangani. Pada tulisan ilmiah ini akan membahas penanganan
masalah diagnosis gejala penyakit mata penglihatan kabur dan keterbatasan jumlah pakar mata
dengan membangun sistem pakar melalui pengembangan kecerdasan buatan (artificial intelligent)
dengan memasukkan pengetahuan dan pengalaman pakar ke dalam sistem model program.
Didukung dengan metode Analytic Hierarchy Process Simple Additive Weighting (AHP-SAW) yang
merupakan metode terapan yang digunakan untuk mengatasi permasalahan identifikasi suatu
kriteria yang diukur secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil dari data uji pada penelitian ini,
pemodelan sistem pakar dapat melakukan diagnosis penyakit penglihatan kabur (blurred vision)
dengan tingkat akurasi > 85%.

Kata kunci: sistem pakar, diagnosis penyakit penglihatan kabur, AHP, SAW

1. Pendahuluan dan bahkan kebutaan. Oleh Karena itu,


Mata merupakan suatu panca indera yang dibutuhkan sebuah sistem pakar yang dapat
sangat penting dalam kehidupan manusia untuk menggantikan atau membantu peran seorang
melihat. Dengan mata, manusia dapat pakar untuk menangani masalah yang dihadapi
menikmati keindahan alam dan berinteraksi oleh para penderita penyakit penglihatan kabur
dengan lingkungan sekitar dengan baik. Jika (blurred vision).
mata mengalami gangguan, maka akan Sistem pakar merupakan salah satu bagian
berakibat sangat fatal bagi kehidupan manusia. dari kecerdasan buatan yang memungkinkan
Jadi sudah semestinya mata merupakan anggota komputer dapat berpikir dan mengambil
tubuh yang perlu dijaga dalam kesehatan sehari- kesimpulan menggunakan proses yang serupa
hari. Meskipun sangat penting, seringkali kita dangan metode yang digunakan oleh seorang
melupakan untuk merawatnya secara baik yang pakar. Pada dasarnya, sistem pakar diterapkan
dikarenakan kurangnya pengetahuan untuk mendukung aktivitas pemecahan masalah.
masyarakat untuk mencegah penyakit itu. Selain Beberapa aktivitas pemecahan masalah yang
itu, terbatasnya sarana pelayanan kesehatan dimaksud antara lain pengambilan keputusan,
mata di puskesmas dan rumah sakit, serta pemaduan pengetahuan, perencanaan, prakiraan,
kurangnya tenaga dokter spesialis matamembuat diagnosis, serta pelatihan. Selain itu sistem
gangguan mata tak tertangani sejak dini pakar juga dapat berfungsi sebagai asisten yang
(Fitriawati, 2016). pandai dari seorang pakar [Ari, 2010].
Penyakit penglihatan kabur disebabkan Metode Analytical Hierarchy Proses (AHP)
karena kesalahan bias (refractive erros), rabun dan Simple Additive Weighting (SAW)
jauh, rabun dekat, katarak dan presbyopia. merupakan suatu metode proses pengambilan
Penglihatan yang terganggu dapat meliputi keputusan. Konsep dari metode SAW adalah
penglihatan samping maupun kemampuan penjumlahan terbobot dari rating kinerja setiap
melihat pada bagian kanan atau kiri penglihatan. alternatif pada semua atribut, dan hasil akhirnya
Terkadang, penglihatan kabur juga dapat berupa perangkingan alternatif keputusan.
dialami hanya pada salah satu mata saja. Kelebihan metode SAW adalah proses
Penglihatan kabur yang dikategorikan serius perhitungan cepat, namun bobot prioritas tiap
dapat menyebabkan kerusakan mata permanen kriteria harus ditentukan dahulu (Sari, 2011).
Untuk melengkapi analisa yang komprehensif Gambar 2.1 merupakan diagram blok yang
digunakan metode AHP untuk menetukan bobot berisi tahapan-tahapan yang dilakukan dalam
prioritas tiap kriteria. Seteleh Menentukan bobot penelitian yang diusulkan.
prioritas menggunakan metode AHP, kemudian 2.1. Studi Literatur
digunakan metode SAW dalam proses Pada tahap ini dilakukan pembelajaran
perangkingan penyakit. literatur dari berbagai bidang ilmu yang
Baik metode AHP maupun metode SAW berhubungan dengan pemodelan sistem pakar
lebih umum digunakan pada Decision Support diagnosis penyakit penglihatan kabur pada mata
System (DDS) atau bisa disebut juga sebagai diantaranya:
Sistem Pendukung Keputusan (SPK). Akan 1. Sistem Pakar
tetapi, pada sistem pakar sendiri metode AHP
2. Algoritma AHP
juga telah banyak digunakan pada penelitian-
penelitian sebelumnya, utamanya sistem pakar 3. Algoritma SAW
diagnosis dan identifikasi penyakit. Seperti pada 4. Identifikasi penyakit penglihatan kabur.
penelitian Fajar Prasetyawan (2015) yang Literatur diperoleh dari jurnal, e-book,
berjudul “Pemodelan Sistem Pakar Diagnosa penelitian yang telah dilakukan dan berbagai
Penyakit Tanaman Kopi Arabica dengan artikel dari internet yang dipandang layak dan
Metode Fuzzy-AHP”. Untuk penggabungan berhubungan dengan tema penelitian.
metode AHP dan SAW pada sistem pakar 2.2. Pengumpulan Data
sendiri juga telah dilakukan penelitian pada
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data
Muhammad Ali Al Atas (2015) yang berjudul
dari objek yang diteliti. Lokasi penelitian untuk
“Pemodelan Sistem Pakar Diagnosa Penyakit
pengumpulan data adalah Rumah Sakit
Tanaman Cabai Menggunakan Metode AHP-
Petrokimia Gresik (RSPG), Provinsi Jawa
SAW“. Hasil dari penelitian ini menunjukan
Timur. Data yang diperoleh berasal dari buku
keakurasian 96%. Tingginya hasil akurasi
referensi, yaitu berupa symptomp atau gejala
penelitian-penelitian sistem pakar menggunakan
yang dirasakan pasien penderita dan gejala yang
metode AHP ataupun penggabungan metode
tampak pada mata pasien. Data yang telah
AHP-SAW. Hal tersebut melatar belakangi
diambil kemudian didiskusikan langsung
penelitian pemodelan system pakar diagnosis
dengan dr. Chandra sebagai pakar penyakit
penyakit penglihatan kabur dengan
mata di RSPG tersebut. Selanjutnya diberikan
penggabungan kedua metode AHP-SAW.
pembobotan sebagai dasar basis pengetahuan
2. Prosedur Penelitian sistem.
Metode pengumpulan data untuk penelitian
terbagi menjadi dua jenis data, yaitu data primer
dan data sekunder. Data primer adalah data
yang didapat langsung dari responden
penelitian. Data primer bersifat kuantitatif, yaitu
data dari hasil wawancara dengan pakar. Data
sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh
sumber lain dan tidak dipersiapkan untuk
penelitian tetapi dapat digunakan untuk
penelitian seperti jurnal literatur. Penentuan
kebutuhan data penelitian dapat dilihat pada
Tabel 2.2.1.

Metodologi yang dilakukan dalam penelitian


ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yakni
studi literatur, pengumpulan data, analisis dan
perancangan sistem, implementasi sistem,
pengujian sistem, dan pengambilan kesimpulan.
2.3. Analisis Kebutuhan berdasarkan data penyakit yang menyerang
Analisis kebutuhan adalah tahapan yang jaringan penglihatan kabur, selanjutnya
dilakukan untuk menganalisis kebutuhan dilakukan pra-proses data untuk menghasilkan
pembangunan sistem pakar. Berikut adalah range pada setiap gejala dan akan menjadi
analisis kebutuhan dalam pemodelan sistem
kriteria masukan pada proses perhitungan.
pakar diagnosis penyakit penglihatan kabur
pada mata : b. Proses
1. Kebutuhan Hardware: Laptop dengan Proses diawali dengan pemetaan dan
spesifikasi prosesor Intel® Core™ i3 perhitungan bobot input ke dalam nilai AHP.
2310MCPU@2.30GHz, memori 4GB, Hasil perhitungan berupa bobot sintesis yang
kapasitas HDD 512 GB, kartu grafik digunakan dalam perhitungan SAW.
NVIDIA GeForce 520M 1 GB c. Output
2. Kebutuhan Software: Keluaran berupa hasil diagnosis penyakit
a Sistem Operasi Windows 10 64-bit penglihatan kabur.
b Internet Browser 2.4.2. Arsitektur Sistem Pakar
c Netbeans IDE 7.20 Arsitektur sistem ini terdiri beberapa
komponen, pada sub-sistem basis pengetahuan,
d XAMPP Control Panel v.2.5
dijabarkan proses pembangunan alternatif sesuai
e Adobe Photoshop CS6 dengan kriteria yang telah dibangun pada basis
3. Data yang dibutuhkan meliputi: pengetahuan organisasional. Sub-sistem
a Data penyakit penglihatan kabur manajemen data terdiri dari data eksternal yang
b Data gejala penyakit penglihatan kabur bertujuan untuk pengelolaan data calon kriteria
penyakit Penglihatan Kabur. Subsistem
c Data nilai dan kriteria
manajemen model berfungsi untuk menganalisis
2.4. Perancangan Sistem dan memecahkan permasalahan. Antarmuka
Perancangan Sistem merupakan tahapan pengguna berfungsi sebagai perantara sistem
yang dilakukan untuk merancang sistem baik dan pengguna. Arsitektur sistem pakar
dari segi model maupun arsitektur. Langkah- dijelaskan pada Gambar 2.4.2.
langkah kerja sistem disesuaikan dengan
arsiketur yang telah dirancang.
2.4.1. Model Perancangan Sistem
Model perancangan sistem menjabarkan
mengenai kinerja sistem secara terstruktur,
dimulai dari input hingga output yang
dihasilkan. Diagram model perancangan sistem
dapat dilihat pada Gambar 2.4.1.

2.5. Implementasi
Implementasi adalah tahap pembentukan
sistem, dalam tahap implementasi, semua hal
yang didapatkan dari proses studi literatur
diterapkan. Pembangunan sistem mengacu pada
tahap perancangan sistem. Pengembangan
Pada Gambar 2.4.1 dapat dilihat bahwa
sistem dilakukan dengan bahasa pemrograman
perancangan sistem terdiri dari tiga proses
HTML dan PHP. Tahapan-tahapan dalam
utama, yakni:
implementasi antara lain:
a. Input
1. Pembobotan nilai AHP kriteria penyakit
Input merupakan masukan dari pengguna
2. Perhitungan metode SAW dengan tujuan
memperoleh hasil pembobotan.
3. Output sistem berupa informasi hasil
diagnosis pada mata khusus penyakit peng-
lihatan kabur serta solusi penanganannya.
4. Pembuatan antarmuka.
2.6. Pengujian dan Analisis Sistem
Pengujian ditujukan untuk mengetahui apakah
sistem telah berjalan sesuai yang diharapkan.
Pengujian dilakukan dengan dua tahap, yaitu :
1. Pengujian pertama yaitu pengujian
fungsionalitas. Pengujian ini dilakukan dengan
metode blackbox testing untuk mengetahui
fungsionalitas sistem apakah telah berjalan
sesuai harapan yang telah ditentukan.
Pengujian ini dilakukan oleh peneliti dan calon
pengguna.
2. Pengujian kedua yaitu pengujian akurasi
sistem dengan tujuan membandingkan hasil
diagnosis sistem dengan hasil diagnosis pakar
untuk mendapatkan tingkat akurasi sistem.
2.7 Pengambilan Kesimpulan
Pengambilan kesimpulan dilakukan dengan
memeriksa hasil uji fungsionalitas dan akurasi
sehingga kualitas sistem dapat dievaluasi dan
peneliti dapat menghasilkan saran-saran untuk
perbaikan sistem kedepan jika dibutuhkan.
Kesimpulan berisi informasi yang dapat
memudahkan peneliti lain dalam Gambar 3.3 Laman Antarmuka Sistem Pakar
mengembangkan penelitian lain. Sistem pakar harus diuji terlebih dahulu untuk
3. Hasil dan Pembahasan mendapatkan hasil yang komprehensif dalam
Setelah melalui tahapan perancangan seperti mendiagnosa penyakit penglihatan kabur.
pada gambar bagan 3.1 dan implementasi sistem Pemodelan sistem pakar diagnosis ini diuji
pada gambar bagan 3.2, terciptalah pemodelan melalui pengujian sesuai pada gambar bagan 3.4
sistem pakar diagnosis penyakit penglihatan berikut:
kabur dengan laman antarmuka gambar 3.3.

3.1 Hasil Pengujian Fungsionalitas


Pengujian fungsionalitas dilakukan pada
Pemodelan Sistem Pakar Diagnosis Penyakit
Penglihatan Kabur Pada Mata dengan Metode
AHP-SAW. pengujian fungsionalitas merupakan
pengujian yang dilakukan terhadap sistem
dengan tujuan mengetahui apakah sistem yang
dirancang telah memenuhi daftar kebutuhan
sistem yang diharapkan. Dari hasil perhitungan
AHP sesuai dengan diagram alir perhitungan
pada gambar 3.1.1 didapat hasil CR
(consistency ratio) sebesar 0.074 yang
menunjukan bahwa matriks perbandingan
kriteria telah konsisten (CR < 0.1) dan hasil
bobot prioritas kriteria dapat digunakan dalam
proses perhitungan selanjutnya.

Gambar Tabel 3.1.2 Daftar Pertanyaan Sebagai Matriks


Pengambilan Kesimpulan Metode SAW
Hasil pengujian fungsionalitas tercantum pada
gambar tabel 3.1.3. Hasil pengujian
menunjukkan tingkat kesesuaian mencapai
100% sehingga dapat disimpulkan bahwa fungsi

Kemudian dari metode SAW sebagai metode


pengambilan kesimpulan telah ditentukan 16
daftar pertanyaan beserta pilihan jawaban yang
akan diberikan kepada pengguna (user) sesuai
gambar tabel 3.1.2 untuk mendapatkan matriks
keputusan.
Pemodelan Sistem Pakar Diagnosis Penyakit
Penglihatan Kabur Pada Mata Menggunakan
Metode AHP-SAW berjalan sesuai dengan
daftar kebutuhan yang diharapkan.
3.2. Pengujian Akurasi
Pengujian akurasi dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui kecocokan hasil diagnosis
Pemodelan Sistem Pakar Diagnosis Penyakit
Penglihatan Kabur Pada Mata Menggunakan
Metode AHP-SAW dengan hasil diagnosis mencocokkan hasil diagnosis sistem dengan
pakar. Pengujian akurasi dilakukan dengan cara hasil diagnosis pakar. Dalam pengujian ini
terdapat 15 data gejala penyakit penglihatan
Gambar Tabel 3.2.1 Pengujian Akurasi kabur pada gambar tabel 3.2.1 yang diuji. Hasil
pengujian akurasi ditunjukkan pada gambar
tabel 3.2.1 yang didapat melalui wawancara
dengan pakar. Hasil pengujian akurasi pada
gambar tabel 3.2.1 dengan nilai 1 memiliki arti
bahwa keluaran sistem sesuai dengan hasil
diagnosis pakar. Berdasarkan nilai total tabel
3.2.1 juga dilakukan perhitungan akurasi
menggunakan persamaan (3-2) sehingga nilai
persentase akurasi menjadi:


Nilai Akurasi = X 100% = 87% (3-2)

Dapat disimpulkan bahwa hasil diagnosis


pemodelan sistem sudah sesuai dengan hasil
diagnosis pakar dengan tingkat akurasi 87%.
4. Kesimpulan
Setelah menyelesaikan proses perancangan,
implementasi, dan pengujian terhadap
Pemodelan Sistem Pakar Diagnosis Penyakit
Penglihatan Kabur Menggunakan Metode AHP-
SAW ini, ada beberapa hal yang dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Intrumen penelitian ini dapat memberikan
manfaat dalam memperluas pengetahuan
tentang diagnosis penyakit penglihatan mata
kabur serta memberikan rekomendasi solusi
keterbatasan jumlah pakar yang terbatas.
2. Hasil evaluasi pengujian dari sistem adalah
sebagai berikut:
a. Hasil pengujian fungsionalitas
menghasilkan nilai 100%. Hal ini
menunjukkan bahwa sistem telah berjalan
sesuai dengan daftar kebutuhan yang
diharapkan.
b. Hasil pengujian akurasi yang diperoleh
antara sistem dan pakar menghasilkan nilai
sebesar 87%. Hasil ini didapat dari 15 data uji
dengan jumlah hasil benar sebanyak 13 butir.
Daftar Pustaka
[1] Munif, Shalahuddin. 2015. “Pemodelan
Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Periodontal
Pada Gigi dan Mulutmenggunakan Metode
AHP – SAW”. Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Brawijaya, Malang.
[2] Al Atas, Ali. 2015. “Pemodelan Sistem
Pakar Diagnosa Penyakit Tanaman Cabai
Merah menggunakan Metode AHP – SAW”. [11] Tominanto. 2012. “Sistem Pendukung
Fakultas Ilmu Komputer Universitas Keputusan Dengan Metode
Brawijaya, Malang. AnalyticalHierarchy Process (AHP) Untuk
[3] Ningsih, Fitriawati. 2016. “Aplikasi Sistem Penentuan Prestasi Kinerja Dokter Pada
Pakar Diagnosa Penyakit Mata Pada RSUD. Sukoharjo”. APIKES Citra Medika,
Manusia Dengan Metode Forward Surakarta.
Chaining”. Fakultas Teknik Universitas [12] Sitompul, Ratna. 2015. “Perawatan Lensa
Muhammadiyah, Jember. Kontak untuk Mencegah Komplikasi”.
[4] Ongko, Erianto. 2013. Perancangan Sistem Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Pakar Diagnosa Pada Mata. Medan: Jurnal Depok.
TIME, Vol II No 2 :10-17. [13] Reisa, Reppy. 2013. Sistem Pakar Untuk
[5] Kamsyakawuni, Ahmad. 2012. Aplikasi Diagnosis Penyakit Mata. Surabaya :
Sistem Pakar untuk Diagnosa Penyakit JSIKA Vol 2, No 2.
Hipertiroid dengan Metode Inferensi Fuzzy [14] Diaksa, Anindita. 2016. “Sistem Pakar
Mamdani. Semarang: Jurnal Sistem Diagnosa Penyakit Kulit Menggunakan
Informasi Bisnis 02. Metode Forward Chaining ( Studi Kasus:
[6] Jayanti, Ni Ketut. 2016. Implementasi Puskesmas Kalasan Sleman, Yogyakarta)”.
Metode SAW dan AHP Pada Sistem Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
InformasiPenilaian Kinerja Dosen. Bali: Sanata Dharma, Yogyakarta.
CSRID Jurnal, Vol 8 No 2. [15] Hutasoit, Herna. 2009. “Sistem Pakar
[7] Adlhiyah, Luthfatul. 2016. “Sistem Untuk Diagnosis Penyakit Mata”. Fakultas
Pendukung Keputusan Pemilihan Lensa Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Kontak (Softlens) Menggunakan Metode Medan.
SimpleAdditive Weighting (SAW)”. [16] Handoko, Widi. 2013. “ Sistem Pendukung
Fakultas Teknik Universitas Keputusan Untuk Mendiagnosa Penyakit
Muhammadiyah, Purwokerto. Ayam Broiler Dengan Metode Simple
[8] S Pasaribu, Johni. 2015. “Implementasi Additive Weighting (SAW)”. Fakultas
Sistem Pakar Untuk Diagnosa Penyakit Mata Komunikasi dan Informatika Universitas
Pada Manusia”. Jurusan Manajemen Muhammadiyah, Surakarta.
Informatika, Politeknik Piksi Ganesha,
Bandung.
[9] Praseda Ageng Putra, Arhika. 2016. “Sistem
Pakar Diagnosa Penyakit Pada Ikan
Budidaya Air Tawar Dengan Metode
Forward Chaining BerbasisAndroid”.
Fakultas FMIPA Universitas Lampung,
Lampung.
[10] Dwi Putri, Rizky. 2016. “Perancangan
Sistem Pakar Untuk Mendiagnosa Hama
Pada Tanaman Tebu Berbasis Desktop
Menggunakan Metode Forward Chaining”.
Sekolah Tinggi Manajemen Informatika
dan Komputer Amikom, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai