Laporan Pendahuluan DHF
Laporan Pendahuluan DHF
OLEH
KETUT MAHA PUTRI HAPUI
20089142067
8. Pemeriksaan Fisik
Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF diperoleh hasil sebagai berikut:
A. Keadaan umum : Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan
umum adalah sebagai berikut :
a. Grade I : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum
lemah, tanda – tanda vital dan nadi lemah.
b. Grade II : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum
lemah, ada perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan
telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
c. Grade III : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis,
somnolen, nadi lemah, kecil, dan tidak teratur serta tensi
menurun.
d. Grade IV : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi
tidak teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur,
ekstremitas dingin berkeringat dan kulit tampak sianosis.
B. Kepala dan leher.
a. Wajah : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata,
lakrimasi dan fotobia, pergerakan bola mata nyeri.
b. Mulut : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor,
(kadang-kadang) sianosis.
c. Hidung : Epitaksis
d. Tenggorokan : Hiperemia
e. Leher : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas
rahang daerah servikal posterior.
C. Dada (Thorax).
Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal. Pada Stadium IV :
Palpasi : Vocal – fremitus kurang bergetar.
Perkusi : Suara paru pekak.
Auskultasi : Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.
D. Abdomen (Perut).
Palpasi : Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan
dehidrasi turgor kulit dapat menurun, suffiing dulness, balote ment
point (Stadium IV).
E. Anus dan genetalia.
Eliminasi alvi : Diare, konstipasi, melena.
Eliminasi urin : Dapat terjadi oligouria sampai anuria.
F. Ekstrimitas atas dan bawah.
a. Stadium I : Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL
test.
b. Stadium II – III : Terdapat petekie dan ekimose di kedua
ekstrimitas.
c. Stadium IV : Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis
pada jari tangan dan kaki.
9. Pemeriksaan Diagnostik
A. Pemeriksaan uji Tourniquet/Rumple leed
Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah
pada penderita DHF. Uji rumpel leed merupakan salah satu
pemeriksaan penyaring untuk mendeteksi kelainan sistem vaskuler dan
trombosit. Dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10 ptechiae dalam
diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian depan termasuk lipatan siku.
Prinsip : Bila dinding kapiler rusak maka dengan
pembendungan akan tampak sebagai bercak merah kecil pada
permukaan kulit yang di sebut Ptechiae (Depkes,2006).
B. Pemeriksaan Hemoglobin
Kasus DHF terjadi peningkatan kadar hemoglobin dikarenakan
terjadi kebocoran /perembesan pembuluh darah sehingga cairan
plasmanya akan keluar dan menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi.
Kenaikan kadar hemoglobin >14 gr/100 ml. Pemeriksaan kadar
hemaglobin dapat dilakukan dengan metode sahli dan fotoelektrik
(cianmeth hemoglobin), metode yang dilakukan adalah metode
fotoelektrik.
Prinsip : Metode fotoelektrik (cianmeth hemoglobin)
Hemoglobin darah diubah menjadi cianmeth hemoglobin dalam
larutan yang berisi kalium ferrisianida dan kalium sianida. Absorbansi
larutan diukur pada panjang gelombang 540 nm/filter hijau (R.Ganda
Soebrata,2004)
C. Pemeriksaan Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan terjadinya
hemokonsentrasi, yang merupakan indikator terjadinya perembesan
plasma. Nilai peningkatan ini lebih dari 20%. Pemeriksaan kadar
hematokrit dapat dilakukan dengan metode makro dan mikro.
Prinsip : Mikrometode yaitu menghitung volume semua
eritrosit dalam 100 ml darah dan disebut dengan % dari volume darah
itu (R.Ganda Soebrata,2004)..
D. Pemeriksaan Trombosit
Pemeriksaan jumlah trombosit ini dilakukan pertama kali pada
saat pasien didiagnosa sebagai pasien DHF, Pemeriksaan trombosit
perlu di lakukan pengulangan sampai terbukti bahwa jumlah trombosit
tersebut normal atau menurun. Penurunan jumlah trombosit <
100.000 /μl atau kurang dari 1-2 trombosit/ lapang pandang dengan
rata-rata pemeriksaan 10 lapang pandang pada pemeriksaan hapusan
darah tepi.
Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan
yang melisiskan semua sel kecuali sel trombosit) dimaksudkan dalam
bilik hitung dan dihitung dengan menggunakan faktor konversi jumlah
trombosit per μ/l darah (R.Ganda Soebrata,2004).
E. Pemeriksaan Lekosit
Kasus DHF ditemukan jumlah bervariasi mulai dari lekositosis
ringan sampai lekopenia ringan. Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan
isotonis (larutan yang melisiskan semua sel kecuali sel lekosit)
dimasukkan bilik hitungdengan menggunakan faktor konversi jumlah
lekosit per μ/l darah (R.Ganda Soebrata,2004).
F. Pemeriksaan Bleding time (BT)
Pasien DHF pada masa berdarah, masa perdarahan lebih
memanjang menutup kebocoran dinding pembuluh darah tersebut,
sehingga jumlah trombosit dalam darah berkurang. Berkurangnya jumlah
trombosit dalam darah akan menyebabkan terjadinya gangguan hemostatis
sehingga waktu perdarahan dan pembekuan menjadi memanjang.
Prinsip : Waktu perdarahan adalah waktu dimana terjadinya
perdarahan setelah dilakukan penusukan pada kulit cuping telinga dan
berhentinya perdarahan tersebut secara spontan. (R.Ganda Soebrata,2004).
10. Penatalaksanaan
A. Tirah baring
B. Pemberian makanan lunak
C. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam)
D. Pemberian cairan melalui infus
E. Pemberian obat-obtan; antibiotic, antipiretik
F. Antikonulsi jika terjadi kejang
G. Monitor TTV
H. Monitor adanya tanda-tanda renjatan
I. Monitor tanda-tanda pendarahan lanjut
J. Periksa HB, HT, dan trombosit setiap hari
11. Komplikasi
Dalam penyakit DHF atau demam berdarah jika tidak segera di tangani
akan menimbulkan kompikisi adalah sebagai berikut :
A. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler,
penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm³ dan
koagulopati, trombositopenia, dihubungkan dengan meningkatnya
megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup
trombosit. Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet positif, petechi,
purpura, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis dan
melena.
B. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 –
7, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi
kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum,
hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan
berkurangnya aliran balik vena (venous return), prelod, miokardium
volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi atau
kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan.
DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan
aktivity dan integritas system kardiovaskur, perfusi miokard dan curah
jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia jaringan
dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversibel, terjadi
kerusakan sel dan organ sehingga pasien meninggal dalam 12-24 jam.
C. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan
dengan nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel
sel kapiler. Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar
dan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus antibodi.
D. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan
ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan
adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi
dispnea, sesak napas.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
a. Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan
yaitu :
a) Identitas klien
b) Riwayat penyakit sekarang
c) Riwayat penyakit dahulu
d) Riwayat penyakit keluarga
e) Riwayat psikososial
f) Pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
2. Pola nutrisi dan metabolik
3. Pola eliminasi
4. Pola aktivitas dan latihan
5. Pola tidur dan istirahat
6. Pola persepsi dan konsep diri
7. Pola reproduksi dan seksualitas
8. Pola penanggulangan stress
b. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum
adalah sebagai berikut :
a. Grade I : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah,
tanda – tanda vital dan nadi lemah.
b. Grade II : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta
nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
c. Grade III : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen,
nadi lemah, kecil, dan tidak teratur serta tensi menurun.
d. Grade IV : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi tidak
teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas
dingin berkeringat dan kulit tampak sianosis.
2. Kepala dan leher.
a. Wajah : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar
mata, lakrimasi dan fotobia, pergerakan bola mata nyeri.
b. Mulut : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah
kotor, (kadang-kadang) sianosis.
c. Hidung : Epitaksis
d. Tenggorokan : Hiperemia
e. Leher : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut
atas rahang daerah servikal posterior.
3. Dada (Thorax).
Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal. Pada Stadium IV :
Palpasi : Vocal – fremitus kurang bergetar.
Perkusi : Suara paru pekak.
Auskultasi : Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.
4. Abdomen (Perut).
Palpasi : Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan
dehidrasi turgor kulit dapat menurun, suffiing dulness, balote ment
point (Stadium IV).
5. Anus dan genetalia.
Eliminasi alvi : Diare, konstipasi, melena.
Eliminasi urin : Dapat terjadi oligouria sampai anuria.
6. Ekstrimitas atas dan bawah.
a. Stadium I : Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL
test.
b. Stadium II – III : Terdapat petekie dan ekimose di kedua
ekstrimitas.
c. Stadium IV : Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis
pada jari tangan dan kaki.
B. Diagnosa Yang Mungkin Muncul
1. Hipertermi berhubungan dengan adanya respon peradangan
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
4. Gangguan keseimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan
permeabialitas pembuluh darah
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
6. Resiko terajadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia
C. Rencana Asuhan Keperawatan