Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS DHF

OLEH
KETUT MAHA PUTRI HAPUI
20089142067

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG
A. Konsep Dasar Teori
1. Definisi Dengue Fever
Demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah
penyakit demam akut terutama menyerang pada anak-anak, dan saat ini
cenderung polanya berubah ke orang dewasa. Gejala yang ditimbulkan
dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock yang
dapat menimbulkan kematian.
Infeksi virus dengue dapat menyebabkan Demam Dengue (DD),
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), dan Syndrom Shock Dengue (SSD).
Infeksi dengue di jumpai sepanjang tahun dan meningkat pada musim
hujan. Demam berdarah dengue merupakan penyakit infeksi yang masih
menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini masih disebabkan oleh karena
tingginya angka morbiditas dan mortalitas.
Demam dengue adalah infeksi akut yang dibawa nyamuk yang
disebabkan oleh virus dengue. Ini ditemukan di wilayah tropis dan sub
tropis di seluruh dunia. Singkatnya, demam dengue adalah [penyakit
endemis di banyak negara di Asia Tenggara. Virus dengue memiliki empat
jenis serotipe, yang setiap jenis itu dapat menyebabkan demam dengue dan
dengue berat (lebih dikenal sebagai demam haemorrhagic dengue)
2. Epidemiologi Dengue Fever
Sampai saat ini penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di Indonesia.
Penyakit ini dapat mengakibatkan Kejadian Luar Biasa (KLB) di beberapa
daerah endemis yang terjadi hampir setiap tahunnya pada musim
penghujan. Sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan
manifestasi klinis berat yaitu demam berdarah dengue (DBD) yang
ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian menyebar ke Thailand, Vietnam,
Malaysia bahkan Indonesia. Tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan
pertama kali di Surabaya dan Jakarta sebanyak 58 kasus, dengan kematian
yang sangat tinggi, 24 orang (case fatality rate 41,3%). Pada tahun 1993
DBD telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia.
Demam berdarah dengue sering terjadi pada anak usia kurang dari
15 tahun. Sekitar 50% penderita DBD berusia 10-15 tahun yang
merupakan golongan usia yang tersering menderita DBD dibandingkan
dengan bayi dan orang dewasa. Nyamuk Aedes aegypti yang aktif
menggigit pada siang hari dengan dua puncak aktivitas yaitu pada pukul
08.00 – 12.00 dan 15.00 – 17.00.
Jumlah kasus DBD di Indonesia pada tahun 2010 sebanyak
156.086 kasus dengan jumlah kematian akibat DBD sebanyak 1.358
orang, IR 65,7 per 100.000 penduduk dan CFR sebesar 0,87%. Terjadi
penurunan IR DBD jika dibandingkan dengan tahun 2009 yaitu sebesar
68,22 per 100.000 penduduk. Demikian juga dengan CFR yang mengalami
sedikit penurunan, pada tahun 2009 CFR DBD sebesar 0,89% World
Health Organization (WHO) mencatat sejak tahun 1968 hingga tahun
2009, Negara Indonesia merupakan Negara dengan kasus DBD tertinggi di
Asia Tenggara. Penyakit DBD masih menjadi permasalahan yang serius di
Provinsi Jawa Tengah, hal ini terbukti dengan adanya 35 kabupaten/kota
yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD. Sedangkan Insidence Rate
(RI) DBD di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebesar
15,27/100.000 penduduk. Apabila dibandingkan dengan tahun 2010 yang
jumlahnya 59,8/100.000 penduduk pada tahun 2011 mengalami penurunan
yang sangat derastis. Angka kematian / Case Fatality Rate (CFR) DBD di
Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 ialah 1,29%. Angka kesakitan
tertinggi pada tahun 2011 berada di Kota Semarang dan terendah di
Kabupaten Wonogiri sebesar 4,29/100.000 penduduk.
3. Etiologi Dengue Fever
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus
(Arthropod-borneviruses) artinya virus yang di tularkan melalui gigitan
arthropoda misalnya nyamuk aedes aegypti (betina). Arthropoda akan
menjadi sumber infeksi selama hidupnya sehingga selain menjadi vektor
virus dia juga menjadi hospes reservoir virus tersebut yang paling
bertindak menjadi vektor adalah berturutturut nyamuk. (Soegijanto,2008)
Menurut (Warsidi, E.2009) Karakteristik nyamuk Aedes aegypti yang
menyebarkan penyakit demam berdarah antara lain:
a. Badannya kecil, warnanya hitam dengan bintik-bintik putih.
b. Hidup didalam dan disekitar rumah di tempat yang bersih dan sejuk
seperti: hinggap di pakaian yang tergantung, vas bunga yang ada
airnya atau ditempat kaleng bekas yang menampung air hujan.
c. Biasanya nyamuk Aedes aegypti yang menggigit tubuh manusia
adalah betina, sedangkan nyamuk jantan manyukai aroma manis
pada tumbu-tumbuhan.
d. Nyamuk Aedes aegypti menggigit pada siang atau sore hari dengan
peningkatan aktivitas menggigit sekitar 2 jam sesudah matahari
terbit dan beberapa jam setelah mataharit terbenam, sedangkan
malamnya digunakan untuk bertelur.
4. Klasifikasi Dengue Fver
Klasifikasi DHF menurut WHO
A. Derajat I
Derajat satu bisanya ditandai dengan demam mendadak 2-7
hari disertai dengan gejala tidak khas dan manifestasi perdarahan yang
dapat diuji tourniquet positif.
B. Derajat II
Derajat I ditambah gejala perdarahan spontan dikulit dan
perdarahan lain.
C. Derajat III
Derajat 2 ditambah dengan kegagalan sirkulasi ringan, yaitu
nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun ( < 20 mmHg), hipotensi
(systole < 80 mmHg) disertai kulit yang dingin,lembab dan penderita
menjadi gelisah.
D. Derajat IV
Derajat 3 ditambah syok berat dengan nadi yang takteraba dan
tekanan darah yang tak dapat diukur, dapat disertai dengan penurunan
kesadaran, sianotik dan asidosis. Derajat 1 dan 2 disebut DHF tanpa
renjatan,sedang 3 dan 4 disebut DHF dengan renjatan atau DSS.
5. Tanda dan Gejala Dengue Fever
Adapun tanda dan gejala dari Demam dengue adalah (Khair,
2013):
A. Demam tinggi 5-7 hari.
B. Perdarahan, terutama perdarahan bawah kulit ; ptekie, ekhimosis,
hematoma.
C. Epistaksis, hematemesis, melena, hematuria.
D. Mual, muntah, tidak ada napsu makan, diare, konstipasi.
E. Nyeri otot, tulang dan sendi, abdomen dan ulu hati.
F. Sakit kepala.
G. Pembengkakan sekitar mata.
H. Pembesaran hati, limpa dan kelenjar getah bening.
I. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin tekanan darah
menurun, gelisah, capillary reffil time lebih dari dua detik, nadi cepat
dan lemah).
Pada bayi dan anak-anak kecil biasanya berupa:
A. Demam disertai ruam-ruam makulopapular.
B. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan
demam ringan atau demam tinggi (>390C) yang tiba-tiba dan
berlangsung selama 2 - 7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di
belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah dan ruam-ruam.
C. Bintik-bintik perdarahan di kulit sering terjadi, kadang kadang disertai
bintik-bintik perdarahan di farings dan konjungtiva.
D. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati,
nyeri di tulang rusuk kanan dan nyeri seluruh perut.
E. Kadang-kadang demam mencapai 40 - 41 0C dan terjadi kejang
demam pada bayi.
6. Patofisiologi Dengue Fever
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes
aegypty. Pertama-tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan
penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal
diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie),
hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti
pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan
pembesaran limpa (Splenomegali). Kemudian virus akan bereaksi dengan
antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan
mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas
C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan
merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas
dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya
perembesan plasma ke ruang ekstra seluler. Perembesan plasma ke ruang
ekstra seluler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi
hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan
renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan
atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga
nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan
intravena. Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan
menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan
faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran
gastrointestinal pada DHF. Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra
vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam
rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada
otopsiter nyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah
pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah
trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga
pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya
untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika
tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami
kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan
bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama
akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila
tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF
menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan
gangguan koagulasi.
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan
mengalami keluhan dan gejala karenaviremia, seperti demam, sakit kepala,
mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan timbulnya
ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada system retikuloendotelial
seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam
pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit DHF ialah
meningginya permea bilitasdinding kapiler karena pelepasan zat
anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain yang
berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya
volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia,
efusi dan renjatan. Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler
ibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam
rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang
terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan
terjadi anoxia jaringan, asidosismetabolic dan kematian. Sebab lain
kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya
dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan
kelainan fungsitrombosit. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin
disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun
dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya
oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh
aktifasi systemkoagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS,
terutama pada pasien dengan perdarahan hebat.
7. Web of Caution

8. Pemeriksaan Fisik
Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF diperoleh hasil sebagai berikut:
A. Keadaan umum : Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan
umum adalah sebagai berikut :
a. Grade I : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum
lemah, tanda – tanda vital dan nadi lemah.
b. Grade II : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum
lemah, ada perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan
telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
c. Grade III : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis,
somnolen, nadi lemah, kecil, dan tidak teratur serta tensi
menurun.
d. Grade IV : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi
tidak teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur,
ekstremitas dingin berkeringat dan kulit tampak sianosis.
B. Kepala dan leher.
a. Wajah : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata,
lakrimasi dan fotobia, pergerakan bola mata nyeri.
b. Mulut : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor,
(kadang-kadang) sianosis.
c. Hidung : Epitaksis
d. Tenggorokan : Hiperemia
e. Leher : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas
rahang daerah servikal posterior.
C. Dada (Thorax).
Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal. Pada Stadium IV :
Palpasi : Vocal – fremitus kurang bergetar.
Perkusi : Suara paru pekak.
Auskultasi : Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.
D. Abdomen (Perut).
Palpasi : Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan
dehidrasi turgor kulit dapat menurun, suffiing dulness, balote ment
point (Stadium IV).
E. Anus dan genetalia.
Eliminasi alvi : Diare, konstipasi, melena.
Eliminasi urin : Dapat terjadi oligouria sampai anuria.
F. Ekstrimitas atas dan bawah.
a. Stadium I : Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL
test.
b. Stadium II – III : Terdapat petekie dan ekimose di kedua
ekstrimitas.
c. Stadium IV : Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis
pada jari tangan dan kaki.
9. Pemeriksaan Diagnostik
A. Pemeriksaan uji Tourniquet/Rumple leed
Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah
pada penderita DHF. Uji rumpel leed merupakan salah satu
pemeriksaan penyaring untuk mendeteksi kelainan sistem vaskuler dan
trombosit. Dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10 ptechiae dalam
diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian depan termasuk lipatan siku.
Prinsip : Bila dinding kapiler rusak maka dengan
pembendungan akan tampak sebagai bercak merah kecil pada
permukaan kulit yang di sebut Ptechiae (Depkes,2006).
B. Pemeriksaan Hemoglobin
Kasus DHF terjadi peningkatan kadar hemoglobin dikarenakan
terjadi kebocoran /perembesan pembuluh darah sehingga cairan
plasmanya akan keluar dan menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi.
Kenaikan kadar hemoglobin >14 gr/100 ml. Pemeriksaan kadar
hemaglobin dapat dilakukan dengan metode sahli dan fotoelektrik
(cianmeth hemoglobin), metode yang dilakukan adalah metode
fotoelektrik.
Prinsip : Metode fotoelektrik (cianmeth hemoglobin)
Hemoglobin darah diubah menjadi cianmeth hemoglobin dalam
larutan yang berisi kalium ferrisianida dan kalium sianida. Absorbansi
larutan diukur pada panjang gelombang 540 nm/filter hijau (R.Ganda
Soebrata,2004)
C. Pemeriksaan Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan terjadinya
hemokonsentrasi, yang merupakan indikator terjadinya perembesan
plasma. Nilai peningkatan ini lebih dari 20%. Pemeriksaan kadar
hematokrit dapat dilakukan dengan metode makro dan mikro.
Prinsip : Mikrometode yaitu menghitung volume semua
eritrosit dalam 100 ml darah dan disebut dengan % dari volume darah
itu (R.Ganda Soebrata,2004)..
D. Pemeriksaan Trombosit
Pemeriksaan jumlah trombosit ini dilakukan pertama kali pada
saat pasien didiagnosa sebagai pasien DHF, Pemeriksaan trombosit
perlu di lakukan pengulangan sampai terbukti bahwa jumlah trombosit
tersebut normal atau menurun. Penurunan jumlah trombosit <
100.000 /μl atau kurang dari 1-2 trombosit/ lapang pandang dengan
rata-rata pemeriksaan 10 lapang pandang pada pemeriksaan hapusan
darah tepi.
Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan
yang melisiskan semua sel kecuali sel trombosit) dimaksudkan dalam
bilik hitung dan dihitung dengan menggunakan faktor konversi jumlah
trombosit per μ/l darah (R.Ganda Soebrata,2004).
E. Pemeriksaan Lekosit
Kasus DHF ditemukan jumlah bervariasi mulai dari lekositosis
ringan sampai lekopenia ringan. Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan
isotonis (larutan yang melisiskan semua sel kecuali sel lekosit)
dimasukkan bilik hitungdengan menggunakan faktor konversi jumlah
lekosit per μ/l darah (R.Ganda Soebrata,2004).
F. Pemeriksaan Bleding time (BT)
Pasien DHF pada masa berdarah, masa perdarahan lebih
memanjang menutup kebocoran dinding pembuluh darah tersebut,
sehingga jumlah trombosit dalam darah berkurang. Berkurangnya jumlah
trombosit dalam darah akan menyebabkan terjadinya gangguan hemostatis
sehingga waktu perdarahan dan pembekuan menjadi memanjang.
Prinsip : Waktu perdarahan adalah waktu dimana terjadinya
perdarahan setelah dilakukan penusukan pada kulit cuping telinga dan
berhentinya perdarahan tersebut secara spontan. (R.Ganda Soebrata,2004).
10. Penatalaksanaan
A. Tirah baring
B. Pemberian makanan lunak
C. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam)
D. Pemberian cairan melalui infus
E. Pemberian obat-obtan; antibiotic, antipiretik
F. Antikonulsi jika terjadi kejang
G. Monitor TTV
H. Monitor adanya tanda-tanda renjatan
I. Monitor tanda-tanda pendarahan lanjut 
J. Periksa HB, HT, dan trombosit setiap hari
11. Komplikasi
Dalam penyakit DHF atau demam berdarah jika tidak segera di tangani
akan menimbulkan kompikisi adalah sebagai berikut :
A. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler,
penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm³ dan
koagulopati, trombositopenia, dihubungkan dengan meningkatnya
megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup
trombosit. Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet positif, petechi,
purpura, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis dan
melena.
B. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 –
7, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi
kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum,
hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan
berkurangnya aliran balik vena (venous return), prelod, miokardium
volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi atau
kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan.
DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan
aktivity dan integritas system kardiovaskur, perfusi miokard dan curah
jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia jaringan
dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversibel, terjadi
kerusakan sel dan organ sehingga pasien meninggal dalam 12-24 jam.
C. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan
dengan nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel
sel kapiler. Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar
dan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus antibodi.
D. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan
ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan
adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi
dispnea, sesak napas.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
a. Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan
yaitu :
a) Identitas klien
b) Riwayat penyakit sekarang
c) Riwayat penyakit dahulu
d) Riwayat penyakit keluarga
e) Riwayat psikososial
f) Pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
2. Pola nutrisi dan metabolik
3. Pola eliminasi
4. Pola aktivitas dan latihan
5. Pola tidur dan istirahat
6. Pola persepsi dan konsep diri
7. Pola reproduksi dan seksualitas
8. Pola penanggulangan stress
b. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum
adalah sebagai berikut :
a. Grade I : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah,
tanda – tanda vital dan nadi lemah.
b. Grade II : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta
nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
c. Grade III : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen,
nadi lemah, kecil, dan tidak teratur serta tensi menurun.
d. Grade IV : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi tidak
teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas
dingin berkeringat dan kulit tampak sianosis.
2. Kepala dan leher.
a. Wajah : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar
mata, lakrimasi dan fotobia, pergerakan bola mata nyeri.
b. Mulut : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah
kotor, (kadang-kadang) sianosis.
c. Hidung : Epitaksis
d. Tenggorokan : Hiperemia
e. Leher : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut
atas rahang daerah servikal posterior.
3. Dada (Thorax).
Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal. Pada Stadium IV :
Palpasi : Vocal – fremitus kurang bergetar.
Perkusi : Suara paru pekak.
Auskultasi : Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.
4. Abdomen (Perut).
Palpasi : Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan
dehidrasi turgor kulit dapat menurun, suffiing dulness, balote ment
point (Stadium IV).
5. Anus dan genetalia.
Eliminasi alvi : Diare, konstipasi, melena.
Eliminasi urin : Dapat terjadi oligouria sampai anuria.
6. Ekstrimitas atas dan bawah.
a. Stadium I : Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL
test.
b. Stadium II – III : Terdapat petekie dan ekimose di kedua
ekstrimitas.
c. Stadium IV : Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis
pada jari tangan dan kaki.
B. Diagnosa Yang Mungkin Muncul
1. Hipertermi berhubungan dengan adanya respon peradangan
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
4. Gangguan keseimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan
permeabialitas pembuluh darah
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
6. Resiko terajadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia
C. Rencana Asuhan Keperawatan

NO DIAGNOSA NOC NIC


1 Hipertemia NOC : NIC :
berhubungan Thermoregulation Fever Treatment
dengan respon Kriteria Hasil :  Monitor suhu sesering
peradangan  Suhu tubuh dalam mungkin
rentang normal  Monitor IWL
 Nadi dan RR dalam  Monitor warna dan
rentang normal suhu kulit
 Tidak ada perubahan  Monitor tekanan darah,
warna kulit dan tidak nadi dan RR
ada pusing, merasa  Monitor penurunan
nyaman tingkat kesadaran
 Berikan pengobatan
untuk mengatasi
penyebab demam
 Berikan cairan
intraven
Temperature Regulation
 Monitor suhu minimal
tiap 2 jam
 Monitor tanda-tanda
hipertermi dan
hipotermi
 Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
 Berikan anti piretik
jika perlu
2 Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari  Nutritional Status Nutrition management
kebutuhan tubuh  Nutritional Status :  Anjurkan pasien untuk
berhubungan food and Fluid Intake meningkatkan intake
dengan intake  Nutritional Status : Fe
nutrisi yang tdak nutrient Intake  Anjurkan pasien untuk
adekuat  Weight control meningkatkan protein
Kriteria hasil dan vitamin C
 Mampu  Berikan informasi
mengidentifikasi tentang kebutuhan
kebutuhan nutrisi nutrisi
 Tidak ada tandatanda  Kaji kemampuan
malnutrisi pasien untuk
 Tidak terjadi penurunan mendapatkan nutrisi
berat badan yang yang dibutuhkan
berarti Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam batas
normal
 Monitor jumalh
penurunan berat badan
 Monitor turgor kulit
 Monitor kulit dan
perubahan pigmentasi
3 Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan  Pain Level, Pain Management
dengan agen cidera  Pain control  Lakukan pengkajian
biologis  Comfort level nyeri secara
Kriteria Hasil : komprehensif
 Mampu mengontrol termasuk lokasi,
nyeri (tahu penyebab karakteristik, durasi,
nyeri, mampu frekuensi, kualitas dan
menggunakan tehnik faktor presipitasi
nonfarmakologi   Observasi reaksi
 Melaporkan bahwa nonverbal dari
nyeri berkurang dengan ketidaknyamanan
menggunakan  Gunakan teknik
manajemen nyeri komunikasi terapeutik
 Mampu mengenali untuk mengetahui
nyeri pengalaman nyeri
 Menyatakan rasa pasien
nyaman setelah nyeri  Berikan analgetik
berkurang untuk mengurangi
 Tanda vital dalam nyeri
rentang normal  Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
Analgesic Administration
 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
 Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Berikan analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
4 Gangguan NOC : NIC:
keseimbangan  Fluid balance Fluid Managemen
cairan elektrolit  Hydration  Kaji keadaan umum
berhubungan  Nutritonal Status : Food klien dan tanda-tanda
dengan dan Fluid Intake vital.
permeabilitas Kriteria Hasil :  Kaji input dan output
pembuluh darah  Menunjukkan cairan.
keseimbangan elektrolit  Observasi adanya
dan asam basa tanda-tanda syok
 Menunjukkan  Anjurkan klien untuk
keseimbangan cairan banyak minum.
 Turgor kulit baik  Kolaborasi dengan
 Tanda-tanda vital dokter dalam
dalam batas normal pemberian cairan IV

5 Intoleransi aktivitas NOC : NIC :


berhubungan  Energy conservation Activity Therapy :
dengan kelemahan  Activity tolerence  Kolaborasikan dengan
umum  Self cares : ADL tenaga rehabilitas
Kriteria Hasil : medik dalam
 Berpartisipasi dalam merencanakan
aktivitas fisik tanpa program terapi yang
disertai peningkatan tepat
tekanan darah dan nadi  Bantu klien untuk
 Mampu melakukan memilih aktifitas yang
aktivitas sehari secara bisa dilakukan
mandiri  Bantu untuk memilih
 Tanda-tanda vital aktivitas yang
normal konsisten yang sesuai
dengan kemampuan
fisik
 Bantu untuk
mendapatkan alat
bantu aktivitas
6 Resiko perdarahan NOC : NIC :
berhubungan  Blod lose severity Bleeding precoution :
dengan adanya  Blood koagulation  Monitor tanda-tanda
trombositopenia Kriteria Hasil : perdarahan
 Kehilangan darah yang  Catat Hb dan HT
terlihat sebelum dan sesudah
 Tekanan darah dalam perdarahan
batas normal sistole dan  Pertahankan bed rest
diastole selama perdarahan
 Hemoglobin dan  Kolaborasi dengan
hematrokrit dalam batas pemberian produk
normal darah
Bleeding reduction :
 Monitor tekanan darah
dan parameter
hemodinamik
 Monitor status cairan
input dan intake
 Pertahankan patensi IV
line

D. Implementasi Asuhan Keperawatan


Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan realisasi dari pada
rencana tindakan kepereawatan yang telah ditetapkan, meliputi tindakan
dependent, inter dependent. Pada pelaksanaan terdiri dari bebereapa
kegitan, validasi, rencana keperawatan, mendokumentasikan keperawatan,
memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan data.
E. Evaluasi Asuhan Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan.
Ada tiga alternatif dalam evaluasi :
a. Masalah teratasi, jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan
waktu dan tanggal yang telah ditentukan sesuai dengan pernyataan tujuan.
b. Masalah teratasi sebagian, jika klien mampu menunjukkan prilaku tetapi
tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan.
c. Masalah tidak teratasi, jika klien tidak mampu sama sekali menunjukkan
prilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, dan Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda Nic-Noc. Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Andra, dan Yessie. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: Nuha
Medika
Depkes, 2008. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue.
Soegijanto Soegeng. 2008. Demam Berdarah Dengue. Edisi kedua. Surabaya :
Airlangga University Press.

Anda mungkin juga menyukai