Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

Bedah Digestif Kolelithiasis

A. Pengertian

Digestif atau saluran cerna adalah saluran yang menerima makanan dari luar
dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan
dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut sampai anus (Asmara
Wipa, 2010).

Bedah saluran cerna (digestif) merupakan salah satu bentuk pembedahan


mayor yang disebabkan oleh trauma abdomen ataupun abdomen akut. Salah satu
penyakit yang membutuhkan dilakukan pembedahan mayor.

Kolelithiasis merupakan batu empedu yang dapat terbentuk disepanjang


saluran empedu. Lebih dari 90% pasien cholecystitis menyebabkan kolelithuasis.

B. Penyebab

Penyebab yang jelas belum diketahui tetapi beberapa faktor etiologi dapat
diindenfikasi antara lain :

1. Faktor metabolik : cairan empedu mengandung air, HCO2, pigmen empedu,


garam empedu dan kolesterol.

2. Statis bilier : stagnasi cairan empedu menyebabkan air ditarik ke kapiler sehingga
garam empedu menjadi lebih banyak yangakan merubah kelarutan kolestrol.

3. Peradangan.

C. Manifestasi Klinis
Gejalanya bersifat akut dan kronis, Gangguan epigastrium: rasa penuh, distensi
abdomen, nyeri samar pada perut kanan atas, terutama setelah klien konsumsi makanan
berlemak / yang digoreng. Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut :
1. Nyeri dan kolik bilier, jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung
empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas,
teraba massa padat pada abdomen, pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri
hebat pada abdomen kanan atas yang menjalar kepunggung atau bahu kanan , rasa
nyeri disertai mual dan muntah akan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam
sesudah makan dalam porsi besar. Pasien akan gelisah dan membalik-balikkan badan,
merasa tidak nyaman, nyerinya bukan kolik tetapi persisten. Seorang kolik bilier
semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak dapat
mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan
distensi bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding adomen pada
daerah kartilago kosta sembilan dan sepuluh bagian kanan, sehingga menimbulkan
nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika inspirasi dalam.
2. Ikterus. Biasanya terjadi obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah
empedu keduodenum akan menimbulkan gejala yang khas : getah empedu tidak
dibawa keduodenum tetapi diserap oleh darah sehingga kulit dan mukosa membran
berwarna kuning, disertai gatal pada kulit.
3. Perubahan warna urine tampak gelap dan feses warna abu-abu serta pekat karena
ekskresi pigmen empedu oleh ginjal.
4. Terjadi defisiensi vitamin ADEK. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu
pembekuan darah yang normal. Jika batu empedu terus menyumbat saluran tersebut
akan mengakibatkan abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis generalisata.

D. Patofisiologi

Etiologi merupakan faktor terpenting dalam pembentukan batu empedu.


Sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu empedu kolesterol
menyekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol (Price A & Wilson, 2003).
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang
terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan
fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi
bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium,
bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal
yang yang terbentuk dalam kandung empedu, kemudian lama-kelamaan kristal
tersebut bertambah ukuran, melebur dan membentuk batu. Faktor predisposisi
merupakan pembentukan batu empedu :
1. Batu kolesterol
Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama :
a) Supersaturasi atau penumpukan kolesterol didalam kantung empedu
b) Berkurangnya kemampuan kandung empedu
c) Nukleasi atau pembentukan nidus cepat.
Khusus mengenai nukleasi cepat, sekarang telah terbukti bahwa empedu pasien
dengan kolelitiasis mempunyai zat yang mempercepat waktu nukleasi kolesterol
(promotor) sedangkan empedu orang normal mengandung zat yang menghalangi
terjadinya nukleasi.

E. Pathway

Proses degenerasi dan adanya penyakit hati



Penurunan fungsi hati

Penyakit gastrointestinal Gangguan metabolisme

Mal absorpsi garam empedu ¬ Penurunan sintesis (pembentukan) asam empedu

Peningkatan sintesis kolesterol

Berperan sebagai penunjang
iritan pada kandung empedu ¬ Supersaturasi (kejenuhan) getah empedu oleh
kolesterol

Peradangan dalam Peningkatan sekresi kolesterol
kandung empedu

Kemudian kolesterol keluar dari getah empedu
Penyakit kandung

empedu (kolesistitis)
Pengendapan kolesterol

Batu empedu

F. Penatalaksanaan

1. Non Pembedahan (farmakoterapi, diet)


a) Penatalaksanaan pendukung dan Diet adalah: istirahat, cairan infus, NGT,
analgetik dan antibiotik, diet cair rendah lemak, buah yang masak, nasi,
ketela, kentang yang dilumatkan, sayur non gas, kopi dan teh.
b) Untuk makanan yang perlu dihindari sayur mengandung gas, telur, krim,
daging babi, gorengan, keju, bumbu masak berlemak, alkohol.
c) Farmakoterapi asam ursedeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksiolat
(chenodiol, chenofalk) digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen
yang berukuran kecil dan terutama tersusun dari kolesterol. Jarang ada efek
sampingnya dan dapat diberikan dengan dosis kecil untuk mendapatkan efek
yang sama. Mekanisme kerjanya menghambat sintesis kolesterol dalam hati
dan sekresinya sehingga terjadi disaturasi getah empedu. Batu yang sudah ada
dikurangi besarnya, yang kecil akan larut dan batu yang baru dicegah
pembentukannya. Diperlukan waktu terapi 6 – 12 bulan untuk melarutkan
batu.
d) Pelarutan batu empedu tanpa pembedahan : dengan cara menginfuskan suatu
bahan pelarut (manooktanoin / metil tersier butil eter ) kedalam kandung
empedu. Melalui selang / kateter yang dipasang perkuatan langsung kedalam
kandung empedu, melalui drain yang dimasukkan melalui T-Tube untuk
melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan, melalui
endoskopi ERCP, atau kateter bilier transnasal.
e) Ektracorporeal shock-wave lithotripsy (ESWL). Metode ini menggunakan
gelombang kejut berulang yang diarahkan pada batu empedu dalam kandung
empedu atau duktus koledokus untuk memecah batu menjadi sejumlah
fragmen. Gelombang kejut tersebut dihasilkan oleh media cairan oleh
percikan listrik yaitu piezoelektrik atau muatan elektromagnetik. Energi
disalurkan kedalam tubuh lewat rendaman air atau kantong berisi cairan.
Setelah batu pecah secara bertahap, pecahannya akan bergerak perlahan
secara spontan dari kandung empedu atau duktus koledokus dan dikeluarkan
melalui endoskop atau dilarutkan dengan pelarut atau asam empedu peroral.

2. Pembedahan
Intervensi bedah dan sistem drainase.
a) Kolesistektomi : dilakukan pada sebagian besar kolesistitis kronis / akut.
Sebuah drain ditempatkan dalam kandung empedu dan dibiarkan menjulur
keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan serosanguinus, dan
getah empedu kedalam kassa absorben.
b) Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi selebar
4 cm, bisa dipasang drain juga, beaya lebih ringan, waktu singkat.
c) Kolesistektomi laparaskopi
d) Kolesistektomi endoskopi: dilakukan lewat luka insisi kecil atau luka tusukan
melalui dinding abdomen pada umbilikus
5. Pendidikan pasien pasca operasi :
a) Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala
komplikasi intra abdomen yang harus dilaporkan : penurunan selera makan,
muntah, rasa nyeri, distensi abdomen dan kenaikan suhu tubuh.
b) Saat dirumah perlu didampingi dan dibantu oleh keluarga selama 24 sampai
48 jam pertama.
c) Luka tidak boleh terkena air dan anjurkan untuk menjaga kebersihan luka
operasi dan sekitarnya.
d) Masukan nutrisi dan cairan yang cukup, bergizi dan seimbang.
e) Anjurkan untuk kontrol dan minum obat rutin.
G. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium
a) Leukosit : 12.000 – 15.000 /iu (N : 5000 – 10.000 iu).
b) Bilirubin : meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl).
c) Amilase serum meningkat.( N: 17 – 115 unit/100ml).

2. Rontgen abdomen / pemeriksaan sinar X / Foto polos abdomen


Dapat dilakukan pada klien yang dicurigai akan penyakit kandung empedu.
Akurasi pemeriksaannya hanya 15-20 %. Tetapi bukan merupakan pemeriksaan
pilihan.

3. Kolangiogram / kolangiografi transhepatik perkutan


Melalui penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam cabang bilier. Karena
konsentrasi bahan kontras yang disuntikan relatif besar maka semua komponen
sistem bilier (duktus hepatikus, D. koledukus, D. sistikus dan kandung empedu)
dapat terlihat. Meskipun angka komplikasi dari kolangiogram rendah namun bisa
beresiko peritonitis bilier, resiko sepsis dan syok septik.

4. ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatographi)


Sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus
pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut.
Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan
memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil
batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang
disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang
disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala
gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah
diangkat.ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi.

5. Kolangiografi Transhepatik Perkutan


Pemeriksaan kolangiografi ini meliputi penyuntikan bahan kontras langsung ke
dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikan itu
relatif besar, maka semua komponen  pada sistem bilier tersebut, yang mencakup
duktus hepatikus dalam hati, keseluruhan pajang duktus koledokus, duktus
sistikus dan kandung empedu, dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas. 

6. Pemeriksaan Pencitraan Radionuklida atau kolesentografi


Dalam prosedur ini, peraparat radioktif disuntikan secara intravena. Kemudian
diambil oleh hepatosit dan dengan cepat ekskeresikan kedalam sinar bilier.
Memerlukan waktu panjang lebih lama untuk mengerjakannya membuat pasien
terpajan sinar radiasi.

H. Pengkajian
Data subjektif :
1. Adanya keluhan. (Nyeri abdomen, nause, diare, dispensia)
2. Ada anggota keluarga dengan riwayat penyakit yang sama
3. Biodata tentang umur,sex,ras
4. Pola makan
5. Penurunan BB
6. Peningkatan suhu tubuh.

Data objektif :
1. Status nutrisi
2. Keseimbangan cairan
3. Adanya muntah, diare
4. Gatal-gatal
5. Ekspresi wajah ketidaknyamanan
6. Fases pucat, urin keruh
7. Analisa pemeriksaan darah (bilirubin, SGOT/SGPT, protein serum)
8. Analisa pemeriksaan urin
9. Analisa pemeriksaan radiologi (cholangiografi) dan USG.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri sehubungan dengan efek pengangkatan kandung kemih.
2. Pontensial terjadinya infeksi sehubungan dengan invasi kuman melalui T tube
J. Rencana Keperawatan
Dx Tujuan Intervensi
dx-1 : Nyeri Tujuan : pasien akan Post Operasi :
sehubungan mengalami nyeri abdomen
dengan efek yang minimal. - Kaji kualitas nyeri
pengangkatan - Kaloborasi pemberian
kandung kemih. analgesik
- Anjurkan pasien untuk
tarik nafas dalam dengan
menahan luka insisi.
- Anjurkan pasien untuk
menggunakan selimut
atau bantal tambahan
untuk menompang luka
insisi ketika merubah
posisi, dan batuk
- Mempertahankan posisi
semi flower dengan kedua
kaki ditekuk dan rubah
posisi selama 2 jam.
- Anjurkan pasien untk
melakukan teknik
relaksasi.

Dx Tujuan Intervensi
dx-2 : potensial Tujuan : tidak terjadi Post Operasi :
terjadinya infeksi selama pemasangan
infeksi T tube. - Kaji tanda-tanda
sehubungan peradangan/infeksi
dengan invasi - Observasi luka insisi
kuman melalui setiap kali mengalami
T tube balutan luka discharge,
bau dan warnanya.
- Ganti balutan setiap hari
- T-tube dipertahankan
sampao 6 minggu atau
lebih
- Kaji jumlah, warna,
konsistensi dan bau
drainage setiap 4 jam
- Kaji drainage berwarna
purulen
- Observasi kulit sekitar
pemasangan T tube
- Pertahankan balutan
kering setiap hari
- Posisi semi flower
- Jangan lakukan klem,
irigasi tanpa instruksi
dokter.
- Pada hari ke 4/ ke-5 bila
ada instruksi angkat
kantong penampungan
sejajar dengan abdomen,
kemudian kaji nyeri,
nause
- Klem T-tube selama1-2
hari sebelum dan sesudah
makan. Kaji respon
pasien terhadap toleransi
makanan
- Observasi warna feses
pada hari ke 7-10 post
operasi.

Anda mungkin juga menyukai