A. Pengertian
Batu Saluran Kemih atau dalam bahasa medis disebut dengan “urolithiasis” ialah
adanya pembentukan kalkuli (batu) di saluran kemih, yang paling sering terbentuk di
pelvis atau kaliks (Widiarti,dkk.2008).
Kata urolithiasis merupakan kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu “ouron” yang
berarti urin dan “lithos” yang artinya batu (Ram, Moteriya and Chanda, 2015). Secara
umum makna kata urolithiasis mencakup batu ginjal (nefrolithiasis), batu ureter
(ureterolithiasis), dan batu kandung kemih (cystolithiasis) (Panigrahi, Dey, and Jena,
2016).
Kalkulus ginjal/batu ginjal dapat terbentuk dimana saja dari saluran perkemihan,
namun terbentuknya batu ini paling umum ditemukan pada pelvis dan kaliks ginjal.
Menurut (Gray,2009) batu saluran kemih ialah terdapatnya konkresi (gumpalan) padat
yang terbentuk di saluran kemih. Batu yang berukuran lebih kecil yang mungkin saja
terbentuk bisa lewat di sepanjang saluran kemih, dan bisa dikeluarkan saat/selama
berkemih (mikturisi) menyebabkan adanya beberapa atau bahkan tak ada gejala, tetapi
batu dengan ukuran yang lebih besar dapat menimbulkan gejala-gejala klinis ketika telah
menyumbat saluran kemih atau telah mengandung pathogen yang menimbulkan infeksi
menetap meskipun telah diberi terapi antimikroba.
D. Patofisiologi
Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau urolithiasis belum diketahui
secara pasti, namun ada beberapa faktor predisposisi terjadinya batu tersebut diantara
nya : Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari intake cairan yang kurang dan juga
peningkatan bahan-bahan organic akibat infeksi saluran kemih atau stasis urin
menyajikan sarang untuk pembentukan batu.
Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat, oxalate, dan faktor lain mendukung
pembentukan batu meliputi : pH urin yang berubah menjadi asam, jumlah solute dalam
urin dan jumlah cairan urin. Masalah-masalah dengan metabolisme purin mempengaruhi
pembentukan batu asam urat. pH urin juga mendukung pembentukan batu. Batu asam urat
dan batu cystine dapat mengendap dalam urin yang asam. Batu kalsium fosfat dan batu
struvite biasa terdapat dalam urin yang alkalin. Batu oxalat tidak dipengaruhi oleh pH
urin.
Imobilisasi yang lama akan menyebabkan pergerakan kalsium menuju tulang akan
terhambat. Peningkatan serum kalsium akan menambah cairan yang akan diekskresikan.
Jika cairan masuk tidak adekuat maka penumpukan atau pengendapan semakin
bertambah, dan pengendapan ini semakin kompleks sehingga terjadi batu.
Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi, ada batu yang kecil dan
batu yang besar. Batu yang kecil dapat keluar melalui urin dan akan menimbulkan rasa
nyeri, trauma pada saluran kemih, dan akan tampak darah dalam urin. Sedangkan batu
yang berukuran besar dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih yang menimbulkan
dilatasi struktur, akibat dari dilatasi akan terjadi refluks urin dan akibat yang fatal dapat
timbul hidronefrosis karena dilatasi ginjal.
Kerusakan pada struktur ginjal yang lama akan mengakibatkan kerusakan pada organ-
organ dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal dikarenakan ginjal tak mampu melakukan
fungsinya secara normal.
E. Pathway keperawatan (jalan munculnya semua masalah keperawatan sesuai teori)
G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostic untuk batu saluran kemih diantaranya sebagai berikut:
1. Foto polos abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya
batu radio-opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat
bersifat radio-opak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu
asam urat bersifat non-opak.
2. Intra Vena Pielografi (IVP)
IVP merupakan procedure standar dalam menggambarkan adanya batu pada
saluran kemih. IVP dapat mendeteksi adanya batu semi-opak atau non-opak yang
tidak dapat dilihat oleh foto polos perut. Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan
anatomi dan fungsi ginjal.
3. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi dikerjakan apabila pasien tidak mungkin menjalani
pemeriksaan IVU, yaitu pada keadaan-keadaan alergi terhapat bahan kontras, faal
ginjal menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai
adanya batu diginjal.
I. Diagnose keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi atau dorongan kontraksi
ureteral, trauma jaringan, pembentukan edema daniskemia selular.
2. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan stimulasi kandung kamih oleh batu,
iritasi ginjal atau ureteral, obstruksi mekanik dan hematuria
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual atau muntah dan diuresis
pascaobstruktif.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan atau mengingat, salah interpetasi informasi, dan
tidak mengenal sumber informasi.
J. Perencanaan keperawatan (prioritas diagnosa keperawatan, tujuan dan kriteria hasil dan
rencana tindakan disertai rasional sesuai teori)
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi atau dorongan kontraksi
ureteral, trauma jaringan, pembentukan edema dan iskemia selular.
Tujuan: klien akan melaporkan nyeri hilang dengan spasme terkontrol dan tampak
rileks, mampu tidur atau istirahat dengan tepat
Intervensi:
Mandiri
a. Catat lokasi, lamanya intensitas 9skala 0-10) dan penyebaran. Perhatikan tanda
non-verbal, contoh peninggian TD dan nadi, gelisah, merintih, menggelepar.
Rasional: Membatu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan
kalkulus. Nyeri panggul sering menyebar ke punggung, lipat paha, genitalia
sehubungan dengan proksimitas saraf pleksus, dan pembuluh darah yang
menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan hebat dapat mencetuskan ketakutan,
gelisah, ansietas berat.
b. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke staf terhadap perubahan
kejadian/ karakteristik nyeri.
Rasional: Memberikan kesempatan untuk pemberian analgesi sesuai waktu
(membantu dalam meningkatkan kemampuan komping pasien dan dapat
menurunkan ansietas) dan mewaspadakan staf akan kemungkinan lewatnya batu/
terjadi komplikasi. Penghentian tiba-tiba nyeri biasanya menunjukkan lewatnya
batu.
c. Berikan tindakan nyaman, contoh pijatan punggung, lingkungan istirahat.
Rasional: Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot, dan meningkatkan
koping.
d. Bantu atau dorong penggunaan napas berfokus, bimbingan imajinasi dan aktivitas
terapeutik.
Rasional: Mengarahkan kembali perhatian dan membantu dalam relaksasi otot.
e. Dorong/bantu dengan ambulasi sering sesuai indikasi dan tingkatkan pemasukan
cairan sedikitnya 3-4 L/hari dalam toleransi jantung.
Rasional: hidrasi kuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah stasis urin, dan
membantu mencegah pembentukan batu selanjutnya.
f. Perhatikan keluhan peningkatan/ menetapnya nyeri abdomen.
Rasional: Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasasi
urine ke dalam area perirenal. Ini membutuhkan kedaruratan bedah akut.
Kolaborasi
g. Berikat obat sesuai indikasi:
1) Narkotik, contoh meperidin (Demerol), morfin
Rasional: Biasanya diberikan selama episode akut untk menurunkan kolik
uretral dan meningkatkan relaksasi otot/mental.
2) Antispasmodik, contoh flavoksat (uripas); Oksibutin (Ditropan)
Rasional: Menurunkan refleks spasme dapat menurunkan kolik dan nyeri
3) Kortikosteroid
Rasional: Mungkin digunakan untuk menurunkan edema jaringan untuk
membantu gerakan batu
h. Berikan kompres hangat pada punggung.
Rasional: Menghilangkan tegangan otot dan dapat menurunkan refleks spasme.
i. Pertahankan patensi kateter bila digunakan
Rasional: Mencegah stasis/retensi urin, menurunkan risiko peningkatan tekanan
ginjal dan infeksi.
2. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan stimulasi kandung kamih oleh batu,
iritasi ginjal atau ureteral, obstruksi mekanik dan hematuria
Tujuan: klien akan: berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya, serta tak
mengalami tanda obstruksi.
Intervensi:
Mandiri
a. Tentukan pola berkemih normal pasien dan perhatikan variasi.
Rasional: kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf, yang menyebabkan
sensasi kebutuhan berkemih segera. Biasanya frekuensi dan urgensi meningkat
bila kalkulus mendekati pertemuan uretrovesikal.
b. Dorong meningkatkan pemasukan cairan
Rasional: Peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah dan debris dan dapat
membantu lewatnya batu.
c. Periksa semua urin. Catat adanya keluaran batu dan kirim ke laboratorium untuk
analisa.
Rasional: Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu dan mempengaruhi
pilihan terapi.
d. Selidiki keluhan kandung kemih penuh; palpasi untuk distensi suprapubik.
Perhatikan penurunan keluaran urin, adanya edema oeriorbital/ tergantung
Rasional: Retensi urin dapat terjadi, menyebabkan distensi jaringan (kandung
kemih/ ginjal) dan potensial risiko infeksi, gagal ginjal.
e. Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran.
Rasional: Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi
toksik pada SSP.
Kolaborasi
f. Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolot, BUN, kreatinin.
Rasional: Peninggian BUN, kreatinin dan elektrolit mengindikasikan disfungsi
ginjal.
g. Ambil urin untuk kultur dan sensitivitas.
Rasional: Menentukan adanya ISK, yang penyebab/ gejala komplikasi
h. Berikan obat sesuai indikasi, contoh:
1) Asetazolamid (Diamox), alupurinol (Ziloprin)
Rasional: Meningkatkan pH urin (alkalinitas) untuk menurunkan pembentukan
batu asam.
2) Hidroklorotiazid (Esidrix, hidroiuril), Klortalidon (Higroton);
Rasional: Mungkin digunakan untuk mencegah stasis urin dan menurunkan
pembentukan batu kalsium bila tidak berhubungan dengan proses penyakit
dasar seperti hipertiroidisme primer atauabnormalitas vitamin D.
3) Amonium klorida; kalium atau natrium fosfat (Sal-Hepatika);
Rasional: Menurunkan pembentukan batu fosfat.
4) Agen antigout, contoh alupurinol (Ziloprim)
Rasional: Menurunkan produksi asam urat/potensial pembentukan batu.
5) Antibiotik
Rasional: adanya ISK/ alkalin urin potensial pembentukan batu
6) Natrium bikarbonat;
Rasional: Mengganti kehilangan yang tak dapat teratasi selama pembuangan
bikarbonat dan/atau alkalinitas urin dapat menurunkan/ mencegah
pembentukan bebrapa kalkuli.
7) Asam askorbat;
Rasional: mengasamkan urin untuk mencegah berulangnya pembentukan batu
alkalin
j. Pertahankan patensi kateter tak menetap (ureteral, uretral, atau nefrostomi) bila
menggunakan.
Rasional: Mungkin diperlukan untuk membantu aliran urin/mencegah
pembentukan batu selanjutnya.
k. Irigasi dengan asam atau larutan alkalin sesuai indikasi
Rasional: mengubah pH urin dapat membantu pelarutan batu dan mencegah
pembentukan batu selanjutnya.
l. Siapkan pasien, bantu untuk prosedur endoskopi, contoh: Prosedur basket
Rasional: kalkulus pada ureter distal dan tengah mungkin digerakkan oleh
sistokop endoskopi dengan penangkapan batu dalam kantung kateter.
m. Stents ureteral
Rasional: kateter diposisikan di atas batu untuk meningkatka dilatasi uretra/
lewatnya batu. Irigasi kontinu atau intermitten dapat dilakukan untuk membilas
ureter dan mempertahankan pH urin.
n. Pielolitotomi terbuka atau perkutaneus, nefroliototomi, ureterolitotomi.
Rasional: Pembedahan mungkin perlu untuk membuang batu yang terlalu besar
untuk melewati ureter.
o. Litotripsin ultrasonik perkutaneus.
Rasional: Tindakan gelombang syok invasif untuk batu pelvik/ kaliks ginjal atau
ureter atas.
p. Litotripsi gelombang syok ekstrakorporeal (extracorporeal shockwafe lithotripsin
(ESWL).
Rasional: Prosedur non-invasif dimana batu ginjal dihancurkan dengan syok
gelombang dari luar tubuh.
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual atau muntah dan diuresis
pasca obstruktif.
Tujuan: Klien dapat: mempertahankan keseimbangan cairan adekuat dibuktikan oleh
tanda vital stabil dan berat badan dalam rentang norlmal, nadi perifer normal,
membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
Intervensi:
Mandiri
a. Awasi pemasukan dan pengeluaran
Rasional: Membandingkan keluaran aktual dan yang diantisipasi membanntu
dalam evaluasi adanya/ derajat stasis/ kerusakan ginjal. Catatan: Kerusakan fungsi
ginjal dan penurunan haluaran urin dapat mengakibatkan volume sirkulasi lebih
tinggi dengan tanda/ gejala GGK.
b. Catat insiden muntah, diare. Perhatikan karakteristik dan frekuensi muntah dan
diare, juga kejadian yang menyertai atau mencetuskan.
Rasional: Mual/ muntah dan diare secara umum berhubungan dengan kolik ginjal
karena saraf ganglion sliaka pada kedua ginjal dan lambung. Pencatatan dapat
membantu mengesampingkan kejadian abdominal lain yang menyebabkan nyeri
atau menunjukkan kalkulus.
c. Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3-4 L/hari dalam toleransi jantung
Rasional: Mempertahan keseimbangan cairan untuk homeostasis juga tindakan
“mencuci” yang dapat membilas batu keluar. Dehidrasi dan ketidakseimbangan
elektrolit dapat terjadi sekunder terhadap kehilangan cairan berlebihan (muntah
dan diare).
d. Awasi tanda vital. Evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran
mukosa.
Rasional: Indikator hidrasi/ volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi. Catatan:
penurunan LFG merangsang produksi renin yang bekerja untuk meningkatkan TD
dalam upaya untuk meningkatkan aliran darah ginjal.
e. Timbang berat badan tiap hari.
Rasional: Peningkatan berat badan yang cepat mungkin berhubungan dengan
retensi
Kolaborasi
f. Awasi Hb/Ht, elektrolit
Rasional: Mengkaji hidrasi dan keefektifan/ kebutuhan intervensi.
g. Berikan cairan IV
Rasional: mempertahankan volume sirkulasi (bila pemasukan oral tidak cukup)
meningkatkan fungsi ginjal.
h. Berikan diet tepat, cairan jernih, makanan lembuh sesuai tolerasni
Rasional: Makanan mudah cerna menurunkan aktivitas GI/ iritasi dan membantu
mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi
i. Berikanobat sesuai indikasi: antiemetik, contoh proklorperazin (compazin)
Rasional: Menurunkan mual/muntah