Anda di halaman 1dari 1

Sistem dan Struktur Politik-Ekonomi Indonesia M…

Masa Pemerintahan Abdurrahman …

Buku Pelajaran

TUJUAN
PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari bahasan ini, kalian diharapkan


mampu memahami mengenai beberapa peristiwa
penting yang terjadi pada masa pemerintahan
Presiden Abdurrahman Wahid.

MASA
PEMERINTAHAN
ABDURRAHMAN
WAHID

Apakah kalian pernah mendengar mengenai


Abdurrahman Wahid atau akrab dipanggil Gus Dur ?
Beliau pernah menjabat sebagai Presiden RI ke-4.
Beliau dikenal sebagai sosok jenaka dan gemar
melontarkan lelucon segar. Salah satu celotehannya
yang paling dikenal adalah, “Gitu aja kok repot ?”
Apakah peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada
masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid ?
Untuk mengetahui lebih lanjut, mari simak bahasan
berikut.

Pemilu 1999 yang dilakukan pada tanggal 7 Juni 1999


dan diikuti oleh 48 partai menghasilkan 5 pemenang,
yaitu Partai Demokrasi Indonesia (PDI)-Perjuangan,
Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai
Amanat Nasional (PAN), dan Partai Kebangkitan
Bangsa (PKB). Selanjutnya, dalam pemungutan suara
anggota yang dilakukan pada Sidang Umum MPR 4-
19 Oktober 1999, terpilihlah Abdurrahman Wahid
sebagai Presiden ke-4 RI dan Megawati
Soekarnoputri menjadi Wakil Presiden RI.
Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman
Wahid (Gus Dur), dibentuklah Kabinet yang
dinamakan Kabinet Persatuan Nasional I yang
dilantik pada 29 Oktober 1999 oleh Wakil Presiden
Megawati. Namun, pada 23 Agustus 2000, Presiden
mengumumkan susunan kabinet baru (Kabinet
Persatuan Nasional II) hasil reshuffle dan
menyatakan Kabinet Persatuan Nasional I
demisioner. Secara total, Kabinet Persatuan Nasional
I hanya bertahan selama 10 bulan karena banyaknya
menteri yang mengundurkan diri atau pun
diberhentikan. Selain itu, pembentukan kabinet hasil
reshuffle ini turut menjadi awal mula konflik antara
Presiden dengan DPR.
Salah satu penyebab konflik adalah komentar negatif
Presiden terhadap kinerja DPR dan kurangnya
konsultasi Presiden ke DPR, terutama mengenai
pembubaran Departemen Penerangan dan
Departemen Sosial di masa pemerintahan Presiden
Abdurrahman Wahid. Dalam sidang Tahunan MPR
tanggal 7-12 Agustus 2000, Presiden yang diwakili
Menteri Sekretaris Kabinet menyampaikan laporan
tahunannya. Laporan ini tidak mendapat respon yang
baik dari fraksi-fraksi di MPR, sehingga memaksa
Presiden untuk menugaskan Wakil Presiden
Megawati Soekarnoputri dalam pelaksanaan tugas-
tugas pemerintahan yang bersifat teknis, susunan
agenda kerja, dan prioritas pemerintahan yang
nantinya dipertanggung jawabkan kepada Presiden.
Pada tanggal 23 Agustus 2000, setelah sidang
terakhir Kabinet Persatuan Nasional II, Presiden
mengumumkan kembali perombakan kabinet tanpa
didampingi Wakil Presiden. Hal ini menimbulkan
tanda tanya, walaupun pada akhirnya kabinet ini
tetap dilantik oleh Wakil Presiden, Megawati
Soekarnoputri pada 26 Agustus 2000. Sayangnya,
peristiwa ini ditanggapi negatif oleh pasar
perekonomian, ditandai dengan melemahnya nilai
tukar rupiah dan merosotnya harga saham di bursa.
Ketegangan antara Presiden dan DPR turut
meningkat seiring dengan munculnya dugaan
keterlibatan Presiden dalam skandal penggunaan
dana Yayasan Dana Kesejahteraan Karyawan
(Yanatera) atau Bulog-gate dan dana bantuan Sultan
Brunei Darussalam atau disebut juga Bruneigate.
DPR lantas bereaksi dengan membentuk Panitia
Khusus untuk menyelidiki kasus skandal yang diduga
melibatkan Presiden. Hasil investigasi kemudian
menyimpulkan bahwa Presiden patut diduga
berperan dalam penyalahgunaan dana tersebut.
Panitia Khusus diketuai oleh Bachtiar Chamsyah dari
PPP.
Hasil penyelidikan Panitia Khusus ini kemudian
dijadikan dasar oleh DPR untuk mengeluarkan
Memorandum 1 dan 2 kepada Presiden, yang intinya
meminta Presiden untuk kembali bekerja sesuai
GBHN dan mengingatkan Presiden bahwa telah
melakukan pelanggaran terhadap TAP MPR No.
XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme. Memorandum tersebut dijawab oleh Gus
Dur melalui Menteri Hukum dan HAM saat itu,
Baharuddin Lopa, sebagai hal yang inkonstitusional
dan menyatakan dirinya tidak bersalah atas kasus
Bulog-gate dan Bruneigate.
Karena Presiden terus mengabaikan DPR, di
antaranya dengan mengangkat langsung Kapolri
sebagai Pejabat Sementara sehingga menciptakan
dualisme kepemimpinan, MPR melakukan tindakan
dengan mempercepat Sidang Istimewa menjadi
tanggal 21 Juli 2001 dan meminta
pertanggungjawaban Presiden pada 23 Juli 2001.
Langkah DPR ini ditolak oleh Presiden Abdurrahman
Wahid sekaligus menyatakan bahwa Sidang Istimewa
MPR tidak sah dan ilegal. Langkah Presiden
selanjutnya adalah dengan mengeluarkan Dekrit
Presiden pada 23 Juli 2001 yang berisi :
1. Membekukan MPR dan DPR RI.
2. Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan
mengambil tindakan serta menyusun badan-badan
yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemilihan
umum dalam waktu satu tahun.
3. Menyelamatkan gerakan reformasi total dari
hambatan unsur-unsur Orde Baru dengan
pembekuan Partai Golkar sambil menunggu putusan
Mahkamah Agung.
Pada 23 Juli 2001, MPR memutuskan bahwa Dekrit
Presiden Abdurrahman Wahid itu telah melanggar
konstitusi. Kemudian, setelah melalui persidangan
yang rumit, MPR menyetujui pemberhentian
Presiden Abdurrahman Wahid dan mengangkat
Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden RI Ke-5.

RANGKUMAN

1. Dalam pemungutan suara anggota yang


dilakukan pada Sidang Umum MPR 4-19
Oktober 1999, terpilihlah Abdurrahman Wahid
sebagai Presiden ke-4 RI dan Megawati
Soekarnoputri menjadi Wakil Presiden RI.
2. Masa pemerintahan Presiden Abdurrahman
Wahid diwarnai oleh kontroversi, skandal, dan
konflik antar lembaga negara.
3. Pada 23 Juli 2001, MPR menyetujui
pemberhentian Presiden Abdurrahman Wahid
dan mengangkat Megawati Soekarnoputri
sebagai Presiden RI Ke-5.

Anda mungkin juga menyukai