Anda di halaman 1dari 7

Taenia (cacing pita) - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas http://id.wikipedia.

org/wiki/Taenia_(cacing_pita)

Taenia (cacing pita)


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Taenia merupakan salah satu marga cacing pita yang termasuk dalam
?
Kerajaan Animalia, Filum Platyhelminthes, Kelas Cestoda, Bangsa Taenia
Cyclophyllidea, Suku Taeniidae. [1] Anggota-anggotanya dikenal sebagai
parasit vertebrata penting yang menginfeksi manusia, babi, sapi, dan kerbau.
[1]

Daftar isi
1 Perbedaan antarspesies Cacing Taenia saginata dewasa
2 Siklus Hidup
3 Penyebaran Klasifikasi ilmiah
3.1 Penyebaran di Dunia Kerajaan: Animalia
3.2 Penyebaran di Indonesia
4 Dampak terhadap Kesehatan Filum: Platyhelminthes
5 Pengendalian Kelas: Cestoda
6 Referensi
7 Pranala Luar Ordo: Cyclophyllidea
Famili: Taeniidae
Genus: Taenia
Perbedaan antarspesies Linnaeus, 1758

Terdapat tiga spesies penting cacing pita Spesies


Taenia, yaitu Taenia solium, Taenia
saginata, dan Taenia asiatica. [2][3] Ketiga Taenia crassiceps
spesies Taenia ini dianggap penting karena Taenia pisiformis
dapat menyebabkan penyakit pada Taenia saginata
manusia, yang dikenal dengan istilah Taenia solium
taeniasis dan sistiserkosis.[2]. Adapun Taenia asiatica
Segmen tubuh Taenia solium perbedaan antarspesies cacing pita Taenia Taenia taeniaeformis
dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Perbedaan antara Taenia solium, Taenia saginata dan Taenia asiatica

1 of 7 9/20/2013 8:07 AM
Taenia (cacing pita) - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas http://id.wikipedia.org/wiki/Taenia_(cacing_pita)

No. Keterangan Taenia solium [1][4] Taenia saginata [1][4] Taenia asiatica [5]
Inang definitif dan
1 Usus halus manusia Usus halus manusia Usus halus manusia
habitat
Sapi (utama), kambing,
2 Inang antara Babi dan manusia Babi (utama), sapi
domba
Cysticercus t.s.
3 Nama tahap larva Cysticercus cellulosae Cysticercus bovis
taiwanensis
Ukuran panjang x
4 (3-8)x 0,01 meter (4-15) x 0,01 meter 4-8 meter
lebar
5 Jumlah segmen 700-1000 1000-2000 712
30.000-50.000 di setiap lebih dari 100.000 di setiap
6 Jumlah telur
segmen segmen

Siklus Hidup
Cacing pita Taenia dewasa hidup dalam usus
manusia yang merupakan induk semang
definitif. [4] Segmen tubuh Taenia yang telah
matang dan mengandung telur keluar secara
aktif dari anus manusia atau secara pasif
bersama-sama feses manusia. [4] Bila inang
definitif (manusia) maupun inang antara
(sapi dan babi) menelan telur maka telur
yang menetas akan mengeluarkan embrio
(onchosphere) yang kemudian menembus
dinding usus.[4] Embrio cacing yang
mengikuti sirkulasi darah limfe berangsur-
angsur berkembang menjadi sistiserkosis
yang infektif di dalam otot tertentu. [4] Otot
yang paling sering terserang sistiserkus yaitu
jantung, diafragma, lidah, otot pengunyah, Siklus hidup Taenia sp.
daerah esofagus, leher dan otot antar tulang
rusuk. [6]

Infeksi Taenia dikenal dengan istilah Taeniasis dan Sistiserkosis.[1] Taeniasis adalah penyakit akibat parasit
berupa cacing pita yang tergolong dalam genus Taenia yang dapat menular dari hewan ke manusia, maupun
sebaliknya.[7] Taeniasis pada manusia disebabkan oleh spesies Taenia solium atau dikenal dengan cacing pita
babi [7], sementara Taenia saginata dikenal juga sebagai cacing pita sapi.[7][8]

Sistiserkosis pada manusia adalah infeksi jaringan oleh bentuk larva Taenia (sistiserkus) akibat termakan telur
cacing Taenia solium (cacing pita babi). [2] Cacing pita babi dapat menyebabkan sistiserkosis pada manusia,
sedangkan cacing pita sapi tidak dapat menyebabkan sistiserkosis pada manusia. [7] Sedangkan kemampuan
Taenia asiatica dalam menyebabkan sistiserkosis belum diketahui secara pasti. [3] Terdapat dugaan bahwa
Taenia asiatica merupakan penyebab sistiserkosis di Asia. [3]

2 of 7 9/20/2013 8:07 AM
Taenia (cacing pita) - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas http://id.wikipedia.org/wiki/Taenia_(cacing_pita)

Manusia terkena taeniasis apabila memakan daging sapi atau babi yang setengah matang yang mengandung
sistiserkus sehingga sistiserkus berkembang menjadi Taenia dewasa dalam usus manusia. [6] Manusia terkena
sistiserkosis bila tertelan makanan atau minuman yang mengandung telur Taenia solium. [9] Hal ini juga dapat
terjadi melalui proses infeksi sendiri oleh individu penderita melalui pengeluaran dan penelanan kembali
makanan. [10].

Sumber penularan cacing pita Taenia pada manusia yaitu [11]

1. Penderita taeniasis sendiri dimana tinjanya mengandung telur atau segmen tubuh (proglotid) cacing pita.
2. Hewan, terutama babi dan sapi yang mengandung larva cacing pita (sistisekus).
3. Makanan, minuman dan lingkungan yang tercemar oleh telur cacing pita.

Penyebaran
Penyebaran di Dunia

Cacing pita Taenia tersebar secara luas di seluruh dunia. [7]. Penyebaran Taenia dan kasus infeksi akibat Taenia
lebih banyak terjadi di daerah tropis karena daerah tropis memiliki curah hujan yang tinggi dan iklim yang
sesuai untuk perkembangan parasit ini. [12] Taeniasis dan sistiserkosis akibat infeksi cacing pita babi Taenia
solium merupakan salah satu zoonosis di daerah yang penduduknya banyak mengkonsumsi daging babi dan
tingkat sanitasi lingkungannya masih rendah, seperti di Asia Tenggara, India, Afrika Selatan, dan Amerika
Latin. [13] Adapun kasus infeksi cacing pita Taenia di negara tropis dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kasus Infeksi Cacing Pita Taenia di Negara Tropis

Negara Kasus
Taiwan,
1.661 orang penderita taeniasis. [14]
Cina
Brazil 0,1-0,9 % kejadian sistiserkosis pada manusia. [15]
Thailand 5,9% dari 1450 orang positif taeniasis. [16]
Taeniasis/sistiserkosis terutama ditemukan di Papua, Bali dan Sumatera Utara. Selain itu
Indonesia
ditemukan di NTT, Lampung, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat dan Jawa Timur. [17] [3] [9]
Laos Kejadian taeniasis mencapai 14% [18]

Salah satu bukti lebih luasnya penyebaran Taenia di daerah tropis yaitu ditemukannya spesies ketiga penyebab
taeniasis pada manusia di beberapa negara Asia yang dikenal dengan sebutan Taiwan Taenia atau Asian Taenia.
[19]
. Asian Taenia dilaporkan telah ditemukan di negara-negara Asia yang umumnya beriklim tropis seperti
Indonesia, Thailand, Malaysia, Filipina, Korea dan Cina. [20] Kini Asian Taenia disebut Taenia asiatica [21].
Kejadian T. asiatica yang tinggi terutama ditemukan di Pulau Samosir, Indonesia. [17]

Sistiserkosis merupakan infeksi yang sering ditemukan pada babi dan manusia terutama di negara berkembang.
[3]
Penyebaran sistiserkus pada manusia dipengaruhi oleh kontak antara babi dan feses manusia, tidak adanya
pemeriksaan kesehatan daging saat penyembelihan, dan konsumsi daging mentah atau setengah matang.[6]
Penyebaran penyakit ini luas karena Taenia dapat memproduksi puluhan bahkan ratusan ribu telur setiap hari

3 of 7 9/20/2013 8:07 AM
Taenia (cacing pita) - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas http://id.wikipedia.org/wiki/Taenia_(cacing_pita)

yang dapat disebar oleh air hujan ke lingkungan bahkan pada lokasi yang jauh dari tempat pelepasan telur. [4]

Penyebaran di Indonesia

Infeksi cacing pita Taenia tertinggi di Indonesia terjadi di Provinsi Papua. [22] Di Kabupaten Jayawijaya Papua,
Indonesia ditemukan 66,3% (106 orang dari 160 responden) positif menderita taeniasis solium/sistiserkosis
selulosae dari babi [3]. Sementara 28,3% orang adalah penderita sistiserkosis yang dapat dilihat dan diraba
benjolannya di bawah kulit [3]. Sebanyak 18,6% (30 orang) di antaranya adalah penderita sistiserkosis selulosae
yang menunjukkan gejala epilepsi [3]. Dari 257 pasien yang menderita luka bakar di Papua, sebanyak 82,8%
menderita epilepsi akibat adanya sistiserkosis pada otak. [3]

Prevalensi sistiserkosis pada manusia berdasarkan pemeriksaan serologis pada masyarakat Bali sangat tinggi
yaitu 5,2% sampai 21%, sedangkan prevalensi taeniasis di provinsi yang sama berkisar antara 0,4%-23%. [17]
Sebanyak 13,5% (10 dari 74 orang) pasien yang mengalami epilepsi di Bali didiagnosa menderita sistiserkosis
di otak. [23] Prevalensi taeniasis T. asiatica di Sumatera Utara berkisar 1,9%-20,7%. [17] Kasus T. asiatica di
Provinsi ini umumnya disebabkan oleh konsumsi daging babi hutan setengah matang. [17]

Dampak terhadap Kesehatan


Cacing pita Taenia dapat menimbulkan penyakit yang disebut
taeniasis dan sistiserkosis. Gejala klinis terbanyak yang dikeluhkan
adalah[14]:

Pengeluaran segmen tubuh cacing dalam fesesnya (95%)


Gatal-gatal pada anus (77%)
Mual (46%)
Pusing (42%)
Peningkatan nafsu makan (30%)
Sakit kepala (26%)
Diare (18%) Sistiserkosis pada otak
Lemah (17%)
Merasa lapar (16%)
Sembelit (11%)
Penurunan berat badan (6%)
Rasa tidak enak di lambung (5%)
Letih (4%)
Muntah (4%)
Tidak ada selera makan saat lapar (1%)
Pegal-pegal pada otot (1%)
Nyeri di perut, mengantuk, serta kejang-kejang, gelisah,
gatal-gatal di kulit dan gangguan pernapasan (masing-masing
Taenia saginata di usus buntu
<1%).

Sistiserkosis menimbulkan gejala dan efek yang beragam sesuai dengan lokasi parasit dalam tubuh. [4] Manusia
dapat terjangkit satu sampai ratusan sistiserkus di jaringan tubuh yang berbeda-beda. [4] Sistiserkus pada
manusia paling sering ditemukan di otak (disebut neurosistiserkosis), mata, otot dan lapisan bawah kulit [17].

4 of 7 9/20/2013 8:07 AM
Taenia (cacing pita) - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas http://id.wikipedia.org/wiki/Taenia_(cacing_pita)

Dampak kesehatan yang paling ditakuti dan berbahaya akibat larva cacing Taenia yaitu neurosistiserkosis yang
dapat menimbulkan kematian. [24] Neurosistiserkosis adalah infeksi sistem saraf pusat akibat sistiserkus dari
larva Taenia solium. Neurosistiserkosis merupakan faktor risiko penyebab stroke baik pada manusia yang muda
maupun setengah baya[25], epilepsi dan kelainan pada tengkorak. [8] Sistiserkosis merupakan penyebab 1%
kematian pada rumah sakit umum di Meksiko City dan penyebab 25% tumor dalam otak [8].

Pengendalian
Pengendalian cacing pita Taenia dapat dilakukan dengan memutuskan siklus
hidupnya. Pemutusan siklus hidup cacing Taenia sebagai agen penyebab
penyakit dapat dilakukan melalui diagnosa dini dan pengobatan terhadap
penderita yang terinfeksi. [8] Beberapa obat cacing yang dapat digunakan yaitu
Atabrin, Librax dan Niclosamide [5] dan Praziquantel [17]. Sedangkan untuk
mengobati sistiserkosis dapat digunakan Albendazole dan Dexamethasone. [26]
Untuk mengurangi kemungkinan infeksi oleh Taenia ke manusia maupun
hewan diperlukan peningkatan daya tahan tubuh inang. Hal ini dapat dilakukan
melalui vaksinasi pada ternak, terutama babi di daerah endemis
taeniasis/sistiserkosis serta peningkatan kualitas dan kecukupan gizi pada
manusia. [27]

Lingkungan yang bersih sangat diperlukan untuk memutuskan siklus hidup


Taenia karena lingkungan yang kotor menjadi sumber penyebaran penyakit.
Pelepasan telur Taenia dalam feses ke lingkungan menjadi sumber penyebaran
taeniasis/sistiserkosis. [8] Faktor risiko utama transmisi telur Taenia ke babi
yaitu pemeliharaan babi secara ekstensif, defekasi manusia di dekat
Cara Pengendalian cacing pita
pemeliharaan babi sehingga babi memakan feses manusia dan pemeliharaan
Taenia
babi dekat dengan manusia. [28] Hal yang sama juga berlaku pada transmisi
telur Taenia ke sapi. Telur cacing ini dapat terbawa oleh air ke tempat-tempat
lembap sehingga telur cacing lebih lama bertahan hidup dan penyebarannya semakin luas. [4]

Kontrol penyakit akibat Taenia di lingkungan dapat dilakukan melalui peningkatan sarana sanitasi, pencegahan
konsumsi daging yang terkontaminasi, pencegahan kontaminasi tanah dan tinja pada makanan dan minuman.
[28]
Pembangunan sarana sanitasi, misalnya kakus dan septic tank, serta penyediaan sumber air bersih sangat
diperlukan. Pencegahan konsumsi daging yang terkontaminasi dapat dilakukan melalui pemusatan pemotongan
ternak di rumah potong hewan (RPH) yang diawasi oleh dokter hewan. [29]

Referensi
1. ^ a b c d e S, Kusumamihardja (1992). Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak Piaraan di Indonesia (dalam
bahasa Indonesia). Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.
2. ^ a b c (Inggris) Wandra, T., A. Ito, H. Yamasaki, T. Suroso, dan S. S. Margono. 2003. Taenia solium Cysticercosis,
Irian Jaya, Indonesia. Journal of Emerging Infectious Disease 9 (7): 884-885.
3. ^ a b c d e f g h i Simanjuntak, Gindo Mangara. "Studi Taeniasis/Cysticercosis di Kabupaten Jayawijaya Propinsi Irian
Jaya" (http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id/data/abstrak/Gindo.pdf) (Pdf). Badan Litbang Kesehatan. Diakses
2010-05-13.
4. ^ a b c d e f g h i j (Indonesia) Satrija, F. 2005. Helmintologi: Ciri Umum dan Morfologi Helminth. Bogor:
Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut

5 of 7 9/20/2013 8:07 AM
Taenia (cacing pita) - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas http://id.wikipedia.org/wiki/Taenia_(cacing_pita)

Pertanian Bogor. Hal 1-5


5. ^ a b (Indonesia) Dharmawan, N. S. 2004. Taenia asiatica: Bentuk Ketiga Cacing Pita Taenia. Jurnal Veteriner 5 (4).
6. ^ a b c (Inggris) Gomes, A. B. K. A. Soares, E. C. Bueno, N. M. Espindola, A. A. Maia, R. H. Peralta, A. J. Vaz.
2007. Comparative Evaluation of Different Immunoassays for the Detection of Taenia solium Cysticercosis in Swine
with Low Parasite Burden. Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Jaineiro 102 (6): 725-731.
7. ^ a b c d e (Inggris) Grove, D. I. 1990. A History of Human Helminthology. United Kingdom: CAB International.
8. ^ a b c d e (Inggris) Acha, P. N., dan B. Szyfres. 2003. Zoonoses and Communicable Diseases Common to Man and
Animals 3rd Edition Volume III Parasitoses. Washington: Pan American Health Organization.
9. ^ a b Suroso, T., S. S. Margono, T. Wandra, dan A. Ito. (2006). "Challenges for Control of Taeniasis/Cysticercosis in
Indonesia". Parasitology International 55: 161–165. doi:10.1016/j.parint.2005.11.025 (http://dx.doi.org
/10.1016%2Fj.parint.2005.11.025).
10. ^ (Indonesia) Arimbawa, M., I. K. Kari, dan N. S. Laksminingsih. 2004. Neurocysticercosis. Pediatrica Indonesiana
44 (7-8): 165-170.
11. ^ Departemen Kesehtan Republik Indonesia. "Petunjuk Pemberantasan Taeniasis/Sistiserkosis di Indonesia"
(http://www.depkes.go.id/downloads/Taeniasis.pdf) (PDF). Departemen Kesehtan Republik Indonesia. Diakses
2010-05-10. Unknown parameter |lamguage= ignored (help)
12. ^ (Inggris) Hunter, G. W., W. W. Frye, dan J. C. Swartzwelder. 1966. A Manual of Tropical Medicine. Philadelphia:
Saunders Company.
13. ^ Devidson Maitindom, Ferry (2008). "”Studi Kejadian Sistiserkosis pada Babi yang Dijual di Pasar Jibama
Kabupaten Jayawijaya Papua”" (http://repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/9251/2/2008fdm.pdf) (Pdf). Institut
Pertanian Bogor. Diakses 2010-05-13.
14. ^ a b Fan, P. C., W. C. Chung, C. Y. Lin, dan C. H. Chan. 1992. Clinical Manifestation of Taeniasis in Taiwan
Aborigines. J. Helminthology 66: 118-123
15. ^ Agapejev, S (1996). "Epidemiology of Neurocysticercosis in Brazil". Rev Inst Med Trop Sao Paulo 38: 207–216.
doi:10.1016/S0022-510X(97)85101-5 (http://dx.doi.org/10.1016%2FS0022-510X%2897%2985101-5).
16. ^ Waikagul, J., P. Dekumyoy, dan M. T. Anantaphruti (2006). "Taeniasis, Systicercosis and Echinococcosis in
Thailand" (http://www.sciencedirect.com/science?_ob=ArticleURL&_udi=B6TB7-4HS3C48-3&_user=10&
_coverDate=12%2F31%2F2006&_alid=1334096728&_rdoc=2&_fmt=high&_orig=search&_cdi=5135&_st=13&
_docanchor=&_ct=3&_acct=C000050221&_version=1&_urlVersion=0&_userid=10&
md5=35de212e9bda1e60bbe5989699f43229) (pdf). Parasitology Int 55 (175-180). doi:10.1016/j.parint.2005.11.027
(http://dx.doi.org/10.1016%2Fj.parint.2005.11.027).
17. ^ a b c d e f g Wandra, T., A. A. Depary, P. Sutisna, S. S. Margono, T. Suroso, M. Okamoto, P. S. Craig, dan A. Ito
(2006). "Taeniasis and Cysticercosis in Bali and North Sumatra, Indonesia.". Parasitology International 55: 155–160.
doi:10.1016/j.parint.2005.11.024 (http://dx.doi.org/10.1016%2Fj.parint.2005.11.024).
18. ^ Conlan, J., S. Khounsy, P. Inthavong, S. Fenwick, S. Blacksell, dan R. C. A. Thompson. (2008). "A Review of
Taeniasis and Cysticercosis in The Lao People’s Democratic Republic" (http://www.sciencedirect.com
/science?_ob=ArticleURL&_udi=B6TB7-4S7J62H-2&_user=10&_coverDate=09%2F30%2F2008&
_alid=1334097891&_rdoc=3&_fmt=high&_orig=search&_cdi=5135&_st=13&_docanchor=&_ct=3&
_acct=C000050221&_version=1&_urlVersion=0&_userid=10&md5=855e10456d6056f75af361e697cb191e) (Pdf).
Parasitology International. doi:10.1016/j.parint.2008.04.002 (http://dx.doi.org/10.1016%2Fj.parint.2008.04.002).
19. ^ (Inggris) Galan-Purchades, M. T., dan M. V. Fuentes. 2000. The Asian Taenia and The Possibility of Cysticercosis.
Korean Journal of Parasitology 38 (1): 1-7.
20. ^ (Inggris) Bowles, J., dan D. P. McManus. 1994. Genetic Characterization of the Asian Taenia, A Newly Described
Taeniid Cestodes of Human. American Journal Trop Med Hyg 50:33-34.
21. ^ (Inggris) Ito, A., M. Nakao, T. Wandra, T. Suroso, M. Okamoto, H. Yamasaki, Y. Sako, dan K. Nakaya. 2005.
Taeniasis and Cysticercosis in Asia and The Pacific. Southest Asian J Trop Med Public Health 36(4): 123-130.
22. ^ Margono, SS; T. Wandra, M. F. Swasono, S. Murni, P. S. Craig, dan A. Ito (2006). "Taeniasis/Cysticercosis in
Papua (Irian Jaya), Indonesia". Parasitology International 55: 143–148. doi:10.1016/j.parint.2005.11.051
(http://dx.doi.org/10.1016%2Fj.parint.2005.11.051).
23. ^ Margono, S. S., T. Wandra, dan T. Suroso (2001). "Cysticercosis in Indonesia: Epidemiological Aspects". Southeast
Asian J Trop Med Public Health (dalam bahasa English) 32 (2): 79–84.
24. ^ (Inggris) Townes, J.M., C. J. Hoffmann, dan M. A. Kohn. 2004. Neurocysticercosis in Oregon 1995-2000. Journal
of Emerging Infectious Disease 10 (3): 508-510
25. ^ (Inggris) Alacron, F., dan K. Vanormelingen. 1992. Cerebral Cysticercosis as a Risk Factor Stroke in Young and

6 of 7 9/20/2013 8:07 AM
Taenia (cacing pita) - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas http://id.wikipedia.org/wiki/Taenia_(cacing_pita)

Middle-Aged People. Stroke Journal 23 (11):1563-1565.


26. ^ Ahmad, F. U., dan B. S. Sharma (2007). "Treatment of Intramedullary Spinal Cysticercosis: Report of 2 Cases and
Review of Literature.". Surgical Neurology 67 (74-77). doi:10.1016/j.surneu.2006.03.034 (http://dx.doi.org
/10.1016%2Fj.surneu.2006.03.034).
27. ^ Pawlowski, Z., J. Allan, dan E. Sarti (2005). "Control of Taenia solium Taeniasis/Cysticercosis: From research
towards Implementation". Journal of Parasitology 35: 1221–1232. doi:10.1016/j.ijpara.2005.07.015 (http://dx.doi.org
/10.1016%2Fj.ijpara.2005.07.015).
28. ^ a b (Inggris) Eddi, C., B. Katalin, L. Juan, A. William, S. Andrew, B. Daniela, dan D. Joseph. 2006. Veterinary
Public Health Activities at FAO: Cysticercosis and Echinococcosis. Parasitology Int 55: S305-S308.
29. ^ (Indonesia) Rotinsulu DA. 2008. Strategi Global Kesehatan Masyarakat Veteriner dalam Pengendalian
Taeniasis/Sistiserkosis sebagai Re-emerging Foodborne Zoonoses Daerah Tropis. Karya Tulis. Bogor: Institut
Pertanian Bogor. Halaman 22

Pranala Luar
Petunjuk Pemberantasan Taeniasis/Sistiserkosis di Indonesia (http://www.depkes.go.id/downloads
/Taeniasis.pdf)

Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Taenia_(cacing_pita)&oldid=6913385"


Kategori: Semua kelas cestoda Biologi Cacing

Halaman ini terakhir diubah pada 08.37, 13 Juni 2013.


Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi-BerbagiSerupa Creative Commons; ketentuan tambahan mungkin
berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya.

7 of 7 9/20/2013 8:07 AM

Anda mungkin juga menyukai