Anda di halaman 1dari 139

HUBUNGAN FREKUENSI PEMBERIAN ASI DENGAN BERAT BADAN

BAYI USIA 0-6 BULAN DI WILAYAH PUSKESMAS TILAMUTA


KABUPATEN BOALEMO

SKIRPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam mengikuti


Ujian Sarjana Pendidikan

Oleh

MOHAMAD GUSTI SAU


NIM 841415100

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAH RAGA DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2020

i
HUBUNGAN FREKUENSI PEMBERIAN ASI DENGAN BERAT BADAN
BAYI USIA 0-6 BULAN DI WILAYAH PUSKESMAS TILAMUTA
KABUPATEN BOALEMO

SKIRPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam mengikuti


Ujian Sarjana Pendidikan

Oleh

MOHAMAD GUSTI SAU


NIM 841415100

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAH RAGA DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2020
‫‪MOTTO DAN PERSEMBAHAN‬‬

‫ســــــــــــــــــ‬ ‫الر حي الر حمن‬


‫م‬ ‫لال‬ ‫م‬
“Karena Sesungguhnya bersama Kesulitan itu ada Kemudahan”

(QS. Al Insyirah : 5)

“Karena itu, Ingatlah Kamu kepada-ku Niscaya Aku Ingat (pula) kepadamu,
dan Bersyukurlah kepada-ku, dan Janganlah Kamu Mengingkari (Nikmat-
ku)”

(QS. Al Baqarah : 152)

“Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orag tidak


menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka
menyerah”

(Thomas Alva Edison)

Alhamdulillah, dengan ucapan rasa syukur kepada Allah SWT atas berkah dan
izin rahmatnya yang melimpah yang terus diberikan sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan. Atas nama cinta kupersembahkan karya kecilku ini sebagai tanda
dharma baktiku kepada kedua orang tuaku, Bapak Yunus Sau & Ibu Yandri
Husain” yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik dengan ikhlas, sabar
dan selalu mendoakanku untuk kesuksesanku. Terima kasih untuk segalanya ayah
dan ibu.

ALMAMATERKU TERCINTA TEMPAT AKU MENIMBA ILMU


UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020
ABSTRAK

Mohamad Gusti Sau. 2020. Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Dengan Berat
Badan Bayi Usia 0-6 Bulan Dipuskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo. Skripsi,
Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas
Negeri Gorontalo. Pembimbing I dr. Nanang Roswita Paramata, M.Kes. dan
Pembimbing II dr. Sri A. Ibrahim, M.Kes.

Berat badan merupakan indikator pertama dalam menilai pertumbuhan bayi.


Upaya untuk meningkatkan berat badan bayi diperlukan gizi yang maksimal dan
ASI merupakan makanan utama bagi bayi terutama pada usia 0-6 bulan.
Pertumbuhan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI yang diperoleh
termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung didalam ASI. Tujuan
penelitian ini mengidentifikasi dan menganalisa hubungan frekuensi pemberian
ASI terhadap penambahan berat badan bayi usia 0-6 bulan diwilayah Puskesmas
Tilamuta.

Desain yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan pendekatan Cross


sectional. Jumlah sampel sebanyak 37 responden dengan tehnik pengambilan
sampel yaitu accidental sampling. Hasil penelitian Dengan menggunakan uji
Fisher’s exact diperoleh Pvalue 0.570 dan 0.415 dimana nilai P value lebih besar
dari α 0.05 (p value > 0,05). sehingga tidak terdapat hubungan frekuensi
pemberian ASI dengan berat badan bayi usia 0-6 bulan diwilayah Puskesmas
Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo. Diharapkan bagi masyarakat terutama
ibu yang mempunyai bayi agar dapat memperhatikan masalah frekuensi
pemberian ASI dan gencarnya promosi susu formula untuk dikonsltasikan pada
petugas kesehatan

Kata Kunci : Frekuensi Pemberian ASI, Berat Badan, Bayi Usia 0-6 Bulan

Daftar Pustaka : 50 Referensi (2008-2019)


KATA PENGANTAR

‫ســــــــــــــــــ‬ ‫الر حي الر حمن‬


‫م‬ ‫لال‬ ‫م‬
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Dengan Berat Badan Bayi Usia 0-

6 Bulan Di Puskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo”

Dalam penyusunan skripsi ini harus diakui banyak menemui kendala dan

kesulitan yang dihadapi. Alhamdulillah, berkat izin dan kuasa Allah SWT yang

disertai kemauan, ketekunan, dan usaha kerja keras serta bantuan dari semua pihak

sehingga kendala-kendala yang dihadapi dapat teratasi. Penulis menyampaikan

ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Nanang Rowsita Paramata,

M.Kes selaku pembimbing I dan dr. Sri A. Ibrahim, M.Kes selaku pembimbing II

yang senantiasa membimbing dengan sabar, tulus dan ikhlas, selalu memberikan

dukungan dan motivasi serta mengarahkan. Semoga Allah SWT memberikan

balasan kebaikan dunia dan akhirat, atas segala bantuan yang telah diberikan

kepada penulis.

Ucapan terima kasih juga penulis tujukkan kepada:

1. Bapak Edwart Wolok, S. T, M.T selaku Rektor Universitas Negeri

Gorontalo (UNG). Terima kasih atas fasilitas yang telah diberikan selama

kuliah di Universitas Negeri Gorontalo.

x
2. Bapak Dr. Harto S. Malik, M.Hum selaku Wakil Rektor I, Bapak Dr,

Fence M Wantu, SH, MH selaku Wakil Rektor II, Karmila Machmud,

S.Pd, M.A., Ph.D selaku Wakil Rektor III.

3. Dr. Herlina Jusur, Dra, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Olahraga dan

Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo

4. Dr. Hartono Hadjarato selaku Wakil Dekan I, Dr. Widysusanti Abdulkadir,

Msi, Apt selaku Wakil Dekan II, dan Edy Duhe, S.Pd. M.Pd selaku Wakil

Dekan III Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo.

5. Ns. Yuniar M. Soeli, S. Kep., M.Kep., Sp. Kep. Jiwa selaku Ketua

Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo.

6. Wirda Y. Dulahu, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku penguji I dan Ns. Dewi

Suryaningsi Hiola, S.Kep., M.Kep selaku penguji II. Terima kasih atas

kesediaan dan keikhlasannya meluangkan waktu untuk menguji,

mengarahkan, dan memberikan motivasi penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

7. dr. Sitti Rahma, M.Kes, dr. Nanang Rowsita Paramata, M.Kes dan dr. Sri

A Ibrahim, M.Kes yang telah membimbing dengan sabar dan

memberimotivasi kepada saya selama dalam proses penyelesaian Skripsi.

8. Wirda Y. Dulahu, S.Kep.,Ns.,M.Kep dan Ns. Dewi Suryaningsi Hiola,

S.Kep., M.Kep sebagai dosen penguji, terima kasih atas kesediaan waktu

dan yang diluangkan untuk menguji, mengarahkan, membimbing dan

memotivasi saya dalam menyelesaikan skripsi ini.


9. Pengelola Skripsi Ns. Andi Mursyidah S.Kep, M.Kep, Ns. Ita Sulistiani

Basir S.Kep, M.Kep, yang telah membimbing, mengarahkan dan tak henti-

hentinya memberikan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi.

10. Ns. Yuniar M. Soeli, S. Kep., M.Kep., Sp. Kep. Jiwa yang juga selaku

dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas bimbingan yang

diberikan.

11. Teruntuk kepada staf Puskemas Tilamuta Kabupaten Boalemo Provinsi

Gorontalo, Terima kasih atas segala fasilitas, bantuan dan kerjasamanya

selama penulis melakukan penelitian..

12. Ungkapan tulus terima kasih untuk keluarga saya yang selalu memotivasi

saya terutama kedua orang tua saya bapak saya yunus sau dan ibu saya

yandri husai yag takpernah pengajarkan saya mengeluh dan sabar.

13. Trima kasihku untuk sahabat saya yang Ali Aguspriyanto Yunus, S.Kep,

Zabir Ismail Dan Franky Bila, yang selalu mengsupor saya dan membantu

dalam menyelesaikan tugas akhir saya .

14. Seluruh teman-teman koskosan terbaik yang tak bisa saya sebutkan satu

persatu yang selalu menerima, mengajarkan dan membantu saya dalam

kehidupan perantauan terima kasih banyak.

15. Teman-teman semasa SMA, hingga Kuliah yang selalu memberikan

dukungan, perhatian dan motivasi. Sekali lagi terima kasih atas segalanya

yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


16. Keluarga besar Angkatan Neuro 2015, khususnya Neuro C. Terima kasih

untuk kebersamaan dan kekompakan serta bantuan selama menjalani

proses perkuliahan dan pada saat penyusunan skripsi ini.

17. Teman-teman KKS Desa Langge 2019 Kecamatan Anggrek. Terima kasih

telah memberikan dukungan, motivasi, perhatian dan sudah menjadi

keluarga selama di KKS.

18. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu yang telah

membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam

penyusunan skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan di dunia dan akhirat

atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis. Dalam penyusunan skripsi ini,

penulis menyadari sepenuhnya bahwasannya masih banyak kekurangan dan masih

jauh dari kesempurnaan, maka penulis mengharapkan adanya kritik dan saran

yang bersifat membangun dari semua pihak.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan khususnya dalam bidang keperawatan, masyarakat dan mendapat

ridho dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala

Gorontalo, januari 2020


Penulis

Mohamad Gusti Sau


DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN SAMPUL.................................................................................i
LOGO SAMPUL..........................................................................................ii
SURAT JUDUL............................................................................................iii
SURAT PERNYATAAN.............................................................................iv
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................v
LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................vi
MOTO DAN PERSEMBAHAN..................................................................vii
ABSTRAK.....................................................................................................viii
KATA PENGANTAR..................................................................................x
DAFTAR ISI.................................................................................................xiv
DAFTAR TABEL.........................................................................................xvii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................xviii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................xix
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Identifikasi Masalah 4
1.3 Rumusan Masalah 6
1.4 Tujuan Penelitian 6
1.4.1 Tujuan Umum 6
1.4.2 Tujuan Khusus 7
1.5 Manfaat Penelitian 7
1.5.1 Manfaat Teoritis 7
1.5.2 Manfaat Praktis 7
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTISIS 9
2.1 Tinjauan bayi......................................................................................9
2.1.1 Definisi Bayi 9
2.1.2 Gizi Bayi 9
2.1.3 Tanda Bayi Cukup ASI 10
2.2 Tinjauan Berat Badan. 10
2.2.1 Definisi Berat Badan 10
2.2.2 Peningkatan Berat Badan 11
2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Berat Badan Bayi 13
2.2.4 Pemantauan Peningkatan Berat Badan 14

2.3 Tinjauan ASI (Air Susu Ibu) 16


2.3.1 Definisi ASI 16
2.3.2 Klasifikasi Pemberian ASI 17
2.3.4 Kandungan ASI 18
2.3.4 Manfaat ASI 21
2.3.5 Proses Produksi ASI 24
2.3.6 Stadium Laktasi 26
2.3.7 Mekanisme Laktasi 30
2.4 Frekuensi Menyusui 32
2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian ASI 34
2.6 Kajian Penelitian Yang Relevan 37
2.7 Kerangka Berpikir 41
2.7.1Kerangka Teori 41
2.8 Hipotesis 42
BAB III METODE PENELITIAN 43
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 43
3.1.1asi Penelitian 43
3.1.2Waktu Penelitian 43
3.2 Desain Penelitian 43
3.3 Variabel Penelitian 43
3.3.1Variabel Independen 43
3.3.2Variabel Dependen 44
3.3.3Definis Operasional 44
3.4 Populasi Dan Sampel 46
3.4.1Populasi 46
3.4.2 Sampel 46
3.5 Teknik Pengumpulan Data 46
3.5.1 Cara Pengolahan Data 46
3.5.2 Instrumen Penelitian 47
3.6 Teknik Pengolahan Dan Analisa Data 47
3.6.1 Teknik Pengolahan Data 47
3.6.2 Teknik Analisa Data 48
3.7 Hipotesis Statistik 49
3.8 Etika Penelitian 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 51
4.1 DHasil Penelitian 51
4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Tilamuta....................................51
4.1.2Karrakteristik Responden 52
4.1.3Analisis Univariat 57
4.1.4Hasil Analisis Bivariat 59
4.2 Pembahasan 60
4.2.1 Frekuensi Pemberian ASI di Wilayah Puskesmas Tilamuta
Kabupaten Boalemo 60
4.2.2 Berat Badan Bayi Usia 0-6 Bulan Diwilayah Puskesmas
Tilamuta Kabupaten Boalemo 63
4.2.3 Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Dengan Berat Badan
Bayi Usia 0-6 Bulan Diwilayah Puskesmas Tilamuta
Kabupaten Boalemo 66
4.3 Keterbatasan Penelitian 71
BAB V PENUTUP 72
5.1 Kesimpulan 72
5.2 Saran 72
DAFTAR PUSTAKA 74
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kandungan Kolostrum, ASI Transisi Dan ASI Matur 29

Tebel 2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan 38

Tabel 3.1 Definisi Operasional 43

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia Ibu 51

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu 52

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Ibu 52

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak 53

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Bayi 53

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Pemberian ASI 54

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Berat Badan Bayi 55

Tabel 4.8 Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Terhadap Berat Badan Bayi Usia
0-6 Bulan 56
DAFTAR GAMBAR

Tabel 2.1 Grafik Berat Badan Berdasarkan KMB 13


Tabel 2.2 Kerangka Teori 40
Tabel 2.3 Kerangka Konsep 41
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2 : Informed Consent

Lampiran 3 : Kuesioner Penelitian

Lampiran 4 : Master Tabel

Lampiran 5 : Hasil Output (Spss)

Lampiran 6 : Dokumentasi

Lampiran 7 : Surat Keterangan Penelitian

Lampiran 8 : Surat Rekomendasi Penelitian Fakultas Olahraga Dan Kesehatan

Lampiran 9 : Surat Rekomendasi Penelitian Kesbangpol Kabupaten Boalemo

Lampiran 10 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

Lampiran 11 : Jurnal/Artikel

Lampiran 12 : Curiculum Vitae


BAB l

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Berat badan merupakan indikator pertama dalam menilai pertumbuhan

bayi. Upaya untuk meningkatkan berat badan bayi diperlukan gizi yang maksimal

dan ASI merupakan makanan utama bagi bayi terutama pada usia 0-6 bulan.

menurut Fitri et al.(2014) juga menambahkan bahwa bayi mengalami proses

tumbuh kembang yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah

gizi. unsur gizi pada bayi dapat dipenuhi dengan pemberian ASI, bahkan sampai

umur 6 bulan sesuai rekomendasi WHO tahun 2001 tentang pemberian ASI

eksklusif.

Pada bayi baru lahir, perlu diakukan pengukuran antropometri seperti berat

badan, dimana berat badan yang normal itu adalah sekitar 2.500-3.500 gram,

apabila bayi ditemukan barat badan kurang dari 2.500 gram, maka dapat dikatakan

bayi memiliki berat badan lahir rendah. Akan tetapi, apabila ditemukan bayi

dengan berat bdan lahir lebih dari 3.500 gram, maka bayi dimasukan dalam

kelompok makrosomia. Hidayat, A. (2008).

Dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal untuk

meningkatkan mutu kehidupan bangsa, keadaan gizi yang baik merupakan salah

satu unsur penting. Pertumbuhan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI

yang diperoleh termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung didalam ASI

tersebut, ASI tanpa bahan makanan lain dapat mencukupi kebutuhan pertumbuhan

usia sekitar 6 (enam) bulan tersebut dengan menyusui secara eksklusif (Hubertin,

2004).
1
Di dalam ajaran Islam sudah diberitahukan untuk ibu-ibu hendaklah

menyusui anaknya hingga umur 2 tahun penuh [QS. Al-Baqarah: 233]. Menurut

WHO ASI ekslusif adalah pemberian ASI saja pada bayi sampai usia 6 bulan

tanpa tambahan cairan ataupun makanan lain. ASI juga dapat diberikan sampai

usia 2 tahun. pemberian ASI eklusif selama 6 bulan dianjurkan oleh pedoman

internasional yang didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI baik bagi

bayi, ibu, keluarga, maupun Negara (WHO, 2011 dalam harjanto, 2016).

ASI dapat memenuhi lebih dari setengah kebutuhan energi pada anak usia

6-12 bulan dan sepertiga dari kebutuhan energi pada anak usia 12-24 bulan.

Kristiyanasari (2009) menyatakan bahwa salah satu manfaat yang akan diperoleh

apabila memberikan ASI pada bayi adalah bayi mempunyai kenaikan berat badan

yang baik setelah lahir dan mengurangi kemungkinan obesitas. Kristiyanasari

(2009).

Akan tetapi data yang di dapatkan dari angka menyusui di dunia masih

sangat buruk. Ketika mengevaluasi prektek pemberian ASI esklusif di 139 negara,

Unicef menyampaikan temuan bahwa hanya 20% dari negara-negara yang diteliti

mempraktekan pemberian ASI esklusif pada lebih dari 50% bayi yang ada.

Selebihnya, 80% dari Negara-negara tersebut melakukan pemberian jauh lebih

rendah dari 50%. Indonesia dengan persentase pemberian ASI dipraktekan pada

39% dari seluruh bayi adalah salah satu dari Negara-negara yang tergolong

kelompok 80% tersebut. (Nurhira, 2014).


Tahun-tahun pertama kehidupan anak adalah masa paling kritis yang

mempengaruhi seluruh hidup mereka. Selama fase ini tubuh dan otak tumbuh.

Karenanya memastikan cukupnya nutrisi untuk perkembangan pada fase ini

sagatlah penting. Makan yang memenuhi kriteria sehat dalam kuantitas maupun

kualitas sangat penting karena setiap kekurangan dapat menghambat potensi fisik,

psikis dan intelektual mereka. Pilihan terbaik untuk bayi adalah disusui oleh ibu

mereka. Memanfaatkan cara ini secara efektif memberikan mereka cukup zat besi,

vitamin dan mikronutrien lainnya untuk tumbuh dan siap untuk menghadapi

tantangan hidup seperti infeksi dan perubahan lingkungan seperti iklim yang

semakin tidak menentu Nurhira, (2014).

Frekuensi menyusui sangat penting dan berpengaruh terhadap berat badan

bayi. Pada awalnya, bayi menyusui hanya 10 menit atau beberapa menit setiap

kalinya. Lama menyusui akan meningkat secara bertahap sampai produksi ASI

benar – benar stabil (Ronald, 2011). Irianto (2014) menambahkan bahwa lamanya

menyusui biasanya sekitar 5-10 menit tetapi sering ada yang lama sampai

setengah jam tergantung bayi, pemberhentian menyusui sebelum bayi selesai

dapat membuat bayi mungkin tidak mendapatkan susu akhir yang kaya energi

yang diperlukan untuk tumbuh dengan baik. Bayi dianggap cukup mendapatkan

ASI jika terdapat penambahan berat badan yang signifikan, bayi merasa puas dan

kenyang setelah menyusui, kemudian bayi bisa tidur nyenyak selama 2-4 jam, dan

bayi dapat buang air kecil atau besar dengan frekuensi minimal enam kali dalam

sehari. (irianto, 2014).


Pertumbuhan berat badan bayi usia 0-6 bulan mengalami penambahan 150-

210 gram/minggu dan berdasarkan kurva pertumbuhan yang diterbitkan oleh

National Center for Health Statistics (NCHS), berat badan bayi akan meningkat

dua kali lipat dari berat lahir pada akhir usia 4-7 bulan (Wong dkk, 2008). Berat

badan lahir normal bayi sekitar 2.500-3.500 gram, apabila kurang dari 2.500 gram

dikatakan bayi memiliki berat badan lahir rendah (BBLR), sedangkan bila lebih

dari

3.500 gram dikatakan makrosomia. Pada masa bayi-balita, berat badan digunakan

untuk mengetahui pertumbuhan fisik dan status gizi. Status gizi erat kaitannya

dengan pertumbuhan, sehingga untuk mengetahui pertumbuhan bayi, status gizi

diperhatikan (Susilowati, 2008).

Frekwensi menyusui juga merupakan hal yang berpengaruh pada

peningkatan berat badan bayi, semakin tinggi frekuensi menyusui maka bayi

mendapatkan gizi yang lebih opimal sehingga berat badannya meningkat.

Memberikan ASI secara on-demand atau menyusui kapanpun bayi meminta

adalah cara terbaik karena dapat mencegah masalah pada proses menyusui dan

bayi tetap kenyang (amerta nutr, 2017).

1.2 Identifikasi masalah

1. Menurut WHO dari 15.264 bayi 0-11 bulan yang diperiksa, yang minum

ASI eksklusif sebanyak 9.254 bayi (60,6%), yang tidak mendapatkan ASI

eksklusif sebanyak 6.010 bayi (39,3%). Di Asia 5,542 bayi (43,8%) dari

12.642 bayi 0-11 bulan yang diperiksa, yang mendapatkan ASI eksklusif

7.100 bayi (56,1%) yang tidak mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 5,542

bayi (43,8%).Berdasarkan data survei demografi dan kesehatan indonesia


(2018), bayi yang mendapatkan ASI eksklusuif usia 0-5 bulan di Indonesia

hanya mencakup 37,3% dan yang diberikan ASI non eksklusif yaitu ASI

predominan dan ASI parsial adalah sekitar 12,6%.

2. Menurut data dari kementrian kesehatan Indonesia tahun 2017 Secara

nasional, cakupan bayi mendapat ASI eksklusif sebesar 61,33%. Angka

tersebut sudah melampaui target Renstra tahun 2017 yaitu 44%. Persentase

tertinggi cakupan pemberian ASI eksklusif terdapat pada Nusa Tenggara

Barat (87,35%), sedangkan persentase terendah terdapat pada Papua

(15,32%). Ada lima provinsi yang belum mencapai target Renstra tahun

2017. Cakupan pemberian ASI eksklusif selengkapnya dapat dilihat pada

Lampiran 5.28.

3. Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo tahun 2018 didapatkan

proporsi pola pemberian ASI pada bayi umur 0-5 bulan dari 6

Kabupaten/Kota diProvinsi Gorontalo yakni Kabupaten Gorontalo

(53,7%), Kota Gorontalo (42,7%), Kabupaten Gorontalo Utara (58,3%),

Kabupaten Pohuwato (45,0%), Kabupaten Boalemo (43,7%) dan

Kabupaten Bone Bolango (38,2%). DiKabupaten Boalemo dari 1.335 bayi

usia 0-5 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 579 bayi

(43.37%) yang tidak mendapatkan ASI sebanyak 745 bayi (55.80%) dan

sisanya sebanyak 11 bayi (0.82%) absen pada pemeriksaan pemberian

ASI.

4. Berdasarkan hasil observasi awal di Puskesmas Boalemo pada bulan Maret

2019. dari 8 orang ibu yang diwawancarai tentang cara pemberian ASI dan

pengaruh ASI terhadap berat badan bayi, 3 orang responden menyatakan


bahwa berat badan bayinya bertambah setiap bulannya dengan

memberikan ASI eksklusif, dan 5 orang ibu lainnya mengatakan bahwa

umumnya berat badan bayinya pada minggu pertama hingga bulan ke 3

meningkat, namun pada bulan selanjutnya tidak mengalami perubahan

yakni tetap sama dengan hasil pada bulan kemarin, hal ini disebabkan

karena ibu yang memberikan asupan ASI predominan dan ASI parsial

pada bayi juga kurangnya kesadaran ibu dari pentingnya keutamaan ASI,

serta ibu yang harus meninggalkan anaknya dikarenakan adanya pekerjaan

diluar rumah. Akibatnya frekuensi menyusui secara ekslusif tidak

terpenuhi atau sering dibatasi, sehingga berat badan bayi hanya mengalami

sedikit peningkatan ataupun tidak sama sekali.

1.3 Rumusan masalah

1. Apakah ada hubungan frekuensi pemberian ASI terhadap penambahan

berat badan bayi usia 0-6 bulan diwilayah Puskesmas Tilamuta Kabupaten

Boalemo?

1.4 Tujuan penelitian

1.4.1 Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisa adanya

hubungan frekuensi pemberian ASI terhadap penambahan berat badan bayi usia 0-

6 bulan diwilayah Puskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo.


1.4.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi Frekuensi pemberian ASI pada bayi usia 0-6 bulan

diwilayah Puskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo.

2. Mengidentifikasi berat badan bayi usia 0-6 bulan diwilayah Puskesmas

Tilamuta Kabupaten Boalemo.

3. Menganalisa hubungan frekuensi pemberian ASI pada bayi usia 0-6 bulan

dengan barat badan bayi diwilayah Puskesmas Tilamuta Kabupaten

Boalemo.

1.5 Manfaat penelitian

1.5.1 Manfaat teoritis

1. Bagi peneliti

Penelitian ini di harapkan memberikan manfaat bagi pengetahuan di

bidang kesehatan serta sebagai media informasi untuk pengembangan

ilmu pengetahuan terutama di bidang maternitas khususnya tentang

masalah ASI eklusif terhadap berat badan bayi

1.5.2 Manfaat praktis

1. Bagi Puskemas

di harapkan dari hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah data

ibu hamil antra hubungan frekuensi pemberian ASI dengan berat badan

bayi usia 0-6 bulan di puskesmas tilamuta

2. Bagi masyarakat

dari penelitian ini akan lebih di khususkan untuk ibu-ibu hamil yang

mempunya bayi usia 0-6 bulan sebagai bahan informasi, masukkan dan
wawasan tentang pentingnya pemberian ASI saja pada bayi usia 0-6 bulan

serta manfaat ASI bagi ibu dan terutama pada berat badan bayi.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Di harapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai reverensi untuk

penelitian selanjutnya tentang meternitas dan sebagai acuan untuk dapat

meneliti pemberian ASI untuk cara/tehnik pemberian ASI pada bayi.


BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Bayi

2.1.1. Definisi Bayi

Bayi adalah anak yang berusia 0-12 bulan. Bayi dapat dikelompokkan

menjadi tiga: bayi dapat dikelompokkan menjadi tiga: bayi cukup bulan, bayi

prematur dan bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Bayi cukup bulan

adalah bayi yang termasuk dalam kelompok kelahiran normal, yaitu kelahiran

bayi secara alami tanpa bantuan suatu alat apapun atau tanpa operasi. Bayi

prematur adalah bayi lahir tidak cukup bulan. Adapun Bayi Berat Lahir Rendah

(BBLR) yang berat badannya ≤ 2500 gram (Hayati, 2009).

2.1.2. Gizi Bayi

Kebiasaan makan dibentuk sejak bayi. Begitu juga dengan kesehatan pada

usia anak-anak, remaja, dewasa dan usia lanjut ditentukan sejak bayi. Dua

kegunaan makanan bayi adalah mememnuhi zat gizi untuk tumbuh kembang dan

kesehatan serta bayi belajar makan sehingga membentuk kebiasaan makan

dikemudian hari. Indra pengecap berkembang sejak bayi berusia 0-12 bulan. Oleh

karena itu, mereka perlu diberikan bermacam-macam rasa (Hayati, 2009).

Makanan utama bayi Air Susu Ibu (ASI) sehingga perlu disiapkan sebelum

lahir. ASI hendaknya sudah dipersiapkan sejak janin masih dalam kandungan

dengan cara merawat payudara selama masa kehamilan, terutama pada 2-3 bulan

sebelum ibu melahirkan (Hayati, 2009).


2.1.3. Tanda Bayi Cukup ASI

Menurut Maritalia (2012), bayi 0-6 bulan dapat dinilai mendapat

kecukupan ASI bila menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut:

1. Bayi minum ASI tiap 2-3 jam atau dalam 24 jam minimal mendapatkan

ASI 8-10 kali pada 2-3 minggu pertama.

2. Kotoran berwarna kuning dengan frekuensi sering, dan warna menjadi

lebih muda pada hari kelima setelah lahir.

3. Bayi akan Buang Air Kecil (BAK) paling tidak 6-8 kali sehari.

4. Ibu dapat mendengarkan pada saat bayi menelan ASI.

5. Payudara terasa lebih lembek, yang menandakan ASI telah habis.

6. Warna bayi merah (tidak kuning) dan kulit terasa kenyal.

7. Pertumbuhan berat badan (BB) bayi dan Tinggi Badan (TB) bayi sesuai

dengan grafik pertumbuhan.

8. Perkembangan motorik baik (bayi aktif dan motoriknya sesuai dengan

rentang usianya).

2.2. Tinjauan Berat Badan

2.2.1. Definisi Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting pada masa

bayi dan balita. Berat badan merupakan hasil peningkatan atau penurunan semua

jaringan yang ada pada tubuh. Berat badan dipakai sebagai sensitive yang terbaik

saat ini untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh kembang anak, sensitive

terhadap perubahan sedikit saja, pengukuran objektif dan dapat diulangi

(Aritonag, 2012).
Berat badan merupakan salah satu parameter yang memberikan gambaran

masa tubuh. Masa tubuh sangat 12ensitive terhadap perubahan yang mendadak,

misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan, dan

menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah ukuran

antropometri yang sangat labil (Sandewi, 2018).

Berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Dalam keadaan

normal, dimana keadaan baik dan seimbang antara konsumsi dan ada kebutuhan

zat gizi, maka berat badan akan bertambah secara baik. Sebaliknya, dalam

keadaan yang abnormal terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan,

yaitu dapat berkembang secara cepat atau lebih lambat dari keadaan normal

(Narendra,dkk 2009).

2.2.2 Peningkatan Berat Badan

Kata peningkatan sering kali dikaitkan dengan kata kenaikan. Jadi

peningkatan berat badan adalah bertambahnya ukuran fisik akibat berlipat

gandanya sel dan bertambah banyaknya jumlah zat antarsel. Sebagai salah satu

contoh seorang anak tumbuh dari kecil menjadi besar. Ukuran kecil dan besar ini

dapat dicontohkan dengan perubahan berat badan dari ringan menjadi lebih berat

atau dengan perubahan tinggi badan dari pendek menjadi lebih tinggi. Jadi

peningkatan berat badan merupakan perubahan ukuran fisik dengan meningkatnya

berat tubuh dari ukuran semula (Aritonag, 2012).

Peningkatan berat badan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran

perubahan berat badan, tinggi badan atau ukuran tubuh lainnya tetapi lebih dari itu
memberikan gambaran tentang keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat

gizi seorang anak yang sedang dalam proses tumbuh (Kemenkes RI, 2013).

Jika tiap organ diukur beratnya maka kemajuan atau pola pertumbuhan

akan berbeda-beda. Ada organ yang menunjukan permulaan peningkatan berat

badan sangat dini dan ada pula yang mulainya sangat terlambat. Demikian pula

ada yang mempunyai pola yang sangat cepat sehingga dalam waktu yang pendek

telah mencapai bentuk organ biasa sedangkan yang lain pola peningkatan berat

badan terjadi secara perlahan sehingga mencapai bentuknya yang dewasa pada

umur yang sudah lanjut (Aritonag, 2012).

Kenaikan berat badan normal bayi pada triwulan adalah sekitar 750-1000

gram/bulan, pada triwulan I sekitar 500-600 gram/bulan pada triwulan III sekitar

350-450 gram/bulan, dan pada triwulan IV sekitar 250-350 gram/bulan. Selain

dengan perkiraan tersebut, BB juga dapat diperkirakan dengan menggunakan

rumus atau pedoman dari (Behrman, 2012) yaitu:

1. Berat badan lahir rata-rata: 3,25 kg

2. Berat badan usia 3-12 bulan:

𝑢𝑚𝑢𝑟(bulan) + 9
= 𝑛+9
2 2

3. Berat badan usia 1-6 tahun:

(Umur(tahun) x 2) + 8 = 2n + 8

Keterangan: n adalah usia anak

Untuk menentukan usia anak dalam bulan, bila lebih 15 hari,

dibulatkan ke atas, sementara bila kurang atau sama dengan 15 hari

dihilangkan (Suryani & Badi‘ah, 2018).


Menentukan status pertumbuhan anak dapat diketahui dengan 2 cara yaitu:

1. Dengan menilai garis pertumbuhannya

2. Dengan menghitung kenaikan berat badan minimum (KBM).

Kesimpulan dari penentuan status pertumbuhan : Jika Naik (N) : Grafik

BB mengikuti garis pertumbuhan atau kenaikan BB sama dengan KBM

(Kenaikan BB minimal) atau lebih. Tidak Naik (T) : Grafik BB mendatar/

menurun memotong garis pertumbuhan dibawahnya atau kenaikan BB kurang dari

KBM.

Sumber : Petunjuk Teknis Buku KIA 2015

Gambar 2.1. Grafik Berat Badan Berdasarkan KBM

2.2.3. Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Berat Badan Bayi

Menurut Kemenkes (2010) Pada umumnya anak memiliki pola

peningkatan berat badan yang normal dan ini merupakan hasil interaksi banyak

faktor yang mempengaruhi peningkatan pertumbuhan. Banyak sekali faktor yang

dapat mempengaruhi pola peningkatan berat badan anak.


1. Faktor Maternal

Faktor maternal terdiri atas 3, yakni:

a. Latar belakang pendidikan ibu

b. Makanan sehari – hari

c. Perawatan payudara

2. Faktor Bayi

Faktor Bayi terdiri atas :

a. Nutrisi bayi yang cukup & seimbang

b. Perawatan kesehatan dasar seperti imunisasi

2.2.4. Pemantauan Peningkatan Berat Badan

Istilah status gizi dalam kaitannya dengan pemantauan peningkatan berat

badan lebih ditujukan untuk menilaii perkembangan status gizi

anak.Perkembangan status gizi dalam pemantauan peningkatan berat badan

memiliki pengertian yang relatif (tidak kaku). Pengertian relatif disini berarti

perkembangan status gizi memiliki sifat luwas tidak didasarkan pada kategori-

kategori yang kaku misalnya gizi lebih atau gizi kurang, gemuk atau kurus, tinggi

atau pendek. Oleh karena itu interpretasi terhadap perkembangan status gizi yang

didasarkan pada hasil pemantauan peningkatan berat badan hanya menyimpulkan

bahwa gizi anak tetap baik, membaik atau memburuk (Kemenkes RI, 2013).

Pada dasarnya semua informasi atau data berat badan hasil penimbangan

balita bulanan yang diisikan dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk di nilai naik

atau tidaknya berat badan tersebut. Menurut Siswanto (2010) Ada 3 kegiatan

penting dalam pemantauan peningkatan berat badan yaitu :


1. Ada kegiatan penimbangan yang dilakukan terus menerus secara teratur.

2. Ada kegiatan pengisian data berat badan ke dalam Kartu Menuju Sehat

(KMS).

3. Ada penilaian naik atau turunnya berat badan sesuai arah

pertumbuhannya.

Menurut data dari ikatan dokter anak indonesia Bayi yang mendapat ASI

umumnya tumbuh dengan cepat pada 2-3 bulan pertama kehidupannya, tetapi

lebih lambat dibanding bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif. Dalam minggu

pertama kehidupan sering ditemukan penurunan berat badan sebesar 5% pada bayi

yang mendapat susu formula dan 7% pada bayi yang mendapat ASI. Apabila

terjadi masalah dalam pemberian ASI, penurunan berat badan sebesar 7% dapat

terjadi pada 72 jam pertama kehidupan. Adapun data antropometri dari WHO

tahun 2005 untuk kriteria BB bayi berdasarkan umur 0-6 bulan sebagai berikut:

 Bayi berusia 0 bulan: 2.4 - 4.2 kg

 Bayi berusia 1 bulan: 3.2 - 4.5 kg

 Bayi berusia 2 bulan: 4.0 - 6.5 kg

 Bayi berusia 3 bulan: 4.6 - 7.4 kg

 Bayi berusia 4 bulan: 5.1 - 8.1 kg

 Bayi berusia 5 bulan: 5.5 - 8.7 kg

 Bayi berusia 6 bulan: 5.9 - 9.3 kg


2.3. Tinjauan ASI (Air Susu Ibu)

2.3.1. Definisi ASI

Air Susu Ibu atau ASI merupakan makanan alami bayi yang komposisinya

berupa emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan garam organik. ASI

disekresi dari kelenjar payudara ibu dan merupakan makanan terbaik dan aman

untuk bayi yang diberikan dari umur 0-6 bulan (Bahiyatun, 2009). Menurut

Ningsih (2018) Air Susu Ibu atau (ASI) merupakan makanan terbaik untuk bayi

sampai usia 6 bulan karena mengandung berbagai nutrisi yang sangat dibutuhkan

oleh bayi untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.

Maritalia (2012) menyatakan bahwa pemberian ASI eksklusif selama 6

bulan dianjurkan oleh pedoman internasional yang didasarkan pada bukti ilmiah

tentang manfaat ASI baik bagi bayi, ibu, keluarga maupun negara. WHO dan

UNICEF merekomendasikan kepada para ibu, bila memungkinkan memberikan

ASI eksklusif sampai 6 bulan dengan menerapkan dalam upaya mendukung ASI

eksklusif adalah:

1. Inisiasi menyusu dini (IMD) pada satu jam pertama setelah lahir.

2. Menyusui eksklusif dengan tidak memberikan makanan atau minuman

apapun termasuk air.

3. Menyusui sesuai dengan keinginan bayi, baik pagi dan malam hari (on

demand).

4. Menghindari penggunaan botol, dot, dan empeng.


2.3.2. Klasifikasi Pemberian ASI

menyusui dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu menyusui eksklusif,

menyusui predominan, dan menyusui parsial, sesuai dengan definisi WHO

(Kemenkes RI, 2014) :

1. Menyusui Eksklusif

Tidak memberi bayi makanan atau minuman lain, termasuk air putih,

selai menyusui (kecuali obat-obatandan vitamin atau mineral tetes, ASI

perah juga diperbolehkan). Pada Riskesdas 2010, menyusui eksklusif

adalah komposit dari pertanyaan: bayi masih disusui, sejak lahir tidak

pernah mendapatkan makanan dan minuman selain ASI, selama 24 jam

terakhir bayi hanya disusui (tidak diberi makanan selain ASI).

2. Menyusui Predominan

Menyusui bayi tetapi pernah memberikan sedikit air atau minuman

berbasis air, misalnya the, sebagau makanan/minuman prelakteal

sebelum ASI keluar. Pada Riskesdas 2010, menyusui predominan

komposit dari pertanyaan: bayi masih disusui, selama 24 jam terakhir

bayi hanya disusui, sejak lahir tidak pernah mendapatkan makanan atau

minuman kecuali minuman berbasis air, yaitu air putih atau air teh.

3. Menyusui Parsial

Menyusui bayi serta diberikan makanan buatan selain ASI, baik susu

formula, bubur atau makanan lainnya sebelum bayi berumur enam bulan,

baik diberikan secara kontinyu maupun diberikan sebagai makanan

prelakteal. Pada Riskesdas 2010, menyusui parsial adalaaah komposit

dari
pertanyaan: bayi masih disusui, pernah diberikan makanan prelakteal

selain makanan atau minuman berbasis air seperti susu formula, biscuit,

bubur, nasi lembek, pisang atau makanan yang lain.

2.3.3. Kandungan ASI

Kandungan ASI antara lain yaitu sel darah putih, zat kekebalan, enzim

pencernaan, hormon dan protein yang sangat cocok untuk memenuhi kebutuhan

hingga bayi berumur 6 bulan. ASI mengandung karbohidrat, protein, lemak,

multivitamin, air, kartinin dan mineral secara lengkap yang sangat cocok dan

mudah diserap secara sempurna dan sama sekali tidak mengganggu fungsi ginjal

bayi yang sedang dalam tahap pertumbuhan. Komposisi ASI dipengaruhi oleh

stadium laktasi, ras, keadaan nutrisi, dan diit ibu (Soetjiningsih, 2012).

ASI memiliki kandungan zat gizi yang dapat memenuhi kebutuhan bayi, berikut

kandungan ASI menurut Monika (2016) :

1. Air

Komposisi ASI adalah air. Sisanya adalah karbohidrat, lemak protein,

vitamin, mineral dan lain-lain. Jadi, bayi yang menerima ASI tidek

perlu menerima tambahan air putih atau sejenisnya. Bahkan, kolostrum

yang jumlahnya hanya beberapa tetes cukup untuk menjaga bayi tetap

terhidrasi dengan baik.

2. Protein

Kualitas dan kuantitas protein dalam ASI berbeda dengan susu

mamalia lain. ASI juga mengandung asam amino seimbang yang

sesuai dengan kebutuhan bayi. Konsentrasi protein dalam ASI adalahh

0,9 gr/100 ml,


lebih rendah kadarnya dari susu mamalia lain. Kandungan protein yang

tinggi dalam susu mamalia lain daoat membebani ginjal bayi yang

belum matang.

ASI mengandung kasein yang lebih rendah sehingga jauh lebih mudah

dicerna dibanding dudu mamalia lain. ASI mengandung alfa-

laktalbumin, sedangkan susu sapi mengandung beta-laktoglobulin yang

dapat membuat tubuh bayi intoleran/sulit menerima susu sapi tersebut.

Susu formula tidak dapat menyamai laktoferin, yaitu kandungan

protein dalam ASI yang berperan ,elindungi bayi dan infeksi saluran

cerna.

3. Karbohidrat

Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa yang merupakan

komponen utama ASI. Laktosa memenuhi 40-45% kebutuhan energy

bayi. ASI mengandung 7 gram laktosa per 100 ml, jauh lebih tinggi

dari susu lain dan merupakan sumber energy yang utama dan paling

penting. ASI mengandung laktosa paling tinggi dibandingkan dengan

susu lainnya. Laktosa meningkatkan penyerapan kalsium dan tidak

menyebabkan kerusakan gigi, sedangkan sukrosa yang umum terdapat

dalam susu formula bertanggung jawab terhadap kerusakan gigi anak.

Jenis karbohidrat lain yang ada dalam ASI adalah oligosakarida yang

memiliki fungus penting melindungi bayi dari infeksi.

4. Lemak dan DHA/ARA

ASI mengandung 3,5 gram lemak per 100 ml. lemak sangat

dibutuhkan sebagai sumber energy, dan sebanyak 50% kebutuhan


energy bayi
diperoleh dari lemak ASI. Kandungan lemak ASI meningkat bertap

dalam setiap sesi menyusui. Lemak ASI mengandung DHA

(docosahexaenoic acid) dan ARA (arachidonic acid). Kedua asam

lemak ini sangat penting untuk perkembangan syaraf dan visual

bayi/anak. Berdasarkan penelitian, di dalam ASI terdapat 200 jenis

asam lemak.

5. Vitamin

Secara umum, ASI mengandung berbagai vitamin yang diperlukan

bayi. Kadar vitamin D dalam ASI cukup rendah sehingga bayi juga

memerlukan paparan sinar matahari pagi. Bayi yang tinggal di daerah

paparan sinar matahari sangan rendah atau daerah dengan musim

dingin yang sangat panjang memerlukan suplemen vitamin D. Sebuah

penelitian menyarankan ibu menyusu dan bayi untuk mengosumsi

suplemen vitamin D agar kandungan vitamin D dalam ASI meningkat

dan bayi tidak kekurangan vitamin D.

6. Mineral

Kandungan mineral dalam ASI cukup rendah karena ginjal bayi masih

berkembang. Kalsium dalam ASI dapat terserap tubuh lebih efektif

dibandin susu formula. Kandunga zat besi dalam ASI juga dapat

terserap lebih efektif dibanding susu formula karena ASI mengandung

vitamin C yang tinggi. Bayi dapat menyerap hingga 60% zat besi

dalam ASI, sementara bila mengonsumsi susu formula hanya 4% zat

besi yang diserap tubuh.


7. Enzim

ASI mengandung 20 enzim aktif. Salah satunya adalah lysozyme yang

berperan sebagai faktor antimikroba. ASI mengandung lysozyme 300

kali lebih banyak dibandingka susu sapi. Selain lysozyme, ASI juga

mengandung lipase (berperan dalam mencerna lemak dan

mengubahnya menjadi energy yang dibutuhkan bayi) dan amylase

(berperan dalam mencerna karbohidrat).

2.3.4. Manfaat ASI

Memberikan ASI tentunya mempunyai kelebihan dibandingkan dengan

memberikan susu formula. Oleh karena itu manfaat dan keungulan dari menyusui

yang dapat dilihat dari beberapa aspek, diantaranya (Purwoastuti & Walyani,

2015):

1. Aspek gizi

ASI yang pertama kali keluar yang berbentuk kekuning-kuningan

disebut kolostrum. Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama

immunoglobulin (IgA) untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit

infeksi terutama diare, juga mengandung protein, vitamin A yang

tinggi, karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan

kebutuhan gizi bayi pada hari –hari pertama kelahiran. Jumlah

kolostrum yang diproduksi bayi bervariasi tergantung dari hisapan

bayi pada hari-hari pertama kelahiran, sedikit tapi cukup memenuhi

kebutuhan gizi bayi. Kolostrum juga membantu mengeluarkan

mekonium yaitu zat yang tidak terpakai dari usus bayi. Kandungan zat

gizi dalam ASI mudah dicerna. Didalam ASI, perbandingan Whei dan
Cassein sesuai untuk bayi yaitu 65:35. Komposisi ini menyebabkan

protein ASI lebih mudah diserap, sehingga ASI unggul dibandingkan

dengan susu sapi yang memiliki Whei:Casein yang rendah yaitu

20:80. Kandungan Taurin, Decosahexanoic (DHA) dan Arachidonic

Acid (AA) pada ASI diperlukan untuk pertumbuhan dan

perkembangan kecerdasan bayi.

2. Aspek imunologik

ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi. IgA

pada ASI kadarnya cukup tinggi. Sekretori IgA tidak diserap tetapi

dapat melumpuhkan bakteri pathogen E.coli dan berbagai virus pada

saluran pencernaan. ASI mengandung, laktoferin sejenis protein yang

merupakan komponen zat kekebalan melumpuhkan bakteri pathogen

E.coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan, faktor bifidus,

sejenis karbohidrat yang menunjang pertumbuhan bakteri

lactobacillus bifidus yaitu bakteri yang menjaga keasaman flora usus

bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri merugikan,

Lisosim yaitu enzim yang melindungi bayi terhadap bakteri (E.coli

dan Salmonella) dan virus. Jumlah lisosim dalam ASI 300 kali lebih

banyak dibandingkan susu sapi.

3. Aspek psikologik

Menyusui baik secara kejiwaan bagi ibu dan bayi. Dalam menyusui,

emosi ibu dan kasih sayang dapat mempengaruhi peningkatan produksi

hormon terutama oksitosin yang pada akhirnya akan meningkatkan


produksi ASI. Terjadinya berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit

dapat meningkatkan ikatan diantara keduanya, sehingga bayi merasa

aman dan puas karena bayi merasakan kehangatan tubuh dan mendegar

denyut jantung ibu. Kedekatan secara emosional sejak dini ini akan

membantu pertumbuhan dan perkembangan psikologi bayi.

4. Aspek kecerdasan

Kandungan nilai gizi ASI dan interaksi ibu-bayi dibutuhkan untuk

perkembangan sistem saraf otak yang dapat meningkatkan kecerdasan

bayi. Menurut Arif (2009) pada janin usia 9 bulan sampai usia 2 tahun

merupakan periode kritis atau rawan terhadap gangguan perkembangan

otak, dimana pada masa ini otak mengalami pembelahan sel dan

pembagian sel secara cepat.

5. Aspek neurologis

Dengan menghisap payudara, koordinasi syaraf menelan, menghisap

dan bernafas yang terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih sempurna.

6. Aspek ekonomis

Menyusui tidak memerlukan biaya, sehingga dapat menghemat biaya

pembelian susu formula dan peralatannya. Pemberian ASI lebih praktis

dan siap saji kapan saja dan dimana saja tanpa mengkhawatirkan susu

basi. Menurut Arif (2009) bayi yang diberi ASI jarang sakit sehingga

tidak perlu mengeluarkan dana untuk berobat.


7. Aspek penundaan kehamilan

Pemberian ASI memberikan 98% metode kontrasepsi yang efisien

selama 6 bulan pertama sesudah kelahiran bila diberikan hanya ASI

saja (eksklusif) dan belum terjadi menstruasi kembali (Walyani &

Purwoastuti, 2015). Dengan menyusui secara ekslusif dapat menunda

kehamilan.

Selain itu, dengan menyusui dapat menekan kejadian kanker mamae

(Badriah, 2014). Hal ini disebakan karena efektivitas dan optimasi fungsi dan

payudara, yang membentuk keseimbangan antara ASI yang diproduksi dengan

dikonsumsi oleh bayi. Dengan demikian, deviasi fungsi payudara tidak akan

terjadi. Hisapan bayi pada payudara akan merangsang terbentuknya hormin

oksitosin yang bermanfaat untuk membantu mengecilkan rahim, menunda haid

dan mencegah terjadinya pendarahan setelah melahirkan. Penundaan haid dan

berkurangnya pendarahan ini yang dapat mengurangi resiko terjadinya anemia

defisiensi zat besi (Arif, 2009).

2.3.5. Proses Produksi ASI

Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks antara

rangsangan mekanik, saraf dan bermacam-macam hormon. Pengaturan hormon

terhadap pengeluaran ASI dapat dibedakan menjadi 3 bagian menurut Saleha

(2009) yaitu:

1. Produksi air susu ibu (prolaktin)

Dalam fisiologi laktasi, prolaktin merupakan suatu hormon yang

disekresi oleh glandula pitutari. Hormon ini memiliki peranan penting


untuk memperoduksi ASI, kadar hormon ini meningkat selama

kehamilan. Kerja hormon ini dihambat oleh hormon plasenta. Dengan

lepas atau keluarnya plasenta pada akhir proses persalinan, maka kadar

estrogen dan progesteron berangsur-angsur menurun sampai tingkat

dapat dilepaskan dan diaktifkannya prolaktin. Peningkatan kadar

prolaktin akan menghambat ovulasi, dan dengan demikian juga

mempunyai fungsi kontrasepsi. Namun, ibu perlu memberikan air susu

2 sampai 3 kali setiap jam agar pengaruhnya benar-benar efektif.

Kadar prolaktin paling tinggi adalah pada malam hari, dan penghentian

pertama pemberian air susu dilakkan pada malam hari. Hal ini cukup

efektif digunakan sebagai metode kontrasepsi yang lebih reliable untuk

diterapkan apabila ingin menghindari kehamilan.

2. Pengeluaran air susu ibu (oksitosin)

Apabila bayi disusui, maka gerakan menghisap yang beri yang

berirama akan menghasilkan rangsangan saraf yang terdapat pada

glandula pituitaria posterior sehingga sehingga mengsekresi hormon

oksitosin. Hal ini menyebabkan sel-sel mioepitel di sekitar alveoli akan

berkontraksi dan mendorong ASI masuk dalam pembuluh ampula.

Pengeluaran oksitosin selain dipengaruhi oleh hisapan bayi, juga oleh

reseptor yang terletak pada duktus. Bila duktus melebar, maka secara

reflektoris oksitosin dikeluarkan oleh hipofisis (Maritalia, 2012).


3. Pemeliharaan air susu ibu

Hubungan yang utun antara hipotalamus dan hipofise akan mengatur

kadar prolaktin fan oksitosin dalam darah. Hormon-hormon ini sangat

perlu untuk pengeluaran permulaan dan mpemeliharaan penyedianan

air susu selama menyusui. Proses menyusui memerlukan pembuatan

dan pengeluaraan air susu dari dari alveoli ke sistem duktus. Bila susu

tidak dikeluarkan akan mengakibatkan berkurangnya sirkulasi darah

kapiler yang menyebabkan terlambatnya proses menyusui.

Berkurangnya rangasangan menyusui oleh bayi misalnya bila kekuatan

isapan yang kurang, frekuensi isapan yang kurang dan singkatnya

waktu menyusui ini berarti pelepasan prolaktin dari hipofise sehingga

pembuatan air usu berkurang, karena diperlukan kadar prolaktin yang

cukup untuk mempertahankan pengeluaranair susu mulai sejak minggu

pertama kelahiran (Bahiyatun, 2009).

2.3.6. Stadium Laktasi

Kandungan gizi dari ASI sangat khusus dan sempurna serta sesuai dengan

kebutuhan tumbuh kembang bayi. (Maritalia, 2012) membedakan ASI dalam tiga

stadium, yaitu:

1. Kolostrum

Kolostrum adalah air susu yang pertama kali keluar. Kolostrum ini

disekresi oleh kelenjar payudara pada hari pertama sampai hari ke

empat pasca persalinan. Kolostrum merupakan cairan dengan

viskositas kental, lengket dan berwarna kekuningan. Kolostrum

mengandung
tinggi protein, mineral, garam, vitamin A, nitrogen, sel darah putih dan

antibodi yang tinggi dari pada ASI matur. Selain itu, kolostrum

mengandung rendah lemak dan laktosa. Protein utama pada kolostrum

adalah Imunoglobulin (IgG, IgA dan IgM), yang digunakan sebagi

antibodi untuk mencegah dan menetralisir bakteri, virus, jamur dan

parasit. Meskipun kolostrum yang keluar sedikit menurut ukuran kita,

tetapi volume kolostrum yang ada dalam payudara mendekati kapasitas

lambung bayi yang berusia 1-2 hari. Volume kolostrum antara 150-300

ml/24 jam. Kolostrum juga merupakan pencahar ideal untuk

membersihkan zat yang tidak terpakai dari usus bayi yang baru lahir

dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bagi bayi makanan

yang akan datang. Kolostrum atau ASI hari-hari pertama adalah cairan

berwarnia kuning keemasan/jingga yang mengandung nutrisi dengan

konsentrasi tinggi.

2. ASI transisi/peralihan

ASI peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolostrum sampai

sebelum ASI matang, yaitu sejak hari ke-4 sampai hari ke-10. Selama

dua minggu, volume air susu bertambah banyak dan berubah warna

serta komposisinya. Kadar immunoglobulin dan protein menurun,

sedangkan lemak dan laktosa meningkat. ASI persalinan diproduksi

pada hari ke- 4 sampai hari ke-10 setelah kelahiran. Bahkan pada

kondisi-kondisi tertentu dapat diproduksi sampai minggu ke-5. ASI

peralihan
mengandung protein lebih rendah dibandingkan kolostrum (Krisnatuti

& Hastoro, 2014).

3. ASI Matur/ Matang

ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya, komposisi relative

konstan. Foremik merupakan air susu yang mengalir pertama kali atau

saat lima menit pertama. Foremik lebih encer dan mempunyai

kandungan lemak yang rendah, tinggi laktosa, gula, protein, mineral

dan air. ASI transisi kemudian berubah menjadi ASI matang sekitar 10

hari sampai 2 minggu setelah kelahiran bayi. ASI matang (seperti

halnya ASI transisi) mengandung 10% leukosit. Dibandigkan dengann

kolostrum, ASI matang memiliki kandungan natrium, potassium,

protein, vitamin larut lemak, dan mineral yang lebih rendah.

Sedangkan, kandungan lemak dan laktosanya lebih tinggi dari pada

kolostrum (Monika, 2016).


Dibawah ini bisa kita lihat perbedaan komposisi antara kolostrum, ASI

transisi dan ASI matur.

Tabel 2.1. Kandungan Kolostrum, ASI Transisi dan ASI Matur

Kandungan Kolostrum ASI Transisi ASI Matur

Energi (kgkal) 57,0 63,0 65,0

Laktosa (gr/100 ml) 6,5 6,7 7,0

Lemak (gr/100 ml) 2,9 3,6 3,8

Protein (gr/100 ml) 1,195 0,965 1,324

Mineral (gr/100 ml) 0,3 0,3 0,2

Imunoglobulin:

Ig A (mg/100 ml) 335,9 - 119,6

Ig G (mg/100 ml) 5,9 - 2,9

Ig M (mg/100 ml) 17,1 - 2,9

Lisosin (mg/100 ml) 14,2-16,4 - 24,3-27,5

Laktoferin 420-520 - 250-270

Sumber : (Maritalia, 2012)


2.3.7. Mekanisme Produksi ASI

Menurut Monika (2016) salah satu hal yang cukup penting untuk mencapai

kesuksesan menyusui adalah dengan mengetahui mekanisme produksi ASI sejak

kehamilan. Produksi ASI terjadai dalam tiga tahap/fase, yaitu laktogenesis I,

laktogenesis II, dan laktogenesis III.

1. Laktogenesis I

Produksi ASI pada awalnya tidak langsung dimulai dengan hukum

persediaan versus permintaan. Sejak akhir trimester 2 atau awal

trimester 3 kehamilan, kolostrum sudah mulai diproduksi. Proses

produksi ASI selama kehamilan ini sepenuhnya diatur oleh hormone

endokrin dan sistem pengendalian itu disebut sistem kendali endokrin.

Pada fase ini, produksi ASI belum terlalu hanya karena ditekan oleh

kadar hormon progesteron yang tinggi.

Ketika ibu melahirkan, plasenta terlepas dari rahim sehingga

menyebabkan kadar hormon progesteron turun. Efek berikutnya, kadar

hormon prolaktin yang berperan dalam produksi ASI meningkat.

Karena pengeluaran kolostrum pasca kelahiran ini masih diatur oleh

hormon, ibu tidak perlu khawatir kolostrum tidak akan keluar (asalkan

tidak ada hal-hal yang menghambat pengeluarannya).

2. Laktogenesis II

Menurut Kelly Bonyata (dalam Monika, 2016:hal.33) fase laktogenesis

II terjadi di 30-40 jam pasca kelahiran. sedangkan sumber lain

menyatakan laktogenesis II terjadi pada hari ke-2 hingga ke-5 pasca


kelahiran. Pada fase ini, kolostrum sudah mulai berubah menjadi ASI

transisi. Aliran darah ke payudara meningkat sehingga payudara mulai

terasa lebih kencang dan berat. Kadar hormon progesteron terus

menurun. Akibatnya, hormon prolaktin terus meningkat sehingga ASI

mulai diproduksi lebih banyak yang umurnya sudah terjadi pada hari

ke- 3 dan ke-4 pasca kelahiran.

3. Laktogenesis III

Laktogenesis III mulai terjadi antara hari ke-8 hingga hari ke-10 pasca

kelahiran. Dalam fase ini, bukan sistem kendali endokrin lagi yang

mengatur, melainkan sistem kendali local autokrin/local. Makna sistem

kendali lokal adalah seberapa sering ASI dikeluarkan dan seberapa

baik payudara dikosongkan. Inilah yang merupakan mekanisme

kendali utama produksi ASI tau sudah berlaku hokum persediaan

versus permintaan.

Pada tahap laktogenesis III dan seterusnya, produksi ASI ditiap

payudara bergantung pada seberapa sering ASI dikeluarkan (baik

melalui disusui langsung atau diperah) dan seberapa baik pengosongan

payudara. Jadi, bisa saja satu payudara tidak menghasilkan ASI sama

sekali, tetapi payudara lainnya tetap berproduksi dengan normal.

Menyapih satu payudara saja tetap memungkinkan, misalnya saat ibu

mengalami mastitis berulang atau menjalani operasi pada salah satu

payudara.
2.4. Frekuensi menyusui

Menyusui bisa dilakukan setiap 2-5 jam dengan pemberian dari kedua

payudara secara bergiliran. Bayi yang baru lahir biasanya mengis meminta

menyusui pada saat mereka lapar, seiring bertambahnya usia, bayi kan terbiasa

dengan jadwal menyusui dan akan meminta menyusui secara teratur dengan

waktu tertentu.

Beberapa faktor yang mempengaruhi frekuensi dan pemberian ASI,

beberapa diantaranya adalah :

1. Nafsu makan bayi

2. Kadar tampung lambung bayi

3. Volume ASI

Dalam penelitian yang dilakukan oleh paramitha(2010) dan sinaga (2010)

dijelaskan bahwa frekuensi menyusui berpengaruh terhadap keneikan barat badan

bayi. Penelitian yang dilakukan paramitha (2010) mengenai hubungan frekuensi

menyusui dan status gizi ibu menyusui dengan kenaikan berat badan bayi usia 1-6

bulan menunjukan hubungan yang berakna antarafrekuensi menyusui dengan

kenaikan berat badan bayi usia 1-6 bulan. Begitu pula dengan penelitian yang di

lakukan sinaga (2010) mengenai perrbedaan berat dan anjang badan bayi usia 0-6

bulanyang diberikan ASI ekslusif dan MPASI menunjukan rata-rata pertumbuhan

berat daban bayiyang di berikan ASI esklusif (4.1 kg) lebih besar dari pada bayi

yang diberikan MPASI (3,4 kg) pada usia 0-6 bulan. Menurut kristiansari (2009)

bayi yang mendapatkan ASI memiliki berat badan yang lebih baik setelah lahir.
Irianto (2014) menyatakan bahwa lamanya menyusui biasanya sekitar 5-10

menit tetapi sering ada yang lama sampai setengah jam tergantung bayi,

pemberhentian menyusui sebelum bayi selesai dapat membuat bayi mungkin tidak

mendapatkan susu akhir yang kaya energi yang diperlukan untuk tumbuh dengan

baik. Rentang yang optimal adalah antara 8 hinga 12 kali setiap hari. Meskipun

mudah untuk membagi 24 jam menjadi 8 jam hingga 12 kali menyusui dan

menghasilkan pekiraan jadwal, cara ini bukan merupakan cara makan seagian

besar bayi. Banyak bayi dalam rentang beberapa jam menyusu beberapa kali.

Tidur untuk beberapa jam dan bangun untuk menyusu lagi. Ibu sebaiknya

dianjurkan untuk menyusui bila bayi tampak kenyang (isyarat kenyang meliputi

relakasasi seluruh tubuh, tidur saat menyusu dan melepaskan puting (Wiji, 2011) .

Pada awalnya, bayi menyusui hanya 10 menit atau beberapa menit setiap

kalinya. Lama menyusui akan meningkat secara bertahap sampai produksi ASI

benar – benar stabil (Ronald, 2011). Sebaiknya bayi disusui secara (on demand),

karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya

bila bayi menangis bukan karena sebab lain (karena kepanasan/kedinginan atau

sekedar ingin didekap) atau ibu sudah merasa perlu menyusukan bayinnya. Bayi

yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan lambung

bayi akan kosong dalam waktu 2 jam. Pada awalnya bayi akan menyusu dengan

jadwal yang tak teratur dan akan mempunyai pola tertentu setelah 1-2 minggu

kemudian. Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat kurang baik karena isapan

bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya. Dengan

menyusui secara on demand, sesuia kebutuhan bayi akan mencegah timbulnya

masalah menyusui.
Ibu yang bekerja di luar rumah dianjurkan agar lebih sering menyusui pada malam

hari. Bila sering disusukan pada malam hari akan memacu produksi ASI (Wiji,

2011). Frekuensi menyusui yang sering dan tidak dibatasi dibuktikan bermanfaat

karena volume ASI bertambah sehingga penurunan berat badan bayi hanya sedikit

(Walyani & Purwoastuti, 2015).

2.5. Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI

Faktor – faktor yang mempengaruhi pemberian makanan tambahan pada

bayi usia kurang dari enam bulan (Irianto, 2014):

1. Faktor Kesehatan Bayi

Faktor yang menyangkut kondisi bayi antara lain bibir sumbing, celah

palatum dan galaktosemia yaitu kelainan metabolisme sejak lahir yang

ditandai adanya kekurangan enzim galaktosemia, dimana jika bayi

diberi ASI atau bahan lain yang mengandung laktosa maka kadar

laktosa dalam darah dan air kemih akan meningkat secara klinis akan

timbul katarak.

2. Faktor Kesehatan Ibu

Faktor yang menyangkut kondisi ibu antara lain penyakit yang

membuat ibu tidak dapat memberi ASI, kegagalan laktasi, kelainan

payudara seperti putting susu terbenam, tidak ada susu dan air susu

tidak keluar.

3. Faktor Pengetahuan Ibu

Pengetahuan ibu tentang kapan seharusnya diberikan makanan

tambahan, fungsi makanan tambahan, makanan tambahan dapat

meningkatkan daya tahan tubuh dan risiko pemberian makanan


tambahan pada bayi kurang dari enam bulan sangatlah penting. Tetapi

banyak ibu – ibu yang tidak mengetahui hal tersebut sehingga

memberikan makanan tambahan pada bayi usia dibawah enam bulan

tanpa mengetahui risiko yang akan timbul.

4. Faktor Pekerjaan Ibu

Faktor yang berhubungan dengan aktivtias ibu setiap harinya untuk

memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pekerjaan ibu bisa dilakukan dirumah, di tempat kerja baik yang dekat

maupun yang jauh dari rumah. Ibu yang belum bekerja sering

memberikan makanan tambahan dini dengan alasan melatih atau

mencoba agar waktu ibu mulai bekerja bayi sudah terbiasa. Padahal

ibu yang bekerja dapat memberikan ASI dengan cara memerah ASI.

ASI yang diperah dapat disimpan dan diberikan kepada bayi saat ibu

bekerja pada siang hari (Riksani, 2012).

5. Faktor Petugas Kesehatan

Kualitas petugas kesehatan yang akhirnya menyebabkan ibu memilih

untuk memberikan makanan tambahan bayi atau tidak. Petugas

kesehatan berperan dalam memotivasi ibu untuk tidak memberi

makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan. Biasanya,

jika dilakukan penyuluhan dan pendekatan yang baik ibu mau patuh

dan menuruti nasehat petugas kesehatan. Oleh karena itu, petugas

kesehatan diharapkan dapat menjadi sumber informasi tentang kapan

waktu yang
tepat memberikan makanan timbangan dan risiko pemberian makanan

tambahan dini pada bayi.

6. Faktor Iklan

Iklan merupakan saran yang jika baik dapat menarik penonton atau

pendangarnya untuk melakukan sesuai dengan anjuran iklannya.

Banyaknya iklan yang memasarkan susu formula, membuat ibu mau

memberikannya kepada bayi dengan keyakinan sehat dan baik bagi

bayinya.

7. Faktor Budaya

Faktor yang berhubungan dengan nilai – nilai dan pandangan

masyarakat yang lahir dari kebiasaan yang ada. Misalnya, Pandangan

untuk tidak memberikan ASI karena bisa menyebabkan perubahan

bentuk payudara yang membuat wanita tidak cantik dan ibu yang

beranggapan bawah susu sapi/ susu formula lebih dari ASI.

8. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi ini menyangkut penghasilan yang diterima, yang jika

dibandingkan dengan pengeluaran, masih memungkinkan ibu untuk

memberikan makanan tambahan bagi bayi usia kurang dari enam bulan.

Biasanya semakin baik perekonomian keluarga maka daya beli semakin

mudah sebaliknya semakin buruk perekonomian keluarga, maka daya

beli akan makanan tambahan lebih sukar.


9. Faktor Teknik

Kesalahan dalam teknik menyusui, dapat mengakibatkan bayi tidak

cukup mendapatkan ASI. Sekalipun jumlah ASI pada hari pertama

sangat sedikit, hendaknya ibu tetap menyusui. Isapan bayi akan

merangsang produksi ASI sehingga ASI yang keluar akan semakin

banyak. Adakalanya ASI keluar sedikit diakibatkan posisi menyusui

yang kurang tepat atau mulut bayi hanya menghisap disebagian aerola

tidak menutupi seluruhnya hal ini yang mengakibatkan isapan bayi

menjadi tidak optimal (Riksani, 2012).


2.6. Kajian Penelitian Yang Relevan

Tabel 2.2. Kajian Penelitian yang Relevan Hubungan Frekuensi Dan Cara

Pemberian Asi Dengan Berat Badan Bayi Usia 0-6 Bulan diwilayah Puskesmas

Tilamuta Kabupaten Boalemo

Penaliti Judul Metode penelitian hasil


(tahun)
Dewi Hubungan Desain dalam Adanya hubungan antara
Kartika Teknik, penelitian ini adalah teknik menyusui dan
Sari, Frekuensi, kohort prostektif berat badan bayi dengan
Didik Durasi karena mengikuti p-value=0,003, ada
Gunawan Menyusui dan berat badan bayi hubungan antara
Tamtomo Asupan Energi selama 4 bulan. frekuensi menyusui
dan Sapja dengan Berat Sampel dalam dengan berat badan bayi
Anantayu Badan Bayi penelitian ini adalah dengan p-value=0,018
(2017) Usia 1-6 Bulan ibu yang memiliki ada hubungan durasi
di Puskesmas bayi usia 1-6 bulan menyusui dengan berat
Tasikmadu yang diambil secara badan bayi dengan p-
Kabupaten purposive sampling value=0,001 dan ada
Karanganyar pada titik awal hubungan antara asupan
penelitian berjumlah energi dengan berat
60 responden dan badan bayi dengan p-
dropout sebayak 14 value <0,001. Dari
responden sehingga analisis multivariate dari
yang dapat dianalisis keempat variabel bebas,
sebesar 46 asupan energi merupakan
responden. Analisis yang paling berpengaruh
data secara bivariat diantara variabel lainya
dilakukan dengan chi dengan exp (B) sebesar
square dan 38,822 yang berarti jika
multivariate dengan asupan energi ibu
uji regresi logistic menyusui baik maka
ganda. beresiko 38,822 kali
mengalami kenaikan
berat badan.
Trio Hubungan Jenis penelitian ini Neonatus yang mendapat
Linda Frekuensi dan menggunakan frekuensi menyusu dalam
Familia Lama Menyusu penelitian kategori sering (84,4%),
Endra Dengan observasional yang lama menyusu dalam
Rini dan Perubahan bersifat analitik kategori cukup (78,1%)
Siti Berat Badan dengan pendekatan dan memiliki perubahan
Rahayu Neonatus Di cross sectional. berat badan dalam
Nadhiroh Wilayah Kerja Sampel dalam kategori naik (53,1%).
(2015) Puskesmas penelitian ini adalah Hasil analisis
Gandusari neonatus usia 2-4 menunjukkan terdapat
Kabupaten minggu di wilayah hubungan antara
Trenggalek kerja Puskesmas frekuensi menyusu
Gandusari Kabupaten dengan perubahan berat
Trenggalek. badan neonatus
Penelitian dilakukan (p=0,015) dan tidak
pada bulan April-Juni terdapat hubungan antara
2015 dengan jumlah lama menyusu dengan
sampel yang diambil perubahan berat badan
sebanyak 32 neonatus (p=0,209).
neonatus. Uji Kesimpulan pada
statistik penelitian ini yaitu
menggunakan chi- perubahan berat badan
square dengan neonatus berhubungan
tingkat kepercayaan dengan frekuensi
95%. Neonatus menyusu namun tidak
berhubungan dengan
lama menyusu. Perlunya
komunikasi informasi
dan edukasi bagi ibu
menyusui mengenai
frekuensi menyusu yang
baik dalam 24 jam
sehingga dengan ASI
yang cukup maka
pertumbuhan bayi
menjadi optimal.
2.7. Kerangka Berpikir

2.7.1. Kerangka Teori


Pemberian ASI Eksklusif
Faktor yang Mempengaruhi Pemberian
ASI :
Faktor kesehatan bayi Frekuensi pemberian ASI
Faktor Kesehatan ibu
Biasanya bayi menyusui
Faktor pengetahuan ibu
sekitar 5-10 menit tetapi
Faktor pekerjaan ibu
bagusnya tergantung bayi
Faktor petugas kesehatan ingin berapa lama Rentang
Faktor iklan yang optimal adalah antara 8
Faktor budaya hinga 12 kali setiap hari
Faktor ekonomi
Faktor teknik

neonatus Berat badan


Kecakupan
normal
nutrisi bayi
Apabilla bayi baru yang baik
lahir sekitar 2.500–
Berat bayi lahir
3.500 gram

Berat badan bayi terus


bertambah

Keterangan: : Yang Diteliti

: Tidak Diteliti

Sumber : (Irianto, 2014), (Purwoastuti & Walyani, 2015), dan (Riksani, 2012)

Gambar 2.2 Kerangka Teori


2.7.2. Kerangka Konsep

Frekuensi Pemberian ASI Berat Badan Bayi 0-6 Bulan

Keterangan : Variabel Independen


:
: Hubungan

: Variabel Dependen

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

2.8. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini tidak ada hubungan frekuensi pemberian

ASI dengan berat badan bayi 0-6 bulan diwilayah Puskesmas Tilamuta Kabupaten

Boalemo
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini telah dilakukan di Wilayah Puskesmas Tilamuta

Kabupaten Boalemo.

3.1.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di Wilayah Puskesmas Tilamuta pada

bulan April−Mei 2019.

3.2. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik menggunakan desain

cross sectional untuk mengetahui apakah ada hubungan frekuensi pemberian asi

dengan berat badan bayi usia 0-6 bulan diwilayah Puskesmas Tilamuta Kabupaten

Boalemo.

3.3. Variabel Penelitian

3.3.1. Variabel Independen

Variabel independen (bebas) adalah variabel yang memengaruhi atau

nilainya menentukan variabel lain. Suatu kegiatan stimulus yang dimanipulasi

oleh peneliti menciptakan suatu dampak pada variabel dependen. Variabel bebas

biasanya dimanipulasi, diamati, dan diukur untuk diketahui hubungannya atau

pengaruhnya terhadap variabel lain (Nursalam, 2015). Variabel independen dalam

penelitian ini adalah frekuensi pemberian ASI.


3.3.2. Variabel Dependen

Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi nilainya

ditentukan oleh variabel lain. Variabel respons akan muncul sebagai akibat dari

manipulasi variabel-variabel lain. Dalam ilmu perilaku, variabel terikat adalah

aspek tingkah laku yang diamati dari suatu organisme yang dikenai stimulus.

Dengan kata lain, variabel terikat adalah faktor yang diamati dan diukur untuk

menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas (Nursalam,

2015). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Berat Badan (BB) bayi 0-6

bulan.

3.3.3. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati

dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat diamati (diukur)

itulah yang merupakan kunci definisi operasional.

Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Frekuensi Dan Cara Pemberian ASI
Dengan Berat Badan Bayi Usia 0-6 Bulan diwilayah Puskesmas Tilamuta
Kabupaten Boalemo
No. Variabel Definisi Alat dan Hasil Ukur Skala

Operasional Cara Ukur

1. Frekuensi Rata-rata Kuesioner Baik : ≥ 8x Ordinal


pemberian berapa kali dalam sehari
ASI bayi
Kurang Baik : <
menyusui
8x dalam sehari
dalam sehari
2. Berat Badan Pertumbuhan Timbangan Normal (N) : Nominal
berat badan bayi BB mengikuti
bayi yang kriteria batas
telah normal
ditimbang antropometri
dipuskes pertumbuhan
sesuai BB bayi 0-6
dengan bulan
standar umur
Tidak Normal
(T) : BB
melebihi batas
kriteria
antropometri
pertumbuhan
standar
antopometri
pertumbuhan
berat badan
bayi 0-6 bulan

3.4. Populasi dan Sampel

3.4.1. Populasi

Populasi dalam penelitian merupakan subjek (misalnya manusia, klien) yang

akan diteliti dan telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2015).

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki bayi berusia 0-6

bulan yang telah memberian ASI di wilayah Puskesmas Tilamuta Kabupaten

Boalemo sebanyak 67 bayi pada bulan Februari tahun 2019.


3.4.2. Sampel

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang terjangkau dan dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2015).

Sampel bayi usia 0-6 bulan yang menyusui secara eksklusif dan tidak secara

eksklusif bertempat tinggal di wilayah Puskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo

dengan menggunakan teknik accidental sampling.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan suatu proses pendekatan pada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian.

Langkah-langkah dalam pengumpulan data bergantung pada rancangan penelitian

dan teknik instrument yang digunakan (Nursalam, 2015).

3.5.1. Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh langsung

dari responden menggunakan kuesioner

2. Data Sekunder

Data sekunder dari penelitian ini diperoleh dari data dinas kesehatan

mengenai jumlah total pemberian ASI eksklusif 0-6 bulan di Provinsi

Gorontalo pada tahun 2018, data dari dinas kesehatan Kabupaten

Gorontalo tahun 2018 dan data total pemberian ASI eksklusif 0-6

bulan pada bulan februari 2019 dari Puskesmas Boalemo.


3.5.2. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat-alat yang digunakan untuk

pengumpulan data dalam penelitian (Notoatmodjo, 2012). Adapun instrumen

dalam penelitian ini adalah buku kia dan kuesioner. Kuesioner ini diambil dari

untuk mengukur frekuensi pemberian Asi dan timbangan bayi di gunakan untuk

mengetahui data perubahan berat badan bayi usia 0-6 bulan diwilayah Puskesmas

Tilamuta Kabupaten Boalemo.

3.6. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

3.6.1. Teknik Pengolahan Data

Adapun langkah-langkah pengolahan data pada umumnya adalah sebagai

berikut:

1. Editing (penyunting data)

Kegiatan meneliti kembali data setiap sampel tentang faktor yang

mempengaruhi rendahnya pemberian ASI eksklusif. Hasil wawancara

atau data yang diperoleh melalui kuesioner perlu disunting (edit)

terlebih dahulu jika ternyata masih ada data atau informasi yang tidak

lengkap atau terlewati, maka dari itu proses editing dilakukan di

tempat pengumpulan data sehingga jika ada kekurangan dapat segera

diperbaiki.

2. Coding (lembaran kode atau kartu kode)

Lembaran atau kartu kode instrumen berupa kolom-kolom untuk data

secara manual. Lembaran atau kartu kode berisi nomor responden dan

nomor-nomor pertanyaan.
3. Entry Data (memasukkan data)

Merupakan kegiatan data ke dalam computer untuk selanjutnya

dilakukan analisa data.

4. Tabulating (tabulasi data)

Yakni membuat table-tabel data sesuai dengan tujuan penelitian atau

yang diinginkan peneliti.

3.6.2. Teknik Analisa Data

Untuk melakukan analisa, khususnya terhadap data penelitian akan

menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions).

1. Analisa Univariat

Analisa data univariat bertujuan untuk menggambarkan karakteristik

masing-masing variabel yang diteliti. Dengan melihat distribusi

frekuensi dapat diketahui deskripsi masing-masing variabel dalam

penelitian.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan

antara variabel independen dengan variabel dependen dapat digunakan

uji chi-square

.
3.7. Hipotesis Statistik

H0 : Tidak Ada hubungan frekuensi dan cara pemberian ASI dengan berat

badan bayi 0-6 bulan diwilayah Puskesmas Tilamuta Kabupaten

Boalemo

H1 : Ada hubungan frekuensi dan cara pemberian ASI dengan berat badan

bayi 0-6 bulan diwilayah Puskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo.

3.8. Etika Penelitian

Menurut Nursalam (2015) bahwa prinsip dalam penelitian atau

pengumpulan data dapat menjadi 3 bagian, yaitu prinsip manfaat, prinsip

menghargai hak-hak subjek, dan prinsip keadilan. Maka disimpulkan etika dalam

penelitian sebagai berikut:

1. Informed Concent ( Informasi Untuk Responden )

Sebelum melakukan tindakan, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan

penelitian yang akan dilakukan, jika responden bersedia untuk di teliti

maka responden harus menandatangani lembar persetujuan tersebut

dan tidak memaksa.

2. Anonimity (Tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan responden dalam penelitian, maka peneliti

tidak mencantumkan namanya dalam lembar data, cukup dengan

memberi kode pada masing-masing lembar yang hanya diketahui oleh

peneliti.
3. Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan responden dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data

tertentu saja yang di sajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Tilamuta

Puskesmas Tilamuta didirikan pada tahun 1949 dan mulai

melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan sebagai puskesmas rawat

jalan pada tahun 2005. Dimana Puskesmas ini terletak di Ibu kota

Kabupaten Boalemo yaitu di Desa Limbato Kecamatan Tilamuta. dengan

Luas wilayah kerja Puskesmas Tilamuta 37200 km2 meliputi wilayah

administrasi Kecamatan Tilamuta yang terdiri dari 12 desa yaitu Desa

Lahumbo, Desa Mohungo, Desa Modelomo, Desa Ayuhulalo, Desa

Piloliyanga, Desa Limbato, Desa Hungayonaa, Desa Lamu, Desa Tenilo,

Desa Pentadu Timur, Desa Pentadu Barat, dan Desa Bajo

Terdapat 6 posyandu, 4 posyandu madya, dan 2 posyandu

purnama. Pada meja I, IV diposyandu dilaksanakan oleh kader PKK dan

meja V merupakan petugas kesehatan yakni terdiri dari 4-5 kader PKK, 1

bidan, 1 perawat, dan 1 ahli gizi terkadang ada juga dokter diposyandu

Batas-batas wilayah Puskesmas Tilamua adalah diwilayah utara

berbatasan dengan Kecamatan Dulupi Kabupaten Boalemo, wilayah

Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini, wilayah Timur berbatasan

dengan Desa Pangi Kecamatan Dulupi Kabupaten Boalemo, dan wilayah

Barat berbatasan dengan Desa Tutulo Kecamatan Botumoito Kabupaten

Boalemo.
4.1.2 Analisis Univariat

Karateristik Responden

Dalam penelitian ini responden yang terpilih melalui Accidental Sampling

didapatkan sebanyak 37 responden yaitu ibu menyusui yang mempunyai bayi

usia 0-6 bulan. Dari keseluruhan responden, diperoleh gambaran mengenai

karakteristik responden berdasarkan usia ibu, tingkat pendidikan ibu, jenis

pekerjaan ibu, jenis kelamin bayi, serta usia bayi.

1. Karateristik Responden Berdasarkan Usia Ibu

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh distribusi

responden berdasarkan Usia Ibu pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia Ibu


No Usia Ibu Jumlah Persentase (%)

1 17-25 tahun 16 43,2


2 26-35 tahun 17 60
3 36-45 tahun 4 10,8

Total 37 100

Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel diatas kategori usia responden dibagi menjadi

tiga, yaitu remaja akhir (17-25 tahun), dewasa awal (26-35 tahun), dan

dewasa akhir (36-45 tahun) (Depkes RI 2009). Rata-rata usia responden

berada pada kategori dewasa awal sebesar 45,9% sebanyak 17

responden. Kategori remaja akhir sebesar 43,2% sebanyak 16

responden dan kategori dewasa akhir sebesar 10,8% sebanyak 4

responden.
2. Karateristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh distribusi

responden berdasarkan tingkat pendidikan ibu pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu


No. Tingkat Pendidikan Ibu Jumlah Persentase (%)

1. SD 11 29,7
2. SMP 3 8,1
3. SMA 16 43,2
4. Sarjana 7 19

Total 37 100

Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel diatas kategori pendidikan dibagi menjadi tidak

sekolah, SD/Sederajat, SMP/Sederajat, SMA/Sederajat, dan sarjana

(Depkes, 2009). Rata-rata pendidikan SD/ sederajat sebesar 29,7%

sebanyak 11 responden, SMP/Sederajat sebesar 8,1% sebanyak 3

responden, SMA dengan persentase sebesar 43,2% sebanyak 16

responden. dan sarjana sebesar 18,9% sebanyak 7 responden.

3. Karateristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Ibu

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh distribusi responden

berdasarkan jenis pekerjaan ibu pada tabel dibawah ini: Tabel 4.3 Distribusi

Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Ibu


No. Jenis Pekerjaan Ibu Jumlah Persentase (%)

1. URT 31 83,8
2. PNS 4 10,8
3. Wirasuasta 2 5,4

Total 37 100

Sumber: Data Primer 2019


Berdasarkan tabel diatas kategori pekerjaan dibagi menjadi URT,

petani, buruh, PNS, pedagang, dll (Depkes, 2009). Mayoritas responden

adalah Ibu rumah tangga yang masuk dalam kategori tidak bekerja

dengan persentase 83,3% sebanyak 31 responden. PNS sebesar 10,8%

sebanyak 4 responden dan lainnya sebesar 5,4% sebanyak 2 responden.

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh distribusi

responden berdasarkan jumlah anak pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak


No. Jumlah Anak Jumlah Persentase (%)

1. 1 anak 16 43,2
2. Lebih dari 2 anak 21 56,8

Total 37 100

Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel diatas kategori jumlah anak dibagi menjadi 1

anak dan lebih dari 2 anak (Nanda, 2017). Mayoritas responden adalah

yang memiliki 1 anak dengan persentase 43,2 sebanyak 16 responden

dan yang memiliki anak lebih dari 2 sebesar 56,8% sebanyak 21

responden.

5. Karateristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Bayi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, di peroleh distribusi

responden berdasarkan jenis kelamin bayi pada tabel sebagai berikut:


Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan jenis kelamin bayi
No. Usia Bayi Jumlah Persentase (%)

1. Laki-laki 17 54,9
2. Perempuan 20 54,1

Total 37 100

Sumber: Data Primer 2019

Berdasarkan tabel diatas kategori jenis kelamin bayi bayi

dipuskesmas tilamuta didapaatkan bayi laki-laki, sebanyak 17 bayi

(54,9%) dan untuk bayi perempuan didapatkan sebanyak 20 bayi

(54,1%).

6. Karateristik Responden Berdasarkan Frekuensi Pemberian ASI


Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Wilayah Puskesmas Tilmuta

Distribusi frekuensi pemberian ASI pada bayi usia 0-6 bulan

diwilayah Puskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo adalah sebagai

berikut.

Tabel 4.6 Distribusi Berdasarkan Frekuensi Pemberian ASI


No. Frekuensi Pemberian ASI Jumlah Persentase (%)

1. Baik 33 89,2
2. Kurang 4 10,8

Total 37 100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel tabel distribusi diatas didapatkan bahwa

frekuensi pemberian ASI yang baik sejumlah 33 bayi (89,2%),

sedangkan frekuensi pemberian ASI yang kurang sejumlah 4 (10,8%)

responden.
7. Karateristik Responden Berdasarkan Berat Badan Bayi Pada Bayi
Usia 0-6 Bulan Di Wilayah Puskesmas Tilmuta
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh distribusi responden

berdasarkan berat badan bayi usia 0-6 bulan diwilayah puskesmas

tilamuta kabupaten boalemo adalah sebagai berikut:

Tabel 4.7 Distribusi Berdasarkan Berat Badan Bayi Usia 0-6 Bulan
No. Berat Badan Bayi Usia 0-6 Jumlah Persentase (%)

1. BB kurang dari standar 7 18,9


2. BB sesuai standar 30 81,1

Total 37 100

Sumber: Data Primer 2019

Bedasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 37 responden

berdasarkan berat badan bayi usia 0-6 bulan bahwa berat badan bayi

sesuai standar sebanyak 30 bayi (81,1%) dan berat badan kurang dari

standar sebanyak 7 bayi (18,9%).

4.1.3 Analisis Bivariat

1. Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Dengan Berat Badan Bayi Usia


0-6 Bulan di Wilayah Puskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo

Pada penelitian ini hubungan frekuensi pemberian ASI terhadap berat

badan bayi usia 0-6 bulan diwilayah Puskesmas Tilamuta digambarkan

pada tabel berikut.


Tabel 4.8 Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Terhadap Berat Badan
Bayi Usia 0-6 Bulan
Frekuensi Berat badan bayi Total P
Pemberian value
ASI Kurang Normal N %

N % N %

Kurang 0 0 4 100 4 100 0,570

Baik 7 21,2 26 78,8 33 100

Total 7 18,9 30 81,1 37 100

Sumber: Data Primer 2019

Pada tabel diatas dari 4 responden yang memiliki frekuensi

pemberian ASI kurang terdapat 0 (0%) bayi dengan berat badan kurang

dan 4 (100%) bayi memiliki berat badan normal. Kemudian dari 33

responden yang memiliki frekuensi pemberian ASI yang baik terdapat 7

(21,1%) bayi yang memiliki berat badan kurang dan 26 (78,8%) yang

memiliki berat badan normal.

Dari perhitungan menggunakan uji Fisher’s exact diperoleh p

Value 0,570 (p value > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan frekuensi pemberian ASI responden dengan

berat badan bayi di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Tilamuta.


4.2 Pembahasan

4.2.1 Frekuensi Pemberian ASI di Wilayah Puskesmas Tilamuta


Kabupaten Boalemo

Berdasarkan tabel distribusi frekuensi pemberian ASI di Wilayah

Puskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo didapatkan data bahwa

responden yang memiliki frekuensi pemberian ASI kategori baik sebanyak

33 bayi (89,2%), sedangkan bayi dengan yang termasuk dalam kategori

pemberian frekuensi kurang sebanyak 4 bayi (10,2%).

Didapatkan dari hasil tersebut bahwa 33 (89,2%) dari 37 bayi

mendapatkan frekuensi pemberian ASI yang baik, hal ini di sebabkan oleh

pekerjaan dimana karateristik pekerjaan ibu dari bayi sebagian besar

berprofesi sebagai ibu rumah tangga atau (66.6%), sehingga ibu

mempunya banyak waktu luang untuk melakukan pemberian ASI pada

bayinya sehingga frekuensinya tercukupi dengan baik.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Puspita,

2016), Hubungan Status Pekerjaan Ibu yang Menyusui dengan Pemberian

ASI Eksklusif di Dusun Sari Agung Wonosobo, adanya hubungan

signifikan antara status pekerjaan dengan pemberian ASI eksklusif.

Kecenderungan yang ada adalah bahwa ibu yang bekerja cenderung tidak

memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Sebagian besar atau 66,7%

responden ibu yang bekerja diketahui tidak memberikan ASI eksklusif dan

hanya 33,3% saja yang diketahui memberikan ASI eksklusif. Sementara

itu sebagian besar atau 84,6% ibu yang tidak bekerja (IRT) diketahui
memberikan ASI eksklusif dan hanya 15,4% saja yang tidak memberikan

ASI eksklusif.

Diperkuat juga dengan teori yang di kemukakan oleh (Septikasari.

2018). Aktivitas ibu yang menghambat pemberian ASI eksklusif.

Kesibukan ibu akan mempengaruhi pemberian ASI eksklusif sehingga

banyak ibu yang berkerja tidak dapat memberikan ASI pada bayinya 2-3

jam.

Dari asumsi peneliti hal ini di sebabkan oleh pengetahuan, tradisi,

dan keluarga ibu terkait memberikan ASI pada bayi dimana selalu

memberian ASI pada saat bayi sedang menangis, karenanya pada kondisi

ini bayi selalu mendapatkan ASI yang cukup.

Untuk persentase bayi yang memiliki frekuensi pemberian ASI

kurang yakni sebanyak 4 bayi (10,2%) dari 37 bayi. Hal ini di pengaruhi

oleh ibu dari bayi yang sebahagian besar berpedidikan sekolah menengah

sehingganya kurang mendapatkan mengetahuan dan peduli akan

pentingnya pemberian ASI terhadap bayinya dimana akan mempengaruhi

terpenuhnya kebutuhan nutrisi bayi.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Widianto,

Avianti, Tyas A, 2012). Keluaran utama penelitian ini adalah ada

hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan sikap terhadap

pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan hasil Uji KorelasiRank

Spearmanmaka bahwa korelasi antara pendidikan dengan sikap adalah

bermakna. Nilai koefisien Korelasi RankSpearman0,691 menunjukkan

bahwa korelasi positif dengan


kekuatan korelasi yang kuat. Pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif

diperoleh dari hasil pendidikan ibu yang bersifat informal melalui

penyuluhan-penyuluhan, brosur dan bisa juga pemberian informasi tenaga

kesehatan saat melakukan kunjungan ke posyandu.

Namun hal ini bertentengan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Nutr (2018). Hubungan antara Pengetahuan dan Pendidikan Ibu dengan

Pemberian ASI Eksklusif di Desa Kedungrejo Kecamatan Waru

Kabupaten Sidoarjo. Dimana hasil pengujian statistik menggunakan

Fisher’s Exact Test menunjukkan bahwa nilai signifikansinya 0.252 (sig >

0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan ibu tidak berhubungan

dengan pemberian ASI Eksklusif pada bayi 6-12 bulan.

Hasil ini diperkuat dengan teori oleh Yosephin, dkk, (2019).

Dimana pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang, yang mana

dengan pendidikan pada individu terjadi perubahan dari seluruh aspek

perilaku secara utuh atau sebagian. Seorang ibu yang berpendidikan

rendah dan berpendidikan tinggi kemungkinan untuk menyusui bayinya

lebih lama dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan menengah, sebab

seorang ibu yang berpendidikan rendah biasanya memiliki tingkat

ekonomi rendah sehingga akan lebih sering menyusui bayinya, sedangkan

ibu dengan pendidikan tinggi akan menyusui bayinya karena mereka

paham tentang manfaat pemberian ASI bagi bayinya.

Dari asumsi peneliti hal ini disebabkan karena kurangnya

penyuluhan tenaga kesehatan juga kesadaran dari masyarakat itu sendiri


akan pentingnya pemberian ASI yang baik juga secara eksklusif kepada

bayi yang berusia 0-6 bulan, sehingga ini perlu dilakukan agar tercapainya

bayi yang sehat karena terjaga kecukupan nutrisi dan perkembangan berat

badan dari bayi bahkan hingga usia 2 tahun.

4.2.2 Berat Badan Bayi Usia 0-6 Bulan di Wilayah Puskesmas Tilamuta
Kabupaten Boalemo

Berdasarkan hasil penelitian pada bayi usia 0-6 bulan di wilayah

Puskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo menunjukan dari 37 responden

terdapat lebih banyak bayi yang memiliki berat badan normal sebanyak 30

bayi (81,1%) dibandingkan dengan bayi yang memiliki berat badan kurang

yaitu sebanyak 7 bayi (18,9%).

Didapatkan bayi yang berat badannya sesuai standar umur ada 30

(81,1%) dari 37 bayi. hal ini kemungkinan dapat pengaruhi oleh jenis

kelamin dari bayi dikarenakan timbangan berat badan bayi laki-laki

cenderung lebih berat dibandingkan dengan bayi perempuan.

Penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang di lakukan

oleh Andriani dan Fahlevi, (2017) tentang perbandingan berat badan dan

panjang badan pada bayi 0-6 bulan yang diberikan asi dengan bayi 0-6

bulan yang diberikan pasi di posyandu melati 2 kecamatan semampir

surabaya, dimana Jenis kelamin tidak memiliki pengaruh yang besar, tetapi

memungkinkan jika bayi laki-laki lebih cenderung memiliki aktivitas yang

aktif dibandingkan dengan bayi perempuan. Hal tersebut yang membuat

bayi banyak mengeluarkan energi sehingga berat badannya akan

bertambah dengan normal.


Akan tetapi hasil penelitian ini juga sejalan dengan yang dilakukan

oleh (Simbolon, 2013) menunjukkan rata-rata berat lahir bayi perempuan

147 gram lebih ringan dibandingkan bayi laki-laki, namun tidak ada

perbedaan rata-rata usia kehamilan kedua kelompok jenis kelamin. Bayi

berat lahir rendah sebanyak 7,4% dengan prevalensi pada bayi perempuan

lebih tinggi dibandingkan laki-laki.

Diperkuat denga teori dari Andrian Kevin, (2018). Pada bulan-

bulan awal setelah lahir, pertumbuhan bayi akan mengalami

perkembangan yang begitu cepat. Pertambahan berat badan dan panjang

badan akan terus terjadi pada bayi. Saat bayi menginjak usia 3 bulan,

idealnya berat badan bayi laki- laki berkisar antara 5,8 kg – 7 kg dengan

panjang 60 cm – 63 cm. Sedangkan pada perempuan, berat badan ideal

berkisar antara 5,4 kg – 6,5 kg dengan panjang badan 58 cm – 62 cm.

Dari asumsi peneliti 30 bayi yang berat badannya sesuai standar

disebabkan kurangnya produksi ASI, dan didukung gencarnya promosi

susu formula yang menjadi alternatif pengganti ASI. Dimana Keterpaparan

susu formula dapat pengaruhi berat badan bayi, bayi yang selalu

mendapatkan susu formula lebih cenderung mengalami kenaikan berat

badan yang berlebihan . ini disebabkan ibu yang mendapatkan informasi

mengenai susu formula dari teman, tetangga dan keluarga tentang promosi

susu formula yang dilakukan oleh produsen.

Adapun bayi yang memiliki berat badan kurang yaitu sebanyak 7

bayi (18,9%). Hal ini dikarenakan usia dari ibu dimana pada karateristik
usia ibu bayi dimana terdapat 16 ibu yang berumur 17-25 tahun sehingga

ibu yang lebih mudah akan cenderung mengalami resiko BBLR (berat bayi

lahir ringan) dibanding ibu yang berusia 26 tahun keatas

Hal ini sejalan oleh penelitian (Sukmani, 2016). Korelasi Umur Ibu

Melahirkan Dengan Panjang Lahir Dan Berat Badan Lahir Bayi Umur 0

Hari Di Kecamatan Genteng-Kabupaten Banyuwangi. menunjukkan

distribusi frekuensi panjang lahir dan berat badan lahir berdasarkan umur

ibu. Jumlah total berat badan lahir dan panjang lahir berdasarkan umur ibu

memiliki jumlah yang sama. Namun jika dilihat dari pembagian umur ibu,

paling banyak adalah pada umur ibu 18.00 – 20.99 dan umur ibu 24.00 –

26.99, yang berarti bahwa umur ibu yang paling banyak melahirkan adalah

di interval umur ibu 18.00 – 20.99 dan 24.00 – 26.99. Pada umur ibu

tersebut merupakan umur yang normal untuk ibu hamil dan melahirkan.

Juga terdapat teori dari Seorang ibu sebaiknya hamil pada umur 20

– 35 tahun karena pada umur ini disebut sebagai usia reproduksi dan perlu

didukung oleh status gizi yang baik dan dilakukan pemeriksaan kehamilan

dengan teratur agar perkembangan janin dapat dipantau. (Salawati, l.,

2012) Menurut asumsi dari peneliti ini disebabkan oleh faktor bayi itu

sendiri. Responden menyatakan bahwa bayi sering sakit, dikarenakan jika

sakit bayi akan menjadi rewel sehingga susah diberikan asupan nutrisi.

Disamping itu ibu jarang mengikuti posyandu dengan alasan memiliki

banyak kesibukan sehingga berat badan bayi tidak terpantau dengan baik.
4.2.3 Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Dengan Berat Badan Bayi Usia

0-6 Bulan di Wilayah Puskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo

Dalam penelitian ini diketahui bahwa tidak ada hubungan antara

frekuensi pemberian ASI dengan berat badan bayi usia 0-6 bulan. Hasil

analisis univariat menunjukkan bahwa responden yang memiliki frekuensi

pemberian ASI dalam kategori kurang sebanyak 34 responden. Akan tetapi

dari jumlah tersebut terdapat 28 (82,4%) bayi yang memiliki berat badan

normal dan 6 bayi yang memiliki berat badan kurang (17,6%). Sedangkan

dari 3 (8,1%) responden yang memiliki frekuensi pemberian ASI dalam

kategori baik terdapat 1 (33,3%) bayi dengan berat badan kurang dan 2

(66,7%) bayi memiliki berat badan normal.

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan uji statistic chi square

terdapat beberapa cell yang tidak memenuhi syarat oleh karena itu uji

alternatif yang digunakan adalah menggunakan uji statistic fisher’s exact

dan diperoleh p Value 0,477 (p value > 0,05) yang berarti H0 diterima,

sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

antara frekuensi pemberian ASI dengan berat badan bayi. Hal ini sejalan

dengan penelitian Tati Purwani (2016) menyatakaan tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara frekuensi menyusui dengan berat badan

bayi berdasarkan indeks p=0,815 (p >0,05) dengan hasil uji statistik

menggunakan uji korelasi Spearman Rank Order Correlation. Penelitian

yang dilakukan oleh Trio Linda (2015) tentang hubungan frekuensi dan

lama menyusu dengan perubahan berat badan neonatus di wilayah kerja


Puskesmas Gandusari Kabupaten Trenggalek juga menunjukan tidak ada

hubungan antara frekuensi menyusui terhadap perubahan berat badan

neonatus dengan hasil analisis (p=0,209) menggunakan uji statistik chi-

square. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Merry Susanti (2012)

yang menunjukan tidak ada hubungan antara pemberian ASI dengan berat

badan anak 6-24 bulan di kelurahan Pannampu Makassar.

Hasil uji statistik menunjukan dari 4 responden yang memiliki

frekuensi ASI yang kurang terdapat 4 (8,2%) bayi yang memiliki berat

badan sesuai standar normal. Hal ini berkaitan dengan pendidikan bayi.

Dimana 37 bayi, 7 diantaranya memiliki pendidikan sarjana. Pendidikan

yang tinggi akan mempengaruhi pengetahuan ibu dalam memantau berat

badan bayi. Pendidikan formal responden mempengaruhi tingkat

pengetahuan responden dimana semakin tinggi pendidikan responden

maka semakin tinggi pula kemampuan responden untuk menyerap

pengetahuan praktis dalam lingkungan formal maupun non formal

terutama melalui media massa, sehingga responden dapat mengolah,

menyajikan dan membagi sesuai dengan yang dibutuhkan (Simanjuntak,

2009). Pengetahuan akan memudahkan responden untuk menyerap

informasi dan mengimplentasikannya dalam perilaku dan gaya hidup

sehari-hari. Pengetahuan yang cukup akan berdampak pada peran ibu

dalam pemantauan berat badan anak (Asriani, 2013). Penelitian Prehana

(2018) menggunakan uji statistik chi square diperoleh nilai P value

0,017(<0,05) yang artinya ada hubungan yang signifikan antara tingkat

pendidikan ibu
dengan berat badan anak. dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa

sebagian besar anak yang memiliki berat badan tidak normal ibunya

berpendidikan rendah (50%). Hal ini menujukan bahwa peran seorang ibu

sangat penting dalam kesehatan dan pertumbuhan anaknya. Seorang anak

dari ibu yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi maka akan

mendapatkan kesempatan hidup serta tumbuh dan menerima wawasan

yang lebih luas ( Supariasa, 2012). Anak dengan ibu yang memiliki

pendidikan rendah memiliki mortalitas yang lebih tinggi daripada anak

dengan ibu yang berpendidikan tinggi. Rendahnya tingkat pendidikan ibu

menyebabkan berbagai keterbatasan dalam menangani berat badan anak

balitanya (Herman, 2009). Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Miftakhul Jannah (2014) yang menyatakan adanya

hubungan tingkat pendidikan ibu dengan berat badan balita di posyandu

bngunsari semin gunung kidul. Ini juga didukung dengan penelitian

Ranityas (2016) yang menyatakan adanya hubungan tingkat pendidikan

ibu dengan berat badan balita di Puskesmas pleret.

Berdasarkan hasil wawancara ibu yang memiliki frekuensi ASI

kurang namun memiliki berat badan yang normal karena ibu rutin

memeriksakan kesehatan anaknya terutama mengenai penimbangan berat

badan secara teratur di posyandu. Sejalan dengan penelitian Lanoh (2015)

menggunakan uji Chi Square diperoleh yaitu, p=0,012. Hal ini berarti nilai

p lebih kecil dari  (0,05) maka dapat dinyatakan ada hubungan yang

bermakna antara kunjungan ke posyandu dengan berat badan balita di


puskesmas Ranotana waru. Hal ini, di dukung dengan penelitian yang

dilakukan sebelumnya oleh Utami, Fitriasih, dan Siswanti (2013) , dimana

peranan ibu dalam memantau berat badan balita sangat penting,

dibandingkan dengan peranan para kader posyandu dan petugas kesehatan.

Hal ini, memicu keaktifan dari para ibu sendiri untuk aktif dalam kegiatan

pemanfaatan posyandu dalam pemantauan berat badan balita (Proverawati,

2009).

Adapun ibu dengan frekuensi pemberian ASI yang kurang

memiliki bayi dalam kategori berat badan kurang dari standar sebanyak 0

(0%). Hal ini dapat berhubungan dengan jumlah anak. Berdasarkan hasil

penelitian rata-rata didapatkan 21 dari 37 ibu berstatus memiliki lebih dari

satu anak. Responden mengaku menyusui bayi lebih dari satu di dalam

rumah sehingga ASI yang diproduksi oleh ibu harus terbagi kepada

beberapa bayi. Oleh karenanya mengakibatkan bayi hanya mendapatkan

sedikit nutrisi ASI yang mengakibatkan gangguan pada berat badan. Selain

itu jika ditinjau dari pekerjaan ibu, mayoritas ibu (83,8%) masuk dalam

kategori tidak bekerja. Hal ini berkaitan dengan tingkat penghasilan

keluarga, ibu yang tidak bekerja tidak memiliki penghasilan yang cukup

untuk memenuhi kebutuhan nutrisi guna optimalnya kandungan ASI.

Konsumsi ASI yang kurang berkualitas pada balita akan menyebabkan

balita menderita kekurangan berat badan hingga merujuk pada kurang gizi,

karena balita mendapat makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan

pertumbuhan badan anak atau


adanya ketidakseimbangan antara konsumsi zat gizi dan kebutuhan gizi

dari segi kuantitatif atau kualitatif (Sjahmien, 2012).

Berdasarkan tabel distribusi hasil analisis univariat didapatkan data

jumlah ibu dengan frekuensi ASI yang baik sejumlah 33 ibu. Dari jumlah

tersebut, 7 (21,2%) bayi masuk dalam kategori berat badan kurang dari

standar. Berdasarkan hasil wawancara, responden menyatakan hal ini

disebabkan anak yang sering jatuh sakit seperti terkena diare. Meskipun

pemberian ASI terbilang baik namun jika mengalami sakit berat badan

anak akan turun tiba-tiba secara drastis dan akan sulit untuk kembali

menormalkan berat badan anak. Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Indah, (2015) yang menunjukkan bahwa mayoritas

responden menderita penyakit infeksi yang berakibat berat badan balita

yang bermasalah, Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji

korelasi Spearman’s Rank (Rho) diperoleh nilai ρ = 0,01 dengan tingkat

kepercayaan 95% (α = 0,05) dikatakan ρ < α Ho ditolak dan H1 diterima,

maka ada Hubungan Antara Penyakit infeksi Dengan Status Gizi Pada

Balita Di Puskesmas Jambon Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo

Tahun 2014.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa dari 33 ibu

yang memiliki frekuensi pemberian ASI baik, 26 (78,8%) bayi masuk

dalam kategori berat badan normal. Hal ini disebabkan oleh faktor

pemberian ASI ekslusif. 22 dari 37 bayi mendapatkan ASI ekslusif

sehingga menyebabkan berat badan bayi masuk dalam kategori normal.

Hal ini sejalan dengan


penelitian Endarwati (2018) menggunakan uji chi square didapatkan hasil

pemberian ASI Eksklusif memiliki hubungan yang signifikan terhadap

berat badan bayi Usia 6 bulan, hal ini ditunjukkan dari nilai probabilitas (p

value= 0,015) yang berarti pada taraf ketelitian α = 0,05, didapatkan Nilai

X 2 ≥ X 2 tabel (6,467 ≥ 5,991). Ada hubungan pemberian ASI Eksklusif

dengan berat badan bayi Usia 6 bulan di Posyandu Desa Mulur, Bendosari,

Sukoharjo.

4.3 Keterbatasan Penelitian

Kurangnya faktor-faktor yang perlu dikaji terkait berat badan bayi seperti

faktor nutrsi pada bayi, penghasilan orang tua, psikologis bayi, lingkungan

serta sikap keluarga.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti berkesimpulan bahwa:

1. Frekuensi pemberian ASI pada bayi diwilayah Puskesmas Tilamuta

kabupaten Boalemo didapatkan yang kurang sebanyak 34 bayi (91.9%)

dan baik 3 bayi (8,1%).

2. Berat badan bayi usia 0-6 bulan diwilayah Puskesmas Tilamuta

Kabupaten Boalemo sesuai standar sebanyak 30 bayi (81,1%) dan

standar 7 bayi (18,9%).

3. Dari menggunakan uji Fisher’s exact diperoleh p Value 0,570 (p value

> 0,05). dimana tidak terdapat hubungan yang signifikan antara

frekuensi pemberian ASI dengan berat badan bayi usia 0-6 bulan

diwilayah Puskesmas Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo

5.2 Saran

1. Bagi Puskesmas

Perlu ditingkatkan lagi edukasi mengenai manajemen frekuensi ASI

bagi ibu, terutama bagi ibu yang menjelang persalinan. Manajemen

frekuensi ASI yang dimaksud yakni berupa cara-cara mengatasi masalah

pemberian ASI. Baik cara mengatasi masalah kurangnya produksi ASI dan

permasalahan lainnya yang dialami saat pemberian ASI, sehingga proses

menyusui bisa berjalan dengan sukses. Hal ini penting dilakukan karena

petugas kesehatan memiliki peranan penting dalam memberi edukasi dan


juga motivasi kepada ibu untuk membantu ibu mencapai keberhasilan

dalam menyusui bayinya

2. Bagi Masyarakat

Diharapkan bagi masyarakat terutama ibu yang memiliki anak usia 0-6

bulan agar dapat memperhatikan frekuensi pemberian ASI, dan berupaya

untuk mengkonsultasikan masalah-masalah yang terjadi saat proses

menyusui kepada petugas kesehatan, sehingga dapat tertangani dengan

tepat

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Disarankan untuk lebih mengembangkan penelitian terhadap hubungan

frekuensi pemberian ASI dengan berat badan bayi usia 0-6 bulan.
Daftar Pustaka

Arif, N. (2009). Panduan Ibu Cerdas ASI dan Tumbuh Kembang Bayi.
Yogyakarta: Media pressindo.
Afifah, Aristasari, Sudarto, A (2018). 1000 hari pertama kehidupan. Gajah madah
university Press
Ayustawati. (2013). Mengenali keluhan anda info kesehatan umum untuk pasien.
jakarta: informasi medika.
Aritonag. (2012). Panduan Tentang Berat Badan. Jakarta: Pustaka Popular Obor.
Adrian, K. (2018). ini informasi berat badan ideal bayi pada tahun pertama.
Retrieved from https://www.alodokter.com/ini-informasi-berat-badan-ideal-
bayi-pada-tahun-pertama.16 desember 2019 (02:26)

Badriah, D. (2014). Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Bandung: Refika Aditama.


Bahiyatun. (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC.
Behrman, A. l. (2012). Nelson Ilmu Keprawatan Anak Edisi 15 Alih Bahasa
Indonesia. Jakarta: EGC.

Bahriyah, F., Putri, M., Jaelani, A. K., & Indragiri, A. K. (2017). Hubungan
pekerjaan ibu terhadap pemberian asi eksklusif pada bayi. Journal
Endurance, 2, 113–118.
Dinanti, W. (2016). Perbedaan Jenis Pekerjaan Ibu dengan Kuantitas Pemberian
ASI Eksklusif. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.

Fitri, D. I., Chundrayetti, E., & Semiarty, R. (2014). Hubungan Pemberian ASI
dengan Tumbuh Kembang Bayi Umur 6 Bulan di Puskesmas Nanggalo,
3(2), 136–140. Retrieved from http://jurnal.fk.unand.ac.id
Hidayat, A. 2008. Pengatar ilmu kesehatan anak untuk kebidanan. Salemba
medika Hayati, A. W. (2009). Buku Saku Gizi Bayi. Jakarta: EGC.
Irianto, K. (2014). Gizi Seimbang dalam Kesehatan Reproduksi. Bandung:
Alfabeta.
Kemenkes RI. (2013). Pemberian Air Susu Ibu dan MP ASI. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
Krisnatuti, D., & Hastoro, I. (2014). Menu sehat untuk ibu hamil dan menyusui edisi
5. Jakarta: Puspa Swara.
Kristiyanasari, W. (2011). ASI, Menyusui dan Sadari. Yogyakarta: Nuha Medika.
Maritalia, D. (2012). Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
Monika, F. (2016). Buku Pintar ASI dan Menyusui. Jakarta Selatan: Noura Books
(PT Mizan Publika).
Narendra, Moersintowarti, B., & dkk. (2009). Tumbuh Kembang Anak dan Remaja.
Jakarta: Sagung Seto.

Ningsih, D. A. (2018). Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pemberian Asi Eksklusif.


Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, 9(April), 101–113.

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. (2015). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis


Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.

Purwoastuti, E., & Walyani, E. (2015). Panduan Materi Kesehatan Reproduksi


dan Keluarga Berencana. . Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Putri, I. A. (2018). Gambaran Pola Menyusui dan Status Gizi Bayi Usia 0 – 6
Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Tuntungan Kecamatan Medan
Tuntungan. Skripsi Universitas Sumatera Utara. Retrieved from
http://repositori.usu.ac.id
. (2014). Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI : Situasi
dan Analisis ASI Eksklusif.
Riksani, R. (2012). Keajaiban ASI (Air Susu Ibu) Semua Kebutuhan Gizi Bayi
Ada Pada ASI. Jakarta: Dunia Sehat.
Ronald, H. (2011). Pedoman dan Perawatan Balita agar Tumbuh Sehat dan
Cerdas. Bandung: Nuansa Aulia.
Saleha, S. (2009). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
Sandewi, S. (2018). Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Pertumbuhan
Dan Perkembangan Pada Bayi Usia 7-12 Bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Poasia. Retrieved from http://repository.poltekkes-
kdi.ac.id/130/1/SKRIPSI.pdf
Sari, D. K., Tamtomo, D. G., & Anantayu, S. (2017). Hubungan Teknik , Frekuensi
, Durasi Menyusui dan Asupan Energi dengan Berat Badan Bayi Usia 1-6
Bulan di Puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar. Amerta Nutr.,
1(1), 1–13.
Siswanto. (2010). Pertumbuhan dan Perkembangan pada Anak. Jakarta: Bumi
Aksara.
Soetjiningsih. (2012). ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC.
Supariasa. (2012). Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Suryani, E., & Badi‘ah, A. (2018). Asuhan Keperawatan Anak Sehat dan
Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Sukmani, K, N, A., (2016). Korelasi Umur Ibu Melahirkan Dengan Panjang
Lahir Dan Berat Badan Lahir Bayi Umur 0 Hari Di Kecamatan Genteng-
Kabupaten Banyuwangi. AntroUnairdotNet, Vol.V/No.2. banyuwangi.

septikasari. (2018). status gizi anak dan faktor yang mempengaruhi. yogyakarta:
UNY Press
Walyani, E., & Purwoastuti, E. (2015). Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan
Menyusui. . Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Wiji, R. N. (2011). ASI dan Panduan Ibu Menyusui. Yogyakarta: Nuha Medika.

Yosephin, dkk. (2019). buku pegangan petugas KUA. yogyakarta: grup penerbitan
CV BUDI UTAMA
Lampiran 1. Lembar Permohonan Menjadi Responden
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Assalamualaikum. Wr. Wb

Saya Mohamad Gusti Sau mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo, Fakultas

Olahraga dan Kesehatan, Program Studi Ilmu Keperawatan sedang mengadakan

penelitian yang berjudul “Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Terhadap Berat

Badan Bayi Usia 0-6 Bulan” untuk mengumpulkan data sebagai bahan

penyusunan tugas akhir (skripsi). Untuk itu saya mohon kepada bapak/ibu

(sebagai responden studi saya) dapat meluangkan waktunya untuk mengisi

kuisoner ini. Dalam kuisoner ini jawaban bapak/ibu akan dijaga kerahasiannya

sehingga kejujuran bapak/ibu dalam menjawab kuisoner ini akan sangat saya

hargai. Terima kasih banyak atas bantuan dan kerjasama bapak/ibu untuk peran

sertanya dalam studi saya.

Gorontalo,…....................2019

Peneliti

Mohamad Gusti Sau


Lampiran 2 lember persetujuan responden

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

(INFORMED CONSENT)

Sesuai etika penelitian, saya mohon kepada ibu untuk menandatangani lembar

persetujuan di bawah ini:

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama (inisial) : ………………………………………………..

Umur : ………………………………………………..

Alamat : ………………………………………………..

………………………………………………..

Setelah saya membaca dan memahami penjelasan dari Mohamad Gusti Sau

tentang tujuan, manfaat dan prosedur penelitian ini, maka saya menyatakan

dengan sungguh akan ikut berpartisipasi menjadi responden dengan sukarela tanpa

paksaan dari siapapun. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sungguh dan

sebenar- benarnya.

Gorontalo,…....................2019

Responden

(…………………………...)
Lampiran 3 koesioner penelitian

KOESIONER PENELITIAN

Tanggal Wawancara :

IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama ibu/Bayi :

2. Tanggal lahir bayi :

3. Jenis kelamin :

4. Usia ibu :

6. Jumlah Anak :

7. Pendidikan terakhir ibu :

1. Tidak tamat sekolah 4. SMA/SLTA

2. SD 5. Sarjana

3. SMP/SLTP

8. Pekerjaan :

1. Ibu Rumah Tangga 4. PNS

2. Petani 5. Pedagang

3. Buruh 6. Dan lain-lai


Frekuensi pemberian ASI

1. Ketika lahir, apakah anak ibu segera diberi ASI?

1. Ya

2. Tidak

2. Apakah anak ibu masih diberikan ASI?

1. Ya

2. Tidak

3. Apakah anak ibu sudah diberikan makanan selain ASI (makanan pendamping

ASI)?

1. Ya

2. Tidak

4. apakah ibu selalu memberikan makan dan cemilan dalam sehari?

1. Ya

2. Tidak

5. Apakah anak ibu sudah diberikan makanan orang dewasa (makanan keluarga)?

1. Ya

2. Tidak

6. Apakah ibu memberikan ASI pada bayi lebih dari 8 kali dalam sehari?

1. Ya

2. Tidak

7. apakah ibu memberikan ASI pada pagi hari?

1. Ya

2. Tidak
8. apakah ibu memberikan ASI pada siang hari?

1. Ya

2. Tidak

9. apakah ibu memberikan ASI pada malam hari?

1. Ya

2. Tidak

10. apakah ibu memberikan ASI setiap 2 jam dalam sehari?

1. Ya

2. Tidak

11. apakah setiapt ibu memberikan ASI pada bayi bisa lebih dari 5 menit?

1. Ya

2. Tidak

12. Apakah ibu mempunyai pekerjaan lain, selain ibu menjadi ibu rumah tangga?

1. Ya

2. Tidak

13. Apakah bayi mempunyai saudara yang sama-sama menyusui?

1. Ya

2. Tidak

14. Apakah ibu memberikan ASI saat bayi meminta?

1. Ya

2. Tidak
Lampitran 4
master tabel hubungan frekuensi pemberian ASI dengan berat badan bayi usia 0-6 bulan di puskesmas tilamuta kabupaten boalemo
responden umur Kode spss pendidikan kode spss pekerjaan kode spss jumlah anak kode spss jenis kelamin kode spss berat badan kode spss umur bayi kode spss frekuensi kode spss ASI Eklsusif kode spss

Ny. HS 22 1 SMA 4 IRT 1 2 2 perempuan 1 8 2 4 4 8x≥ 1 tidak 1


Ny. SF 30 2 sarjana 5 IRT 1 2 2 laki-laki 2 7,7 2 6 6 8x≥ 1 ya 2
Ny. AS 25 1 SMA 4 IRT 1 1 1 laki-laki 2 5 2 3 3 8x≥ 1 ya 2
Ny. NH 21 1 SD 2 IRT 1 4 3 laki-laki 2 4,6 2 3 3 8x≥ 1 ya 2
Ny. PN 28 2 SMA 4 IRT 1 2 2 laki-laki 2 4,5 2 3 3 8x< 0 tidak 1
Ny. KT 25 1 SMA 4 IRT 1 1 1 perempuan 1 5,9 2 4 4 8x≥ 1 ya 2
Ny. JY 26 2 sarjana 5 PNS 4 1 1 laki-laki 2 7 2 5 5 8x≥ 1 ya 2
Ny. YS 27 2 SMA 4 IRT 1 3 3 laki-laki 2 3,2 1 1 1 8x≥ 1 ya 2
Ny. YR 18 1 SD 2 IRT 1 1 1 laki-laki 2 3 1 1 1 8x≥ 1 tidak 1
Ny. YN 19 1 SMA 4 IRT 1 1 1 perempuan 1 6,8 2 5 5 8x≥ 1 ya 2
Ny. DI 27 2 SD 2 IRT 1 2 2 perempuan 1 6 2 4 4 8x≥ 1 tidak 1
Ny. WI 22 1 SD 2 IRT 1 2 2 perempuan 1 4 2 2 2 8x≥ 1 tidak 1
Ny. NA 19 1 SD 2 IRT 1 1 1 perempuan 1 5,4 2 3 3 8x≥ 1 tidak 1
Ny. MK 20 1 SD 2 IRT 1 2 2 laki-laki 2 3,8 1 2 2 8x≥ 1 ya 2
Ny. RA 25 1 sarjana 5 dll 6 1 1 laki-laki 2 5,6 2 4 4 8x< 0 tidak 1
Ny. YP 35 2 SD 2 IRT 1 2 2 perempuan 1 7 2 4 4 8x≥ 1 tidak 1
Ny. Z 34 2 sarjana 5 PNS 4 3 3 laki-laki 2 7,4 2 5 5 8x≥ 1 tidak 1
Ny. ML 28 2 SMA 4 PNS 4 1 1 laki-laki 2 4,6 2 2 2 8x≥ 1 ya 2
Ny. AU 24 1 SD 2 IRT 1 3 3 perempuan 1 3,8 1 2 2 8x≥ 1 tidak 1
Ny. SS 34 2 sarjana 5 IRT 1 3 3 perempuan 1 6 2 4 4 8x≥ 1 ya 2
Ny. SI 35 2 SMA 4 IRT 1 2 2 laki-laki 2 7,3 2 6 6 8x≥ 1 ya 2
Ny. MK 26 2 SMP 3 IRT 1 2 2 perempuan 1 5,5 2 3 3 8x≥ 1 ya 2
Ny. RM 22 1 SMA 4 IRT 1 1 1 perempuan 1 6,6 2 5 5 8x≥ 1 tidak 1
Ny. FS 26 2 SD 2 IRT 1 1 1 perempuan 1 3,1 1 2 2 8x≥ 1 tidak 1
Ny. SS 21 1 SMA 4 IRT 1 1 1 perempuan 1 5,3 2 3 3 8x≥ 1 ya 2
Ny. MH 21 1 SMA 4 IRT 1 1 1 perempuan 1 5,2 2 3 3 8x≥ 1 ya 2
Ny. SN 43 3 SMA 4 IRT 1 4 3 laki-laki 2 6,6 2 6 6 8x≥ 1 ya 2
Ny. AP 29 2 SMP 3 IRT 1 3 3 perempuan 1 5 1 4 4 8x≥ 1 ya 2
Ny. NB 27 2 sarjana 5 IRT 1 1 1 perempuan 1 4,8 2 3 3 8x≥ 1 tidak 1
Ny. NM 40 3 SD 2 IRT 1 4 3 laki-laki 2 6,7 2 5 5 8x≥ 1 ya 2
Ny. ZT 30 2 SMA 4 IRT 1 1 1 laki-laki 2 7,8 2 6 6 8x< 0 ya 2
Ny. NT 19 1 SMA 4 IRT 1 2 2 laki-laki 2 8 2 6 6 8x≥ 1 ya 2
Ny. IS 42 3 SMP 3 IRT 1 3 3 perempuan 1 6,4 2 5 5 8x≥ 1 tidak 1
Ny. KH 27 2 SMA 4 IRT 1 1 1 perempuan 1 4,3 2 2 2 8x≥ 1 ya 2
Ny. IK 22 1 SMA 4 IRT 1 1 1 laki-laki 2 3 1 1 1 8x≥ 1 ya 2
Ny. IM 32 2 sarjana 5 PNS 4 2 2 perempuan 1 4,6 2 3 3 8x≥ 1 tidak 1
Ny. EM 38 3 SD 2 dll 6 3 3 perempuan 1 8 2 6 6 8x< 0 ya 2

84
Lampiran 5

Hasil Output SPSS


1. Karateristik responden
USIA IBU

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 17-25 16 43.2 43.2 43.2

26-35 17 46.0 46.0 89.2

36-45 4 10.8 10.8 100.0

Total 37 100.0 100.0

PENDIDIKAN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid SD 11 29.7 29.7 29.7

SMP 3 8.1 8.1 37.8

SMA 16 43.2 43.2 81.1

SARJANA 7 19.0 19.0 100.0

Total 37 100.0 100.0

PEKERJAAN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid URT 31 83.8 83.8 83.8

PNS 4 10.8 10.8 94.6

DLL 2 5.4 5.4 100.0

Total 37 100.0 100.0

85
JUMLAH ANAK

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 16 43.2 43.2 43.2

56.8

LEBIH DARI 2 21 27.0 56.8 100.0

Total 37 100.0 100.0

JENIS KELAMIN BAYI

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid PEREMPUAN 20 54.1 54.1 54.1

LAKI-LAKI 17 45.9 45.9 100.0

Total 37 100.0 100.0

ASI EKSLUSIF

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid TIDAK 15 40.5 40.5 40.5

YA 22 59.5 59.5 100.0

Total 37 100.0 100.0


2. Analisis univariat

FREKUENSI PEMBERIAN ASI

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid KURANG 34 91.9 91.9 91.9

BAIK 3 8.1 8.1 100.0

Total 37 100.0 100.0

BERAT BADAN BAYI

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid KURANG 7 18.9 18.9 18.9

NORMAL 30 81.1 81.1 100.0

Total 37 100.0 100.0

3. Analisis bivariat

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

FREKUENSI PEMBERIAN
37 100.0 0 .0% 37 100.0%
ASI * BERAT BADAN BAYI %
FREKUENSI PEMBERIAN ASI * BERAT BADAN BAYI Crosstabulation

BERAT BADAN BAYI

KURANG NORMAL Total

FREKUENSI KURANG Count 0 4 4


PEMBERIAN ASI Expected Count .8 3.2 4.0

% within
.0% 100.0% 100.0%
FREKUENSI
PEMBERIAN ASI

BAIK Count 7 26 33

Expected Count 6.2 26.8 33.0

% within
21.2% 78.8% 100.0%
FREKUENSI
PEMBERIAN ASI

Total Count 7 30 37

Expected Count 7.0 30.0 37.0

% within
18.9% 81.1% 100.0%
FREKUENSI
PEMBERIAN ASI

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-


Value df (2- sided) (2- sided) sided)

Pearson Chi-Square 1.046a 1 .306


Continuity Correctionb .120 1 .729
Likelihood Ratio 1.788 1 .181
Fisher's Exact Test
.570 .415
Linear-by-Linear Association 1.018 1 .313
N of Valid Casesb 37

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,76.

b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

For cohort BERAT BADAN


1.269 1.06 1.51
BAYI = NORMAL 3 5
N of Valid Cases 37
Lmpiran 6 dokumentasi

Suasana posyandu Pemilaha bayi usia 0-6 bulan

Pemilaha bayi usia 0-6 bulan Mewawancara responden

Tampak luar posyandu

Mewawancarai responden
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS
OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Dengan Berat Badan Bayi Usia 0-6
Bulan Dipuskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo

Mohamad Gusti Sau, dr. Nanang Roswita Paramata, M.Kes2, dr. Sri A. Ibrahim,
M.Kes3

1. Mahasiswa Jurusan Keperawatan UNG


2. Dosen Jurusan Keperawatan UNG
3. Dosen Jurusan Keperawatan UNG

ABSTRAK

Mohamad Gusti Sau. 2020. Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Dengan Berat
Badan Bayi Usia 0-6 Bulan Dipuskesmas Tilamuta Kabupaten Boalemo. Skripsi,
Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas
Negeri Gorontalo. Pembimbing I dr. NanangRoswitaParamata, M.Kes.
danPembimbing IIdr. Sri A. Ibrahim, M.Kes.
Berat badan merupakan indikator pertama dalam menilai pertumbuhan
bayi. Upaya untuk meningkatkan berat badan bayi diperlukan gizi yang maksimal
dan ASI merupakan makanan utama bagi bayi terutama pada usia 0-6 bulan.
Pertumbuhan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI yang diperoleh
termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung didalam ASI.Tujuan
penelitian ini mengidentifikasi dan menganalisa adanya hubungan frekuensi
pemberian ASI terhadap penambahan berat badan bayi usia 0-6 bulan diwilayah
Puskesmas Tilamuta.
Desain yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan pendekatan
Cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 37 responden dengan tehnik
pengambilan sampel yaitu accidental sampling. Hasil penelitian Dengan
menggunakan uji Fisher’s exactdiperoleh Pvalue 0.570 dan 0.415 dimana nilai
Pvalue lebih besar dari α 0.05 (p value > 0,05). sehingga tidakterdapat hubungan
frekuensi pemberian ASI dengan berat badan bayi usia 0-6 bulan diwilayah
Puskesmas Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo. Diharapkan bagi
masyarakat terutama ibu yang mempunyai bayi agar dapat memperhatikan
masalah frekuensi pemberian ASI dan gencarnya promosi susu formula untuk
dikonsltasikan pada petugas kesehatan Kata Kunci : Frekuensi Pemberian
ASI, Berat Badan, Bayi Usia 0-6 Bulan Daftar Pustaka : 50 Referensi (2008-
2019)

Mohamad Gusti
Sau/841415100
Mohamad Gusti
Sau/841415100
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS
OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN
PENDAHULUAN diperoleh termasuk energi dan zat gizi
Berat badan merupakan lainnya yang terkandung didalam ASI
indikator pertama dalam menilai tersebut, ASI tanpa bahan makanan
pertumbuhan bayi. Upaya untuk lain dapat mencukupi kebutuhan
meningkatkan berat badan bayi pertumbuhan usia sekitar 6 (enam)
diperlukan gizi yang maksimal dan bulan tersebut dengan menyusui
ASI merupakan makanan utama bagi secara eksklusif (Hubertin, 2004).
bayi terutama pada usia 0-6 bulan. Di dalam ajaran Islam sudah
menurut Fitri et al.(2014) juga diberitahukan untuk ibu-ibu
menambahkan bahwa bayi mengalami hendaklah menyusui anaknya hingga
proses tumbuh kembang yang umur 2 tahun penuh [QS. Al-Baqarah:
dipengaruhi oleh beberapa faktor, 233]. Menurut WHO ASI ekslusif
salah satunya adalah gizi. unsur gizi adalah pemberian ASI saja pada bayi
pada bayi dapat dipenuhi dengan sampai usia 6 bulan tanpa tambahan
pemberian ASI, bahkan sampai umur cairan ataupun makanan lain. ASI
6bulan sesuai rekomendasi juga dapat diberikan sampai usia 2
WHO tahun 2001 tentang tahun. pemberian ASI eklusif selama
pemberian ASI eksklusif. 6 bulan dianjurkan oleh
Pada bayi baru lahir, perlu pedoman
diakukan pengukuran antropometri internasional yang didasarkan pada
seperti berat badan, dimana berat bukti ilmiah tentang manfaat ASI baik
badan yang normal itu adalah sekitar bagi bayi, ibu, keluarga, maupun
2.500-3.500 gram, apabila bayi Negara (WHO, 2011 dalam harjanto,
ditemukan barat badan kurang dari 2016).
2.500 gram, maka dapat dikatakan ASI dapat memenuhi lebih
bayi memiliki berat badan lahir dari setengah kebutuhan energi pada
rendah. Akan tetapi, apabila anak usia 6-12 bulan dan sepertiga
ditemukan bayi dengan berat bdan dari kebutuhan energi pada anak usia
lahir lebih dari 3.500 gram, maka bayi 12-24 bulan. Kristiyanasari (2009)
dimasukan dalam kelompok menyatakan bahwa salah satu manfaat
makrosomia. Hidayat, A. (2008). yang akan diperoleh apabila
Dalam upaya pencapaian memberikan ASI pada bayi adalah
derajat kesehatan yang optimal untuk bayi mempunyai kenaikan berat
meningkatkan mutu kehidupan badan yang baik setelah lahir dan
bangsa, keadaan gizi yang baik mengurangi kemungkinan obesitas.
merupakan salah satu unsur penting. Kristiyanasari (2009).
Pertumbuhan bayi sebagian besar Akan tetapi data yang di
ditentukan oleh jumlah ASI yang dapatkan dari angka menyusui di
dunia masih sangat buruk. Ketika
mengevaluasi prektek pemberian ASI
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS
OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

esklusif di 139 negara, Unicef beberapa menit setiap kalinya. Lama


menyampaikan temuan bahwa hanya menyusui akan meningkat secara
20% dari negara-negara yang diteliti bertahap sampai produksi ASI benar –
mempraktekan pemberian ASI benar stabil (Ronald, 2011). Irianto
esklusif pada lebih dari 50% bayi (2014) menambahkan bahwa lamanya
yang ada. Selebihnya, 80% dari menyusui biasanya sekitar 5-10 menit
Negara- negara tersebut melakukan tetapi sering ada yang lama sampai
pemberian jauh lebih rendah dari setengah jam tergantung bayi,
50%. Indonesia dengan persentase pemberhentian menyusui sebelum
pemberian ASI dipraktekan pada 39% bayi selesai dapat membuat bayi
dari seluruh bayi adalah salah satu mungkin tidak mendapatkan susu
dari Negara- negara yang tergolong akhir yang kaya energi yang
kelompok 80% tersebut. (Nurhira, diperlukan untuk tumbuh dengan
2014). baik. Bayi dianggap cukup
Tahun-tahun pertama mendapatkan ASI jika terdapat
kehidupan anak adalah masa paling penambahan berat badan yang
kritis yang mempengaruhi seluruh signifikan, bayi merasa puas dan
hidup mereka. Selama fase ini tubuh kenyang setelah menyusui, kemudian
dan otak tumbuh. Karenanya bayi bisa tidur nyenyak selama 2-4
memastikan cukupnya nutrisi untuk jam, dan bayi dapat buang air kecil
perkembangan pada fase ini sagatlah atau besar dengan frekuensi minimal
penting. Makan yang memenuhi enam kali dalam sehari. (irianto,
kriteria sehat dalam kuantitasmaupun 2014).
kualitas sangat penting karena setiap
kekurangan dapat menghambat Pertumbuhan berat badan bayi
potensi fisik, psikis dan intelektual usia 0-6 bulan mengalami
mereka. Pilihan terbaik untuk bayi penambahan 150-210 gram/minggu
adalah disusui oleh ibu mereka. dan berdasarkan kurva pertumbuhan
Memanfaatkan cara ini secara efektif yang diterbitkan oleh National Center
memberikan mereka cukup zat besi, for Health Statistics (NCHS), berat
vitamin dan mikronutrien lainnya badan bayi akan meningkat dua kali
untuk tumbuh dan siap untuk lipat dari berat lahir pada akhir usia 4-
menghadapi tantangan hidup seperti 7 bulan (Wong dkk, 2008). Berat
infeksi dan perubahan lingkungan badan lahir normal bayi sekitar 2.500-
seperti iklim yang semakin tidak 3.500 gram, apabila kurang dari 2.500
menentu Nurhira, (2014). gram dikatakan bayi memiliki berat
Frekuensi menyusui sangat badan lahir rendah (BBLR),
penting dan berpengaruh terhadap sedangkan bila lebih dari 3.500 gram
berat badan bayi. Pada awalnya, bayi dikatakan makrosomia. Pada masa
menyusui hanya 10 menit atau bayi-balita, berat badan digunakan
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS
OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

untuk mengetahui pertumbuhan fisik telah memberian ASI di wilayah


dan status gizi. Status gizi erat Puskesmas Tilamuta Kabupaten
kaitannya dengan pertumbuhan, Boalemo sebanyak 67 bayi pada bulan
sehingga untuk mengetahui Februari tahun 2019. Sampel bayi
pertumbuhan bayi, status gizi usia 0-6 bulan yang menyusui secara
diperhatikan (Susilowati, 2008). eksklusif dan tidak secara eksklusif
Frekwensi menyusui juga bertempat tinggal di wilayah
merupakan hal yang berpengaruh Puskesmas Tilamuta Kabupaten
pada peningkatan berat badan bayi, Boalemo dengan menggunakan teknik
semakin tinggi frekuensi menyusui accidental sampling.
maka bayi mendapatkan gizi yang
lebih opimal sehingga berat badannya HASIL DAN PEMBAHASAN
meningkat. Memberikan ASI secara
on-demand atau menyusui kapanpun 4.1 Hasil Penelitian
bayi meminta adalah cara terbaik Karateristik Responden
karena dapat mencegah masalah pada Tabel 4.1 Distribusi Responden
proses menyusui dan bayi tetap Berdasarkan Berdasarkan Usia Ibu
kenyang (amerta nutr, 2017).
No Usia Jum- Persentase
Berdasarkan uaraian latar
Ibu lah (%)
belakang diatas peneliti tertarik untuk
mengangkat judul penelitian 1 17-25 16 43,2
“Hubungan Frekuensi Pemberian 2 tahun 17 60
ASI Dengan Berat Badan Bayi Usia 3 26-35 4 10,8
0-6 Bulan Dipuskesmas Tilamuta tahun
Kabupaten Boalemo 36-45
”. tahun
Total 37 100
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah Sumber: Data Primer 2019
penelitian Penelitian ini merupakan Berdasarkan tabel diatas
penelitian
survey analitik menggunakan desain kategori usia responden dibagi
cross sectional untuk mengetahui menjadi tiga, yaitu remaja akhir (17-
apakah ada hubungan frekuensi 25 tahun), dewasa awal (26-35 tahun),
pemberian ASI dengan berat badan dan dewasa akhir (36-45 tahun)
bayi usia 0-6 bulan diwilayah (Depkes RI 2009). Rata-rata usia
Puskesmas Tilamuta Kabupaten responden berada pada kategori
Boalemo. Adapun populasi dalam dewasa awal sebesar 45,9% sebanyak
penelitian ini adalah ibu yang 17 responden. Kategori remaja akhir
memiliki bayi berusia 0-6 bulan yang sebesar 43,2% sebanyak 16 responden
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS
OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

dan kategori dewasa akhir sebesar 3. Wirasu 2 5,4


10,8% sebanyak 4 responden. asta

Tabel 4.2 Distribusi Responden Total 37 100


Berdasarkan Berdasarkan Tingkat
Sumber: Data Primer 2019
Pendidikan Ibu
Berdasarkan tabel diatas
N Tingkat Jum- Persenta- kategori pekerjaan dibagi menjadi
o Pendidi lah se (%) URT, petani, buruh, PNS, pedagang,
kan Ibu dll (Depkes, 2009). Mayoritas
1. SD 11 29,7 responden adalah Ibu rumah tangga
2. SMP 3 8,1 yang masuk dalam kategori tidak
3. SMA 16 43,2 bekerja dengan persentase 83,3%
4. Sarjana 7 19 sebanyak 31 responden. PNS sebesar
10,8% sebanyak 4 responden dan
Total 37 100
lainnya sebesar 5,4% sebanyak 2
Sumber: Data Primer 2019 responden.
Berdasarkan tabel diatas
kategori pendidikan dibagi menjadi Tabel 4.4 Distribusi Responden
tidak sekolah, SD/Sederajat, Berdasarkan Jumlah Anak

SMP/Sederajat, SMA/Sederajat, dan


N Jumlah Jum- Persenta-
sarjana (Depkes, 2009). Rata-rata
o. Anak lah se (%)
pendidikanSD/ sederajat sebesar
29,7% sebanyak 11 responden, 1. 1 anak 16 43,2
SMP/Sederajat sebesar 8,1% 2. Lebih dari 21 56,8
sebanyak 3 responden, SMA dengan 2 anak
persentase sebesar 43,2% sebanyak 16 Total 37 100
responden. dan sarjana sebesar 18,9%
sebanyak 7 responden. Sumber: Data Primer 2019
Berdasarkan tabel diatas
Tabel 4.3 Distribusi Responden kategori jumlah anak dibagi menjadi
1
Berdasarkan
No. Jenis Pekerjaan
Jenis Ibu
Jum- Persenta anak dan lebih dari 2 anak (Nanda,
Pekerj lah se (%) 2017). Mayoritas responden adalah
aan yang memiliki 1 anak dengan
Ibu persentase 43,2 sebanyak 16
1. URT 31 83,8 responden dan yang memiliki anak
2. PNS 4 10,8 lebih dari 2 sebesar 56,8% sebanyak
21 responden.
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS
OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

Tabel 4.5 Distribusi Responden No Berat Juml Pers-


Berdasarkan jenis kelamin bayi . Badan Bayi ah entase
No jenis Jum- Persenta- Usia 0-6 (%)
. kelamin lah se (%)
bayi 1. BB kurang 7 18,9
1. Laki-laki 17 54,9 dari standar
2. Peremp- 20 54,1 2. BB sesuai 30 81,1
uan standar
Sumber: Data Primer 2019
Total 37 100
Bedasarkan tabel diatas
Sumber: Data Primer 2019 menunjukkan bahwa dari 37 responden
Berdasarkan tabel diatas berdasarkan berat badan bayi usia 0-6 bulan
kategori jenis kelamin bayi bayi bahwa berat badan bayi sesuai standar
dipuskesmas tilamuta didapaatkan sebanyak 30 bayi (81,1%) dan berat badan
bayi laki-laki, sebanyak 17 bayi kurang dari standar sebanyak 7 bayi
(54,9%) dan untuk bayi perempuan (18,9%).
didapatkan sebanyak 20 bayi (54,1%).
Hasil Analisis Bivariat
Tabel 4.6 Distribusi Berdasarkan Hubungan Frekuensi Pemberian
Frekuensi Pemberian ASI ASI Dengan Berat Badan Bayi Usia
0-6 Bulan di Wilayah Puskesmas
No Frekuensi Jum Persent-
Tilamuta Kabupaten Boalemo
. Pemberi- -lah ase (%)
Pada penelitian ini hubungan
an ASI
frekuensi pemberian ASI terhadap
1. Baik 33 89,2
berat badan bayi usia 0-6 bulan
2. Kurang 4 10,8
diwilayah Puskesmas Tilamuta
Total 37 100 digambarkan pada tabel berikut.
Tabel 4.8 Hubungan Frekuensi
Sumber : Data Primer Pemberian ASI Terhadap Berat
Berdasarkan tabel distribusi Badan BayiUsia 0-6 Bulan
diatas didapatkan bahwa frekuensi
pemberian ASI yang baik sejumlah
33 bayi (89,2%), sedangkan frekuensi
pemberian ASI yang kurang sejumlah
4 (10,8%) responden.

Tabel 4.7 Distribusi Berdasarkan


Berat Badan Bayi Usia 0-6 Bulan
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS
OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

Sumber: Data Primer 2019 bayimendapatkan frekuensi


Pada tabel diatas dari 4 pemberian ASI yang baik, hal ini di
responden yang memiliki frekuensi
pemberian ASI kurang terdapat 0
(0%) bayi dengan berat badan kurang
dan 4 (100%) bayi memiliki berat
badan normal. Kemudian dari 33
responden yang memiliki frekuensi
pemberian ASI yang baik terdapat 7
(21,1%) bayi yang memiliki berat
badan kurangdan 26 (78,8%) yang
memiliki berat badan normal.
Dari perhitungan
menggunakan uji Fisher’s exact
diperoleh p Value 0,570 (p value >
0,05). Hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan
frekuensi pemberian ASI responden
dengan berat badan bayi di wilayah
kerja Puskesmas Kecamatan
Tilamuta.

Pembahasan
4.2.1 Frekuensi
Pemberian ASI di Wilayah
Puskesmas Tilamuta
Kabupaten Boalemo
Berdasarkan tabel distribusi
frekuensi pemberian ASI di Wilayah
Puskesmas Tilamuta Kabupaten
Boalemo didapatkan data bahwa
responden yang memiliki frekuensi
pemberian ASI kategori baik
sebanyak
33 bayi (89,2%),sedangkan bayi
dengan yang termasuk dalam kategori
pemberian frekuensi kurang sebanyak
4 bayi (10,2%).
Didapatkan dari hasil tersebut
bahwa 33(89,2%) dari 37
sebabkan oleh pekerjaan Diperkuat juga dengan teori
dimana karateristik yang di kemukakan oleh(Septikasari.
pekerjaan ibu dari bayi 2018). Aktivitas ibu yang
sebagian besar berprofesi menghambat pemberian ASI
sebagai ibu rumahtangga eksklusif. Kesibukan ibu akan
atau (66.6%), sehingga ibu mempengaruhi pemberian
mempunya banyak waktu ASIeksklusif sehingga banyak ibu
luang untuk melakukan yang berkerja tidak dapat
pemberian ASI pada bayinya memberikan ASI pada bayinya 2-3
sehingga frekuensinya jam.
tercukupi dengan baik.
Hal ini sejalan dengan
penelitian yang
dilakukan oleh
(Puspita, 2016),
Hubungan Status
Pekerjaan Ibu yang
Menyusui dengan
Pemberian ASI Eksklusif di
Dusun Sari Agung
Wonosobo, adanya
hubungan signifikan
antara status
pekerjaan dengan
pemberian ASI
eksklusif. Kecenderungan
yang ada adalah bahwa ibu
yang bekerja
cenderung tidak
memberikan ASI
eksklusif pada bayinya.
Sebagian besar atau
66,7% responden ibu yang
bekerja diketahui tidak
memberikan ASI eksklusif
dan hanya 33,3% saja yang diketahui
memberikan
ASI eksklusif.
Sementara itu
sebagian besar atau 84,6%
ibu yang tidak bekerja
(IRT) diketahui
memberikan ASI eksklusif
dan hanya 15,4% saja yang
tidak memberikan ASI
eksklusif.
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS
OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

Dari asumsi peneliti hal ini di kesehatan saat melakukan kunjungan


sebabkan oleh pengetahuan, tradisi, ke posyandu.
dan keluarga ibu terkait memberikan Namun hal inibertentengan
ASI pada bayi dimana selalu dengan penelitian yang dilakukan
memberian ASI pada saat bayi sedang oleh Nutr(2018). Hubungan antara
menangis, karenanya pada kondisiini Pengetahuan dan Pendidikan Ibu
bayi selalu mendapatkan ASI yang dengan Pemberian ASI Eksklusif di
cukup. Desa Kedungrejo Kecamatan Waru
Untuk persentase bayi yang Kabupaten Sidoarjo. Dimana hasil
memiliki frekuensi pemberian ASI pengujian statistik menggunakan
kurang yakni sebanyak 4 bayi Fisher’s Exact Test menunjukkan
(10,2%) dari 37 bayi. Hal ini di bahwa nilai signifikansinya 0.252 (sig
pengaruhi oleh ibu dari bayi > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa
yangsebahagian besar berpedidikan pendidikan ibu tidak berhubungan
sekolah menengah sehingganya dengan pemberian ASI Eksklusif pada
kurang mendapatkan mengetahuan bayi 6-12 bulan.
dan peduli akan pentingnya Hasil ini diperkuat dengan
pemberian ASI terhadap bayinya teori oleh Yosephin, dkk, (2019).
dimana akan mempengaruhi Dimana pendidikan dapat
terpenuhnya kebutuhan nutrisi bayi. mempengaruhi perilaku seseorang,
Hal ini sejalan dengan yang mana dengan pendidikan pada
penelitian yang dilakukan oleh individu terjadi perubahan dari
(Widianto, Avianti, Tyas A, 2012). seluruh aspek perilaku secara utuh
Keluaran utama penelitian ini adalah atau sebagian. Seorang ibu yang
ada hubungan yang bermaknaantara berpendidikan rendah dan
pendidikan ibu dengan sikap terhadap berpendidikan tinggi kemungkinan
pemberian ASI eksklusif.Berdasarkan untuk menyusui bayinya lebih lama
hasil Uji KorelasiRank dibandingkan dengan ibu yang
Spearmanmaka bahwa korelasi antara berpendidikan menengah, sebab
pendidikandengan sikap adalah seorang ibu yang berpendidikan
bermakna. Nilai koefisien Korelasi rendah biasanya memiliki tingkat
RankSpearman0,691 menunjukkan ekonomi rendah sehingga akan lebih
bahwa korelasi positif dengan sering menyusui bayinya, sedangkan
kekuatan korelasi yang kuat. ibu dengan pendidikan tinggi akan
Pengetahuan ibu tentang ASI menyusui bayinya karena mereka
eksklusif diperoleh dari hasil paham tentang manfaat pemberian
pendidikan ibu yang bersifat informal ASI bagi bayinya.
melalui penyuluhan-penyuluhan, Dari asumsi peneliti hal ini
brosur dan bisa juga pemberian disebabkan karena kurangnya
informasi tenaga
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS
OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

penyuluhan tenaga kesehatan juga posyandu melati 2 kecamatan


kesadaran dari masyarakat itu semampir surabaya, dimana Jenis
sendiriakan pentingnya pemberian kelamin tidak memiliki pengaruh
ASI yang baik juga secara eksklusif yang besar, tetapi memungkinkan jika
kepada bayi yang berusia 0-6 bulan, bayi laki-laki lebih cenderung
sehingga ini perlu dilakukan agar memiliki aktivitas yang aktif
tercapainya bayi yang sehat karena dibandingkan dengan bayi
terjaga kecukupan nutrisi dan perempuan. Hal tersebut yang
perkembangan berat badan dari bayi membuat bayi banyak mengeluarkan
bahkan hingga usia 2 tahun. energi sehingga berat badannya akan
bertambah dengan normal.
4.2.2 Berat Badan Bayi Usia 0-6 Akan tetapi hasil penelitian ini
Bulan di Wilayah Puskesmas juga sejalan dengan yang dilakukan
Tilamuta Kabupaten Boalemo oleh (Simbolon, 2013) menunjukkan
Berdasarkan hasil penelitian rata-rata berat lahir bayi perempuan
pada bayi usia 0-6 bulan di wilayah 147 gram lebih ringan dibandingkan
Puskesmas Tilamuta Kabupaten bayi laki-laki, namun tidak ada
Boalemo menunjukan dari 37 perbedaan rata-rata usia kehamilan
responden terdapat lebih banyak bayi kedua kelompok jenis kelamin. Bayi
yang memiliki berat badan normal berat lahir rendah sebanyak 7,4%
sebanyak 30 bayi (81,1%) dengan prevalensi pada bayi
dibandingkan dengan bayi yang perempuan lebih tinggi dibandingkan
memiliki berat badan kurang yaitu laki-laki.
sebanyak 7 bayi (18,9%). Diperkuat denga teori
Didapatkan bayi yang berat dariAndrian Kevin, (2018). Pada
badannya sesuai standar umur ada 30 bulan-bulan awal setelah lahir,
(81,1%) dari 37 bayi. hal ini pertumbuhan bayi akan mengalami
kemungkinandapat pengaruhi oleh perkembangan yang begitu cepat.
jenis kelamin dari bayi dikarenakan Pertambahan berat badan dan panjang
timbangan berat badan bayi laki-laki badan akan terus terjadi pada
cenderung lebih berat dibandingkan bayi. Saat bayi menginjak usia 3
dengan bayi perempuan. bulan, idealnya berat badan bayi laki-
Penelitian ini bertolak laki berkisar antara 5,8 kg – 7 kg
belakang dengan penelitian yang di dengan panjang 60 cm – 63 cm.
lakukan oleh Andriani dan Fahlevi, Sedangkan pada perempuan, berat
(2017) tentang perbandingan berat badan ideal berkisar antara 5,4 kg –
badan dan panjang badan pada bayi 0- 6,5 kg dengan panjang badan 58 cm –
6 bulan yang diberikan asi dengan 62 cm.
bayi 0-6 bulan yang diberikan pasi di
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS
OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

Dari asumsi peneliti 30 bayi banyak adalah pada umur ibu 18.00 –
yang berat badannya sesuai standar 20.99 dan umur ibu 24.00 – 26.99,
disebabkan kurangnya produksi ASI, yang berarti bahwa umur ibu yang
dan didukung gencarnya promosi susu paling banyak melahirkan adalah di
formula yang menjadi alternatif interval umur ibu 18.00 – 20.99 dan
pengganti ASI. Dimana Keterpaparan 24.00 – 26.99. Pada umur ibu tersebut
susu formula dapat pengaruhiberat merupakan umur yang normal untuk
badan bayi, bayi yang selalu ibu hamil dan melahirkan.
mendapatkan susu formula lebih Juga terdapat teori dariSeorang
cenderung mengalami kenaikan berat ibu sebaiknya hamil pada umur 20 –
badan yang berlebihan. ini disebabkan 35 tahun karena pada umur ini disebut
ibu yang mendapatkan informasi sebagai usia reproduksi dan perlu
mengenai susu formula dari teman, didukung oleh status gizi yang baik
tetangga dan keluargatentang promosi dan dilakukan pemeriksaan kehamilan
susu formula yang dilakukan oleh dengan teratur agar perkembangan
produsen. janin dapat dipantau. (Salawati, 2012)
Adapun bayi yang memiliki Menurut asumsi dari peneliti
berat badan kurang yaitu sebanyak 7 ini disebabkan oleh faktor bayi itu
bayi (18,9%).Hal ini dikarenakan usia sendiri. Responden menyatakan
dari ibu dimana pada karateristik usia bahwa bayi sering sakit, dikarenakan
ibu bayi dimana terdapat 16 ibu yang jika sakitbayi akan menjadi rewel
berumur 17-25 tahun sehingga ibu sehingga susahdiberikan asupan
yang lebih mudah akan cenderung nutrisi. Disamping itu ibu jarang
mengalami resiko BBLR (berat bayi mengikuti posyandu dengan alasan
lahir ringan) dibanding ibu yang memiliki banyak kesibukan sehingga
berusia 26 tahun keatas berat badan bayi tidak terpantau
Hal ini sejalan oleh penelitian dengan baik.
(Sukmani, 2016). Korelasi Umur Ibu
Melahirkan Dengan Panjang Lahir 4.2.3 Hubungan Frekuensi
Dan Berat Badan Lahir Bayi Umur 0 Pemberian ASI Dengan Berat
Hari Di Kecamatan Genteng- Badan Bayi Usia 0-6 Bulan di
Kabupaten Banyuwangi. Wilayah Puskesmas Tilamuta
menunjukkan distribusi frekuensi Kabupaten Boalemo
panjang lahir dan berat badan lahir Dalam penelitian ini diketahui
berdasarkan umur ibu. Jumlah total bahwa tidak ada hubungan antara
berat badan lahir dan panjang lahir frekuensi pemberian ASI dengan
berdasarkan umur ibu memiliki berat badan bayi usia 0-6 bulan. Hasil
jumlah yang sama. Namun jika dilihat analisis univariat menunjukkan bahwa
dari pembagian umur ibu, paling responden yang memiliki frekuensi
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS
OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

pemberian ASI dalam kategori kurang ada hubungan antara frekuensi


sebanyak 34 responden. Akan tetapi menyusui terhadap perubahan berat
dari jumlah tersebut terdapat 28 badan neonatus dengan hasil analisis
(82,4%) bayi yang memiliki berat (p=0,209) menggunakan uji statistik
badan normal dan 6 bayi yang chi-square. Penelitian ini juga
memiliki berat badan kurang (17,6%). didukung oleh penelitian Merry
Sedangkan dari 3 (8,1%) responden Susanti (2012) yang menunjukan
yang memiliki frekuensi pemberian tidak ada hubungan antara pemberian
ASI dalam kategori baik terdapat 1 ASI dengan berat badan anak 6-24
(33,3%) bayi dengan berat badan bulan di kelurahan Pannampu
kurang dan 2 (66,7%) bayi memiliki Makassar.
berat badan normal. Hasil uji statistik menunjukan
Berdasarkan hasil perhitungan dari 4 responden yang memiliki
menggunakan uji statistic chi square frekuensi ASI yang kurang terdapat 4
terdapat beberapa cell yang tidak (8,2%) bayi yang memiliki berat
memenuhi syarat oleh karena itu uji badan sesuai standar normal. Hal ini
alternatif yang digunakan adalah berkaitan dengan pendidikan bayi.
menggunakan uji statistic fisher’s Dimana 37 bayi, 7 diantaranya
exact dan diperoleh p Value 0,477 (p memiliki pendidikan sarjana.
value > 0,05) yang berarti H0 Pendidikan yang tinggi akan
diterima, sehingga dapat dinyatakan mempengaruhi pengetahuan ibu
bahwa tidak ada hubungan yang dalam memantau berat badan bayi.
signifikan antara frekuensi pemberian Pendidikan formal responden
ASI dengan berat badan bayi. Hal ini mempengaruhi tingkat pengetahuan
sejalan dengan penelitian Tati responden dimana semakin tinggi
Purwani (2016) menyatakaan tidak pendidikan responden maka semakin
terdapat hubungan yang signifikan tinggi pula kemampuan responden
antara frekuensi menyusui dengan untuk menyerap pengetahuan praktis
berat badan bayi berdasarkan indeks dalam lingkungan formal maupun non
p=0,815 (p >0,05) dengan hasil uji formal terutama melalui media massa,
statistik menggunakan uji korelasi sehingga responden dapat mengolah,
Spearman Rank menyajikan dan membagi sesuai
Order dengan yang dibutuhkan
Correlation.Penelitian yang (Simanjuntak, 2009).Pengetahuan
dilakukan oleh Trio Linda (2015) akan memudahkan responden untuk
tentang hubungan frekuensi dan lama menyerap informasi dan
menyusu dengan perubahan berat mengimplentasikannya dalam
badan neonatus di wilayah kerja perilaku dan gaya hidup sehari-hari.
Puskesmas Gandusari Kabupaten Pengetahuan yang cukupakan
Trenggalek juga menunjukan tidak berdampak pada peran ibu dalam
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS
OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

pemantauan berat badan anak Berdasarkan hasil wawancara


(Asriani, 2013). Penelitian Prehana ibu yang memiliki frekuensi ASI
(2018) menggunakan uji statistik chi kurang namun memiliki berat badan
square diperoleh nilai P value yang normal karena ibu rutin
0,017(<0,05) yang artinya ada memeriksakan kesehatan anaknya
hubungan yang signifikan antara terutama mengenai penimbangan
tingkat pendidikan ibu dengan berat berat badan secara teratur di
badan anak. dari hasil penelitian ini posyandu. Sejalan dengan penelitian
menunjukan bahwa sebagian besar Lanoh (2015) menggunakan uji Chi
anak yang memiliki berat badan tidak Square diperoleh yaitu, p=0,012. Hal
normal ibunya berpendidikan rendah ini berarti nilai p lebih kecil dari 
(50%). Hal ini menujukan bahwa (0,05) maka dapat dinyatakan ada
peran seorang ibu sangat penting hubungan yang bermakna antara
dalam kesehatan dan pertumbuhan kunjungan ke posyandu dengan berat
anaknya. Seorang anak dari ibu yang badan balita di puskesmas Ranotana
memiliki latar belakang pendidikan waru.Hal ini, di dukung dengan
tinggi maka akan mendapatkan penelitian yang dilakukan sebelumnya
kesempatan hidup serta tumbuh dan oleh Utami, Fitriasih, dan Siswanti
menerima wawasan yang lebih luas ( (2013) , dimana peranan ibu dalam
Supariasa, 2012). Anak dengan ibu memantau berat badan balita sangat
yang memiliki pendidikan rendah penting, dibandingkan dengan
memiliki mortalitas yang lebih tinggi peranan para kader posyandu dan
daripada anak dengan ibu yang petugas kesehatan. Hal ini, memicu
berpendidikan tinggi. Rendahnya keaktifan dari para ibu sendiri untuk
tingkat pendidikan ibu menyebabkan aktif dalam kegiatan pemanfaatan
berbagai keterbatasan dalam posyandu dalam pemantauan berat
menangani berat badan anak balitanya badan balita (Proverawati, 2009).
(Herman, 2009). Hal ini sejalan Adapun ibu dengan frekuensi
dengan penelitian yang dilakukan pemberian ASI yang kurang memiliki
oleh Miftakhul Jannah (2014) yang bayi dalam kategori berat badan
menyatakan adanya hubungan tingkat kurang dari standar sebanyak 0 (0%).
pendidikan ibu dengan berat badan Hal ini dapat berhubungan dengan
balita di posyandu bngunsari semin jumlah anak. Berdasarkan hasil
gunung kidul. Ini juga didukung penelitianrata-rata didapatkan 21 dari
dengan penelitian Ranityas (2016) 37 ibu berstatus memiliki lebih dari
yang menyatakan adanya hubungan satu anak. Responden mengaku
tingkat pendidikan ibu dengan berat menyusui bayi lebih dari satu di
badan balita di Puskesmas pleret. dalam rumah sehingga ASI yang
diproduksi oleh ibu harus terbagi
kepada beberapa
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS
OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

bayi. Oleh karenanya mengakibatkan ini sejalan dengan penelitian yang


bayi hanya mendapatkan sedikit dilakukan oleh Indah, (2015) yang
nutrisi ASI yang mengakibatkan menunjukkan bahwa mayoritas
gangguan pada berat badan. Selain itu responden menderita penyakit infeksi
jika ditinjau dari pekerjaan ibu, yang berakibat berat badan balita
mayoritas ibu (83,8%) masuk dalam yang bermasalah, Berdasarkan hasil
kategori tidak bekerja. Hal ini uji statistik dengan menggunakan uji
berkaitan dengan tingkat penghasilan korelasi Spearman’s Rank (Rho)
keluarga, ibu yang tidak bekerja tidak diperoleh nilai ρ = 0,01 dengan
memiliki penghasilan yang cukup tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05)
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dikatakan ρ < α Ho ditolak dan H1
guna optimalnya kandungan ASI. diterima, maka ada Hubungan Antara
Konsumsi ASI yang kurang Penyakit infeksi Dengan Status Gizi
berkualitas pada balita akan Pada Balita Di Puskesmas Jambon
menyebabkan balita menderita Kecamatan Jambon Kabupaten
kekurangan berat badan hingga Ponorogo Tahun 2014.
merujuk pada kurang gizi, karena Berdasarkan hasil penelitian
balita mendapat makanan yang tidak didapatkan data bahwa dari 33 ibu
sesuai dengan kebutuhan yang memiliki frekuensi pemberian
pertumbuhan badan anak atau adanya ASI baik, 26 (78,8%) bayi masuk
ketidakseimbangan antara konsumsi dalam kategori berat badan normal.
zat gizi dan kebutuhan gizi dari segi Hal ini disebabkan oleh faktor
kuantitatif atau kualitatif (Sjahmien, pemberian ASI ekslusif. 22 dari
2012). 37bayi mendapatkan ASI ekslusif
Berdasarkan tabel distribusi sehingga menyebabkan berat badan
hasil analisis univariat didapatkan bayi masuk dalam kategori normal.
data jumlah ibu dengan frekuensi ASI Hal ini sejalan dengan penelitian
yang baik sejumlah 33 ibu. Dari Endarwati (2018) menggunakan uji
jumlah tersebut, 7 (21,2%) bayi chi square didapatkan hasil pemberian
masuk dalam kategori berat badan ASI Eksklusif memiliki hubungan
kurang dari standar. Berdasarkan yang signifikan terhadap berat badan
hasil wawancara, responden bayi Usia 6 bulan, hal ini ditunjukkan
menyatakan hal ini disebabkan anak dari nilai probabilitas (p value=
yang sering jatuh sakit seperti terkena 0,015) yang berarti pada taraf
diare. Meskipun pemberian ASI ketelitian α = 0,05, didapatkan Nilai
terbilang baik namun jika mengalami X 2 ≥ X 2 tabel
sakit berat badan anak akan turun (6,467 ≥ 5,991). Ada hubungan
tiba-tiba secara drastis dan akan sulit pemberian ASI Eksklusif dengan
untuk kembali menormalkan berat berat badan bayi Usia 6 bulan di
badan anak. Hal Posyandu Desa Mulur, Bendosari,
Sukoharjo.
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS
OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

PENUTUP pemberian ASI, sehingga proses


Kesimpulan menyusui bisa berjalan dengan
Berdasarkan hasil penelitian maka sukses. Hal ini penting dilakukan
peneliti berkesimpulan bahwa: karena petugas kesehatan
4. Frekuensi pemberian ASI pada memiliki peranan penting dalam
bayi diwilayah Puskesmas memberi edukasi dan juga
Tilamuta kabupaten Boalemo motivasi kepada ibu untuk
didapatkanyang kurangsebanyak membantu ibu mencapai
34 bayi (91.9%) dan baik 3 bayi keberhasilan dalam menyusui
(8,1%). bayinya
5. Berat badan bayiusia 0-6 2. Bagi Masyarakat
bulandiwilayah Puskesmas Diharapkan bagi masyarakat
Tilamuta Kabupaten Boalemo terutama ibu yang memiliki anak
sesuai standar sebanyak 30 bayi usia 0-6 bulan agar dapat
(81,1%) dan standar 7 bayi memperhatikan frekuensi
(18,9%). pemberian ASI, dan berupaya
6. Dari menggunakan uji Fisher’s untuk mengkonsultasikan
exactdiperoleh p Value 0,570 (p masalah-masalah yang terjadi
value > 0,05). saat proses menyusui kepada
dimanatidakterdapat hubungan petugas kesehatan, sehingga dapat
yang signifikan antara frekuensi tertangani dengan tepat
pemberian ASI dengan berat 3. Bagi Peneliti Selanjutnya
badan bayi usia 0-6 bulan Disarankan untuk lebih
diwilayah Puskesmas Kecamatan mengembangkan penelitian
TilamutaKabupaten Boalemo terhadap hubungan frekuensi
pemberian ASIdengan berat
Saran badan bayi usia 0-6 bulan.
1. Bagi Puskesmas.
Perlu ditingkatkan lagi edukasi DAFTAR PUSTAKA
mengenai manajemen frekuensi
ASI bagi ibu, terutama bagi ibu Arif, N. (2009). Panduan Ibu Cerdas
yang menjelang ASI dan Tumbuh Kembang
persalinan.Manajemen frekuensi Bayi. Yogyakarta: Media
pressindo.
ASI yang dimaksud yakni berupa
cara-cara mengatasi masalah Afifah, Aristasari, Sudarto, A (2018).
pemberian ASI. Baik cara 1000 hari pertama kehidupan.
mengatasi masalah kurangnya Gajah madah university Press
produksi ASI dan permasalahan Ayustawati. (2013). Mengenali
lainnya yang dialami saat keluhan anda info kesehatan
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS
OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

umum untuk pasien. jakarta: Puskesmas Nanggalo,3(2),


informasi medika. 136–140. Retrieved from
Aritonag. (2012). Panduan Tentang http://jurnal.fk.unand.ac.id
Berat Badan. Jakarta: Pustaka Hidayat, A. 2008. Pengatar ilmu
Popular Obor. kesehatan anak untuk
Adrian, K. (2018). ini informasi berat kebidanan. Salemba medika
badan ideal bayi pada tahun Hayati, A. W. (2009). Buku Saku Gizi
pertama. Retrieved Bayi. Jakarta: EGC.
fromhttps://www.alodokter.com/
ini-informasi-berat-badan-ideal- Irianto, K. (2014). Gizi Seimbang
bayi-pada-tahun-pertama.16 dalam Kesehatan Reproduksi.
desember 2019 (02:26) Bandung: Alfabeta.
Badriah, D. (2014). Gizi dalam Kemenkes RI. (2013). Pemberian Air
Kesehatan Reproduksi. Susu Ibu dan MP ASI. Jakarta:
Bandung: Refika Aditama. Kementerian Kesehatan RI.
Bahiyatun. (2009). Buku Ajar Asuhan Krisnatuti, D., & Hastoro, I. (2014).
Kebidanan Nifas Normal. Menu sehat untuk ibu hamil
Jakarta: EGC. dan menyusui edisi 5. Jakarta:
Behrman, A. l. (2012). Nelson Ilmu Puspa Swara.
Keprawatan Anak Edisi 15 Kristiyanasari, W. (2011). ASI,
Alih Bahasa Indonesia. Menyusui dan Sadari.
Jakarta: EGC. Yogyakarta: Nuha Medika.
Bahriyah, F., Putri, M., Jaelani, A. K., Maritalia, D. (2012). Asuhan
& Indragiri, A. K. (2017). Kebidanan Nifas dan
Hubungan pekerjaan ibu Menyusui. Yogyakarta:
terhadap pemberian asi Pustaka Belajar.
eksklusif pada bayi. Journal
Endurance, 2, 113–118. Monika, F. (2016). Buku Pintar ASI
dan Menyusui. Jakarta
Dinanti, W. (2016). Perbedaan Jenis Selatan: Noura Books (PT
Pekerjaan Ibu dengan Mizan Publika).
Kuantitas Pemberian ASI
Eksklusif. Program Pasca Narendra, Moersintowarti, B., & dkk.
Sarjana Universitas (2009). Tumbuh Kembang
Diponegoro. Anak dan Remaja. Jakarta:
Sagung Seto.
Fitri, D. I., Chundrayetti, E., &
Semiarty, R. (2014). Ningsih, D. A. (2018). Faktor-Faktor
Hubungan Pemberian ASI Yang Memengaruhi
dengan Tumbuh Kembang Pemberian Asi
Bayi Umur 6 Bulan di Eksklusif.Jurnal Penelitian
Kesehatan Suara
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS
OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

Forikes, 9(April), 101–113. Salemba Medika.

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Sandewi, S. (2018). Hubungan Pemberian ASI


Penelitian Kesehatan. Jakarta: Eksklusif
Rineka Cipta.

Nursalam. (2015). Metodologi


Penelitian Ilmu Keperawatan:
Pendekatan Praktis Edisi 4.
Jakarta: Salemba Medika.

Purwoastuti, E., & Walyani, E.


(2015). Panduan Materi
Kesehatan Reproduksi dan
Keluarga Berencana. .
Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.

Putri, I. A. (2018). Gambaran Pola


Menyusui dan Status Gizi
Bayi Usia 0 – 6 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas
Medan Tuntungan Kecamatan
Medan Tuntungan. Skripsi
Universitas Sumatera Utara.
Retrieved from
http://repositori.usu.ac.id
. (2014). Pusat Data dan
Informasi
Kementerian Kesehatan RI :
Situasi dan Analisis ASI
Eksklusif.
Riksani, R. (2012). Keajaiban ASI
(Air Susu Ibu) Semua
Kebutuhan Gizi Bayi Ada
Pada ASI. Jakarta: Dunia
Sehat.
Ronald, H. (2011). Pedoman dan
Perawatan Balita agar
Tumbuh Sehat dan Cerdas.
Bandung: Nuansa Aulia.
Saleha, S. (2009). Asuhan Kebidanan
Pada Masa Nifas. Jakarta:
Dengan Panjang Lahir Dan Berat Badan
Pertumbuhan Dan Lahir Bayi Umur 0 Hari Di
Perkembangan Pada Kecamatan Genteng-Kabupaten
Bayi Usia 7-12 Banyuwangi. AntroUnairdotNet,
Bulan Di Wilayah Vol.V/No.2. banyuwangi.
Kerja Puskesmas
Poasia. Retrieved from septikasari. (2018). status gizi anak
http://repository.pol dan faktor yang
tekkes- mempengaruhi. yogyakarta:
kdi.ac.id/130/1/SK UNY Press
RIPSI.pdf
Sari, D. K., Tamtomo, D. G.,
& Anantayu, S.
(2017). Hubungan
Teknik , Frekuensi ,
Durasi Menyusui
dan Asupan Energi
dengan Berat Badan
Bayi Usia 1-6 Bulan
di Puskesmas

Tasikmadu
Kabupaten
Karanganyar.
Amerta Nutr., 1(1),
1–13.
Siswanto. (2010).
Pertumbuhan dan
Perkembangan pada
Anak. Jakarta: Bumi
Aksara.
Soetjiningsih. (2012). ASI
Petunjuk untuk
Tenaga Kesehatan.
Jakarta: EGC.
Supariasa. (2012). Penilaian
Status Gizi. Jakarta:
EGC.
Suryani, E., & Badi‘ah, A.
(2018). Asuhan
Keperawatan Anak
Sehat dan
Berkebutuhan
Khusus. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press.
Sukmani, K, N, A., (2016).
Korelasi Umur Ibu
Melahirkan Dengan
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN2020 FAKULTAS
OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
JURNAL KEPERAWATAN

Walyani, E., & Purwoastuti, E.


(2015). Asuhan Kebidanan
Masa Nifas dan Menyusui. .
Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.
Wiji, R. N. (2011). ASI dan Panduan
Ibu Menyusui. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Yosephin, dkk. (2019). buku


pegangan petugas KUA. yogyakarta:
grup penerbitan CV BUDI UTAMA
Lampiran 12
CURRICULUM VITAE

A. Biodata Pribadi

Nama : Mohamad Gusti Sau

Nama panggilan : Gusti

TTL : Gorontalo, 19 Agustus 1997

Angkatan : 2015

Agama : Islam

B. Pendidikan Formal

1. Sekolah Dasar
Tahun : 2003-2009
Nama Institusi : SDN 1 Marisa Selatan
Alamat : Jl. Trans Sulawesi Lapangan
Ormas Marisa
2. Sekolah Menegah Pertama
Tahun : 2009-2012
Nama Institusi : SMP Negeri 1 Marisa Selatan
Alamat : Jl. Trans Sulawesi Lapangan
Ormas Marisa
3. Sekolah Menengah Kejuruan
Tahun : 2010-2015
Nama Institusi : SMK Kesehatan Kota Gorontalo
Alamat : Jl. Bali Lll, Kota Tengah
4. Perguruan Tinggi
Tahun : 2015-2019
Nama Institusi : Universitas Negeri Gorontalo
Alamat : Jl. Jend. Sudirman No 6,
Dulalowo Timur, Kota Tengah,
Kota Gorontalo.

C. Kegiatan Yang Pernah diikuti

1. Peserta Masa Orientasi Mahasiswa Baru (Momb) Tahun 2015 Universitas


Negeri Gorontalo
2. Peserta Latihan Komputer Dan Internet Di Universitas Negeri Gorontalo
Tahun 2015
3. Peserta Seminar Nasional Keperawatan Tahun 2015
4. Peserta Seminar Mewujudkan Generasi Perawat Profesional Dalam
Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean Tahun 2015
5. Peserta Seminar Deteksi Dini Dan Penetalaksanaan Penyakit Mata Tahun
2015
6. Peserta Seminar Bedah Undang-Undang Keperawatan Tahun 2016
7. Peserta Seminar Nasional Keperawatan “Nursing Education Quality And
Nursing Service Quality In Asean Economic Community Era” Tahun 2016
8. Peserta Seminar Keperawatan “The First Gorontalo International Nursing
Conference” Tahun 2017
9. Peserta Seminar Comunity Mental Health Nusing Of Disaster Case Tahun
2016
10. Peserta Aplikasi Ilmu Keperawatan Rsud. Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota
Gorontalo Tahun 2017
11. Peserta Aplikasi Ilmu Keperawatan Jiwa Rsj Jawa Barat Tahun 2018
12. Peserta Kks (Kuliah Kerja Sibermas) Di Desa popalo Kecamatan Anggrek
Kabupaten Gorontalo Utara Tahun 2019

D. pengalaman organisasi

Anggota Sanggar Keperawatan UNG “Voice Of Nursing” Universitas


Negri Gorontalo

Anda mungkin juga menyukai