01 GDL Ardianvist 1602 1 Cffemur W
01 GDL Ardianvist 1602 1 Cffemur W
Y DAN
Nn.M YANG MENGALAMI CLOSE FRAKTUR FEMUR
DENGAN KECEMASAN DI RUANG OBSERVASI
INTENSIF (ROI) RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
DISUSUN OLEH :
DISUSUN OLEH :
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
NIM : P14006
Judul Karya Tulis Ilmiah : Asuhan Keperawatan Pra Operatif Pada Tn.Y dan
Nn.M Yang Mengalami Close Fraktur Femur
Dengan Kecemasan di Ruang Observasi Intensif
(ROI) RSUD Dr.Moewardi Surakarta
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau
pikiran saya sendiri.
Apabila di kemudian hari dapat di buktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
ii
Motto :
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
KARYA TULIS ILMIAH
ASUHAN KEPERAWATAN PRA OPERATIF PADA Tn.Y DAN
Nn.M YANG MENGALAMI CLOSE FRAKTUR FEMUR
DENGAN KECEMASAN DI RUANG OBSERVASI
INTENSIF (ROI) RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
Oleh:
P14006
Menyetujui,
Pembimbing
iv
LEMBAR PENETAPAN DEWAN PENGUJI
10 Agustus 2017
Dewan Penguji :
v
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : P14006
Judul : Asuhan Keperawatan Pra Operatif Pada Tn.Y dan Nn.M Yang
Mengalami Close Fraktur Femur Dengan Kecemasan di Ruang
Observasi Intensif (ROI) RSUD Dr.Moewardi Surakarta
Di tetapkan di : Surakarta
DEWAN PENGUJI
Mengetahui,
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pra Operatif Pada Tn.Y dan
Nn.M Yang Mengalami Close Fraktur Femur dengan Kecemasan di Ruang
Observasi Intensif (ROI) RSUD Dr.Moewardi Surakarta”
vii
7. Rumah Sakit Dr.Moewardi Surakarta yang telah memberikan kesempatan
dan tempat selama melaksanakan pengambilan kasus Karya Tulis Ilmiah.
8. Kedua orangtuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan
semangat, kepercayaan, kasih sayang, nasihat dan dukungan dalam segala
bentuk serta atas do’anya selama ini yang tidak terbalas oleh apapun untuk
menyelesaikan pendidikan.
9. Adikku dan orang yang kusayangi yang selalu memberikan semangat, do’a
dan dukungan dalam setiap proses yang di lalui penulis.
10. Teman-teman Mahasiwa Program Studi D3 Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat di sebutkan satu-
persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
MOTTO...................................................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................vi
KATA PENGANTAR............................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN
ix
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Penyakit Fraktur
2.1.1 Definisi ...........................................................10
2.1.2 Etiologi ...........................................................11
2.1.3 Klasifikasi ......................................................12
2.1.4 Manifestasi Klinik..........................................17
2.1.5 Patofisiologi Dan Pathway............................19
2.1.6 Penatalaksanaan..............................................21
2.1.7 Komplikasi .....................................................26
2.2. Konsep kecemasan
2.2.1 Definisi............................................................30
2.2.2 Batasan Karakteristik ......................................31
2.2.3 Tingkatan Kecemasan .....................................32
2.2.4Cara Ukur Kecemasan......................................33
2.3. Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian.......................................................37
2.3.2 Diagnosa Keperawatan ...................................42
2.3.3 Intervensi.........................................................45
2.3.4 Implementasi...................................................54
2.3.5 Evaluasi...........................................................54
x
BAB IV HASIL
4.1 Hasil
4.1.1 Gambaran Lokasi Pengambilan Data......................59
4.1.2 Pengkajian..............................................................59
4.1.3 Analisa Data...........................................................71
4.1.4 Diagnosa keperawatan............................................74
4.1.5 Perencanaan Keperawatan......................................77
4.1.6 Implementasi Keperawatan.....................................79
4.1.7 Evaluasi...................................................................87
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Pengkajian
5.1.1 Pengkajian ..............................................................93
5.1.2 Diagnosa keperawatan.............................................96
5.2.3 Perencanaan Keperawatan.......................................97
5.2.4 Implementasi Keperawatan.....................................99
5.2.5 Evaluasi.................................................................100
BAB VI KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
6.1.1 Pengkajian ............................................................102
6.1.2 Diagnosa keperawatan..........................................102
6.2.3 Perencanaan Keperawatan.....................................102
6.2.4 Implementasi Keperawatan...................................103
6.2.5 Evaluasi.................................................................103
6.2 Saran
6.2.1 Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (RS)..............104
6.2.2 Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat .......104
6.2.3 Bagi Institusi Pendidikan .....................................104
6.2.4 Bagi Penulis ..........................................................105
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xiii
LAMPIRAN
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
zaman dahulu sampai sekarang telah berkembang dengan pesat. Selain mampu
membantu mobilitas dan pergerakan manusia dan barang, hal tersebut juga
teknis sering terjadi kecelakaan. Tuntutan yang ada meminta kecepatan yang
kian meninggi, hal tersebut akan meningkatkan angka kecelakaan lalu lintas.
satu dari penyebab kematian adalah fraktur, di mana sebagian besar korbannya
adalah ramaja atau dewasa muda, bahkan WHO menetapkan dekade ini (2000-
Global Status Report On Road Safety 2013 yang di buat oleh World Health
dunia akibat kecelakaan lalu lintas, di Indonesia pada tahun 2010 telah terjadi
mengalami luka berat, 2.145 mengalami luka ringan. Jumlah tersebut turun
1
2
2012 mencatat terdapat 117.949 kasus kecelakaan di jalan raya dengan korban
meninggal dunia sebanyak 29.544 orang. Data dari Riset Kesehatan Dasar
oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda
mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%) dari 20.829 kasus kecelakaan
lalu lintas, sebanyak 1.770 orang (8,5%) dari 14.127 trauma benda tajam atau
tumpul yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%) (Riset Kesehatan
Dasar, 2011).
2011), kejadian fraktur di Indonesia sebesar 1,3 juta setiap tahunnya dengan
jumlah penduduk 238 juta jiwa, hal ini merupakan kejadian terbesar di Asia
Tenggara. Menurut data dari Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun
2010, kasus pada tulang mengalami peningkatan setiap tahun sejak 2007 ada
22.815 insiden patah tulang, tahun 2008 menjadi 36.949, 2009 menjadi 42.280
dan pada tahun 2010 ada 43.003 kasus, berdasarkan data tersebut di dapatkan
rata-rata angka insiden fraktur tercatat sekitar 200 per 100.000 pada
perempuan dan laki-laki di atas usia 40 tahun (Triyono & Murinto, 2015)
femur semakin tinggi. Salah satu kondisi fraktur yang paling sering adalah
fraktur femur yang termasuk dalam kelompok tiga besar kasus fraktur yang di
sebabkan kecelakaan lalu lintas (Saiful Yuanita dan Sigit Hendro Rachmawan,
satu orang setiap 10.000 populasi setiap tahunnya dan di Indonesia insiden ini
di perkirakan lebih tinggi (Armis, 2002 dalam Saiful Yuanita dan Sigit Hendro
Rachmawan, 2014).
tingkat kematian sekitar 4.300 jiwa menurut Arsyad,dkk tahun 2015 (di kutip
dalam Pramono, 2012). Di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 di dapatkan data
sekitar 2.700 orang yang mengalami insiden fraktur 56% penderita mengalami
fraktur. Pada tahun yang sama di Rumah Sakit Umum di Jawa Tengah tercatat
terdapat 676 kasus fraktur dengan rincian 86,2% fraktur jenis terbuka dan
13,8% fraktur jenis tertutup, terdapat 68,14% jenis fraktur tersebut adalah
ruang rawat inap di peroleh pasien yang mengalami masalah fraktur femur
pada tahun 2011 sejumlah 174 pasien yang sedang di rawat inap, dari data
Medik RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2014 periode Januari sampai
bangsal bedah Mawar 2 (Rekam Medik RSUD Dr. Moewardi Surakarta, 2014)
4
rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik (Helmi, 2012). Menurut Padila (2012), mengatakan
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Menurut
Helmi Noor Z, (2012) fraktur femur tertutup atau patah tulang paha tertutp
kulit yang dapat di sebabkan oleh trauma langsung atau kondisi tertentu,
seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan tulang paha
beberapa di antaranya tidak stabil. Selain itu, garis fraktur dapat menembus
(Nayduch, 2014).
5
klien lain ada yang bisa menjelaskan ketakutan dan kecemasannya (Shelley,
subyektif yang di pengaruhi oleh alam bawah sadar dan tidak di ketahui secara
muncul kelainan seperti tekanan darah yang meningkat sehingga apabila tetap
penyembuhan.
oleh perawat salah satunya dengan tindakan relaksasi berupa nafas dalam.
otak yang terjadi ketika klien sadar, tidak memfokuskan perhatian dan rileks,
Operatif Pada Tn.Y dan Nn.M yang Mengalami Close Fraktur Femur dengan
Surakarta”.
Masalah pada studi kasus ini di batasi pada asuhan keperawatan pra
operatif pada Tn.Y dan Nn.M yang mengalami close fraktur femur dengan
Surakarta.
7
1.4 TUJUAN
1.5 MANFAAT
1) Bagi perawat
4) Bagi klien
di alami klien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 DEFINISI
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Helmi, 2012). Fraktur adalah
mobilitas yang nyata (Muttaqin, 2008 dalam Gusty Pirma Reni &
10
11
2.1.2 ETIOLOGI
1) Kekerasan langsung
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patahan
tempat terjadinya kekerasan. Biasanya bagian patah adalah bagian yang paling
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
meremuk, gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Umumnya
fraktur di sebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebih pada
langsung pada suatu tulang yang menyebabkan suatu retakan, hal ini
2.1.3 KLASIFIKASI
berikut yaitu:
1) Klasifikasi etiologis
a) Fraktur traumatik
b) Fraktur patologis
kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma
ringan
c) Fraktur stress
pada daerah tulang yang menopang berat badan. Fraktur stress jarang
2) Klasifikasi klinis
Karena adanya perlukaan kulit dan jaringan lunak. Fraktur ini dapat
berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar).
13
3) Klasifikasi radiologis
impaksi)
Menurut Nayduch (2014) terdapat dua klasifikasi dari fraktur antara lain:
a) Ekstremitas atas
penyatuan (nonunion).
(6) Falang
b) Ekstremitas bawah
berikut:
(1)Fraktur femur
ligamen.
cedera ini.
rentan terhadap jatuh dari tempat inggi dan mendarat pada kaki
Tabel 2.1
Jenis-Jenis Fraktur
JENIS DESKRIPSI
Linear atau transversal Fraktur sederhana pada tulang
Garis rambut atau fisura Fraktur sederhana tanpa pergeseran yang hanya melewati
lapisan luar tulang
Oblik Fraktur pada garis diagonal tulang, tidak stabil
Spiral Fraktur berpilin yang sejajar dengan sumbu tulang, tidak
stabil
Kominutif Beberapa fragmen tulang pada siis fraktur, tidak stabil
Fragmen kupu-kupu Fraktur yang sedikit kominutif dengan fragmen berbentuk
kupu-kupu
Baji Fraktur yang menciptakan “baji” tulang terpisah dari tulang
utama
Bergeser Dua ujung tulang yang patah tidak lagi sejajar secara
anatomis satu sama lain
Overriding Dua ujung tulang yang patah tidak lagi sejajar secara
anatomis satu sama lain dan telah menggeser
(memperpendek) kedua ujungnya mendekat satu sama lain
Berkeping atau terbuka Fraktur melewati kulit atau cedera tembus yang memasuki
kulit dan mematahkan tulang, menciptakan hubungan
langsung antara tulang dengan lingkungan eksternal
Impaksi Di mana ujung-ujung tulang yang fraktur terjepit bersama-
sama
17
Menurut Fadlani dan Harahap (2012) manifestasi fraktur femur antara lain:
1) Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang yang
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti
baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang tempat
melekatnya otot.
3) Pemendekan ekstremitas
4) Krepitus
(krepitus) yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini terjadi setelah
2) Guarding, menolak atau tidak mampu bergerak atau menahan berat badan
3) Ekimosis
5) Krepitus
7) Kontaminasi pada luka terbuka (misalnya kotoran, debu dan benda asing)
empat yaitu:
1) Pendarahan lokal di mana perubahan warna kulit atau mungkin tidak terlihat,
3) Rentang gerak abnormal dimana membutuhkan tulang yang utuh agar otot
menarik dan menciptakan gerakan, jika fraktur terjadi dekat sendi dapat
4) Pemendekan kaki dan perputaran eksternal adalah hal biasa setelah retak
pinggul.
Menurut Suratun, dkk (2008), manifestasi klinik dari fraktur femur terdapat
3) Deformitas
4) Pemendekan ekstremitas
19
5) Krepitus
6) Pembengkakan lokal
7) Perubahan warna
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow dan jaringan lunak yang
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih (Wahid,
2013).
Pada kondisi trauma di perlukan gaya besar untuk mematahkan tulang pada
klinis fraktur femur sering di dapatkan adanya kerusakan neurovaskuler yang akan
kehilangan darah (pada setiap patah tulang di prediksi akan hilangnya darah 500cc
dari sistem vaskuler), maupun syok neurologik di sebabkan rasa nyeri yang sangat
hebat akibat kompresi atau kerusakan saraf yang berjalan di bawah tulang
(Suratun,dkk,2008).
20
Stressor
Luka insisi
Hambatan Perfusi jaringan
mobilitas fisik perifer tidak efektif Cemas
Inflamasi bakteri
Resiko infeksi
Medulla spinali
Korteks serebri
(Sumber: Corwin, 2009; Brunner dan Suddarth, 2010)
Nyeri
2.1.6 PENATALAKSANAAN
mengikuti prinsip pengobatan kedokteran pada umumnya yaitu yang pertama dan
utama adalah jangan cederai pasien (primum non nocere). Cedera iatrogen
tambahan pada pasien terjadi akibat tindakan yang salah atau tindakan yang
berlebihan. Hal yang kedua, pengobatan didasari atas diagnosis yang tepat dan
prognosisnya. Ketiga, bekerja sama dengan hukum alam dan keempat memilih
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena fraktur sendiri, namun
mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan
tulang.
yang patah.
22
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang
lama. Untuk itu diperlukan lagi teknik yang lebih mantap seperti pemasangan
traksi kontinu, fiksasi eksternal atau fiksasi internal tergantung jenis frakturnya
sendiri.
a) Penarikan (traksi)
tempatnya.
Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam 4 minggu dan
kakunya sendi. Oleh karena itu, diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin.
Tabel 2.2
Perkiraan Waktu Immobilisasi Penyatuan Tulang
No Posisi atau lokasi fraktur Lamanya dalam minggu
1 Falang (jari) 3-5
2 Matakarpal 6
3 Karpal 6
4 Skafoid 10 atau sampai terlihat penyatuan dengan sinar x
5 Radius dan ulna 10-12
6 Humerus :
Supra kondiler 3
Batang 8-12
Proksimal (impaksi) 3
Proksimal (dengan pergeseran) 6-8
7 Klavikula 6-10
8 Vertebra 16
9 Pelvis 6
10 Femur
Intrakapsuler 24
Intratrokhanterik 10-12
Batang 18
Suprakondiler 12-15
11 Tibia
Proksimal 8-10
Batang 14-20
Maleolus 6
12 Kalkaneus 12-16
13 Metatarsal 6
14 Falang (jari kaki) 3
kemampuan yang ada untuk penanganan fraktur. Beberapa intervensi yang dapat
yang minimal tau dengan dislokasi yang tidak akan menyebabkan kecacatan
24
dikemudian hari. Contohnya adalah fraktur kosta, fraktur klavikula pada anak
immobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah
fraktur yang bila direposisi secara manipulasi akan terdislokasi kembali dengan
gips. Cara ini dilakukan ada fraktur dengan otot yang kuat yaitu fraktur femur.
Pada traksi ini memberikan gaya tarikan dalam satu garis lurus
c) Traksi kulit
kulit, spon karet atau bahan kanvas yang diletakkan pada kulit, beratnya
25
bahan yang dipasang sangat terbatas, tidak boleh melebihi toleransi kulit
yaitu tidak lebih dari 2 sampai 3 kg beban tarikan yang dipasang pada
d) Traksi skelet
tibia, humerus dan tulang leher. Traksi skelet ini biasanya menggunakan
BB.
e) Traksi manual
pada fragmen tulang, kemudian pin baja distukan secara kokoh dengan
batangan logam diluar kulit. Alat ini dinamakan fiksator ekstern (Helmi, 2012)
Tabel 2.3
Empat Prinsip Penatalaksanaan Fraktur
Teknik Pengertian Prinsip Penatalaksanaan
Recognition Diagnosis dan Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai
penilaian fraktur keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan
klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu di
perhatikan: lokasi fraktur, bentuk fraktur,
menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
dan menghindari komplikasi yang mungkin terjadi
selama dan sesudah pengobatan
Reduction Restorasi fragmen Reduksi fraktur apabila perlu. Pada fraktur intra-
fraktur sehingga artikular di perlukan reduksi anatomis, sedapat
posisi yang paling mungkin mengembalikan fungsi normal, mencegah
optimal di dapatkan komplikasi, seperti kekakuan, deformitas serta
perubahan osteoartritis di kemudian hari.
Retention Immobilisasi fraktur Secara umum teknik pelaksanaan yang di gunakan
adalah mengistirahatkan tulang yang mengalami
fraktur dengan tujuan penyatuan yang lebih cepat
antara kedua fragmen tulang yang mengalami
fraktur
Rehabilitation Mengembalikan Program rehabilitasi di lakukan dengan
aktivitas fungsional mengoptimalkan seluruh keadaan klien pada
semaksimal fungsinya agar aktivitas dapat di lakukan kembali.
mungkin Misalnya pada klien pasca amputasi kruris, program
rehabilitasi yang di jalankan adalah bagaimana klien
yang dapat melanjutkan hidup dan melakukan
aktivitas dengan memaksimalkan organ lain yang
tidak mengalami masalah
2.1.7 KOMPLIKASI
1) Komplikasi awal
a) Kerusakan arteri
b) Sindrome kompartemen
saraf, pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini di sebabkan oleh edem
atau perdarahan yang menekan otot, sraf, pembuluh darah atau tekanan
Tabel 2.4
Proses Patologi Sindrome Kompartemen
No Perubahan fisiologis Temuan klinis
1 Peningkatan tekanan kompartemen Tidak ada perubahan
2 Peningkatan permeabilitas kapiler Edema
3 Pelepasan histamin Peningkatan edema
4 Peningkatan sirkulasi darah Muncul denyutan, jaringan memerah
kelokasi
5 Tekanan pada ujung saraf Nyeri
6 Peningkatan tekanan jaringan Nyeri pada kompartemen atau mati
rasa
7 Penurunan perfusi jaringan Peningkatan edema
8 Penurunan oksigenasi jaringan Pallor
9 Peningkatan produksi asam laktat Denyutan tidak seimbang, postur fleksi
10 Metabolisme anaerobik Sianosis
11 Vasodilatasi Peningkatan edema
12 Peningkatan aliran darah Penegangan otot
13 Peningkatan edema Parestesia
14 Iskemik otot Nyeri hebat
15 Nekrosis jaringan Paresis
d) Infeksi
Biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka tetapi dapat terjadi juga
pada penggunaan bahan lain dalam pembedahan, seperti pin (ORIF dan
OREF) dan plat yang tepasang didalam tulang. Sehingga pada kasus
fraktur resiko infeksi yang terjadi lebih besar baik karena penggunaan
e).Nekrosis avaskuler
f) Syok
2) Komplikasi lama
a) Delayed union
ketulang menurun.
b) Non-union
infeksi
c) Mal- union
Menurut Grace & Borley (2007), komplikasi dari fraktur femur antara lain:
1) Komplikasi dini
a) Kehilangan darah
b) Infeksi
c) Sindrom kompartemen
2) Komplikasi lanjut
a) Non-union
b) Delayed union
c) Malunion
d) Pertumbuhan terhambat
e) Artritis
2.2KONSEP KECEMASAN
2.2.1 DEFINISI
dan kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam
menilai realitas, kepribadian masa utuh, perilaku dapat terganggu tapi masih dalam
menyenangkan yang di alami oleh setiap makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari
juga merupakan pengalaman subyektif dari individu dan tidak dapat di observasi
secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa obyek yang spesifik.
Pada individu dapat memberikan motivasi untuk mencapai suatu dan merupakan
sebagai akibat dari ancaman terhadap harga diri yang sangat mendasar bagi
dan penting untuk memelihara keseimbangan diri dan perlindungan diri (Suliswati,
Ansietas atau cemas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang
samar di sertai respon otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak di ketahui
oleh individu), perasaan takut yang di sebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal
dkk 2015).
31
tampak waspada.
2) Afektif : berfokus pada diri sendiri, distress, gelisah, gugup, kesedihan yang
wajah memerah
sering berkemih
Menurut Peplau (1952) dalam Videbeck (2008) ada empat tingkatan anisetas
yaitu ringan, sedang, berat dan panik. Pada masing-masing tahap individu
Menurut Stuart (2007) kecemasan di bagi menjadi empat tingkatan yaitu ringan,
sedang, berat dan berat. Semakin tinggi tingkat kecemasan individu maka akan
mempengaruhi kondisi fisik dan psikis. Empat tingkat kecemassan tersebut sebagai
berikut:
1) Kecemasan ringan
2) Kecemasan sedang
perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area.
3) Kecemasan berat
pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berfikir tentang hal lain.
4) Panik
terperangah, ketakutan dan teror. Hal yang rinci terpecah dari proporsi
seseorang dapat menggunakan alat ukur (instrument) yang di kenal dengan nama
Hemilton Rating Scale For Anxiety (HRS-A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok
gejala yang masing-masing kelompok di rinci dengan gejala-gejala yang lebih spesifik.
1) Perasaan cemas (ansietas) : cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri,
mudah tersinggung
3) Ketakutan : takut terhadap gelap, takut terhadap orang lain atau asing, takut
4) Gangguan tidur : sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, mimpi
7) Gejala somatik : nyeri pada oto dan kaku, gertakan gigi, suara tidak stabil,
kedutan otot
10) Gejala pernapasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik
11) Gejala gastrointestinal : sulit menelan, konstipasi, berat badan menurun, mual,
muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas di perut
12) Gejala urogenital : sering kencing, tidak dapat menahan kencing, aminorea,
13) Gejala vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma
berdiri, pusing
14) Perilaku sewaktu wawancara : gelisah, jari gemetar, mengerutkan dahi atau
kening, muka tegang, tonus otot meningkat, napas pendek dan cepat
Penilaian hasil yaitu dengan menjumlahkan nilai skor item 1 sampai dengan
Tabel 2.5 Alat ukur kecemasan HRS-A (Hamilton Ratting Scale For Anxiety)
Nilai Angka (Skor)
No Gejala kecemasan
0 1 2 3 4
1 Perasaan cemas
a. Cemas
b. Firasat buruk
c. Takut akan pikiran sendiri
d. Mudah tersinggung
2 Ketegangan
a. Merasa tegang
b. Lesu
c. Tidak bisa istirahat tenang
d. Mudah terkejut
e. Mudah menangis
f. Gemetar
g. Gelisah
3 Ketakutan
a. Pada gelap
b. Pada orang lain atau asing
c. Di tinggal sendiri
d. Takut pada binatang besar
4 Gangguan tidur
a. Sukar tidur
b. Terbangun malam hari
c. Tidur tidak nyenyak
d. Bangun dengan lesu
e. Banyak mimpi-mimpi (mimpi buruk)
5 Gangguan kecerdasan
a. Sukar konsentrasi
b. Daya ingat menurun
c. Daya ingat buruk
6 Perasaan depresi (murung)
a. Hilangnya minat
b. Sedih
c. Berkurangnya kesenangan pada hoby
d. Perasaan berubah-ubah
7 Gejala somatik atau fisik (otot)
a. Sakit dan nyeri di otot
b. Kaku
c. Kedutan otot
d. Gigi gemerutuk
36
2.3.1 PENGKAJIAN
data di kumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan klien saat
biologis, psikologis, sosial maupun spiritual klien. Tujuan pengkajian adalah untuk
2) Keluhan utama, pada umumnya keluhan pada fraktur adalah rasa nyeri
fraktur
derita dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat yang mempengaruhi
c) Pola eliminasi
Perlu dikaji frekuensi, kepekatan, warna, bau dan jumlah dari alvi
maupun feses untuk mengetahui adanya kesulitan atau tidak. Hal yang
e) Pola aktifitas
Pada klien fraktur timbul rasa cemas akan keadaan dirinya, takut
Klien tidak bisa melaksanakan ibadah dengan baik karena rasa nyeri
pemeriksaan umum pada fraktur yaitu gambaran umum dan keadalan lokal berupa:
1) Gambaran umum
sebagai berikut:
komposmentis.
b) Tanda- tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
40
status neurovaskuler.
2) Keadaan lokal
atau pemutaran dan pemendekan), jejas, tulang yang keluar dari jaringan
lunak, sikatrik (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal) serta posisi dan bentuk dari
fraktur terbuka
1) Pemeriksaan radiologi
keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP
adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan X-ray harus atas dasar
permintaan.
2) Pemeriksaan laboratorium
tulang
penyembuhan tulang.
3) Pemeriksaan lainnya
c) Elektromyografi
fraktur.
42
d) Arthroscopy
trauma yang berlebihan pada tulang sehingga terdapat tekanan dari luar.
e) Indium Imaging
f) MRI
lain :
1) Sinar X : menunjukkan retak di mana dapat di pindah atau tidak dapat di pindah
2) CT scan menunjukkan retak pada bagian klien yang tidak bisa di putar atau di
3) Bone scan berguna menunjukkan aktivitas seluler yang meningkat di dalam area
fraktur
atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau
data yang telah di kelompokkan dan di cantumkan di bawah pola kesehatan dan
Menurut Wahid (2013), diagnosa keperawatan pada kasus fraktur antara lain:
1) Nyeri akut berhubungan dengan spaseme otot, gerakan fragmen tulang, edem,
(kerusakan kulit, trauma jaringan lunak, prosedur invasif atau traksi tulang.
ada.
infeksi, iskemi, neoplasma), agens cedera fisik (mis abses, amputasi, luka bakar,
agens cedera kimiawi (misal luka bakar, kapsaisin, metilen klorida, agens
mustard)
ansietas, depresi, disuse, fisik tidak bugar, gangguan fungsi kognitif, gangguan
sensori perseptual, gaya hidup kurang gerak, indeks masa tubuh di atas persentil
dukungan lingkungan (misal fisik atau sosial), kurang pengetahuan tentang nilai
gerak
konflik nilai, konflik tentangtujuan hidup, krisis maturasi, krisis situasi, pajanan
cedera kimiawi kulit (misalnya luka bakar, kapsaisin, metilen klorida, agens
invasif.
45
2.3.3 INTERVENSI
mencapai kriteria hasil atau suatu aktifitas yang di perlukan untuk membatasi faktor-
1) Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edem,
Intervensi :
vaskuler.
perubahan posisi)
f) Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan
nyeri
Tujuan : klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria akral
b) Hindari restrikasi sirkulasi akibat tekanan bebat atau spalk yang terlalu
ketat
perfusi.
e) Pantau kualitas nadi perifer, aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan
meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit dengan kompensasi bagian tubuh
Intervensi :
b) Bantu latihan rentang gerak aktif pada ekstremitas yang sakit sesuai
keadaan klien
indikasi
kondisi
Intervensi :
b) Massase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebat
atau gips
kontaminasi fekal
(kerusakan kulit, trauma jaringan lunak, prosedur invasif atau traksi tulang).
Tujuan : klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen
Intervensi :
luka
e) Observasi tanda- tanda vital dan tanda peradangan lokal pada luka
ada.
Intervensi :
pulihan informasi.
Tabel 2.6
Intervensi Fraktur
Diagnosa
Keperawatan NOC NIC Rasional
Nyeri akut 1.Tingkat Nyeri (2102) Manajemen Nyeri (1400)
(00132) Setelah di lakukan a.Lakukan pengkajian nyeri a.Menentukan
berhubungan tindakan keperawatan komprehensif yang meliputi intervensi yang
dengan agens selama 3x24 jam di lokasi, karakteristik, onset sesuai dan
cedera biologis, harapkan nyeri klien atau durasi, frekusensi, keefektifan terapi
agens cedera berkurang dengan kualitas, intensitas atau
fisik, agens kriteria hasil: beratnya nyeri dan faktor
cedera kimiawi Melaporkan nyeri pencetus
(21021) b.Observasi adanya petunjuk b.Mengidentifikasi
Melaporkan nonverbal mengenai ketidaknyamanan
panjangnya episode ketidaknyamanan
nyeri (21024) c.Kendalikan faktor c.Meningkatkan
Ekspresi nyeri wajah lingkungan yang dapat kenyamanan
(21026) mempengaruhi respon
2.Kontrol Nyeri (1605) pasien terhadap
Setelah di lakukan ketidaknyamanan
tindakan keperwatan d.Dukung istirahat atau tidur d.Menurunkan
selama 3x24 jam di yang adekuat nyeri
harapkan nyeri pasien e.Berikan informasi mengenai e.Mencegah nyeri
berkurang dengan nyeri, seperti penyebab muncul kembali
kriteria hasil: nyeri, berapa lama nyeri di
Mengenali kapan nyeri rasakan dan antisipasi dari
terjadi (160502) ketidaknyamanan akibat
Menggambarkan prosedur
faktor penyebab nyeri f.Ajarkan penggunaaan teknik f.Meningkatkan
(160501) nonfarmakologi (misalnya relaksasi dan
Menggunakan relaksasi, terapi musik, memfokuskan
tindakan pencegahan aplikasi panas atau dingin perhatian
(160503) dan pijatan,bimbingan
antisipatif)
Menggunakan
g.Bantu keluarga dalam g.Keluarga dapat
analgesik yang di
mencari dan memberikan memahami
rekomendasikan
(160505) dukungan kebutuhan klien
h.Berikan informasi yang h.Keluarga dapat
akurat untuk meningkatkan mengetahui cara
pengetahuan dan respon merespon nyeri
keluarga terhadap klien
pegalaman nyeri
i. Kolaborasi analgetik i.Mengurangi
nyeri
52
2.3.4 IMPLEMENTASI
2.3.5 EVALUASI
evaluasi adalah melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini
dua tahap yaitu mengukur pencapaian tujuan klien yang baik kognitif,
METODE PENELITIAN
keperawatan pra operatif pada klien yang mengalami close fraktur femur
Moewardi Surakarta.
mobilitas yang nyata (Muttaqin, 2008 dalam Gusty Pirma Reni &
kepribadian masa utuh, perilaku dapat terganggu tapi masih dalam batas
3.3 Partisipan
ini mengambil dari dua klien yang mengalami close fraktur femur dengan
56
57
2017
3.5.1 Wawancara
tiga sumber data utama yaitu klien, perawat expertdan referensi buku yang
dengan teori yang ada dan dituangkan dalam opini pembahasan. Teknik
menjawab rumusan masalah. Selain itu dapat pula dengan cara observasi
mengaburkan identitas dari klien. Dari data yang di sajikan kemudian data
HASIL
4.1 Hasil
Pada bab ini berisi tentang hasil asuhan keperawatan pra operatif pada
Tn.Y dan Nn.M yang mengalami close fraktur femur dengan kecemasan di
pada 27 Mei 2017 – 29 Mei 2017. Data yang telah diambil yaitu dari
4.1.2 Pengkajian
1. Identitas pasien
59
60
2. Riwayat Penyakit
Genogram : Genogram :
Riwayat
Penyakit Keterangan: Keterangan:
Keluarga
= laki-laki meninggal = laki-laki meninggal
= laki-laki = laki-laki
= perempuan = perempuan
= klien = klien
4.3
Biocemical: Biocemical:
Belum diketahui Belum diketahui
Dietary: Dietary:
Makan 3x sehari dengan nasi, Makan 3x sehari dengan nasi, lauk
sayur, lauk, air putih, teh. 1 porsi pauk, air putih, teh. 1 porsi habis,
habis, tidak ada keluhan tidak ada keluhan
Biocemical: Biocemical:
Hematokrit: 42%, Hematokrit:38,2%, Hemoglobin:
Hemoglobin: 13,6 g /dl 13,3 g /dl
Dietary: Dietary:
Makan 3x sehari dengan bubur, Makan 3x sehari dengan bubur,
lauk pauk, buah, snack, teh, air lauk pauk, buah, snack, teh. air
putih. ½ porsi habis putih. ½ porsi habis dan tidak ada
keluhan
64
b. BAB b. BAB
Sebelum sakit Sebelum sakit
Frekuensi : 1x sehari Frekuensi : 1x sehari
Konsistensi: lunak berbentuk Konsistensi: lunak berbentuk
Bau : khas Bau : khas
Warna : kuning Warna : kuning
Keluhan : tidak ada Keluhan : tidak ada keluhan
4.Pemeriksaan Fisik
2. Kepala
Bentuk kepala Mesochepal Mesochepal
Kulit kepala Bersih Bersih
Rambut Warna hitam, lurus Warna hitam, lurus
3. Muka
a. Mata
Palbepra Tidak edema Tidak edema
Konjungtiva Tidak anemis Tidak anemis
Sclera Ikterik Ikterik
Pupil Isokor Isokor
Diameter 2mm / 2mm 2mm / 2mm
Reflek terhadap (+) (+)
cahaya
Penggunaan alat (-) (-)
bantu
b. Hidung Bersih tidak ada polip, tidak Bersih tidak ada polip, tidak
ada sekret ada sekret
5. Dada (Thorax)
Paru-Paru
Inspeksi Dada simetris kanan kiri, Dada simetris, tidak ada
tidak ada jejas. jejas.
Palpasi Vokal premitus kanan kiri Vokal premitus kanan dan
sama kiri sama,
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler / tidak ada suara Vesikuler, tidak ada suara
tambahan tambahan
Jantung
Inspeksi Ictus cordis tak tampak Ictus cordis tak tampak
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS 5 Ictus cordis di ICS 5
Perkusi Pekak Pekak
Auskultasi Tidak ada suara tambahan Tidak ada suara tambahan
6. Abdomen
Inspeksi Tidak ada luka atau jejas Tidak ada luka atau jejas
Auskultasi Bising usus 12 x/menit Bising usus 16 x/menit
Perkusi Kuadran 1 dan 2 redup, 3 Kuadran 1 dan 2 redup, 3
dan 4 tympani dan 4 tympani
Palpasi Tidak ada nyeri tekan Tidak ada nyeri tekan
b. Bawah
Kekuatan otot 5/2 2/5
kanan/ kiri
Rom kanan/kiri Terpasang bidai di kaki kiri Terpasang bidai di kaki
kanan
Capilary refile 2 detik 2 detik
Perubahan bentuk Terdapat perubahan Terdapat perubahan
tulang
Perabaan akral Dingin Dingin
69
Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan Interpretasi
Klien 1 ( tanggal 23 Mei 2017)
HEMATOLOGI
RUTIN
Hemoglobin 13.6 g/dl 13.5 – 17.5 Normal
Hematokrit 42 % 33 – 45 Normal
Leukosit 17.2 Ribu/Ul 4.5 – 11.0 Tinggi
Trombosit 239 Ribu/Ul 150 – 450 Normal
Eritrosit 5.01 Juta/Ul 4.50 – 5.90 Normal
HEMOSTASIS
PT 14.5 Detik 10.0 –15.0 Normal
APTT 30.3 Detik 22.0 – 40.0 Normal
INR 1.210
KIMIA KLINIK
ELEKTROLIT
Natrium darah 137 Mmol/L 136 – 145 Normal
Kalium darah 3.1 Mmol/L 3.3 – 5.1 Rendah
Chlorida darah 101 Mmol/L 58 – 100 Tinggi
HbSAg Rapid Non reactive Non reactive Normal
Klien 2 ( tanggal 24 Mei 2017 )
HEMATOLOGI
RUTIN
Hemoglobin 13.3 g/dl 13.5 – 17.5 Tinggi
Hematokrit 38.2 % 33 – 45 Normal
MCV 84.3 Fl 80 – 100 Normal
MCH 29.4 Pg 26 – 34 Normal
MCHC 34.8 g/dl 32 –36 Normal
Leukosit 18.8 Ribu/Ul 4.5 – 11.0 Tinggi
Eritrosit 4.53 Juta/Ul 4.50 – 5.90 Normal
Trombosit 306 Ribu/Ul 150 – 450 Normal
Neutrofil 36.6 % 50 – 70 Rendah
Limfosit 57.3 % 20 – 40 Tinggi
LUC 6.1 % 1– 4 Tinggi
Pembekuan (CT)
Masa pembekuan (CT) 12 Menit 5 – 14 Normal
Perdarahan (BT)
Masa perdarahan (BT) 3 Menit 2–7 Normal
Ureum 11 Mg/dl 10.7– 42.8 Normal
Kreatinin 0.6 Mg/dl 0.5 – 1.1 Normal
Glukosa sewaktu 150 Mg/dl 60 – 199 Normal
Natrium 138 Mmol/L 135.0 – 145.0 Normal
Kalium 3.2 Mmol/L 3.5 – 5.1 Rendah
Chloride 102 Mmol/L 95.0 – 115.0 Normal
HbSAg Rapid Non reactive Non reactive Normal
70
Radiologi
Klien 1
RD 0044- Femur AP dan Lat
Klinis CF femur ⅓ tengah sinistra pre orif
Foto femur kiri AP/Lat
Tampak fraktur di os femur ⅓ tengah kiri
Trabekulasi tulang normal
Celah dan permukaan sendi dalam batas normal
Tak tampak klasifikasi abnormal
Tak tampak erosi atau destruksi tulang
Tak tampak soft tisue mass/swelling
Pergeseran sendi (-)
Kesimpulan
Fraktur di os femur ⅓ tengah kiri
Klien 2
RD 0046- Femur AP dan Lat
Klinis CF femur ⅓ tengah dextra pre orif
Foto femur kanan AP/Lat
Tampak fraktur di os femur ⅓ tengah kanan
Trabekulasi tulang normal
Celah dan permukaan sendi dalam batas normal
Tak tampak klasifikasi abnormal
Tak tampak erosi atau destruksi tulang
Tak tampak soft tisue mass/swelling
Pergeseran sendi (-)
Kesimpulan
Fraktur di os femur ⅓ tengah kanan
5. Terapi medis
Penulis menguraikan terapi medis yang diberikan kepada klien pada tabel
4.6
Klien 1
Do :
Klien tampak meringis
kesakitan dan memegangi
daerah paha kiri saat nyeri
muncul. Hasil tanda-tanda
vital:
TD : 140/90 mmHg,
Nadi : 82x/menit, irama cepat,
72
Do :
Klien tampak lemah,
kebutuhan ADL dibantu oleh
keluarga, klien bedrest total,
terpasang infus NaCl 0,9% di
tangan kanan, kekuatan otot
ekstremitas bawah 5/2, hasil
rontgen radiologi
menunjukkan fraktur di os
femur ⅓ tengah kiri,
terpasang bidai di kaki kiri
Suhu : 37.10C.
Klien 2
Do :
Klien tampak meringis
kesakitan dan memegangi
daerah paha kanan saat nyeri
muncul, hasil tanda-tanda
vital:
TD: 140/80 mmHg,
Nadi: Frekuensi 90 x/menit,
irama cepat, kekuatan atau isi
kuat
RR: Frekuensi 22 x/menit,
irama normal
Suhu:37,20C
Klien terpasang bidai di kaki
kanan,terpasang cairan infus
NaCl 0,9% di tangan kanan
Do:
Klien tampak bedrest total,
terpasang bidai di kaki kanan
dan infus NaCl 0,9% di tangan
kanan, tampak ADL dibantu
oleh keluarga, kekuatan otot
ekstremitas bawah 2/5, hasil
rontgen radiologi yaitu
fraktur di os femur ⅓
tengah kanan
74
Pasien 1
Do :
Klien tampak meringis
kesakitan dan memegangi
daerah paha kiri saat nyeri
muncul. Hasil tanda-tanda
vital:
TD : 120/80 mmHg,
Nadi : 82x/menit, irama cepat,
kekuatan atau isi kuat
RR : 21x/menit, irama normal
Suhu : 37.10C.
Klien terpasang bidai pada
kaki kiri, terpasang NaCl
0,9% di tangan kanan
Do :
Klien tampak lemah,
kebutuhan ADL dibantu oleh
keluarga, klien bedrest total,
terpasang infus NaCl 0,9% di
tangan kanan, kekuatan otot
ekstremitas bawah 5/2, hasil
rontgen radiologi
menunjukkan fraktur di os
femur ⅓ tengah kiri,
terpasang bidai di kaki kiri
Do :
Klien tampak meringis
kesakitas dan memegangi
daerah paha kanan saat nyeri
muncul, hasil tanda-tanda
vital:
TD: 140/80 mmHg,
Nadi: Frekuensi 90 x/menit,
irama cepat, kekuatan atau isi
kuat
RR: Frekuensi 22 x/menit,
irama normal
Suhu:37,20C
Klien terpasang bidai di kaki
kanan,terpasang cairan infus
NaCl 0,9% di tangan kanan
Do:
Klien tampak bedrest total,
terpasang bidai di kaki kanan
dan infus NaCl 0,9% di tangan
kanan, tampak ADL dibantu
77
Pasien 1
nonfarmakologi
(tarik nafas dalam)
4. Beri informasi pada
keluarga dalam
memberi dukungan
klien saat nyeri
muncul
5. Kolaborasi
pemberian
analgetik pereda
nyeri (Metamizole
1g/8jam)
Diagnosis 2 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan
keperawatan 3 x 24 jam di harapkan mobilisasi
mobilisasi pada klien meningkat 2. Latih dalam
dengan kriteria hasil : pemenuhan ADL
1. Adanya keseimbangan tubuh secara mandiri
2. Klien mampu dan mengerti sesuai kemampuan
tujuan dari peningkatan 3. Ajarkan merubah
mobilisasi posisi yang aman
3. Klien mampu melakukan 4. Beritahu keluarga
peningkatan kemampuan dalam melakukan
berpindah teknik berpindah
4. Kekuatan otot dapat yang aman
meningkat menjadi 3 5. Konsultasi dengan
fisioterapi
Klien2
memberi dukungan
klien saat nyeri
muncul
5. Kolaborasi
pemberian
analgetik pereda
nyeri (Metamizole
1g/8jam)
bawah 5/2
Dx 3 15.10 Membina 11.10 Mengkaji tanda 15.20 Menjelaskan
hubungan saling verbal dan non rencana
percaya verbal tindakan
S: S: keperawatan
Klien mengatakan Klien mengatakan S:
cemas akan cemas akan Klien
operasi yang akan operasi yang akan mengatakan
di jalaninya, takut di jalaninya akan pindah
jika di tinggal berkurang, klien ruang dan siap
sendiri, tidak puas mengatakan bisa untuk operasi
akan tidurnya dan tidur namun tidak besuk, klien
bangun terasa puas, klien masih mengatakan
lesu. Klien tidak ingat masih belum
mengatakan tidak kronologi tahu pasti
ingat kronologi kecelakaan, nyeri kronologi
saat kecelakaan pada paha kiri kejadian saat
terjadi sampai di masih terasa kecelakaan,
bawa ke Rumah tertusuk-tusuk nyeri pada
Sakit, Klien O: paha kiri
mengatakan sedih Klien tampak terasa
akan kondisinya lebih segar, tidak tertusuk-tusuk
sekarang, Klien keluar keringat masih di
mengatakan nyeri dingin, tampak rasakan
pada paha kiri rileks dan tegang O:
dan terasa berkurang, Klien tampak
tertusuk-tusuk di tampak klien bersemangat,
daerah paha kiri tidak terlalu sedih sedikit tegang,
O: seperti kemarin mulut kering,
Klien tampak lesu skor HRS-A 18 tidak pucat
dan gelisah, (Cemas Ringan), skor HRS-A 8
berkeringat dan Hasil tanda-tanda (tidak ada
mulut kering, vital: cemas)
tidak tenang, klien TD:130/90 15.45 Menginstruksi
tampak pucat dan mmHg, kan teknik
muka tegang, skor Nadi:80x/menit, relaksasi nafas
HRS-A 20 (cemas irama cepat, dalam
ringan) kekuatan atau isi S:
15.20 Menginstruksikan kuat Klien
melakukan teknik RR: 20x/menit, mengatakan
relaksasi nafas irama normal jauh lebih
dalam Suhu : 36.70C. nyaman saat
S: 11.15 Menginstruksikan melakukan
Klien mengatakan melakukan teknik relaksasi nafas
cemas mulai relaksasi nafas dalam
berkurang dalam O:
O: S: Klien tampak
Gelisah tampak Klien mengatakan rileks, Hasil
berkurang, klien saat melakukan tanda-tanda
mulai tenang, relaksasi nafas vital:
skala HRS-A 18 dalam cemas TD : 120/80
(cemas ringan), terasa lebih mmHg,
Hasil tanda-tanda berkurang Nadi:76x/me
vital: O:klien tampak nit,irama
TD : 140/90 rilek dan tegang teratur,keku
mmHg, berkurang , skor atan atau isi
Nadi : 80x/menit, HRS-A 14 kuat
irama cepat, (Cemas Ringan), RR:18x/menit
83
Klien 2
O: dan harus S:
Klien tampak bedrest Keluarga klien
bedrest total, klien O: mengatakan
memegangi daerah Klien tampak selalu berada
paha kanan, terpasang bidai di samping
terpasang bidai di di kaki kanan, klien
kaki kanan dan terpasang infus O:
infus NaCl 0,9% di NaCl 0,9% di Keluarga
tangan kanan, tangan kanan, tampak selalu
kekuatan otot pengaman berada di
ekstremitas bawah tempat tidur samping klien,
2/5 terpasang, keluarga
17.05 Melatih kekuatan otot selalu
kemampuan dalam ekstremitas mendengarkan
pemenuhan ADL bawah 2/5 keluh kesah
S: 13.40 Mengajarkan klien
Klien mengatakan merubah posisi
nyeri saat yang aman
melakukan S:
pemindahan posisi Klien
miring di bantu mengatakan saat
keluarga memindah
O: posisi secara
Klien tampak pelan-pelan dan
berhati-hati dan hati-hati
menahan nyeri saat O:
berpindah posisi Klien tampak
hati-hati saat
ingin merubah
posisi
Klien 1
Dx 1 S: S: S:
P:Klien mengatakn P:Klien mengatakan P:Klien mengatakan
nyeri saat paha kiri nyeri saat paha kiri nyeri saat paha kiri
mengalami pergerakan mengalami mengalami
Q:Klien mengatakan pergerakan pergerakan
nyerti terasa tertusuk- Q:Klien mengatakan Q:Klien mengatakan
tusuk nyeri seperti nyeri seperti
R:Klien mengatakan tertusuk-tusuk tertusuk-tusuk
nyeri dibagian paha kiri R:Klien mengatakan R:Klien mengatakan
S:Klien menunjukkan nyeri di bagian paha nyeri di bagian paha
nyeri skala 4 kiri kiri
T: Klien mengatakan S:Klien S:Klien
nyeri hilang timbul, menunjukkan nyeri menunjukkan nyeri
saat nyeri mucul sekitar dengan skala 4 dengan skala 3
15 menit. T:Klien mengatakan T:Klien mengatakan
nyeri hilang timbul, nyeri hilang timbul,
O: saat nyeri muncul saat nyeri muncul
Klien tampak meringis sekitar 10 menit. sekitar 5 menit.
kesakitan dan memegangi O: O:
daerah paha kiri saat Klien tampak meringis Klien tampak meringis
nyeri muncul. Tanda – kesakitan dan kesakitan dan
tanda vital: memegangi daerah memegangi daerah
TD: 140/90 mmHg, paha kiri saat nyeri paha kiri saat nyeri
Nadi: 82x/menit, irama muncul. Hasil tanda- muncul. Hasil tanda-
cepat, kekuatan atau isi tanda vital: tanda vital:
kuat TD:130/90 mmHg, TD : 120/80 mmHg,
RR: 21 x/menit, irama Nadi:80x/menit, irama Nadi: 80x/menit, irama
normal cepat, kekuatan atau isi cepat, kekuatan atau isi
Suhu: 37,10C kuat kuat
Klien terpasang bidai di RR: 20x/menit, irama RR : 20x/menit, irama
kaki kiri dengan cairan normal normal
infus NaCl 0,9% di Suhu : 36.70C. Suhu : 36.80C.
tangan kanan Klien terpasang bidai Klien terpasang bidai
pada kaki kiri, pada kaki kiri,
A: masalah belum teratasi terpasang infus NaCl terpasang NaCl 0,9%
0,9% di tangan kanan di tangan kanan
P: lanjutkan intervensi
1. Kaji skala nyeri A: masalah teratasi A: masalah teratasi
secara sebagian sebagian
komprehensif
2. Beri kesempatan P: lanjutkan intervensi P: lanjutkan intervensi
istirahat dan 1. Kaji skala 1. Kaji skala
tidur yang nyeri secara nyeri secara
adekuat. komprehensif komprehensi
3. Beri informasi 2. Beri 2. Kolaborasi
pada keluarga kesempatan pemberian
dalam memberi istirahat dan analgetik
dukungan klien tidur yang pereda nyeri
saat nyeri adekuat. (Metamizole
muncul 3. Kolaborasi 1g/8jam)
88
4. Kolaborasi pemberian
pemberian analgetik
analgetik pereda pereda nyeri
nyeri (Metamizole
(Metamizole 1g/8jam)
1g/8jam)
Dx 2 S: S: S:
Klien mengatakan tidak Klien mengatakan Klien mengatakan
dapat melakukan dapat mengatur posisi dapat mengatur posisi
pergerakan terutama pada miring kekanan secara mandiri dengan
paha kiri perlahan
O: O: O:
Klien tampak bedrest Klien tampak Klien tampak
total, klien memegangi berpindah dengan hati- melakukan posisi
daerah paha kiri yang hati dibantu oleh secara perlahan dan
nyeri, terpasang bidai di keluarga, terpasang hati-hati, terpasang
kaki kiri,terpasang infus bidai di kaki bidai di kaki
NaCl 0,9% di tangan kiri,terpasang infus kiri,terpasang infus
kanan, kekuatan otot 5/2, NaCl 0,9% di tangan NaCl 0,9% di tangan
hasil rontgen radiologi kanan, kekuatan otot kanan, kekuatan otot
yaitu fraktur di os femur ekstremitas bawah 5/2, ekstremitas bawah 5/2,
⅓ tengah kiri hasil rontgen radiologi hasil rontgen radiologi
yaitu fraktur di os yaitu fraktur di os
A: masalah belum teratasi femur ⅓ tengah kiri femur ⅓ tengah kiri
Dx 3 S: S: S:
Klien mengatakan cemas Klien mengatakan Klien mengatakan akan
akan operasi yang akan cemas akan operasi pindah ruang dan siap
di jalaninya mulai yang akan di jalaninya untuk operasi besuk,
berkurang, takut jika di berkurang, klien klien mengatakan
tinggal sendiri, tidak mengatakan bisa tidur masih belum tahu pasti
puas akan tidurnya dan namun tidak puas, kronologi kejadian saat
bangun terasa lesu. Klien klien masih tidak ingat kecelakaan, nyeri pada
89
Klien 2
Dx 1 S: S: S:
P:Klien mengatakn P:Klien mengatakan P:Klien mengatakan
nyeri saat paha kanan nyeri saat paha kanan nyeri saat paha kanan
mengalami pergerakan mengalami mengalami
90
Dx 2 S: S: S:
Klien mengatakan nyeri Klien mengatakan Klien mengatakan
pada paha kanan nyeri di paha kanan dapat berpindah posisi
saat bergerak dengan hati-hati di
O: bantu keluarga
Klien tampak bedrest O:
total, klien tampak Klien tampak terpasang O:
memegangi daerah paha terpasang bidai di kaki Keluarga tampak
kanan, terpasang bidai di kanan, terpasang infus membantu klien
kaki kanan, terpasang NaCl 0,9% di tangan berpindah posisi di
infus NaCl 0,9% di kanan, kekuatan otot tempat tidur dengan
tangan kanan, kekuatan ekstremitas bawah 2/5, pelan-pelan, terpasang
otot ekstremitas bawah hasil rontgen radiologi bidai di kaki kanan,
2/5, hasil rontgen menunjukkan fraktur terpasang infus NaCl
radiologi menunjukkan femur di os femur ⅓ 0,9% di tangan kanan,
fraktur femur di os femur tengah kanan kekuatan otot
⅓ tengah kanan ekstremitas bawah 2/5,
A: masalah teratasi hasil rontgen radiologi
A: masalah belum teratasi sebagian menunjukkan fraktur
femur di os femur ⅓
P: lanjutkan intervensi P: lanjutkan intervensi tengah kanan
1. Kaji 1. Kaji
kemampuan kemampuan A: masalah teratasi
mobilisasi mobilisasi sebagian
2. Latih dalam 2. Latih dalam
pemenuhan pemenuhan P: lanjutkan intervensi
ADL secara ADL secara 1. Kaji
mandiri sesuai mandiri sesuai kemampuan
kemampuan kemampuan mobilisasi
3. Ajarkan 3. Konsultasi 2. Latih dalam
merubah posisi dengan pemenuhan
yang aman fisioterapi ADL secara
4. Beritahu mandiri sesuai
keluarga dalam kemampuan
melakukan 3. Konsultasi
teknik berpindah dengan
yang aman fisioterapi
5. Konsultasi
dengan
fisioterapi
Dx 3 S: S: S:
Klien mengatakan cemas Klien mengatakan Klien mengatakan
berkurang, tidak dapat cemas muncul saat cemas berkurang, tidak
beristirahat dengan nyeri datang, tidak terkejut. Klien
tenang, mudah terkejut. dapat beristirahat mengatakan takut di
Klien mengatakan takut dengan tenang, mudah tinggal sendiri ,klien
di tinggal sendiri dan terkejut. Klien mengatakan segar saat
banyak orang, klien mengatakan takut di bangun tidur, klien
mengatakan lesu saat tinggal sendiri dan mengatakan nyeri di
bangun tidur, klien tidak banyak orang, klien paha kanan dan terasa
berminat apa-apa dan mengatakan lesu saat tertusuk-tusuk
merasa sedih, klien bangun tidur, klien
mengatakan nyeri di paha merasa sedih saat O:
kanan dan terasa cemas akan nyeri di Klien tampak gelisah
tertusuk-tusuk, klien kakinya, klien berkurang dan muka
mengatakan merasa mengatakan nyeri di sedikit merah, skala
lemas, saat nyeri muncul paha kanan dan terasa HRS-A 10 (Tidak
92
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis membahas mengenai asuhan keperawatan pada klien
yang mengalami close fraktur femur pra operatif dengan masalah kecemasan di
ruang ROI RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Pembahasan pada bab ini berisi
sajikan untuk membahas tujuan khusus pada Tn.Y dan Nn.M. Setiap temuan
perbedaan di uraikan dengan konsep. Isi pembahsan sesuai tujuan khusus yaitu
evaluasi.
5.1 Pengkajian
sakit (Nurhay dkk, 2005 yang dikutip dari Pedoman Rekam Medik, 2009).
93
94
Berdasarkan fakta dan teori di atas terdapat kesamaan di mana Tn.Y dan
Diagnosa medis pada Tn.Y dan Nn.M yaitu close fraktur femur.
Fraktur femur tertutup atau patah tulang paha tertutup adalah hilangnya
kontinuitas tulang paha tanpa di sertai kerusakan jaringan kulit yang dapat di
teori di atas pada kondisi Tn.Y dan Nn.M sama-sama mengalami fraktur
Suatu penelitian menyebutkan bahwa 80% dari klien yang akan menjalani
perilaku dapat terganggu tapi masih dalam batas normal (Hawari, 2006 dalam
Sari Febria Syafu, 2017). Berdasarkan fakta dan teori antar Tn.Y dan Nn.M di
atas adanya persamaan yaitu munculnya rasa cemas akan operasi yang akan
kecemasan.
akan operasinya dengan skor HRS-A 20. Sedangkan pada Sdr. M mengatakan
cemas saat nyeri muncul dan takut akan operasi yang akan di jalaninya
Syafu, 2017). Berdasarkan fakta dan teori antara Tn..Y dan Nn.M kecemasan
keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekana
Berdasarkan fakta dan teori di atas tekanan darah tinggi atau hipertensi dapat
ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya
dari AP/Lat dari klien Tn.Y dan Nn.M menunjukkan adanya fraktur femur.
(Asmadi, 2008)
realitas, kepribadian masa utuh, perilaku dapat terganggu tapi masih dalam
97
batas normal (Hawari, 2006 dalam Sari Febria Syafu, 2017). Berdasarkan
fakta dari Tn.Y dan Nn.M dengan teori menunjukkan sama-sama adanya
gangguan kecemasan.
Hasil pengkajian pada Tn.Y dan Nn.M bahwa klein mengalami kecemasan
di karenakan stressor. Stress adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa
merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku
(Richard, 2010). Berdasarkan faktor dan teori di atas, Tn. Y dan Nn. M
operatif yang akan di jalani sehingga klien merasa tindakan pra operatif
mencapai kriteria hasil atau suatu aktifitas yang di perlukan untuk membatasi
kondisis klen dan fasilitas yang ada, sehingga rencana keperawatan dapat
masalah diatas selama 3x24 jam dengan tujuan Tn.M dan Nn.M tidak merasa
tujuan dan hasil berdasarkan “SMART” meliputi specifik yaitu di mana tujuan
jawabkan dan time yaitu tujuan keperawatan tercapai dalam jangka waktu
perbandingan pada Tn.Y dan Nn.M yaitu cemas, maka penulis menyusun
selama 3x24 jam klien tidak cemas dengan kriteria hasil a) Klien tidak merasa
cemas b)Klien tidak merasa c) Klien tidak merasa ketakutan dan dapat
yang efektif e) Skala HARS bisa turun menjadi <14 (tidak cemas). Intervensi
yang di lakukan pada Tn.Y dan Nn.M yaitu kaji tanda verbal dan nonverbal
mendampingi klien dengan tujuan agar klien merasa lebih nyaman dengan
99
teknik relaksasi nafas dalam. Pada hari kedua tanggal 28 Mei 2017 yaitu
mengkaji tanda verbal dan non verbal kecemasan, relaksasi nafas dalam dan
mendorong peran keluarga dalam mendampingi klien. Pada hari ketiga pada
Mei 2017 yaitu dengan membina hubungan saling percaya dan relaksasi nafas
dalam. Hari kedua pada tanggal 28 Mei 2017 telah di lakukan tindakan
melakukan teknik relaksasi nafas dalam. Pada hari ketiga tanggal 29 Mei
100
relaksasi nafas dalam dan mengkaji tanda verbal dan non verbal dari
kecemasan.
stress karena dapat mengubah persepsi kognitif dan motivasi afektif klien.
Teknik relaksasi membuat klien dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa
tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri. Beberapa
dalam menurunkan kecemasan dan nyeri (Novariski, 2010 dalam Sari Febria
2017).
5.5 Evaluasi
adalah melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa di
mengambil keputusan. Proses evaluasi terdiri atas dua tahap yaitu mengukur
terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan ( Efendi & Makhfudli, 2009).
101
di lakukan relaksasi nafas dalam menjadi 18, hari kedua menunjukkan skor
14 dan hari ketiga turun menjadi 8. Sedangkan pada Nn.M menunjukkan skor
HRS-A 25, hari kedua menjadi 15 dan hari ketiga turun menjadi 10 setelah
setiap hari di lakukan teknik relaksasi nafas dalam. Pada Tn.Y dan Nn.M
telah melakukan teknik relaksasi dengan baik dan dapat di lihat bahwa
terdapat penurunan skor cemas pada masing-masing klien. Tn.Y dan Nn.M
tidak merasakan cemas dengan skor HRS-A <14. Teknik relaksasi membuat
klien dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress
fisik dan emosi pada nyeri (Brunner & Suddart, 2001 dalam Novarizki, 2010)
seseorang dapat beristirahat dengan tenang. Hal ini terjadi ketika individu
pengendoran otot dari bagian kepala hingga kaki. Selanjutnya dalam keadaan
rileks mulai memejamkan mata, saat itu frekuensi gelombang otak yang
muncul mulai melambat dan lebih teratur. Pada tahap ini individu merasa
rileks dan mengikuti secara pasif keadaan tersebut hingga menekan perasaan
tegang yang ada dalam tubuh (Datak, 2008 dalam Sari Febria Syafyu, 2017).
Berdasarkan fakta dan teori di atas penulis dapat mengambil opini bahwa
nafas adalam cukup efektif untuk memunculkan keadaan tenang dan rileks
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
keperawatan pra operatif pada Tn.Y dan Nn.M yang mengalami close
6.1.1 Pengkajian
stressor.
Intervensi yang di lakukan pada Tn.Y dan Nn.M yaitu kaji tanda
dalam
102
103
nafas dalam.
6.1.5 Evaluasi
baik dan dapat di lihat bahwa terdapat penurunan skor cemas pada
<14.
104
6.2 Saran
kebutuhan dasarnya.
keperawatan ansietas.
DAFTAR PUSTAKA
Digiulio, M., Donna Jackson dan Jim Keogh. 2014. Keperawatan Medikal
Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing
Stuart, Gail W. 2007. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 5. Jakarta : EGC
Suratun, H., Manuriung Santa, Raenah Een. 2008. Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : EGC
SD N 03 Popongan Karanganyar
SMP N 04 Karanganyar
SMA N 02 Karanganyar
Surakarta
Lampiran 3
NIM : P 14006
Lampiran 5
ABSTRACT
Results of the study 56 countries in 2014 is estimated to number around 234 million surgical
procedures per year, estimated complication rates following surgery (3-16%) and mortality
(0,4-0,8%). The purpose of this study was to determine the effect of relaxation techniques to
decrease the level of patient preoperative anxiety in surgical wards Hospital Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi. This research uses experimental research design to study design quasi
experimental design. The study was conducted Bangsal Surgical Hospital Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi. Populasi in this study amounted to 68 people. The sampling technique is
purposive sampling, with a sample of 12 people. Computerized data processing is done using
SPSS(Statistical Package for the Social Sciences) with univariate and bivariate analysis,
statistical test used was paired t-test. Hasil univariate analysis showed that 6 respondents did
relaxation breath In, 3 respondents have mild anxiety level (50%). Statistical test results
obtained p value = 0,001 so it can be concluded that there is a significant correlation between
the influence of deep breathing relaxation techniques to decrease anxiety levels of patients
praoperatif. It is expected that health care institutions to improve the program of relaxation
techniques breath In.
ABSTRAK
Hasil penelitian 56 negara pada tahun 2014 diperkirakan jumlah tindakan pembedahan
sekitar 234 juta per tahun, angka komplikasi tindakan pembedahan diperkirakan (3-16%)
dengan kematian (0,4-0,8%). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuipengaruh teknik
relaksasi terhadap penurunan tingkat kecemasan Pasien praoperatif di bangsal bedah RSUD
Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi.Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian
eksperimental dengan desain studi quasi experimental design. Penelitian dilakukan diBangsal
Bedah RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 68
orang.Teknik pengambilan sampel secara purposive sampling, dengan sampel sebanyak 12
orang. Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi menggunakan program
SPSS(statistical package for the social sciences) dengan analisa univariat dan bivariat, uji
statistik yang dipakai adalah paired t-test. Hasil analisa univariat menunjukkan bahwa 6
orang responden melakukan Relaksasi Nafas Dalam, 3 orang responden mempunyai tingkat
kecemasan ringan (50%). Hasil uji statistic didapatkan p value = 0,001 sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengaruh teknik relaksasi nafas
dalam terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien praoperatif. Maka dari itu diharapkan
kepada instansi pelayanan kesehatan untuk meningkatkan program tentang teknik relaksasi
nafas dalam.
PENDAHULUAN
Tindakan pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang akan mendatangkan
stressor terhadap integritas seseorang. Pembedahan akan membangkitkan reaksi stress baik
fisiologis maupun psikologis. Salah satu respon psikologis adalah cemas. Suatu penelitian
E-ISSN 2528-7613
Vol. XI Jilid 1 No.75 April 2017 MENARA Ilmu
menyebutkan bahwa (80%) dari pasien yang akan menjalani pembedahan mengalami
kecemasan(Bondan, 2008).
Pasien praoperatif biasanya akan mengalami kecemasan karena takut terhadap hal yang
belum diketahuinya, takut kehilangan kontrol/kendali dan ketergantungan pada orang lain,
takut kecacatan dan perubahan dalam citra tubuh normal. Respon psikologis dari pasien yang
menjalani operasi mayor berupa kecemasan, beberapa ketakutan yang menimbulkan
kecemasan menjelang operasi adalah hal yang individual, dimana ada pasien yang tidak bisa
mengidentifikasikan penyebabnya, sementara pasien lainnya ada yang bisa menjelaskan
ketakutan dan kecemasannya(Shelly, Tailor, dkk, 2009).
Saat menghadapi pembedahan, klien akan mengalami berbagai stresor. Pembedahan yang
ditunggu pelaksanaannya akan menyebabkan rasa takut dan ansietas pada klien yang
menghubungkan pembedahan dengan rasa nyeri, kemungkinan cacat, menjadi bergantung
pada orang lain, dan mungkin kematian(Syamsuhidajat, 2010).
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress, karena dapat
mengubah persepsi kognitif dan motivasi afektif pasien.Teknik relaksasi membuat pasien
dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada
nyeri. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa relaksasi nafas dalam sangat efektif
dalam menurunkan kecemasan dan nyeri paska operasi (Brunner &Suddart, 2001dalam
Novarizki, 2010)
Kecemasan pada pasien praoperasi harus diatasi, karena dapat menimbulkanperubahan-
perubahan fisiologis yang akan menghambat dilakukannya tindakan operasi (Smeltzer & bare,
2013). Menurut Efendy (2008), mengungkapkan bahwa dalam keadaan cemas, tubuh akan
memproduksi hormon kortisol secara berlebihan yang akan berakibat meningkatkan tekanan
darah, dada sesak, serta emosi tidak stabil. Akibat dari kecemasan pasien praoperasi yang
sangat hebat maka ada kemungkinanoperasi tidak bisa dilaksanakan, karena pada pasien yang
mengalami kecemasan sebelum operasi akan muncul kelainan seperti tekanan darah yang
meningkat, sehingga apabila tetap dilakukan operasi akan dapat mengakibatkan penyulit
terutama dalam menghentikan perdarahan, dan bahkan setelah operasi pun akan mengganggu
proses penyembuhan. Penanganan kecemasan pada pasien praoperasi telah banyak dilakukan
oleh perawat, salah satunya dengan tindakan tehnik relaksasi berupa nafas dalam. Perubahan
akibat teknik relaksasi yaitu menurunkan tekanan darah, menurunkan frekuensi jantung,
mengurangi disritmia jantung, mengurangi kebutuhan oksigen dan konsumsi oksigen,
mengurangi ketegangan otot, menurunkan laju metabolik, meningkatkan gelombang alfa otak,
yang terjadi ketika klien sadar, tidak memfokuskan perhatian, dan rileks, meningkatkan rasa
kebugaran, meningkatkan konsentrasi, memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stresor.
Teori ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Heru Suwardianto (2011) yang
berjudul “Pengaruh Terapi Relaksasi Napas Dalam (Deep Breathing) Terhadap Perubahan
Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Di Puskesmas Kota Wilayah Selatan Kota Kediri”,
hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada perbedaan yang signifikan tekanan darah sebelum
dan sesudah diberikan relaksasi nafas dalam.
Adapun penelitian yang dilakukan oleh Novarizki Galuh Ayudianningsih (2010),
menunjukan bahwa sebelum dilakukannya teknik relaksasi nafas dalam pada kelompok
eksperimen terdapat sebagian besar kecemasan berat yaitu sebanyak 12 responden (60%)
sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar juga mengalami kecemasan berat yaitu
sebanyak 14 responden (70%). Dan setelah dilakukan relaksasi nafas dalam terjadi perbedaan
tingkat kecemasan pada kedua kelompok penelitian.Pada kelompok eksperimen sebagian besar
responden mengalami kecemasan pada tingkat kecemasan ringan dan sedang, sedangkan pada
kelompok kontrol sebagian besar responden mengalami nyeri hebat yaitu sebanyak 9
responden (45%).
Hasil penelitian 56 negara pada tahun 2004 diperkirakan jumlah tindakan pembedahan
sekitar 234 juta per tahun, hampir dua kali lipat melebihi angka kelahiran per tahun. Studi pada
negara-negara industri, angka komplikasi tindakan pembedahan diperkirakan (3-16%) dengan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian ini
adalah “Apakah ada Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Tingkat
Kecemasan Pasien Praoperatif ?”.
Tujuan Penelitian
Diketahui pengaruh teknik relaksasi terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien
praoperatif di ruang bedah RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental dengan desain studi Quasi
Experimental Design yaitu dengan menggunakan kelompok kontrol, tetapi tidak dapat
berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi
pelaksanaan eksperimen. Quasi-experimental design, digunakan karena pada kenyataannya
sulit mendapatkan kelompok kontrol yang digunakan untuk penelitian. (Siswanto, Susila, &
Suyanto 2014)
Penelitian ini menggunakan quasi eksperimen dengan bentuk Non equivalent Control
Group Design, dimana design ini hampir mirip dengan pretest-postestcontrol group design,
tetapi pada design ini kelompok eksperimen dan kelompok control tidak dipilih secara random.
Dalam design ini penelitian ini dipilih satu kelompok responden, yang sebagian diberi
perlakuan dengan teknik relaksasi nafas dalam karena kecemasan dan yang sebagian lagi tidak
diberikan perlakuan. (Siswanto, Susila, & Suyanto 2014)
Penelitian ini dilakukan di ruang bangsal Bedah RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi
pada bulan September 2016, Karakteristik subyek ditentukan sesuai dengan ranah dan tujuan
penelitian (Sastroasmoro & Ismael, 2008).Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien
praoperasi di RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi padasebanyak 68 orang.Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Non probability sampling, yaitu teknik
pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau
anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2014). Dengan jenis pengambilan
sampelnya yaitu, purposive sampling dimana peneliti memilih responden berdasarkan
pertimbangan subyektifnya, bahwa responden tersebut dapat memberikan informasi yang
memadai untuk menjawab pertanyaan penelitian (Sastroasmoro & Ismael, 2008).
Dari rumus sampel diatas, maka jumlah responden adalah 6 orang kelompok intervensi dan
6 orang kelompok kontrol. Kriteria sampel yang akan di ambil yaitu sebagai berikut :
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Pasien praoperatif H-1
2. Pasien praoperatif yang bersedia sebagai responden;
3. Pasien praoperatif yang tidak memiliki gangguan pendengaran.
Pengambilan data dengan cara wawancara langsung sambil menyebarkan kuesioner
kepada responden dan melihat daftar buku status pasien yang akan melakukan pembedahan.
Setelah mendapatkan izin dari pihak rumah sakit (dari bangsal bedah), peneliti
memberikan informasi kepada semua responden yang akan dijadikan sampel dalam penelitian
ini dan setiap responden berhak untuk menolak atau bersedia sebagai sampel penelitian. Bagi
mereka yang bersedia menjadi sampel diminta untuk menandatangani Informed Consent
sebagai bukti kesediaan menjadi sampel kemudian menjelaskan secara singkat tentang maksud
peneliti dan manfaat teknik relaksasi nafas dalam. Setelah itu peneliti mulai melakukan pretest
pengukuran skala kecemasan untuk dijadikan data skala kecemasan sebelum diberi
perlakuan.Selanjutnya peneliti melakukan teknik relaksasi nafas dalam terhadap responden
secara berkelompok sebagai terapi untuk menurunkan skala kecemasan selama 15 menit
selama kecemasan pada klien dan dilakukan secara langsung. Dan setelah dilakukan teknik
relaksasi pada klien saat akan melakukan pembedahan, peneliti melakukan pengukuran skala
kecemasan kembali, kemudian dilakukan pencatatan. Setelah semua data terkumpul, peneliti
melakukan perhitungan dengan komputerisasi.
Data yang telah dikumpulkan diperiksa apakah sudah sesuai dengan tujuan penelitian, serta
pemeriksaan apakah kuesioner telah diisi dengan benar dan semua item telah dijawab oleh
responden selanjutnya proses koding
Teknik relaksasidiberikan kode sebagai berikut:
0 : Dilakukan teknik relaksasi
1 : Tidak dilakukan teknik relaksasi
Skala kecemasan pasien praoperatif diberikan kode sebagai berikut:
1: Cemasi ringan (14-20)
2: Cemas sedang (21-27)
3: Cemas berat (28-41)
4: Cemas sangat berat (42-56)
Memasukkan data agar dapat di analisis dengan cara memindahkan data kuesioner ke
dalam master tabel. Hasil dari setiap item dinilai sesuai dengan kategori penilaian dari masing-
masing variabel. Kecemasan adalah suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
eksistsensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. Alat ukur kecemasan
menggunakan HRS-A(Hamilaton Ratting Scale For Anxiety), masing-masing kelompok diberi
penilaian antara 0 - 100 dengan penilaian sebasgai berikut :
Nilai 14-20 : kecemasan ringan
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui dari 12 orang pasien praoperatif 6 di antaranya
dilakukan teknik relaksasi nafas dalam (50%)
2 Sedang 2 33,3
3 Berat 3 50
4 Panik 1 16,7
Total 6 100
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 6 pasien pre test intervensi diantaranya
yang belum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam terdapat separuh 3 orang (50%) yang
mengalami kecemasan berat.
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 6 pasien praoperatif kelompok
kontrol yang akan dilakukan observasi diperoleh hasil separuh 3 orang (50%) responden
memiliki skala kecemasan berat.
Analisa bivariat dalam penelitian ini untuk mengetahui pengaruh teknik relaksasi
terhadap penurunan skala kecemasan pada pasien praoperatif
SD SE
Nyeri n Lower Upper Value
Pretest 0,001
intervensi 1,16 0,40 0,1
0,738 1,595
Postest 7 8 67
intervensi
Postest
kontrol 0,33 0,51 0,2 0,175
0,209 0,875
postes 3 6 11
kontrol
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui rerata kecemasan sebelum diberikan teknik
relaksasi dan sesudah diberikannya teknik relaksasi pada kelompok intervensi adalah sebesar
1.167 dengan standar deviasi 0.408 dengan hasil uji statistik didapatkan nilai p value 0.001.
sedangkan rerata kecemasan pada kelompok kontrol sewaktu diobservasi adalah sebesar 0,333
dengan standar deviasi 0,516 dengan hasil uji statistik didapatkan nilai p value 0.175 artinya
ada perbedaan yang signifikan antara cemas sebelum diberikan teknik relaksasi dengan
sesudah diberikanya teknik relaksasi kepada kelompok intervensi dan tidak signifikan antara
cemas sebelum dan sesudah dilakukannya observasi ulang pada kelompok kontol, sehingga
dapat disimpulan bahwa adanya pengaruh teknik relaksasi terhadap penurunan tingkat
kecemasan.
PEMBAHASAN
Teknik Relaksasi
Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 6 orang pasien praoperatif kelompok
intervensi sebelum diberikan teknik relaksasi diperoleh hasil separuh pasien praoperatif pada
kelompok intervensi memiliki skala kecemasan yang berat 3(tiga) orang (50%) dan dari tabel
5.3 dapat diketahui bahwa dari 6 (enam) orang pasien praoperatif kelompok intervensi sesudah
diberikan teknik relaksasi diperoleh hasil yaitu 3(tiga) orang (50%) responden memiliki skala
kecemasan yang ringan.
Hasil penelitian yang dilakukan Suprapto, Utami, & Supriati (2012), dengan judul
“pengaruh pemberian relaksasi nafas dalam terhadap penurunan kecemasan klien pre operasi”
menunjukkan bahwa intervensi keperawatan mandiri tentang teknik relaksasi nafas dalam
yang diberikan empat jam sebelum pasien menjalani pre operasi rata-rata mengalami
kecemasan yang berat dari (72,5%) yang belum diberikan teknik relasasi setelah diberikan
teknik relaksasi menjadi (22,5%) berat dan dari (27,5%) kecemasan sedang setelah
diberikannya teknik relaksasi menjadi kecemasan ringan yaitu (77,5%)
Teknik relaksasi nafas dalam adalah suatu teknik relaksasi dengan cara melakukan
nafas dalam, lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan menghembuskan nafas secara
perlahan, dengan melibatkan gerakan sadar abdomen bagian bawah (daerah perut). Teknik ini
dapat meningkatkan oksigenasi dalam darah. Tujuan dari teknik ini untuk meningkatkan
ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasis paru, meningkatkan
efisiensi batuk, mengurangi stres baik (National Safety Council,2007).
Sejalan dengan teori yang dikatakan oleh Kushariyadi, Smeltzer & Bare (2007), bahwa
teknik relaksasi nafas dalam dalam memiliki kelebihan untuk mengurangi stres baik fisik
maupun emosional, menghilangkan nyeri, insomnia, dan kecemasan. Relaksasi nafas dalam
cukup efektif untuk memunculkan keadaan tenang dan rileks, dimana gelombang otak mulai
melambat yang akhirnya akan membuat seseorang dapat beristirahat dengan tenang.
Hal ini terjadi ketika individu mulai mempersiapkan diri dan mengikuti instruksi
relaksasi, yaitu pada tahap pengendoran otot dari bagian kepala hingga bagian
kaki.Selanjutnya dalam keadaan rileks mulai untuk memejamkan mata, saat itu frekuensi
gelombang otak yang muncul mulai melambat dan menjadi lebih teratur.Pada tahap ini
individu mulai merasakan rileks dan mengikuti secara pasif keadaan tersebut sehingga
menekan perasaan tegang yang ada di dalam tubuh (Datak, 2008).
Menurut analisa peneliti bahwa teknik relaksasi yang diberikan kepada responden dengan
mengatur suatu intervensi untuk mengajarkan nafas dalam dan lambat kepada responden
dengan tujuan agar responden merasa rilek dan nyaman sehingga responden tersebut
merasakan ketenangan dalam dirinya, mengurangi stress, dan kekakuan yang dirasakan pada
diri responden pada fase akan dilakukannya operasi tersebut, dan dari tanggapan responden
tentang teknik relaksasi ini mengatakan terapi yang diberikannya kepada klien ini sangatlah
bermanfaat untuk mengatur pernafasannya dan klien merasakan rilek sehingga klien
merasakan tenang dan nyaman dan klien bisa memfokuskan fikirannya yang lebih tenang
untuk menghadapi operasi yang akan dihadapinya.
Skala Kecemasan
Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 6 (enam) orang pasien praoperatif kelompok
intervensi sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam diperoleh hasil separuh pasien
memiliki skala kecemasan berat 3 (tiga) orang (50%) dan dari tabel 5.3 dapat diketahui bahwa
dari 6 (enam) pasien praoperatif kelompok intervensi sesudah diberikan teknik relaksasi nafas
dalam diperoleh hasil separuh responden memsiliki skala kecemasan ringan (50%).
Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa dari 6 orang pasien praoperatif kelompok kontrol
yang akan dilakukan observasi diperoleh hasil yaitu 3 (tiga) responden memiliki skala
kecemasan berat (50%) dan dari table5 dapat diketahui bahwa dari 6 (enam) orang pasien
praoperatif kelompok kontrol yang tidak diberikan teknik relaksasi nafas dalam diperoleh hasil
sebagian besar responden memiliki skala kecemasan yang berat (83%).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Makmur (2007), dengan judul
“pengaruh pemberian teknik relaksasi terhadap penurunan skala kecemasan pasien peri
operatif” dengan hasil tentang tingkat kecemasan pre operasi, bahwa dari 40 orang responden
dengan tingkat kecemasan berat sebanyak 7 (tujuh) orang (17,5%), 16 orang (40%) tingkat
kecemasan sedang, 15 orang (37,5%) tingkat kecemasan ringan, dan 2 (dua) orang (5%) tidak
mengalami kecemasan. Penelitian lain adalah yang dilakukan oleh Wijayanti (2009, dalam
Nataliza 2011), ditemukan 20 (64,5%) pasien mengalami kecemasan ringan dan 11 (35,5%)
mengalami kecemasan berat.
Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan ketakutan dan
kekawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai
realitas, kepribadian masa utuh, perilaku dapat terganggu tapi masih dalam batas normal
(Hawari, 2006).
Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak
menyenangkan yang dialami oleh setiap mahluk hidup dalam kehidupan sehari-hari, juga
merupakan pengalaman subjektif dari individu dan tidak dapat diobservasi secara langsung
serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa objek yang spesifik.Pada individu dapat
memberikan motivasi untuk mencapai sesuatu dan merupakan sumber penting dalam usaha
memelihara keseimbangan hidup.Kecemasan terjadi sebagai akibat dari ancaman terhadap
harga diri yang sangat mendasar bagi keberadaan individu.Cemas dapat dikomunikasikan
secara interpersonal dan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari, menghasilkan
peringatan yang berharga dan penting untuk memelihara keseimbangan diri dan perlindungan
diri (Suliswati,2007).
Setiap orang mempunyai beberapa kecemasan, baik sekarang maupun nanti. Tetapi
ketika cemas itu tinggi, maka mungkin memiliki efek terhadap pada kecemasan sedang terjadi
reaksi yang dipengaruhi oleh komponen parasimpatis sehingga akan mengakibatkan
penurunan tekanan darah dan frekuensi jantung.pada kecemasan yang kronis kadar adrenalin
terus meninggi sehingga kepekaan terhadap rangsangan yang lain berkurang dan akan terlihat
tekanan darah meninggi dan itu akan menyebabkan semakin menonjolnya tingkat kecemasan
seseorang dan akan mengalami resiko terhadap klien pasca operasi (Salan,2008).
Menurut asumsi penelitikecemasan yang terjadi kepada responden karena beberapa faktor
pemicu, yang salah satunya semakin dekatnya waktu responden tersebut yang akan
menjalankan operasi semakin tingginya tingkat kecemasan responden tersebut, dengan hasil
penelitian rata-rata skala kecemasan sebelum diberikan intervensi kepada 6 (enam) orang
responden separuh responden memiliki tingkat kecemasan berat 3 (tiga) orang (50%),
sedangkan rata-rata sesudah diberikan intervensi kepada 6 (enam) orang responden separuh
dari mereka 3 (tiga) orang (50%) memiliki tingkat kecemasan ringan. Artinya terdapat
perbedaan rata-rata skala kecemasan pada sebelum dan sesudah diberikan perlakuan intervensi
dan, kepada kelompok kontrol dari 6 (enam) orang responden terdapat sebagian besar 5 (lima)
orang (83,3%) responden memiliki tingkat kecemasan berat, setelah di ukur tiga puluh menit
kemudian responden yang akan melakukan pembedahan responden mengalami peningkatan
kecemasan 2 (dua) orang dari 6 (enam) orang responden memiliki tingkat kecemasan panik.
Relaksasi merupakan suatu metode dan cara yang dapat digunakan dan diberikan
kepada pasien pre operasi sebelum dilakukannya tindakan pembedahan dengan relaksasi
pasien dapat melepaskan rasa ketegangan, dan stress yang dialaminya karena dengan
melakukan relaksasi, pasien akan mengalihkan rasa cemasnya. Pernyataan ini didukung oleh
teori yang dikemukakan oleh Potter & Perry (2006), menyatakan bahwa teknik nafas dalam
juga dapat memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa ketidaknyamanan atau cemas,
stres fisik dan emosi yang disebabkan oleh kecemasan. Teknik ini tidak hanya digunakan pada
individu yang sakit tetapi bisa juga digunakan pada individu yang sehat.Pelaksanaan teknik
relaksasi bisa berhasil jika pasien kooperatif.
Rasa ketidak nyamanan jika tidak diatasi akan mempengaruhi fungsi mental dan fisik
individu sehingga mendesak untuk segera mengambil tindakan/terapi farmakologis atau non
farmakologis. Teknik non farmakologi antara lain pengaturan posisi, teknik relaksasi,
manajemen sentuhan, manajemen lingkungan, massase, latihan fisik, tidur tidak cukup,
hipnoterapi, distorsi seperti mendengarkan musik serta relaksasi seperti yoga dan nafas dalam,
dukungan perilaku, imajinasi, kompres dan pemberian ramuan herbal (Smertzer & Bare,
2006).
Hasil analisa yang dilakukan oleh peneliti menunjukan bahwa adanya pengaruh teknik
relaksasi terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien praoperatif dengan hasil penelitian
sebelum diberikannya intervensi relaksasi nafas dalam tingkat kecemasan terbesar berada pada
kecemasan berat dengan jumlah 3 (tiga) orang (50%), sedangkan setelah diberikannya
intervensi relaksasi nafas dalam tingkat kecemasan terbesar berada pada kecemasan ringan
yaitu dengan jumlah 3 (tiga) orang (50%), Pengaruh pemberian relaksasi nafas dalam dapat
dilihat dari hasil analisa yaitunya dari 6 (enam) orang klien intervensi terdapat 1 (satu) orang
(16,7%) responden mengalami kecemasan panik terdapat penurunan yaitu menjadi 1 orang
(16,7%) responden cemas berat, dan dari 3 (tiga) orang (50%) responden kecemasan berat
setelah diberikan perlakuan terdapat penurunan kecemasan 2 (dua) orang (33,3%) responden
cemas sedang dan 1 (satu) orang responden menjadi cemas ringan, dan dari kecemasan sedang
2 (dua) orang (33,3%) responden terjadi penurunan kecemasan menjadi cemas ringan, jadi
terdapat 3 (tiga) orang (50%) responden yang mengalami cemas ringan.
Sedangkan pada kelompok kontrol dari 6 (enam) orang responden yang hanya di
observasi terdapat 5 (lima) orang (83,3%) respoden yang mengalami tingkat kecemasan berat,1
(satu) orang (16,7%) responden memiliki kecemasan sedang, dan dari hasil pemantauan ulang
setelah tiga puluh menit terdapat peningkatan tingkat kecemasan yaitunya 2 (dua) orang
(33,3%) responden memiliki tingkat kecemasan panik, 3 (tiga) orang (50%) cemas berat dan 1
(satu) orang (16,7%) kecemasan sedang.Ini membuktikan bahwa adanya pengaruh teknik
relaksasi terhadap penurunan tingkat kecemasan klien yang akan melakukan pembedahan dari
tidak adanya kecemasan panik menjadi ada.
SIMPULAN
Ada perbedaan yang signifikan antara pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap
penurunan tingkat kecemasan sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh teknik
relaksasi terhadap skala kecemasan pada pasien praoperatif
Saran
Diharapkan pada peneliti selanjutnya meneliti dengan variabel yang berbeda atau menambah
variabel penelitian dan melakukan teknik relaksasi otot progresifdengan penurunan tingkat
kecemasan.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah, Edisi2, Jakarta :
Salemba Medika
Ayudianningsih, Novarizki. (2010). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
Penurunan Tingkat Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi Fraktur Femur Di Rumah Sakit
Karima Utama Surakarta.Jurnal. FIK UMS
(http://download.portalgaruda.org/article.ph p?article diakses pada tanggal 29
Agustus 2016 pukul 13.45 wib)
Baradero, P. L. (2008). Farmakologi Dasar Untuk Mahasiswa Farmasi dan
Keperawatan.Leskonfi : Jabar
Bruner & Sudarth.(2002). Keperawatan Medical Bedah.Edisi ke VIII.Jakarta : EGC
Colombia Asia Medikal Center.(2006). Pengaruh Teknik Nafas Dalam Terhadap Perubahan
Tingkat Kecemasan Pada pasien perioperatif I Di Pondok Bersalin Ngudi Saras
Trikilan Kali Jambe Sragen.Jurnal. Universitas Airlangga
Cutler.(2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Jakarta : Ghalia Indonesia
Datak.Gad. (2008). Penurunan Nyeri Pasca Bedah Pasien TUR Prostat melalui
RelaksasiBenson(http://journal.ui.ac.id/index.php/jkepi/article/viewFile/2405/1853
diperoleh tanggal 29 agustus 2016)
Depkes, RI. (2009). Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan
Penyakit Tidak Menular.Jakarta : Salemba Medika
Efendy.(2008). Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik.Edisi 2.Jakarta :
Salemba Medika
Fauziah fitri & Julianty Widuri.(2007). Statistik Kesehatan. Jakarta : Rajawali Pers
Handerson.(2005). Prosedur Penelitian Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta
Hidayat, A, A. (2007).Pengantar konsep dasar keperawatan.Jakarta:Salemba medika
Makmur.(2007). Asuhan Keperawatan Perioperatif – Pre Operasi.Jakarta : TIM
Mutiara Siti Indah. (2012). Pengaruh Teknik Relaksasi Pernafasan Diafragma Terhadap
Perubahan Kecemasan Pasien Pre Operasi di Bangsal Bedah RSUP.Dr.M. Djamil
Padang Tahun 2012.Penelitian. Universitas Andalas Padang
(http://repository.unand.ac.id/17863/1/ isi.pdf diakses pada tanggal 29 Agustus 2016
pukul 16.56 wib)
Muttaqin.(2009). Asuhan Keperawatan Perioperatif.Jakarta : Salemba Medika
National Safety Council.(2007). Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap Penurunan Tingkat
Kecemasan Klien. Yogyakarta : Universitas Yogyakarta
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta :
Rineka Cipta
Potter & Perry.(2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan.Volume 1.Jakarta : EGC
Ramaiah, S. (2005).Pengaruh Pelayanan Kebutuhan Spiritual Oleh Perawat Terhadap
Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi di Ruang Rawat RSI Siti Rahmah Padang.
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Shelly, Tailor, dkk.(2009). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5.Jakarta : EGC
Soetjiningsih.(2004). Tumbung Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : Salemba
Medika
Smertzer & Bare.(2013)Manual for the Depression Anxiety & Stress Scales (Second edition).
Psychology Foundation.Diakses dari www.Serene. Me.Uk.diakses pada tanggal 29
Agustus 2016 pukul 16.56 wib)
Smertzer & Bare.(2008)tinjauan tentang relaksasi. Media ilmu: Yokyakarta
Sugiyono.(2014). Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Rapika Aditama
Suliswati.( 2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC
Stuart & Sundeen.(2002). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi III. Jakarta : EGC
Stuart & Sundeen.(2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi IV. Jakarta : EGC
Tabel 2.4 Alat ukur kecemasan HRS-A (Hamilton Ratting Scale For Anxiety)
Nilai Angka (Skor)
No Gejala kecemasan
0 1 2 3 4
1 Perasaan cemas
e. Cemas √
f. Firasat buruk
g. Takut akan pikiran sendiri
h. Mudah tersinggung
2 Ketegangan
h. Merasa tegang
i. Lesu
j. Tidak bisa istirahat tenang
k. Mudah terkejut
l. Mudah menangis
m. Gemetar
n. Gelisah √
3 Ketakutan
e. Pada gelap
f. Pada orang lain atau asing
g. Di tinggal sendiri √
h. Takut pada binatang besar
4 Gangguan tidur
f. Sukar tidur
g. Terbangun malam hari
h. Tidur tidak nyenyak √
i. Bangun dengan lesu √
j. Banyak mimpi-mimpi (mimpi buruk)
5 Gangguan kecerdasan
d. Sukar konsentrasi
e. Daya ingat menurun √
f. Daya ingat buruk
6 Perasaan depresi (murung)
e. Hilangnya minat
f. Sedih √
g. Berkurangnya kesenangan pada hoby
h. Perasaan berubah-ubah
7 Gejala somatik atau fisik (otot)
f. Sakit dan nyeri di otot √
g. Kaku
h. Kedutan otot
i. Gigi gemerutuk
j. Suara tidak stabil
8 Gejala sensorik
e. Perasaan di tusuk-tusuk √
f. Penglihatan kabur
g. Muka merah atau pucat √
h. Merasa lemah √
9 Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah)
f. Takikardia
g. Berdebar-debar
h. Nyeri di dada
i. Denyut nadi mengeras
j. Rasa lesu atau lemas seperti mau pingsan
10 Gejala respiratory
e. Rasa tertekan atau sempit dada
f. Rasa tercekik
g. Sering menarik nafas
h. Nafas pendek atau sesak
11 Gejala gastrointestinal
h. Sulit menelan
i. BB menurun
j. Mual
k. Muntah
l. Nyeri sebelum dan sesudah makan
m. Rasa panas di perut
n. BAB lembek atau konstipasi
12 Gejala urogenital (perkemihan)
e. Sering BAK
f. Tidak dapat menahan air seni
g. Aminorea
h. Ereksi lemah atau impotensi
13 Gejala autonomy
f. Mulut kering √
g. Muka merah
h. Mudah berkeringat √
i. Kepala terasa berat
j. Bulu roma berdiri
14 Perilaku sewaktu wawancara
g. Gelisah √
h. Tidak tenang
i. Jari gemetar
j. Kerut kening
k. Muka tegang √
l. Otot tegang atau mengaras
PENDELEGASIAN KLIEN
1. Identitas klien
02/3 Tambakromo,
Pati
Seblongan, Wonogiri
Tn.Y
kekuatan otot
Nn.M
kekuatan otot
Tn.Y
Nn.M
Tn.Y
Nn.M
Tn.Y
kekuatan otot
Nn.M
kekuatan otot
7. Rencana selanjutnya
Tn.Y
a) Mengkaji nyeri
Nn.M
a) Mengkaji nyeri
b) Memberi kesempatan tidur dan istirahat
Nn.M
a) Mengkaji nyeri