Akustika 1C
Akustika 1C
AKUSTIK
(AKUSTIKA BANGUNAN)
Rujukan:
Akustik Lingkungan oleh Leslie Doelle (1972)
Architectural Acoustics oleh M. David Egan (1988)
Akustika Bangunan oleh CE. Mediastika (2005)
Acoustics, Noise and Buildings oleh Parkin & Humphreys (1969)
Environmental Science Handbook oleh SV. Szokolay (1980)
Acara
• 5 Mei : Akustika dasar
• 12 Mei : Akustika luar ruangan dan insulasi
• 19 Mei : Akustika dalam ruangan 1
• 26 Mei : Akustika dalam ruangan 2
• 2 Juni : Penggunaan alat
• Kuliah 13.30-15.30
• Responsi (kerja tugas) : s.d. 20.00
Sistem Perkuliahan
• Kuliah ceramah
• Responsi (latihan soal, pengalaman
menggunakan alat: melalui video)
• Nilai diperoleh:
– UAS
– Responsi
AKUSTIKA BANGUNAN
• Materi ini disatukan dengan Sistem Tata Udara, karena
memang secara alamiah keduanya sangat terkait, saling
mendukung atau saling memengaruhi (materi kuliah selanjutnya akan
menjelaskan mengapa demikian)
London, Dua puluh tahun yang lalu, seorang gadis kabur dari rumahnya untuk menonton konser Motorhead, konser terkeras
yang pernah ada saat itu. Sang ibu yang melihat anaknya kabur hanya mengatakan 'Suatu hari nanti kamu akan kehilangan
pendengaran'. Dan hal itu benar-benar terjadi.
Malam itu setelah mendengarkan konser yang suaranya bisa mencapai 140 desibel tersebut, telinga Philipa Faulks langsung
berdenging hingga seminggu. Kini di usia ke-41 tahun, Faulks benar-benar kehilangan pendengarannya dan terpaksa
memakai alat bantu pendengaran.
Motorhead adalah band rock asal Inggris yang terbentuk tahun 1975 dan merupakan salah satu band Heavy Metal yang
punya tingkat kecepatan lagu yang tinggi.
Kegemaran Faulks pada konser band telah menyebabkan telinganya rusak. Faulks bukan satu-satunya korban kerusakan
telinga akibat sering mendengar musik keras.
Menurut badan kesehatan dunia (WHO), sebanyak 4 juta orang mengalami kerusakan telinga karena paparan musik keras.
Konser dan MP3 pun menjadi faktor penyebabnya.
"Saya punya adik yang saat ini gemar mendengarkan iPod. Saya berdoa ia tidak mengalami apa yang saya alami dan belajar
dari kesalahan saya," kata Faulks seperti dilansir Dailymail, Selasa (5/1/2010).
Masalah dimulai ketika Faulks bekerja di toko yang sangat ramai dan dipenuhi suara musik. "Saya kesulitan mendengar apa
yang orang lain katakan dan ucapan 'maaf' menjadi kata mujarab yang sering saya ucapkan," tutur Faulks.
Awalnya sang suami mengira hal itu karena faktor kecapekan dan kurang konsentrasi, namun ketika suara berdenging di
telinga semakin sering muncul dan mengganggu hidupnya. Setelah mengunjungi dokter, Faulks pun diketahui positif
menderita Tinnitus (telinga berdenging).
Di usia 28 tahun, gangguan Tinnitus Faulks bertambah parah dan mengarah pada tuli. "Saya menjadi depresi. Situasi
bertambah sulit, saya tidak bisa mendengar sehingga tidak tahu harus berbicara apa. Saya lebih banyak diam memandangi
orang-orang dan sering bertengkar dengan suami," tutur Faulks.
Semakin bertambah usia, pendengaran Faulks semakin memburuk. Namun suatu hari ia diberi tahu ada alat bantu dengar
seharga 2.500 poundsterling atau sekitar Rp 37.500.000 (kurs 15.000/GBU) yang cukup efektif membantu orang tuli.
Meski tidak bisa mendengar sempurna, tapi alat bantu itu telah membuat perubahan dalam hidupnya. "Walaupun harganya
sangat mahal tapi saya sadar harga itu setimpal untuk mendapatkan sebuah pendengaran. Rasanya dunia menjadi lebih
hidup setelah bisa mendengar," ujarnya.
Gangguan pendengaran yang selama ini dikira hanya akan muncul jika sudah tua ternyata bisa terjadi kapanpun. Semakin
dini seseorang mendengarkan musik atau suara-suara keras, semakin cepat kemungkinan ia menjadi tuli.
"Jika suatu hari ibumu mengatakan 'kamu akan tuli', sebaiknya dengarkanlah ucapannya," kata Faulks.(fah/ir)
Polusi Suara, Ada namun Terlupakan
Senin, 27 Nov 2000 18:42:27
Pdpersi, Jakarta - Suara, adalah karunia yang diberikan Tuhan pada manusia. Begitu pentingnya suara, sehingga
Tuhan pun “menghadiahkan” indera pendengaran berupa telinga pada manusia. Niscaya, tanpa adanya telinga dan
suara, banyak kegiatan manusia terganggu, contoh paling “kental” adalah terganggunya proses komunikasi.
Sayangnya, perlakuan manusia pada indera pendengaran seringkali tak pada tempatnya. Berjam-jam memutar
musik jenis heavy metal dengan volume full, atau nonton konser musik rock persis di bawah sound system, boleh
jadi pada suatu waktu akan berakibat fatal pada indera pendengaran.
Diakui, indera pendengaraan kita lebih sering terganggu oleh kondisi yang memang tidak kita inginkan. Misalkan
gemuruh lalu lintas, tinggal di pinggir bandar udara, bekerja di pabrik dengan suara mesin yang keras, dan masih
banyak lagi.
Secara sederhana, para ahli mengatakan bahwa inilah yang dimaksud polusi suara. Cirinya adalah bising yang
teramat mengganggu, sehingga lambat laun mempengaruhi kondisi kejiwaan manusia. Bukan hanya itu, jika
kondisi ini dialami dalam kurun waktu yang panjang, imbasnya akan membuat telinga berkurang kepekaannya.
Ketua Jurusan Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI) Prof dr H
Haryoto Kusnoputranto MPH DrPH, yang ditemui pdpersi.co.id di ruang kerjanya, Jumat (17/11), mengatakan,
bising adalah suara-suara yang tidak kita kehendaki.
“Manusia mempunyai kemampuan untuk mendengarkan frekuensi-frekuensi suara mulai dari 20 hertz hingga
20.000 hertz,” papar Haryoto. Di rentangan itulah, tukas Haryoto, manusia dapat mendengar. Sementara itu,
manusia juga dapat mendengar suara desibel (tingkat Kebisingan- red) dari 0 (pelan sekali), hingga 140 desibel
(suara tinggi dan menyakitkan). “Kalau lebih dari 140 desibel, bisa terjadi kerusakan pada gendang telinga dan
organ-organ di dalam gendang telinga,” ungkap Haryoto.
Haryoto mengatakan, ambang batas maksimum yang aman bagi manusia adalah 80 desibel. Namun ia
melanjutkan, pendengaran manusia dapat mentolerir lebih dari 80 desibel, asalkan waktu paparannya
BUNYI
Sensasi mendengar hanya dapat terjadi apabila:
• Memiliki indera pendengaran yang sehat dan
otak yang sehat
• Ada sumber bunyi (objek atau udara bergetar)
Sumber bunyi berbentuk: titik dan garis
v f .
Medium Kecepatan rambat bunyi
(v)
Udara pada temperatur -20C 319,3 m/det
Udara pada temperatur 0C 331,8 m/det
Udara pada temperatur 10C 337,4 m/det
Udara pada temperatur 20C 343,8 m/det
Udara pada temperatur 30C 349,6 m/det
Gas hidrogen 1284 m/det
Gas O2 316 m/det
Gas CO2 259 m/det
Air murni 1437 m/det
Air laut 1541 m/det
Baja 6100 m/det
Octave dan 1/3 octave band frekuensi
63:125:250:500:1k:2k::4k:8k:16k Hz
20:25:31.5:40:50:63:80:100:125:160:200:250:315:400:500:630:800:1k:1k25:1k6:2
k:2k5:3k15:4k:5k:6k:8k:10:12k5:16k:20k Hz
Kekuatan bunyi
P
I
4r 2
• Untuk menciptakan
lingkungan luar dan dalam
ruang yang sehat dan nyaman,
perlu ditetapkan suatu acuan
tingkat keras bunyi. Oleh
karena itu, tingkat keras bunyi
perlu diukur guna diperiksa
dengan acuan yang berlaku.
• Ada beberapa alat yang dapat
digunakan untuk mengukur
tingkat keras bunyi, namun
yang paling umum digunakan
adalah sound level meter
(SLM). Alat pengukur yang lain
akan kita pelajari lebih rinci
pada bagian selanjutnya.
• Agar posisi pengukuran stabil, SLM sebaiknya
dipasang pada tripod. Setiap SLM, bahkan yang
paling sederhana, idealnya dilengkapi dengan
lubang untuk mendudukkannya pada tripod. SLM
yang diletakkan pada tripod lebih stabil posisinya
dibandingkan ketika dipegang oleh tangan
operator (manusia yang mengoperasikannya).
Posisi operator yang terlalu dekat dengan SLM juga
dapat mengganggu penerimaan bunyi oleh SLM
karena tubuh manusia pun mampu memantulkan
bunyi. Perletakan SLM pada papan seperti meja
atau kursi juga dapat mengurangi kesahihan hasil
pengukuran karena sarana tersebut akan
memantulkan bunyi yang diterima.
• Operator SLM setidaknya berdiri pada jarak 0,5 m
dari SLM agar tidak terjadi efek pemantulan.
• Untuk menghindari terjadinya pantulan dari
elemen-elemen permukaan di sekitarnya, SLM
sebaiknya ditempatkan pada posisi 1,2 m dari atas
permukaan lantai, 3,5 m dari permukaan dinding
atau objek lain yang akan memantulkan bunyi.
• Untuk pengukuran di dalam ruangan atau
bangunan, SLM berada pada posisi 1 m dari
dinding-dinding pembentuk ruangan. Bila
diletakkan dihadapan jendela maka jaraknya 1,5 m
dari jendela tersebut. Agar hasil lebih sahih,
karena adanya kemungkinan pemantulan oleh
elemen pembentuk ruang, pengukuran dengan
SLM dalam ruang sebaiknya dilakukan pada tiga
titik berbeda dengan jarak antar titik lebih kurang
0,5 m.
• Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang sahih
dan mampu mencatat semua fluktuasi bunyi yang
terjadi, SLM dipasang pada posisi slow response.
Tingkat keras bunyi dipengaruhi:
• Jenis material sumber bunyi
• Kekuatan getar sumber bunyi
• Medium perambatan
• Jarak sumber dan penerima
P
I
4r 2