Anda di halaman 1dari 73

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pendidikan Vokasional

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan di setiap

negara. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional dalam Pasal 1 memaparkan bahwa:

“Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana


dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik
melalui proses pembelajaran”.

Dijelakan dalam pasal 4 bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat yang

berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia

pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses

pembelajaran agar peserta didik dapat mengembangkan serta mengeksplorasi seluruh

potensi yang dimiliki (bakat, minat, dan kemampuan).

Kata vokasi berasal dari bahasa latin “Vocare” yang artinya dipanggil, surat

panggilan, perintah (summon) atau undangan. Menurut Billet (2011: 59) “vocations

are product of individuals experiences and interest, that are, in some ways, person

dependent. .....constrain the human capacities required to undertake those activities”.

Vokasi merupakan produk atau jasa yang menarik dan merupakan pengalaman diri

seseorang yang menyebabkan orang lain bergantung atau membutuhkannya sehingga

10
dipanggil atau diundang untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan/job. Vokasi

berhubungan dengan kapasitas yang dibutuhkan dalam menjalankan suatu aktivitas

pekerjaan. Proses pengembangan ke-vokasi-an sesorang membutuhkan pendidikan

dan pelatihan yang disebut dengan pendidikan vokasional (Sudira, 2015: 3).

Panggilan atau perintah atau undangan dalam kaitannya dengan kata vokasi

berhubungan dengan pekerjan atau occupation, tetapi tidak semua panggilan atau

perintah atau undangan adalah vokasi. Vokasi yang dimaksud dalam hal ini adalah

panggilan atau undangan untuk melakukan pekerjaan atau jabatan tertentu. Kata

vokasi dan okupasi berkaitan dimana vokasi berkaitan dengan perintah sedangkan

okupasi berkaitan dengan substansi dari perintah atau panggilan tersebut yaitu

melakukan pekerjaan.

Pendidikan Vokasional atau Vocational Education adalah pendidikan untuk

dunia kerja (Education for Vocation) (Sudira, 2015: 4). Pavlova menyatakan

pendapatnya tentang pendidikan vokasional yakni:

“Tradionally, direct preparation for work was the main goal vocational
education. It was perceived as providing spesific training that was reproductive
and based on teacher’s instruction, with the intention to develop understanding
of a particular industry, comprising the spesific skills or tricks of the trade.
Student’s motivation was seen to be engendered by the economic benefits to
them, in the future. Comptency-based training was chosen by most goverments
in Western scocieties as a model for vocational education (VE) (Pavlova,
2009:7).”

Tradisi pendidikan vokasi bertujuan untuk menyiapkan lulusan untuk bekerja,

agar siap bekerja maka pendidikan vokasional memuat pelatihan khusus yang

cenderung bersifat reproduktif sesuai perintah guru atau instruktur dengan fokus

perhatian pada pengembangan kebutuhan industri, berisikan skill khusus atau trik-trik

11
pasar. Motivasi utama pendidikan vokasional terletak pada keuntungan ekonomi untuk

masa depan. Pelatihan berbasis kompetensi dipilih sebagai model pendidikan

vokasional. Pendidikan vokasional mempersiapkan tenaga kerja terlatih dengan skill

tinggi yang tunduk pada pemberi kerja (Rojewski, 2009: 21).

Adapun pada literatur internasional tidak ditemukan istilah pendidikan vokasi

dan sekolah vokasi seperti yang dipakai di Indonesia (Sudira, 2015: 5). Istilah

pendidikan vokasional lebih tepat digunakan daripada pendidikan vokasi. Penggunaan

istilah jalur pendidikan antara akademik dan vokasi bisa dibenarkan karena jalur

vokasi bermakna jalur menuju siap bekerja. Sedangkan jalur akademik adalah jalur

pendidikan yang lebih bersifat umum. Menurut Sudira (2015: 5) pendidikan

vokasional setidaknya diselenggarakan untuk empat tujuan pokok yaitu; 1) persiapan

untuk kehidupan kerja meliputi pemberian wawasan tentang pekerjaan yang mereka

pilih; 2) melakukan persiapan awal bagi individu untuk kehidupan kerja meliputi

kapasitas diri untuk pekerjaan yang dipilih; 3) pengembangan kapasitas berkelanjutan

bagi individu dalam kehidupan kerja mereka agar mampu melakukan transformasi

kerja selanjutnya; 4) pemberian bekal pengalaman pendidikan untuk mendukung

transisi dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya.

Berdasarkan pemaparan dari berbagai pendapat dapat disimpulkan bahwa

pendidikan vokasional adalah proses pembelajaran yang dilakukan agar peserta didik

mampu mengembangkan dan mengeksplorasi seluruh potensi yang ada sehingga

peserta didik siap untuk bekerja dengan kompetensi yang dimiliki sesuai bidangnya.

Pendidikan di perguruan tinggi dengan status tinggi seperti pendidikan dokter,

pendidikan notaris, pendidikan bisnis, teknik dan sebagainya termasuk dalam cakupan

12
pendidikan vokasional sebagai pendidikan untuk okupasi. Semua pendidikan yang

diselenggarakan di perguruan tinggi jika mengorientasikan lulusannya untuk bekerja

maka termasuk dalam cakupan bidang pendidikan vokasional. Disisi lain pendidikan

di SMK, politeknik, dan pendidikan keguruan teknik masih dikategorikan sebagai

pendidikan vokasional dengan status rendah. Sementara ini pendidikan vokasional

baru dipahami sebagai pendidikan yang diselenggarakan di SMK dan Politeknik.

Perspektif ini tentu belum sesuai dengan hakikat dari pendidikan vokasional sebagai

pendidikan untuk okupasi (Sudira, 2015:6).

Pendidikan vokasi memiliki karakteristik pendidikan yang mampu

menggabungkan fungsi pendidikan dan pelatihan. Pendidikan vokasional memiliki

peluang untuk mengembangkan “manusia seutuhnya” dangan landasan teoritis dan

basis akademik yang mencukupi, dan pada saat bersamaan mengembangkan

kemampuan (kompetensi) bekerja sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan.

Melihat latar belakang penyiapan SDM yang masih perlu ditingkatkan, maka memilih

pendidikan vokasional untuk dijadikan model sekaligus lokomotif pengembangan

SDM bangsa Indonesia, dengan kemampuan kompetitif dan penguasaan kompetensi

yang memadai, adalah kebijakan yang tepat. Kondisi ini menuntut pendidikan

vokasional perlu melakukan pengembangan secara terus menerus dan diperlukan pula

upaya yang sistematis, yang didukung oleh kebijakan pengembangan pendidikan

tinggi secara nasional, dan berkelanjuatan secara institusional untuk mengembangkan

pendidikan vokasional di Indonesia.

Pelaksanaan dalam pengembangan pendidikan vokasional sebaiknya juga

mengkaji kembali sasaran strategis Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan

13
Tinggi (Kemenristekdikti) sesuai dengan permasalahan-permasalahan yang harus

diselesaikan dalam kurun waktu 2015 - 2019 yang meliputi: (1) meningkatnya kualitas

pembelajaran dan kemahasiswaan pendidikan tinggi; (2) meningkatnya kualitas

kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan pendidikan tinggi; (3)

meningkatnya relevansi, kualitas, dan kuantitas sumber daya iptek dan pendidikan

tinggi; (4) meningkatnya relevansi dan produktivitas riset dan pengembangan; serta

(5) meningkatkan inovasi bangsa.

Pemikiran tersebut sejalan dengan kerangka sistem pendidikan tinggi yang

dituliskan di dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal

19 disebutkan bahwa pendidikan tinggi menyelenggarakan program pendidikan

vokasi, sarjana, magister, spesialis dan doktor. Jika dikaitkan dengan Pasal 20 Ayat 3

dimana dinyatakan bahwa pendidikan tinggi dapat menyelenggarakan program

akademik, profesi dan/atau vokasi, maka merupakan tantangan bagi pendidikan tinggi

untuk secara sistematis turut serta dalam mengembangkan sistem pendidikan vokasi

sekaligus menyiapkan perangkatnya secara memadai.

a. Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta (FT UNY)

Fakultas Teknik UNY merupakan bagian dari institusi pendidikan tinggi yang

mempunya tugas melaksanakan tridharma perguruan tinggi, yaitu menyelenggarakan

pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat. Dalam bidang

pendidikan dan pengajaran, FT UNY menyelenggarakan dua jalur program pendidikan

yaitu jalur kependidikan jenjang Strata 1 (S1) dan jalur non kependidikan jenjang

diploma 3 (D3). Konsekuensinya FT UNY mempunyai tugas ganda yaitu untuk

14
menyiapkan tenaga kependidikan dan non kependidikan pada bidang teknik dan

kejuruan yang perlu dikelola secara terpadu dan sinergis.

Ketersedian jenis, jumlah, kualitas, dan sebaran guru produktif Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), SMK di Pondok

Pesantren di seluruh Provinsi di Indonesia secara internal selalu akan menjadi faktor

utama penentu keberhasilan pendidikan vokasional di Indonesia. Jenis guru yang harus

diadakan mencakup semua jenis program dan paket keahlian sesuai Keputusan Dirjen

Dikmen Kementerian Depdikbud nomor 7013/D/KP/2013 tentang spektrum keahlian

pendidikan menengah kejuruan, dari segi rasio guru dan siswa juga harus memenuhi

standar. Ketersiadaan jumlah guru kejuruan sesuai spektrum dan rasio perlu terus

dikaji dan dirancang penyediaan serta pembinaanya secara berkelanjutan. Penyedia

guru kejuruan berkualitas adalah tugas Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidik dan

Kependidikan (LPTPK) Kejuruan.

Keberadaan FT UNY ditengah-tengah dunia pendidikan vokasional sangat

dikenali sebagai LPTPK-Kejuruan pencetak guru kejuruan yang handal. Pengalaman

yang dimiliki bersama FT Universitas Negeri Padang (UNP) sejak ditunjuk sebagai

pencetak guru kejuruan melalui proyek Bank Dunia Tahun 1979, FT UNY terbukti

sudah menempatkan guru-guru kejuruan unggul dan berprestasi di SMK pada sebagian

bidang keahlian Teknologi Rekayasa dan Teknologi Informasi dan Komunikasi di

seluruh provinsi di Indonesia khususnya Indonesia Tengah ke Timur (Sudira, 2015:

2). Keberhasilan FT UNY dalam menghasilkan guru-guru berprestasi di kalangan

SMK/MAK merupakan kekuatan yang harus ditegakkan dan dipertahankan, karena

jika FT Universitas eks Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) tidak lagi berfokus

15
pada penghasil guru vokasional dan pelatihan vokaional maka hampir dipastikan

perkembangan pendidikan vokasional SMK/MAK kedepan akan bermasalah. Jika

pendidikan kejuruan di SMK/MAK bermasalah maka pendidikan nasional juga akan

bermasalah karena rasio SMK:SMA ditargetkan oleh Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan pada tahun 2019 adalah 60:40. (http://jateng.tribunnews.com/2017/

04/27/mendikbud-akan-tingkatkan-rasio-smk-dibanding-sma-ini-alasannya, diakses

pada 29 Desember 2018).

Tahun 2025 Indonesia akan dibangun dan dicirikan oleh luaran pendidikan

kejuruan SMK (Sudira, 2015: 3). Dibutuhkan penegakan pemikiran penyiapan

program pendidikan vokasional. Penegakan program penyiapan guru SMK/MAK

berkualitas memerlukan penataan konsep dan sistem pendidikan tenaga pendidik

kejuruan. Pemahaman konsep pendidikan guru kejuruan sebagai pendidikan untuk

dunia kerja atau pendidikan vokasional perlu terus disosialisasikan. Demikian juga

pemahaman pendidikan vokasional perlu diperdalam dan diperluas dalam jajaran

LPTPK karena tidak semua tenaga dosen memiliki latar belakang pendidikan

vokasional. Pendidikan guru kejuruan adalah pendidikan vokasional. Pendidikan guru

kejururan membutuhkan penanaman nilai-nilai, keterampilan, pengetahuan kerja yang

baik untuk mampu tampil mendidik, mengajar, membimbing, menilai, dan

mengevaluasi siswa di kelas dalam berbagai skill.

Input dan proses pendidikan dikembangkan untuk memenuhi standar pendidikan

termasuk sistem seleksi mahasiswanya. Sistem seleksi calon mahasiswa yang efektif

dan proses pembelajaran yang sepenuhnya menggunakan prinsip-prinsip pendidikan

dan pelatihan kejuruan membuat lulusan cocok/match dan siap menjalankan tugas-

16
ugas pekerjaan sebagai pendidik dan tenaga kependidikan di SMK. Menurut Sudira

(2015: 3) Sistem seleksi mahasiswa calon guru kejuruan menggunakan sistem jaring

anak berbakat dengan cara memanggil anak-anak lulusan SMK terbaik dan berbakat

serta berminat menjadi calon guru untuk semua program keahlian. Sistem ikatan dinas

dan seleksi jaring anak berbakat dari berbagai provinsi dan kabupaten/kota di seluruh

Indonesia memberi nilai positif dimana setelah lulus akan kembali ke daerahnya

masing-masing dan mengabdi pada daerahnya sebagai pendidik. Cara seperti ini juga

menekan mutasi guru antar provinsi sehingga pengembangan keprofesionalan guru

berkelanjutan sejalan dengan keberlanjutan pengembangan kualitas sekolah.

b. Jurusan Pendidikan Teknik Mesin (JPTM) FT UNY

1) Profil JPTM FT UNY

Jurusan Pendidikan Teknik Mesin UNY memiliki dua prodi yaitu prodi S1

Pendidikan Teknik Mesin dan prodi D3 Teknik Mesin. Prodi S1 Pendidikan Teknik

Mesin memiliki visi “Pada tahun 2025 menjadi Program Studi Pendidikan Teknik

Mesin yang unggul di Asia Tenggara dalam menghasilkan sarjana pendidikan teknik

mesin yang bertaqwa, mandiri, dan cedekia”. Lulusan program studi Pendidikan

Teknik Mesin S1 diharapkan berkontribusi dalam pembangunan pendidikan kejuruan

dan vokasi di Indonesia. Pendidikan kejuruan meliputi: Sekolah Menengah Kejuruan,

Pusat Pelatihan Kejuruan (Training Center) di Industri, akademi Komunitas,

Politeknik, Balai Latihan Kerja.

Adapun prodi D3 teknik mesin yang memili visi “Pada tahun 2025 menjadi

program studi yang unggul di Asia Tenggara dalam pengembangan pendidikan vokasi

dan teknologi terapan bidang teknik mesin yang mampu menghasilkan lulusan

17
profesional, bertaqwa, mandiri dan cendekia”. Lulusan progam studi D3 Teknik Mesin

diharapkan mampu bebrperan sebagai pribadi yang profesoinal, bertaqwa, mandiri dan

cendekia dalam menghadapi dunia kerja sebagai supervisor, tekniksi industri/laboran

di lembaga pendidikan atau pelatihan, dan wirausaha.

2) Kurikulum JPTM FT UNY

Perguruan tinggi sebagai salah satu institusi pendidikan, mempunyai tujuan

membentuk lulusan yang berakhlak mulia, berilmu dan cakap, serta memiliki

kesadaran untuk bertanggung jawab atas kesejahteraan umat dan bangsa depan bangsa,

sesuai dengan keahliannya, serta untuk memenuhi keperluan umum. Tujuan ini

kemudian dituangkan dan dikembangkan dalam tugas pokok yang dimaksud adalah

bahwa perguruan tinggi merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang

menjadi mediator antara ilmu pengetahuan dan teknologi. Persoalan yang muncul

seputar penyelenggaraaan pendidikan tinggi sebagaimana kritik banyak pihak berkisar

pada kualitas, potensi, sistem, etos kerja, pendanaan, sarana pendukung, atau persoalan

yang berkaitan dengan fungsi dan peranya dalam membangun Sumber Daya Manusia

(SDM) atau lulusan. Kritik tersebut merupakan indikator untuk menentukan standar

kualitas perguruan tinggi.

Salah satu faktor yang sering yang sering dijadikan sasaran penyebab dan kurang

berhasilnya perguruan tinggi dalam mencapai tujuan pokok yang termaktub dalam PP

No.60 tahun 1999 adalah faktor kurikulum. Mengingat, kurikulum merupakan rencana

pendidikan yang akan diberikan kepada mahasiswa. Bahkan dalam pengertian yang

lebih luas, keberadaan kurikulum tidak saja terbatas pada materi yang akan diberikan

di dalam ruang kuliah, melainkan juga meliputi apa saja yang sengaja diadakan atau

18
ditiadakan untuk dialami mahasiswa di dalam kampus (Hamalik, 2007: 4).

Berdasarkan hal tersebut, posisi kurikulum sebagai mata rantai yang urgen dan tidak

dapat begitu saja dinafikan dalam konteks peningkatan kualitas perguruan tinggi

(Furqan, 2007: 1).

Permendikbud No.49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi

disebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai

capaian pembelajaran lulusan, bahan kajian, proses, dan penilaian yang digunakan

sebagai pedoman penyelenggaraan program studi. Undang-Undang No.12 Tahun 2012

tentang Pendidikan Tinggi pasal 35 ayat 2 juga menyebutkan bahwa kurikulum

pendidikan tinggi dikembangkan oleh setiap perguruan tinggi dengan mengacu pada

Standar Nasional Pendidikan Tinggi untuk setiap program studi yang mencakup

pengembangan kecerdasan intelektual, akhlak mulia dan keterampilan.

Perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat pesat harus dapat diantisipasi

oleh lembaga pendidikan untuk dapat menyiapkan mahasiswa dan lulusan agar siap

dalam memasuki dunia kerja yang dirancang pada kurikulum. Peraturan Pemerintah

Nomor 17 Tahun 2010 pasal 97 mengamanatkan bahwa kurikulum perguruan tinggi

yang dikembangkan dan dilaksanakan harus berbasis pada kompetensi (KBK).

Berdasar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 49 Tahun 2014

tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT) dan ditetapkannya Kerangka

Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) oleh pemerintah melalui Peraturan Presiden

Nomor 8 Tahun 2012 sebagai acuan dalam penyusunan capaian pembelajaran lulusan

dari setiap jenjang pendidikan secara nasional, lembaga pendidikan perlu melakukan

kajian dan pengembangan kurikulum yang digunakan. Mengacu pada dasar hukum ini,

19
Program Studi (Prodi) yang ada di Fakultas Teknik UNY khususnya prodi S1

Pendidikan Teknik Mesin dan D3 Teknik Mesin perlu mengkaji kembali kurikulum

yang digunakan untuk disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi guna

menghasilkan kurikulum yang lebih baik. Secara singkat, tahapan penyusunan

kurikulum program studi di Fakultas Teknik UNY dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tahapan Penyusunan Kurikulum

Capaian pembelajaran program studi Pendidikan Teknik Mesin S1 dan Teknik

Mesin D3 telah disusun berdasarkan kesepakatan para pengelola program studi

tersebut yang meliputi 11 perguruan tinggi negeri kependidikan. Sesuai dengan

ideologi negara dan budaya Bangsa Indonesia, maka implementasi sistem pendidikan

nasional dan sistem pelatihan kerja yang dilakukan di Indonesia pada setiap level

kualifikasi mencakup proses yang menumbuh kembangkan capaian pembelajaran

pada ranah sikap, pengetahuan, keterampilan khusus dan keterampilan umum.

20
2. Pembelajaran Praktik

a. Pengertian Pembelajaran Praktik

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber

belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang

diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan,

penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada

peserta didik. Pembelajaran menurut Sudjana dalam Sugihartono dkk (2013: 80)

merupakan setiap upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang dapat

menyebabkan peserta didik melakukan kegiatan belajar. Biggs dalam Sugihartono dkk

(2013: 80) membagi konsep pembelajaran dalam 3 pengertian, yaitu:

1) Pembelajaran dalam Pengertian Kuantitatif

Secara kuantitatif pembelajaran berarti penularan pengetahuan dari guru kepada

murid. Dalam hal ini guru dituntut untuk menguasai pengetahuan yang dimiliki

sehingga dapat menyampaikannya kepada siswa dengan sebaik-baiknya.

2) Pembelajaran dalam Pengertian Institusional

Secara institusional pembelajaran berarti penataan segala kemampuan mengajar

sehingga dapat berjalan efisien. Dalam pengertian ini guru dituntut untuk selalu siap

mengadaptasikan berbagai teknik mengajar untuk bermacam-macam siswa yang

memiliki berbagai perbedaan indvidual.

3) Pembelajaran dalam Pengertian kualitatif

Secara kualitatif pembelajaran berarti upaya guru untuk memudahkan kegiatan

belajar siswa. Dalam pengertian ini peran guru dalam pembelajaran tidak sekedar

21
menjejalkan pengetahuan kepada siswa, tetapi juga melibatkan siswa dalam aktivitas

belajar yang efektif dan efisien.

Berdasarkan berbagai pengertian pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik

untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem

lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar

secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) praktik adalah pelaksanaan

secara nyata apa yang tersebut dalam teori. Sedangkan menurut Helmut N dalam

Syauqi (2016: 22) menjelaskan bahwa praktikum adalah suatu kegiatan yang

memberikan keanekaragaman peluang untuk melakukan penyelidikan dan percobaan

keterampilan. Pernyataan tersebut senada dengan Jeff E, at. Al (1999: 67) yang

mengemukakan “experimenting and practicing activities encourage participants to

use new knowledge in a practical way”. Adanya pembelajaran praktik maka peserta

didik akan mendapatkan pengalaman yang nyata sesuai dengan lingkungan kerja.

Sehingga pembelajaran praktik merupakan pembelajaran yang memberikan kepada

siswa pengalaman nyata dan keterampilan secara sistematis dan terarah untuk dapat

melakukan suatu keterampilan sesuai dengan peralatan yang digunakan.

Pembelajaran praktik memberikan siswa kesempatan untuk dapat

mengembangkan secara langsung keterampilan yang telah dipelajarinya. Disisi lain

pembelajaran praktik juga bertujuan untuk membuktikan pengetahuan teori yang

didapat untuk dikembangkan melalui praktik. Seperti yang dikemukakan oleh Jeff E,

at. al (1999: 67) yaitu “activities provide an opportunity for participants to practice

22
and involve themselves in new behaviors, skills, and knowledge”, yang artinya bahwa

pembelajaran praktik memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih dan

melibatkan diri untuk sesuatu yang baru dalam perilaku, keterampilan, dan

pengetahuannya. Pembelajaran praktik juga merupakan satu-satunya pembelajaran

untuk membuktikan penguasaan pengetahuan dan keterampilan siswa secara akurat

dan kompeten dalam penyelesaikan suatu pekerjaan.

Helmut N dalam Syauqi (2016: 18) mengemukakan hal yang paling penting

dalam pembelajaran praktik di bengkel / laboratorium adalah penguasaan

keterampilan praktis, serta pengetahuan dan perilaku yang berkaitan dengan

keterampilan itu. Sehingga dosen sebagai tenaga pengajar harus mampu mendorong

dan memastikan peserta didik dalam penguasaan keterampilan, pengetahuan dan

perilaku dalam pembelajaran praktik agar mendapatkan hasil optimal sesuai harapan.

b. Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran merupakan rencana dan cara-cara membawakan

pengajaran agar segala prinsip dasar dapat terlaksana dan segala tujuan pengajaran

dapat dicapai secara efektif (Gulo, 2008: 3). Menurut Suprihatiningrum (2016: 150)

bahwa stretegi pembelajaran adalah perencanaan awal mengenai pengajaran, atau

tanggung jawab secara spontan di dalam pembelajaran yang mana memberikan respon

dan umpan balik kepada siswa. Berdasarkan kedua pendapat diatas dapat disimpulkan

bahwa strategi pembelajaran cara-cara atau taktik/siasat yang harus direncanakan

kemudian diterapkan guru di dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan pengajaran

yang telah ditetapkan. Dengan demikian, strategi pembelajaran mencakup

(Suprihatiningrum, 2016: 153):

23
1) Tujuan pembelajaran;

2) Materi atau bahan pelajaran;

3) Kegiatan pembelajaran (metode/teknik);

4) Media pembelajaran;

5) Pengelolaan kelas; dan

6) Penilaian.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pembelajaran

Ada beberapa faktor yang memengaruhi proses pembelajaran

(Suprihatiningrum, 2016: 85), di antaranya sebagai berikut:

1) Peserta didik;

2) Pendidik;

3) Kurikulum;

4) Sarana dan prasarana;

5) Tenaga nonpendidik; dan

6) Lingkungan.

d. Metode Pembelajaran Pada Pendidikan Vokasional

Metode berasal dari bahasa Yunani (Greeka) yaitu metha + hodos. Metha berarti

melalui atau melewati dan hodos berarti jalan atau cara. Metode berarti jalan atau cara

yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Maunah (2009: 56) metode

adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Maka dapat disimpulkan

bahwa metode merupakan jalan atau cara yang ditempuh seseorang untuk mencapai

tujuan yang diharapkan.

24
Metode pembelajaran merupakan cara melakukan atau menyajikan,

menguraikan dan memberi latihan isi pelajaran kepada peserta didik untuk mencapai

tujuan tertentu. Pelaksanaan untuk melakukan proses pembelajaran perlu memikirkan

metode pembelajaran yang tepat, sehingga pengajar harus berfikir komprehensif dan

peka terhadap situasi dan kondisi. Menurut Sumiati dan Asra (2009: 92) ketepatan

penggunaan metode pembelajaran tergantung pada kesesuaian metode pembelajaran

materi pembelajaran, kemampuan guru, sumber atau fasilitas, situasi dan kondisi serta

waktu. Ketepatan penggunaan metode pembelajaran oleh guru memungkinkan siswa

untuk mencapai tujuan belajar baik dari segi kognitif, afektif, maupun psikomotorik.

Penerapan sistem Kurikulum Pendidikan Tinggi (KPT) Vokasi pada sistem

pendidikan tinggi dan pemberlakuan peraturan tentang standar nasional pendidikan

tinggi (Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015), perlu dikembangkan model

pembelajaran yang sesuai dengan KPT tersebut. Pasal 11 Ayat 1 Permenristekdikti

Nomor 44 Tahun 2015 dinyatakan bahwa karakteristik proses pembelajaran bersifat

interaktif, holistik, integratif, saintifik, kontekstual, tematik, efektif, kolaboratif, dan

berpusat pada mahasiswa. Pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa, atau juga

dikenal sebagai Student Centered Learning (SCL) menjadi pilihan pendekatan yang

tepat untuk mengimplementasikan KPT (Nurwadani dkk, 2016: 22). SCL merupakan

paradigma yang terus berkembang walaupun tidak serta merta menghilangkan atau

menghapuskan pendekatan pembelajaran yang lain. SCL diperlukan dengan alasan

sebagai berikut (Nurwadani, 2016: 23):

1) Karena konsekuensi penerapan Kurikulum Pendidikan Tinggi yang mengikuti

standar nasional pendidikan tinggi dan KKNI.

25
2) Untuk mengantisipasi dan mengakomodasi perubahan dalam bidang sosial, politik,

ekonomi, teknologi dan lingkungan, yang menyebabkan informasi dalam buku

teks lebih cepat kadaluarsa.

3) Di masa mendatang, dunia kerja membutuhkan tenaga kerja yang terdidik dan

berkemampuan tinggi, yang mampu bekerja sama dalam tim, memiliki

kemampuan memecahkan masalah secara efektif, mampu memproses dan

memanfaatkan informasi, serta mampu memanfaatkan teknologi secara efektif

dalam pasar global, dalam rangka meningkatkan produktivitas. Karena itu, proses

pembelajaran harus difokuskan pada pemberdayaan dan peningkatan kemampuan

mahasiswa dalam berbagai aspek ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

Mahasiswa sebagai subyek pembelajaran, perlu diarahkan untuk belajar secara

aktif membangun pengetahuan dan keterampilannya dengan cara bekerjasama dan

berkolaborasi dengan berbagai pihak terkait.

Menurut Nurwadani dkk. (2016: 25) terdapat beragam metode pembelajaran

untuk SCL di antaranya adalah:

1) Small Group Discussion

Small Group Discussion adalah suatu metode pembelajaran dengan melakukan

diskusi kecil, yang dilakukan oleh suatu kelompok mahasiswa yang biasanya terdiri

dari 5-10 anggota, dalam hal ini masing-masing anggota kelompok saling berinteraksi

secara global mengenai tujuan atau sasaran tertentu melalui tukar menukar informasi,

mempertahankan pendapat atau pemecahan masalah.

26
2) Role Play & Simulation

Role-Play and Simulation adalah suatu metode pembelajaran yang direncanakan

untuk mencapai tujuan pendidikan secara spesifik. Role Play sendiri memiliki 3 aspek

utama dari pengalaman peran yang diambil dari kehidupan sehari. Adapun ketiga

aspek tersebut adalah: mengambil peran atau Role Taking, dimana seorang mahasiswa

mengambil peran tertentu sesuai ekspektasi dalam dunia nyata, sehingga mahasiswa

mampu mengelaborasi peran yang dilakukan sebagai bagian dari model pembelajaran

Student Centered Learning (SCL). Aspek yang kedua adalah membuat peran, yaitu

kemampuan mahasiswa untuk berubah secara dramatis dari melakukan peran yang

satu kepada peran yang lain. Sedangkan aspek yang ketiga adalah tawar menawar

peran atau Role Negotiation, dimana peran-peran yang ada tersebut dinegosiasikan

dengan pemegang peran lainnya dalam paramater dan hambatan interaksi sosial.

Simulation sendiri diartikan upaya mempelajari dan menjalankan suatu peran yang

diberikan kepada seorang mahasiswa, namun di sisi lain simulasi juga bermakna upaya

mempraktikkan/ mencoba berbagai model komputer yang sudah disiapkan. Pada

metode ini peran seorang dosen dalam menyiapkan bahan ajar sangat penting agar

metode Role Play and Simulation dapat menggambarkan situasi sesungguhnya melalui

peran yang dimainkan.

3) Case Study

Model studi kasus sangat produktif digunakan untuk mengembangkan

kemampuan/keterampilan memecahkan masalah. Model atau pendekatan ini sangat

sering digunakan dalam pendidikan dan pelatihan, dalam bentuk yang paling

27
sederhana sampai dengan yang paling kompleks. Studi kasus merupakan satu bentuk

stimulasi untuk mempelajari kasus nyata atau kasus yang dikarang.

4) Discovery Learning (DL)

Model pembelajaran Discovery Learning (DL) merupakan sebuah model

pembelajaran yang diartikan sebagai bentuk proses belajar yang terjadi jika mahasiswa

tidak disuguhkan dengan pelajaran dalam bentuk akhirnya, akan tetapi diharapkan

untuk mengorganisasi sendiri.

5) Self-Directed Learning (SDL)

SDL adalah proses belajar yang dilakukan atas inisiatif individu mahasiswa

sendiri. SDL digambarkan sebagai suatu proses di mana individu mengambil inisiatif,

dengan atau tanpa bantuan orang lain dalam mendiagnosis apa yang diperlukan dalam

pembelajarannya, merumuskan target belajar, mengidentifikasi manusia dan sumber

daya material untuk belajar, memilih dan mengimplemetasikan sesuai dengan strategi

pembelajaran, dan mengevaluasi hasil belajar.

6) Cooperative Learning (CL)

Cooperative Learning (CL) adalah Metode pembelajaran yang dilakukan

dengan cara berkelompok yang dirancang oleh dosen untuk memecahkan suatu

masalah atau kasus atau mengerjakan suatu tugas. Kelompok ini terdiri atas beberapa

orang mahasiswa, yang memiliki kemampuan akademik yang beragam. Kelompok

terbagi atas beberapa mahasiswa biasanya berjumlah dua atau lebih (biasanya

kelompok kecil) yang dibagi merata sesuai dengan kebutuhan dan materi

pembelajaran.

28
7) Collaborative Learning (CbL)

Collaborative Learning (CbL) adalah metode pembelajaran yang

menitikberatkan pada kerjasama antar mahasiswa yang didasarkan pada konsensus

yang dibangun sendiri oleh anggota kelompok. Masalah/tugas/kasus memang berasal

dari dosen dan bersifat open ended, tetapi pembentukan kelompok yang didasarkan

pada minat, prosedur kerja kelompok, penentuan waktu dan tempat diskusi/kerja

kelompok, sampai dengan bagaimana hasil diskusi/ kerja kelompok ingin dinilai oleh

dosen, semuanya ditentukan melalui konsensus bersama antar anggota kelompok.

8) Contextual Instruction (CI)

Pada model belajar Contextual Instruction (CI), yang dilakukan mahasiswa

adalah membahas konsep (teori) yang ada kaitannya dengan situasi nyata dan

melakukan studi lapangan/terjun di dunia nyata untuk mempelajari kesesuaian teori

dengan realitanya. Bentuk kegiatan belajarnya adalah menjelaskan bahan kajian yang

bersifat teori dan mengaitkannya dengan situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari

atau kerja profesional, manajerial, atau entrepreuneur. Selain itu kegiatan belajarnya

juga menyusun tugas untuk studi lapangan.

9) Project Based Learning (PjBL)

Model belajar Project Based Learning (PjBL), mahasiswa mengerjakan tugas

(berupa proyek) yang telah dirancang secara sistematis, kemudian menunjukkan

kinerja dan mempertanggung jawabkan hasil kerja di forum. Bentuk kegiatan

belajarnya adalah merancang suatu tugas (proyek) yang sistematik agar mahasiswa

belajar pengetahuan dan keterampilan melalui proses pencarian/ penggalian (inquiry)

29
yang terstruktur dan kompleks kemudian merumuskan dan melakukan proses

pembimbingan dan asesmen.

10) Problem Based Learning and Inquiry (PBL)

Metode Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang

menantang mahasiswa untuk menyelesaikan problem-problem yang terjadi di dunia

nyata. Mahasiswa harus aktif menggali/mencari informasi (inquiry) dan menggunakan

informasi yang diperoleh tersebut untuk memecahkan masalah/kasus yang harus

dipecahkan. Ekspektasi terhadap mahasiswa melalui metode pembelajaran ini adalah

mempunyai kompetensi tertentu dalam menyelesaikan suatu problem di dunia nyata.

3. Bengkel / Laboratorium (BL)

a. Definisi Bengkel

Bengkel / laboraturium merupakan sarana lembaga pendidikan vokasional dan

kejuruan untuk membina dan meningkatkan ilmu pengetahuan keterampilan, sehingga

mencapai ke tingkat profesional. Semua komponen bengkel dan laboraturium harus

dikelola sesuai dengan karakteristik alat dan kelengkapan praktik yang ada. Terdapat

tiga tipe laboratorium yang telah didesain untuk penyelenggaraan sekolah teknik dan

kejuruan yaitu: (1) unit laboratory; (2) general unit laboratory; dan (3) general

laboratory (Brown dalam Prihananto 2016: 18). Unit laboratory, fungsinya untuk

memberikan pengalaman yang luas, sifatnya spesifik dan mendalam yang melingkupi

cakupan keteknikan. General unit laboratory, lebih komprehensif dari pada unit

laboratory, sifatnya mencakup semua kegiatan yang ada di bidang industri. General

laboratory, didesain lebih luas, lebih umum dan diarahkan untuk pengembangan,

30
karakteristiknya paling tidak melingkupi tiga jenis industri sebagai kelengkapan alat-

alatnya, misalnya kombinasi antara logam, kayu dan listrik atau yang lainnya.

Keberadaan BL dalam pendidikan vokasional sama pentingnya dengan

keberadaan kelas, fasilitas BL mempunyai fungsi lanjut dan berkaitan dengan fungsi

pembelajaran di kelas. Jika di dalam kelas peserta didik diberi teori, konsep, konstruk,

objek nyata dan abstrak. Sedangkan jika di BL mahasiswa diberikan peluang untuk

menerapkan dan membuktikan toeri kedalam penguasaan pengetahuan keterampilan

praktis. Bengkel/laboratorium vokasional merupakan tempat mengaplikasikan

keterampilan guna memproduksi suatu barang, layanan, dan jasa yang bermanfaat bagi

masyarakat (Sukardi, 2015: 9).

Menurut Good dalam Sukardi (2013:10) bengkel atau workshop merupakan

ruang atau tempat yang digunakan untuk berlangsungnya sistem instruksional praktik

bagi mahasiswa praktikan. Sedangkan menurut Roesman (1988: 154), bengkel

merupakan sarana kegiatan belajar mengajar yang digunakan untuk menghubungkan

teori dan praktik, mengoptimalisasikan teori dan mengembangkannya, lebih lagi

dibidang pengetahuan yang langsung diaplikasikan dan dibutuhkan dalam kehidupan

masyarakat, khususnya yang berhubungan dengan produksi barang dan jasa. Para

dosen atau instruktur dalam pembelajaran praktik secara langkah demi langkah (step

by step) dan intensif menyiapkan bahan ajar yang di dalamnya mengandung unsur

pembinaan. Berikut diuraikan beberapa indikator bengkel yang baik menurut Sukardi

(2015: 13) di antaranya seperti berikut:

1) Perlu ada tempat yang luas tanahnya memadai untuk akses kegiatan
pendukung kegiatan proses belajar mengajar praktik misalnya penyediaan

31
bahan atau material, mengeluarkan atau memasukkan alat-alat praktik dan
faktor keamanan dari kebakaran;
2) Di dalam bengkel biasanya ada kegiatan praktik dan usara yang bising dan
direncanakan pada tempat yang tidak terlalu dekat atau terpisah dengan
kelas;
3) Mudah diakses kendaraan transportasi penyedia bahan praktik
pengembangan peralatan baru;
4) Di dalam bengkel ada beberapa ruang yang berkaitan dengan pekerjaan
praktik, misalnya ruang short talk, ruang teknisi, ruang alat-alat dan ruang
mesin perkakas, ruang bahan praktik, dan ruang penyimpanan benda kerja,
dan sebagainya;
5) Pencahayaan matahari yang cukup terang, dan ruang praktik tidak lembab;
dan
6) Dilengkapi dengan alat-alat pencegahan kecelakaan, misalnya kotak
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (PPPK), saluran air, dan pemadam
kebakaran.

Komponen atau elemen-elemen penting dalam kegiatan belajar mengajar praktik

di antaranya dapat mencakup orang, mesin dan proses belajar mengajar. Orang-orang

yang ada dalam kegiatan bengkel vokasional dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu

instruktur, peserta didik, dan teknisi (Sukardi, 2015: 22).

1) Instruktur dosen atau praktik

Instruktur adalah seseorang yang memiliki kewenangan memberikan instruksi

dalam proses pembelajaran praktik. Sebagai pemberi instruksi, ia juga berfungsi

mengawasi praktikan. Dilihat dari posisi bengkel dalam institusinya, instruktur dapat

dilakukan oleh seseorang atau tim guru praktik untuk SMK, dan seorang tim dosen

praktik jika bengkel tersebut ada di suatu fakultas perguruan tinggi. Jumlah dosen

praktik atau instruktur dalam pembelajaran praktik bervariasi tergantung dari jumlah

praktikan yang melakukan kerja atau praktik dan jenis praktik yang ada. Perbandingan

instruktur dengan praktikan bisa antara 6-12 orang (Sukardi, 2015: 23). Semakin tinggi

32
proposi instruktur dengan praktikan, pada umumnya semakin berat tugas instruktur

dengan praktikan.

2) Peserta didik atau praktikan

Praktikan merupakan subjek yang hendak dibina dan dilatih ilmu pengetahuan

keterampilannya, sehingga memiliki pengalaman praktik secara nyata dengan tingkat

keterampilan profesional. Biasanya praktikan dalam pendidikan vokasional adalah

mahasiswa dengan dibimbing oleh instruktur yaitu dosen.

3) Teknisi bengkel

Teknisi bengkel vokasi merupakan petugas administrasi bengkel dari lembaga.

Mereka mempunyai peran menyediakan bahan praktik dan menyiapkan alat-alat yang

diperlukan, sehingga kegiatan proses pembelajaran praktik di bengkel berjalan lancar.

Tugas teknisi bervariasi yaitu dari menyediakan bahan, menyiapkan dan

mendistribusikan alat-alat yang digunakan sampai mengatur kembali alat tersebut

dalam tempat penyimpanan yang rapi dan bersih. Selain mengawasi, teknisi juga

melakukan pemeliharaan peralatan dan mesin bengkel secara periodik agar semua alat

bantu dan alat perkakas siap digunakan untuk kegiatan praktik.

b. Organisasi Bengkel

Kesepakatan dua orang atau lebih untuk berserikat guna mencapai tujuan

tertentu merupakan dasar paham organisasi, sedangkan bekerjasama secara fisik

bersama, bekerjasama dengan memperhatikan keahlian masing-masing atau kerjasama

saling memahami dan membantu ketika mengalami kesulitan adalah prinsip

substansial dalam organisasi (Sukardi, 2015: 28). Menurut KBBI organisasi

merupakan kelompok kerja sama antara orang-orang yang diadakan untuk mencapai

33
tujuan bersama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa organisasi merupakan kelompok

yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.

Masih dalam konsep organisasi, bengkel / laboratorium vokasi termasuk juga

wadah organisasi dimana manusia, alat, dan substansi belajar mengajar direncanakan

untuk mencapai tujuan organisasi yaitu membentuk kompetensi lulusan yang memiliki

ilmu pengetahuan keterampilan secara profesional. Bengkel dalam hal ini merupakan

objek dan menjadi sasaran dalam peranannya sebagai wahana pembinaan

psikomotorik mahasiswa, trainer, atau praktikan. Bengkel juga termasuk tempat

berinteraksinya para pelaku organisasi yaitu individual, kelompok, dan struktur

organisasi (Sukardi, 2015: 30).

1) Individual

Bagian terkecil dari organisasi adalah individu atau perorangan. Potensi individu

akan berkorelasi positif dengan kemampuan organisasi dalam memuaskan anggotanya

maupun dalam mencapai tujuan yang hendak dicapai. Artinya semakin individu

memiliki potensi, akan memiliki kemampuan yang lebih besar dalam mengakomodasi

kepentingan organisasi begitupun sebaliknya.

2) Kelompok

Organisasi yang besar biasanya terdiri dari beberapa divisi/departemen/

kelompok yang mungkin memiliki interes yang berbeda antara kelompok satu dengan

kelompok lainnya. Kelompok yang berbeda tersebut tetap menyatu dalam satu tujuan

organisasi. Tujuan utama dari pengelompokkan tersebut adalah untuk mengakomodasi

perbedaan interes dan tetap menyatu untuk tujuan organisasi yang lebih besar.

34
3) Struktur Organisasi

Secara konsep dalam setiap organisasi selalu ada suatu bagian penting yaitu

struktur organisasi. Struktur dapat berupa kerangka yang menunjukkan urutan suatu

posisi penting atau tingkatan dalam organisasi. Tingkatan dalam hal ini berkaitan

dengan hak dan kewajiban seseorang yang mendudukinya. Hak bisa diartikan suatu

imbalan yang mungkin bisa berupa fasilitas jabatan, gaji yang lebih, dan kewenangan

dalam organisasi. Kewajiban sama dengan tanggung jawab yang bersangkutan, karena

menduduki jabatan yang ada dalam struktur organisasi. Struktur organisasi juga dapat

menunjukkan alur kewenangan misalkan garis penuh berarti perintah atau komando

langsung sedangkan garis putus putus-putus menunjukkan garis koordinasi yang

menunjukkan bahwa pimpinan hanya memiliki kewenangan koordinasi dengan suatu

posisi yang sama. Tujuan penyusunan struktur organisasi dan kemudian ditetapkan

untuk ditaati semua anggota dan pimpinan organisasi adalah dapat melaksanakan

fungsi dan tugas pokok organisasi secara efisien.

SDM dalam organisasi merupakan potensi yang perlu diberdayakan, sehingga

dengan menyusun struktur organisasi dan menempatkan SDM yang tepat akan a)

meningkatkan efisiensi dalam berorganisasi; b) memudahkan pembagian tanggung

jawab serta hak anggota dalam organisasi; dan c) memberdayakan potensi SDM dalam

organisasi.

c. Administrasi Bengkel

Secara umum, batasan administrasi memiliki dua pengertian yaitu administrasi

secara sempit dan administrasi dalam arti luas. Adminstrasi secara sempit menurut

Pius dalam Sukardi (2015: 73) dapat diartikan sebagai usaha atau kegiatan yang

35
berkaitan dengan penyelenggaraan kebijakan untuk mencapai tujuan. Contoh kegiatan

administrasi dalam arti sempit yaitu meliputi: catat-mencatat, pembukuan ringan,

ketik-mengetik, dan sebagainya yang bersifat teknis ketatausahaan. Administrasi

dalam arti luas adalah seluruh proses kerja sama antara dua orang atau lebih dalam

mencapai tujuan dengan memanfaatkan sarana prasarana tertentu secara berdaya guna

dan berhasil guna. Menurut Segiovani dalam Sukardi (2015: 74) administration is

generally defined as the process if working with others to efficiently accomplish

organizational goal; yang artinya administrasi umumnya didefinisikan sebagai proses

bekerja sama dengan orang lain secara efisien yaitu sedikit tenaga yang digunakan

menghasilkan sesuatu yang besar.

Suatu bengkel dinyatakan siap untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya

jika proses ruangan bengkel dan laboratorium berjalan baik, dosen praktik berfokus

pada proses belajar mengajar praktik, teknisi menyiapkan alat-alat yang diperlukan,

dan kebersihan ruang yang digunakan serta pengadaan bahan dan penggandaan materi

praktik terpenuhi. Demikian juga praktikan juga siap menerima proses belajar praktik

dengan pakaian dan sikap mengacu pada peraturan kerja di bengkel. Belajar mengajar,

persiapan materi, dan penyiapan bahan praktik berfungsi secara simultan. Ketika

sudah berjalan, langkah dan kegiatan yang perlu segera dilakukan adalah kegiatan

pencatatan semua fenomena yang terjadi selama kegiatan praktik berlangsung.

Kegiatan pencatatan ini termasuk sebagai kegiatan administrasi yang di antaranya

adalah melakukan pengaturan jadwal kegiatan, pencatatan alat-alat yang digunakan,

daftar presensi dalam praktik, pencatatan bahan yang digunakan untuk praktik,

pencatatan kecelakaan dan sebagainya.

36
Tujuan administrasi bengkel perlu dilakukan di antaranya adalah mendukung

agar semua kegiatan yang dilakukan di bengkel untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan sebelumnya. Tidak semua bengkel memanfaatkan sistem administrasi

untuk meningkatkan kelancaran kegiatan di bengkel agar menjadi lebih efisien dan

efektif. Bengkel yang kecil dimana intensitas kegiatan praktik tidak banyak, kegiatan

administrasi dilakukan secara tradisional yaitu mengutamakan praktik bisa berjalan.

Peristiwa yang muncul dicatat secara reaktif atau hanya mengandalkan daya ingat

pengelola bengkel kalau perlu saja. Banyak ditemui kegiatan praktik tidak dilengkapi

dokumentasi yang baik, sehingga kasus yang muncul direspon sesuai dengan daya

ingat penjaga bengkel atau teknisi (Sukardi, 2015: 77).

Setiap kegiatan bengkel ada tiga pihak terkait secara fungsional yang bekerja

secara fungsional dan simultan. Tiga pihak terkait tersebut yaitu dosen, teknisi, dan

praktikan.

1) Tugas administrasi dosen / instruktur

Dosen (instruktur) atau widya iswara ketika memiliki kegiatan di bengkel, yang

pertama dilakukan adalah mempresensi kehadiran mahasiswa atau praktikan. Tugas

dosen yang lain adalah menyiapkan materi sesuai dengan silabus praktik. Dosen

pengajar bisa menyiapkan materi dalam bentuk rencana persiapan pembelajaran, atau

model instruksional. Kemudian tugas lain yang sangat penting bagi seorang dosen

praktik adalah menilai hasil praktik untuk memperoleh hasil akhir dari praktik atau

percobaan di bengkel. Adapun menurut pasal 60 UU RI No.14 tahun 2005 tentang

guru dan dosen, dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berkewajiban:

37
1.1. Melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;

1.2. Merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan

mengevaluasi hasil pembelajaran;

1.3. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara

berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan

seni;

1.4. Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin,

agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosio ekonomi peserta

didik dalam pembelajaran;

1.5. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta

nilai-nilai agama dan etika; dan

1.6. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

2) Tugas teknisi

Tugas administrasi terkait dengan teknisi bengkel dan laboran, di antaranya

adalah: (1) menyiapkan ruang praktik baik dan kelengkapan alat-alat praktik yang ada

agar siap pakai dan siap dioperasikan; (2) mencatat peminjaman dan pengembalian

alat-alat praktik; (3) mencatat alat-alat yang rusak atau hilang ketika digunakan dalam

praktik; (4) mendistribusikan bahan praktik ada setiap praktikan; (5) mencatat dan

membantu mengantisipasi bila terjadi peristiwa kecelakaan dalam bengkel; dan (6)

teknisi juga membuat surat-surat laporan yang terkait dengan penggunaan bahan

praktik, laporan peristiwa yang terjadi di bengkel dan sebagainya.

38
3) Tugas Praktikan

Para praktikan adalah subjek didik yang menjadi inti proses belajar mengajar

praktik bengkel maupun kegiatan pengamatan di laboratorium (Sukardi, 2015: 79).

Praktikan memperoleh hak berupa layanan dalam mengikuti proses belajar mengajar

praktik. Mereka mendapatkan bahan praktik, memperoleh jobsheet atau lembar

pekerjaan yang di dalamnya berisi petunjuk pengerjaan, menggunakan alat-alat praktik

yang baik. Kemudian disamping itu, praktikan juga memiliki tanggung jawab

mengikuti proses belajar mengajar praktik secara serius dan bertanggung jawab.

Pertanggungjawaban termasuk di antaranya berpakaian praktik yang sesuai dengan

aturan bengkel, rambut pendek, menggunakan alas kaki yang aman untuk kegiatan di

bengkel, memakai pakaian kerja, mekakai kacamata saat menggerinda, membersihkan

area kerja ketika sebelum dan sesudah praktik, memperhatikan anjuran dan larangan

di dalam praktik bengkel.

d. Sarana dan Prasarana (Sarpras) Pendidikan di Bengkel

1) Sarana

Sarana pendidikan adalah semua fasilitas (peralatan, pelengkap, bahan, dan

perabotan) yang secara langsung digunakan dalam proses belajar mengajar. Menurut

Bafadal (2014:2) sarana adalah semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang

secara langsung dugunakan dalam proses pendidikan disekolah. Sejalan dengan

pendapat tersebut menurut Mulyasa (2014: 49) sarana pendidikan adalah peralatan dan

perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan,

khususnya proses belajar mengajar. Berdasarkan beberapa pendapat dapat

39
disimpulkan bahwa sarana pendidikan adalah semua fasilitas (peralatan, pelengkap,

bahan, dan perabotan) yang digunakan untuk menunjang proses pendidikan.

Gambar 2. Contoh Sarana Pendidikan di Bengkel

Estelita dalam Sukir (2008: 88) menyatakan bahwa strategi perguruan tinggi

khususnya bidang Pendidikan Teknologi dan Kejuruan dalam menyiapkan sumber

daya manusia yang terdidik dan terampil, salah satu di antaranya adalah melengkapi

dan mengembangkan sarana praktik. Pencapaian progam pendidikan vokasional

ditentukan oleh kelengkapan peralatan praktik yang baik ditinjau dari perkakas dan

alat yang memadai, jenis dan kualitasnya memenuhi syarat serta sesuai dengan tingkat

kemutakhiran teknologi.

Sesuai dengan Permendiknas Nomor 40 tahun 2008 mencamtumkan Standar

Sarana Bengkel Teknik Pemesinan sebagai berikut:

Tabel 1. Standar Sarana pada Area Kerja Mesin Bubut


No. Jenis Rasio Deskripsi
1 Perabot
1.1 Meja Kerja Untuk minimum 8 peserta didik
1.2 Kursi kerja/stool pada pekerjaan membubut logam,
1 set/area
1.3 Lemari simpan alat dan pembuatan ulir luar dan dalam.
bahan
2 Peralatan
2.1 Peralatan untuk Untuk minimum 8 peserta didik
pekerjaan pembubutan 1 set/area pada pekerjaan membubut logam,
logam pembuatan ulir luar dan dalam.
3 Media Pendidikan

40
No. Jenis Rasio Deskripsi
3.1 Papan Tulis 1 buah/area Untuk mendukung minimum 8
peserta didik pada pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar yang
bersifat teoritis.
4 Perlengkapan lain
4.1 Kotak kontak Minimum 4 Untuk mendukung
buah/area operasionalisasi peralatan yang
memerlukan daya listrik.
4.2 Tempat sampah Minimum 1
buah/area

Tabel 2. Standar Sarana pada Area Kerja Mesin Frais


No. Jenis Rasio Deskripsi
1 Perabot
1.1 Meja Kerja Untuk minimum 4 peserta didik
1.2 Kursi kerja/stool pada pekerjaan pengefraisan
1 set/area
Lemari simpan alat dan logam.
1.3
bahan
2 Peralatan
2.1 Peralatan untuk Untuk minimum 4 peserta didik
pekerjaan pengefraisan 1 set/area pada pekerjaan pengefraisan
logam logam.
3 Media Pendidikan
3.1 Papan Tulis 1 buah/area Untuk mendukung minimum 4
peserta didik pada pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar yang
bersifat teoritis.
4 Perlengkapan lain
4.1 Kotak kontak Minimum 2 Untuk mendukung
buah/area operasionalisasi peralatan yang
memerlukan daya listrik.
4.2 Tempat sampah Minimum 1
buah/area

Peralatan yang ada di bengkel pemesinan adalah peralatan khusus untuk praktik

kegiatan pemesinan. Peralatan yang digunakan untuk praktikum harus disesuaikan

41
dengan tujuan pembelajaran dan perlu dipertimbangkan juga adalah penggunaan alat-

alat praktikum secara benar atau menurut fungsinya. Menurut Sukardi (2013: 24)

peralatan bengkel dapat diklasifikasikan sebagi berikut:

1.1. Mesin-mesin perkakas merupakan peralatan yang digunakan untuk


membentuk peserta didik agar memiliki kemampuan praktik di lapangan.
1.2. Alat-alat bantu pemesinan, termasuk alat-alat bantu yang berguna dalam
melakukan pekerjaan bengkel. Alat-alat bantu ini termasuk misalnya gergaji
tangan, kikir, mata bor, alat penyiku, dan sebagainya.
1.3. Bahan atau materi kerja. Keberadaan bahan praktik yang sesuai dengan
kebutuhan dan ada saat diperlukan adalah sangat penting. Tanpa adanya
bahan kerjayang cukup akan mempengaruhi tingkat keahlian atau
keterampilan peserta didik.
1.4. Alat-alat bantu keselamatan kerja seperti misalnya pakaian kerja, kacamata
las, sepatu kerja.kegiatan praktik bengkel perlu memperhatikan keselamatan
kerja.

2) Prasarana

Prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi pendidikan

vokasional. Prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang

secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan (Barnawi dan M.

Arifin, 2012: 47-48). Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

prasarana diartikan sebagai segala sesuatu yang merupakan penunjang utama

terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek, dsb). Kemudian menurut

Rini (2006: 67) menjelaskan bahwa prasarana adalah segala kemudahan berupa fisik

maupun nonfisik sebagai syarat terselenggaranya usaha.

Berdasarkan beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa prasarana pendidikan

merupakan perangkat yang secara langsung dan tidak langsung sebagai penunjang

terselenggaranya pendidikan dalam proses pembelajaran. Prasarana langsung adalah

prasarana yang secara langsung digunakan dalam proses pembelajaran, contohnya

42
ruang kelas. Prasarana pendidikan tidak langsung adalah prasarana yang tidak

digunakan dalam proses pembelajaran, namun sangat menunjang dalam proses

pembelajaran, misalnya toilet, tempat cuci tangan, ruang instruktur, dan lain

sebagainya.

Gambar 3. Contoh Prasarana Pendidikan di Bengkel

Adapun standar prasarana menurut Permendiknas No.40 Tahun 2008 yaitu

sebagai berikut:

1.1. Ruang praktik Program Keahlian Teknik Pemesinan berfungsi sebagai tempat

berlangsungnya kegiatan pembelajaran: pekerjaan logam dasar, pengukuran dan

pengujian logam, membubut lurus, bertingkat, tirus, ulir luar dan dalam,

memfrais lurus, bertingkat, roda gigi, menggerinda-alat, dan

pengepasan/pemasangan komponen.

1.2. Luas minimum ruang praktik Program Keahlian Teknik Pemesinan adalah 288

m² untuk menampung 32 peserta didik yang meliputi: area kerja bangku 64 m²,

ruang pengukuran dan pengujian logam 24 m², area kerja mesin bubut 64 m²,

area kerja mesin frais 32 m², area kerja gerinda 32 m², ruang kerja pengepasan

24 m², ruang penyimpanan dan instruktur 48 m².

1.3. Ruang praktik Program Keahlian Teknik Pemesinan dilengkapi prasarana

sebagaimana tercantum pada Tabel 3.

43
Tabel 3. Jenis, Rasio, dan Deskripsi Standar Prasarana Ruang Praktik Teknik
Pemesinan
No. Jenis Rasio Deskripsi
1 Area Kerja Kapasitas untuk 8 peserta didik.
Bangku 8 m /peserta didik Luas minimum adalah 64 m2.
2

Lebar minimum adalah 4 m2


2 Ruang Kapasitas untuk 4 peserta didik.
pengukuran dan 6 m /peserta didik Luas minimum adalah 24 m2.
2

pengujian logam Lebar minimum adalah 4 m.


3 Area kerja mesin Kapasitas untuk 8 peserta didik.
bubut 8 m /peserta didik Luas minimum adalah 64 m2.
2

Lebar minimum adalah 8 m.


4 Area kerja mesin Kapasitas untuk 4 peserta didik.
frais 8 m /peserta didik Luas minimum adalah 32 m2.
2

Lebar minimum adalah 4 m.


5 Area kerja mesin Kapasitas untuk 4 peserta didik.
gerinda 8 m /peserta didik Luas minimum adalah 32 m2.
2

Lebar minimum adalah 4 m.


6 Ruang kerja Kapasitas untuk 4 peserta didik.
pengepasan 6 m /peserta didik Luas minimum adalah 24 m2.
2

Lebar minimum adalah 4 m.


7 Ruang
Luas minimum adalah48 m2.
penyimpanan dan 4 m2/peserta didik
Lebar minimum adalah 6 m2.
instruktur

1.a. Sistem pencahayaan

Petunjuk teknis sistem pencahayaan buatan dimaksudkan untuk digunakan

sebagai pegangan bagi para perancang dan pelaksana pembangunan gedung di dalam

merancang sistem pencahayaan buatan dan sebagai pegangan bagi para

pemilik/pengelola gedung didalam mengoperasikan dan memelihara sistem

pencahayaan buatan. Sehingga diperoleh sistem pencahayaan buatan yang sesuai

dengan syarat kesehatan, kenyamanan, keamanan dan memenuhi ketentuan yang

berlaku untuk bangunan gedung.

44
Pencahayaan yang baik menjadi penting untuk menampilkan tugas yang bersifat

visual. Pencahayaan yang lebih baik akan membuat orang bekerja lebih produktif. Hal

ini merupakan pertanyaan awal perancang sebelum memilih tingkat pencahayaan yang

benar. CIE (Commission International de l’Eclairage) dan IES (Illuminating

Engineers Society) telah menerbitkan tingkat pencahayaan yang direkomendasikan

untuk berbagai pekerjaan. Nilai-nilai yang direkomendasikan tersebut telah dipakai

sebagai standar nasional dan internasional bagi perancangan pencahayaan. Tingkat

penerangan minimum dan renderasi warna menurut SNI 03-6575-2001 yang

direkomendasikan untuk berbagai fungsi ruangan, antara lain ditunjukkan pada tabel

4 di bawah ini:

Tabel 4. Tingkat Pencahayaan Minimum dan Renderasi Warna


Tingkat Pencahayaan Kelompok
Fungsi Ruangan
(lux) Renderasi Warna
Industri (Umum)
Ruang parkir 50 3
Gudang 100 3
Pekerjaan kasar 100 – 200 2 atau 3
Pekerjaan sedang 200 – 500 2 atau 3
Pekerjaan halus 500 – 1000 1
Pekerjaan amat halus 1000 – 2000 1
Pemeriksaan warna 750 1
Sumber: SNI 03-6575-2001

1.b. Ventilasi dan pengkondisian udara

Ventilasi produksi merupakan seperangkat tindakan yang bertujuan untuk

mengatur dan mempertahankan pertukaran udara yang stabil di fasilitas produksi.

Peralatan operasi dan proses produksi sering menjadi sumber partikel udara dan asap

beracun, yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Selain itu, kurangnya udara

45
segar mengurangi produktivitas dan kemampuan menahan aktivitas fisik. Tugas utama

ventilasi industri adalah untuk memastikan keberadaan konstan udara bersih di tempat

(tanpa kotoran, bau dan komponen berbahaya). Tugas ini dilakukan dengan dua cara

yaitu dengan menghapus massa udara yang terkontaminasi dari toko-toko dan

memastikan udara segar, kemudian tugas kedua adalah mempertahankan iklim mikro

tertentu. Berikut ditampilkan tabel besarnya pertukaran udara yang disarankan untuk

berbagai fungsi ruangan.

Tabel 5. Kebutuhan Besarnya Pertukaran Udara Pada Ventilasi


Catu udara segar minimum
Tipe Pertukaran
m3/jam per orang
udara/jam
Kantor 6 18
Restoran/kantin 6 18
Toko, pasar swalayan 6 18
Pabrik, bengkel 6 18
Kelas, bioskop 8
Lobi, koridor, tangga 4
Kamar mandi, peturasan 10
Sumber: SNI 03-6572-2001

1.c. Tingkat kebisingan

Kebisingan yaitu bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam

tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan

kenyamanan lingkungan (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Tahun 1996 No.48).

Tingkat kebisingan merupakan ukuran energi bunyi yang dinyatakan dengan skala

deciBel (dB). Skala ini merupakan skala logaritmik dan alasan pemakaiannya karena

besarnya rentang tekanan dan intensitas suara di lingkungan kita. Intensitas audible

(dapat ditangkap indera manusia) adalah 10-12 hingga 10 W/m2. Pemakaian skala

46
logaritmik akan berakibat rentang intentsitas suara terkompresi. Alasan lain adalah

bahwa respon telinga manusia terhadap dua bunyian didasarkan atas nisbah

intensitasnya yang merupakan bentuk perilaku logaritmik.

Kualitas suatu bunyi ditentukan oleh frekuensi dan intensitasnya (Suma’mur,

1996). Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik/Hertz (Hz). Suatu

kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang-gelombang sederhana dari

beraneka frekuensi. Intensitas atau arus energi per satuan luas yang dinyatakan dalam

desibel (dB) dengan memperbandingkannya dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm2

yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat didengar oleh telinga

manusia. Telinga manusia mampu mendengar frekuensi-frekuensi di antara 16-20.000

Hz.

Pengaruh kebisingan terhadap manusia tergantung pada karakteristik fisis,

waktu berlangsung dan waktu terjadinya. Pengaruh tersebut berbentuk gangguan yang

dapat menurunkan kesehatan, kenyamanan dan rasa aman manusia. Adapun standar

kebisingan tempat kerja yang digunakan untuk menentukan kebisingan pada manusia

yaitu NAB (Nilai Ambang Batas). Nilai ambang batas adalah standar faktor tempat

kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan

kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau

40 jam seminggu (Kepmenaker Tahun 1999 No.51). Berikut tabel skala tingkat

kebisingan.

47
Tabel 6. Skala Tingkat Kebisingan
Kriteria Tingkat Bising
No. Ilustrasi
Pendengaran (dBA)
120
1 Menulikan Halilintar, meriam
110
100 Jalan hiruk pikuk,
2 Sangat buruk 90 perusahaan sangat
gaduh, peluit polisi
80 Kantor gaduh, jalan,
3 Kuat
70 radio, pemukiman
60 Rumah gaduh, kantor
4 Sedang 50 umumnya, percakapan
kuat, radio, pertokoan
40 Rumah tenang, kantor
5 Tenang 30 perorangan, auditorium,
percakapan
20
6 Sangat tenang Suara daun. berbisik
10
Sumber: Kepmenaker No.51 tahun 1999

4. Pembelajaran Praktik Pemesinan Kompleks

a. Mata Kuliah Pemesinan Kompleks

Berdasarkan buku Kurikulum Jurusan Pendidikan Teknik Mesin edisi revisi

tahun 2016, mata kuliah ini berbobot 3 satuan kredit semester atau biasa dikenal

dengan SKS terdiri dari 1 sks teori dan 2 sks praktik, bersifat wajib. Isi mata kuliah

meliputi: proses membubut berbagai bentuk ulir (bubut ulir luar & dalam), proses

membubut konis, proses membubut bentuk ulir cacing, proses membubut bentuk

dengan alat bantu turret proses membubut bentuk dengan alat bantu jig bubut, proses

menggerinda bentuk pada mesin bubut, proses mempoles bentuk permukaan pada

mesin bubut, proses mengefrais bentuk helixcal, proses mengebor dan mengefrais

bentuk dengan alat bantu jig/fixture frais, proses mengefrais bentuk lubang dengan

alat bantu flying cutter, proses membuat bentuk (lubang, alur, dll) dengan mesin EDM.

48
b. Media Pembelajaran Praktik Pemesinan Kompleks

Media adalah kata jamak dari medium, yang artinya perantara. Dalam proses

komunikasi, media hanyalah satu dari empat komponen yang harus ada. Komponen

yang lain, yaitu: sumber informasi, informasi dan penerima informasi (Sunaryo dkk,

2012: 1). Seandainya satu dari empat komponen tersebut tidak ada, maka proses

komunikasi tidak mungkin terjadi. Interaksi dan saling ketergantungan keempat

komponen tersebut adalah seperti di bawah:

Gambar 4. Proses Komunikasi

Gambar 3 menunjukkan bahwa konsep sumber atau penerima informasi adalah

konsep relatif. Di saat tertentu, seseorang dapat berperan sebagai sumber informasi,

namun pada saat lain (atau pada saat yang sama), bisa juga menjadi penerima

informasi. Namun tidak semua proses informasi berlangsung secara dua arah atau

timbal balik semacam ini.

Proses belajar dalam pembelajaran (instructional), sumber informasi adalah

guru, dosen, instruktur, peserta didik, bahan bacaan dan sebagainya. Pelaksanaan

proses belajar mengajar (PBM) atau kegiatan belajar mengajar (KBM) diperlukan

metode dan alat yang sangat menentukan kesuksesan hasil mengajar dosen dan hasil

belajar peserta didik. Pemilihan alat yang tepat untuk melaksanakan suatu metode akan

memperlancar PBM, sebagai mahasiswa calon guru atau pengajar khususnya mengajar

materi keteknikan (bidang teknik) sangatlah perlu memahami segala macam alat dan

49
cara pemakaiannya serta cara menyiapkan dan memelihara alat-alat tersebut, yang

selanjutnya akan disebut sebagai media pendidikan. Lebih tepat jika akan disebut

sebagai media pembelajaran. Jadi, media pembelajaran adalah segalam macam alat

atau perlengkapan berupa apapun yang dapat digunakan oleh guru atau pengajar atau

instruktur atau pelatih untuk membantu dan memperlancar proses belajar mengajar

(Sunaryo dkk, 2012: 2). Proses pembelajaran praktik pada Pemesinan Kompleks,

media yang digunakan seperti jobsheet, mesin bubut & frais dan kelengkapannya, alat

ukur, dan fasilitas lainnya.

1) Job Sheet (Lembar Kerja)

Job sheet adalah sebuah halaman petunjuk yang digunakan untuk membantu

pekerja dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan (Marriam dan Webster, 2003: 1).

Salah satu aspek yang paling dominan dalam dalam proses pembelajaran praktik

pemesinan adalah keberadaan job sheet, karena job sheet dipakai untuk pemandu atau

pegangan peserta didik dalam mempelajari dan menguasai salah satu kompetensi yang

diajarkan oleh pendidik (Sukardi, 2010: 213). Ada beberapa bagian dalam jobsheet

yang saling berhubungan dan memperjelas di antaranya sebagai berikut: (a)

kompetensi; (b) alat dan kelengkapannya; (c) keselamatan kerja; (d) langkah kerja;

dan (e) gambar kerja.

2) Mesin Frais dan Kelengkapannya

Mesin frais adalah suatu mesin yang digunakan untuk mengerjakan/

menyelesaikan suatu benda kerja dengan mempergunakan pisau frais (cutter) sebagai

pahat penyayat yang berputar pada sumbu mesin. Mesin frais termasuk salah satu

mesin yang gerak utamanya berputar, dimana pahat potong (pisau frais) dipasang pada

50
spindel. Spindel ini dapat berputar serah jarum jam (clock wise) atau berlawanan arah

jarum jam (counter clock wise) disesuaikan dengan arah mata potong dari pisau frais,

sedang putarannya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan dengan menggunakan rumus

yang telah disediakan. Umumnya mesin frais digunakan untuk meratakan permukaan,

membuat alur, membuat roda gigi, membuat benda kerja yang mempunyai segi banyak

beraturan, membuat profil dan bentuk yang tak beraturan dan lain sebagainya.

3) Mesin Bubut dan Kelengkapannya

Mesin bubut adalah suatu mesin yang digunakan untuk mengerjakan /

menyelesaikan suatu benda kerja dengan mempergunakan pahat sebagai penyayat

dimana benda kerja berputar ketika dicekam. Umumnya mesin bubut digunakan untuk

meratakan permukaan, membuat alur, membuat lubang, membuat ulir dan lain

sebagainya.

4) Alat Ukur

Alat ukur (measuring tool) adalah alat yang digunakan untuk mengetahui

besaran baik itu besaran ukuruan dimensi dan kondisi suatu fisik suatu komponen. Alat

ukur dipergunakan untuk mengukur secara presisi, yang diperlukan dalam melakukan

pekerjaan pemeliharaan dan perbaikan otomotif khusunya dan peralatan teknik atau

pekerjaan logam lainnya.

c. Pelayanan Pada Pemesinan Kompleks

Pelayanan dalam KBBI adalah perihal atau cara melayani kemudahan yang

diberikan sehubungan dengan jual beli barang atau jasa. Menurut Suprapto, (2011:

227) jasa atau pelayanan merupakan suatu kinerja penampilan, tidak berwujud dan

cepat hilang, lebih dapat dirasakan daripada dimiliki, serta pelanggan lebih dapat

51
berpartisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut. Jadi pelayanan adalah

proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang langsung, aktifitas

adalah suatu proses penggunaan akal, pikiran, panca indera dan anggota badan dengan

atau tanpa alat bantu yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang

diinginkan baik dalam bentuk barang maupun jasa. Pelayanan dalam hal pelaksanaan

pembelajaran praktik Pemesinan Kompleks meliputi:

1) Pelayanan Dosen

Pelayanan dosen dalam pelaksanaan pembelajaran praktik Pemesinan Kompleks

meliputi: motivasi terhadap mahasiswa, kehadiran dosen, cara berbicara dan sikap

dosen ketika mengajar, mengawasi mahasiswa ketika praktik, memberi penilaian dan

mengevaluasi mahasiswa setelah pembelajaran selesai.

2) Pelayanan Teknisi

Pelayanan teknisi dalam pelaksanaan pembelajaran praktik Pemesinan

Kompleks meliputi: keramahan teknisi, mengadministrasi alat dan bahan untuk

praktik, mengkoordinir peminjaman alat, dan memberikan bantuan kepada mahasiswa

apabila terjadi kendala atau masalah terkait peralatan dan mesin pada saat pelaksanaan

pembelajaran praktik.

d. Kemampuan Praktik Mahasiswa Pada Pembelajaran Pemesinan Kompleks

Berdasarkan kurikulum JPTM FT UNY edisi 2016 maka kompetensi yang harus

dikuasai mahasiswa yaitu:

1) Proses Pemesinan Bubut

Proses bubut adalah proses pemesinan untuk menghasilkan bagian-bagian mesin

berbentuk silindris yang dikerjakan dengan menggunakan mesin bubut (Widarto,

52
2008: 144). Prinsip dasarnya dapat didefinisikan sebagai proses pemesinan permukaan

luar benda silindris atau bubut rata dengan:

1.1. Benda kerja berputar;

1.2. Satu pahat bermata potong tunggal (with a single-point cutting tool);

1.3. Gerakan pahat sejajar terhadap sumbu benda kerja pada jarak tertentu sehingga

membuang permukaan luar benda kerja (lihat Gambar 5).

Gambar 5. Proses Bubut Rata (1), Bubut Permukaan (2), Bubut Tirus (3)

Proses bubut permukaan (surface turning, Gambar 4 no. 2) adalah proses bubut

yang identik dengan proses bubut rata, tetapi arah gerakan pemakanan tegak lurus

terhadap sumbu benda kerja. Proses bubut tirus (taper turning, Gambar 5 no. 3)

sebenarnya identik dengan proses bubut rata di atas, hanya jalannya pahat membentuk

sudut tertentu terhadap sumbu benda kerja. Demikian juga proses bubut kontur,

dilakukan dengan cara memvariasi kedalaman potong, sehingga menghasilkan bentuk

yang diinginkan.

1.a. Parameter Proses Pemesinan Bubut

Ada beberapa parameter utama yang perlu diperhatikan pada proses pemesinan

bubut di antaranya:

1.1) Kecepatan Potong (Cutting Speed – Cs)

Kecepatan potong adalah kekmampuan alat potong potong menyayat bahan

dengan aman menghasilkan tatal dalam satuan panjang perwaktu (meter/menit atau

53
feet/menit). Secara sederhana kecepatan potong diasumsikan sebagai keliling benda

kerja dikalikan dengan kecepatan putar (Widarto: 2008: 167). Lihat persamaan 1:

𝜋𝑑𝑛 ................................................................................................................(1)
𝐶𝑠 =
1000

Keterangan:

Cs = Kecepatan Potong (mm/menit)

π = 3,14

d = Diameter rata-rata (mm)

n = putaran mesin/benda kerja (putaran/menit – Rpm)

1.2) Kecepatan Putaran Mesin (Revolution Per Menit – Rpm)

Kecepatan putaran mesin bubut adalah kemampuan kecepatan putar mesin bubut

untuk melakukan pemotongan atau penyayatan dalam satuan putaran/menit. Maka dari

itu untuk mencari besarnya putaran mesin sangat dipengaruhi oleh seberapa besar

kecepatan potong dan keliling benda kerjanya. Mengingat nilai kecepatan potong

untuk setiap jenis bahan sudah ditetapkan secara baku, maka komponen yang bisa

diatur dalam proses penyayatan adalah putaran mesin/benda kerjanya. Dasar untuk

menghitung putaran mesin dapat dilihat pada persamaan 2.

𝐶𝑠 ......................................................................................................................(2)
𝑛=
𝜋𝑑

1.3) Kecepatan Pemakanan (Feed – F)

Kecepatan pemakanan atau ingsutan ditentukan dengan mempertimbangkan

beberapa faktor, di antaranya: kekerasan bahan, kedalaman penyayatan, sudut-sudut

sayat alat potong, bahan alat potong, ketajaman alat potong dan kesiapan mesin yang

akan digunakan. Kesiapan mesin ini dapat diartikan, seberapa besar kemampuan mesin

54
dalam mendukung tercapainya kecepatan pemakanan yang optimal. Besarnya

kecepatan pemakanan (F) pada mesin bubut ditentukan oleh seberapa besar

bergesernya pahat bubut (f) dalam satuan mm/putaran dikalikan seberapa besar

putaran mesinnya (n) dalam satuan putaran, dapat dilihat pada persamaan 3.

𝐹 = 𝑓𝑥𝑛 ......................................................................................................................(3)

Keterangan:

F = Kecepatan makan (mm/menit)

f = besar pemakanan dalam satu putaran atau bergesernya pahat (mm/putaran)

1.4) Waktu Pemesinan Bubut Rata

Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu pemesinan bubut adalah seberapa

besar panjang atau jarak tempuh pembubutan (L) dalam satuan mm dan kecepatan

pemakanan (F) dalam satuan mm/menit. Gambar 6 menunjukkan bahwa, panjang total

pembubutan (L) adalah panjang pembubutan rata ditambah start awal pahat (ℓa), atau:

L total= ℓa+ ℓ (mm), untuk nilai kecepatan pemakanan (F), dengan berpedoman pada

uraian sebelumnya F= f.n (mm/putaran).

Gambar 6. Ilustrasi Panjang Pembubutan Rata

55
Berdasarkan prinsip-prinsip yang telah diuraikan di atas, maka perhitungan

waktu pemesinan bubut rata (tm) dapat dihitung dengan persamaan:

𝐿
𝑡𝑚 = 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 ....................................................................................................(4.a)
𝐹

𝐿 = ℓa + ℓ (𝑚𝑚) ...............................................................................................(4.b)

Keterangan:

Tm = Waktu pemesinan bubut rata (menit)

L = Panjang total pembubutan rata (mm)

ℓa = Jarak start pahat (mm)

ℓ = Panjang pembubutan rata (mm)

1.b. Teknik Pembubutan

Teknik pembubutan adalah cara melakukan berbagai macam proses pembubutan

menggunakan prosedur dan tata cara yang dibenarkan oleh dasar-dasar teori

pendukung disertai penerapan kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan (K3L).

1.1) Pembubutan lurus/rata

Pembubutan lurus adalah proses pembubutan untuk mendapatkan permukaan

yang lurus dan rata dengan diameter yang sama antara ujung satu dengan ujung

lainnya. Pengikatan benda kerja yang berukuran relatif pendek, dapat dilakukan

dengan cara langsung diikat menggunakan cekam mesin. Pengikatan benda kerja yang

berukuran relatif panjang, pada bagian ujung yang menonjol keluar ditahan dengan

senter putar. Sedangkan pengikatan benda kerja yang panjang dan dikhawatirkan akan

terjadi getaran pada bagian tengahnya, juga pada bagian tengahnya harus ditahan

dengan penahan benda kerja/steady rest.

56
1.2) Pembubutan Tirus (Taper)

Pembubutan tirus adalah proses pembubutan sebuah benda kerja dengan hasil

ukuran diameter yang berbeda antara ujung satu dengan yang lainnya. Perbedaan

diameter tersebut tentunya ada unsur kesengajaan karena hasil ketirusannya akan

digunakan untuk tujuan tertentu.

1.3) Pembubutan Tirus Dengan Eretan Atas

Pembubutan tirus dengan eretan atas, adalah pembubutan tirus dengan cara

menggeser atau mengatur kedudukan sudut eretan atas dari pusat sumbunya sebesar

nilai derajat yang dikehendaki (Gambar 7). Keuntungan pembubutan tirus dengan cara

ini adalah dapat membuat tirus pada bagian dalam dan luar dan dapat membentuk

ketirusan yang besar. Sedangkan kekurangannya adalah tidak dapat dikerjakan secara

otomatis, sehingga harus selalu dilakukan dengan manual dan tidak dapat melakukan

pembubutan tirus yang panjang karena langkah geraknya terbatas pada panjang

pengarah gerakan eretan atas.

Gambar 7. Pembubutan Tirus Dengan Menggeser Eretan Atas

Adapun perhitungan untuk mendapatkan hasil yang tepat, sebagai dasar ilustrasi

gambarnya dapat dilihat pada (Gambar 8).

57
Gambar 8. Dimensi Benda Kerja Tirus

Berdasarkan ilustrasi gambar di atas, maka pembubutan tirus dengan menggeser

eretan atas dapat dihitung dengan persamaan 5.

𝐷−𝑑
𝑎 2 .......................................................................................................(5.a)
𝑡𝑔 =
2 𝑙

𝑎 𝐷−𝑑
𝑡𝑔 = ........................................................................................................(5.b)
2 2𝑙

Keterangan:

D = Diameter besar (mm)

d = Diameeter kecil (mm)

l = Panjang (mm)

1.4) Pembubutan Tirus Dengan Menggeser Kepala Lepas

Pembubutan tirus dengan menggeser kepala lepas adalah pembubutan tirus

dengan cara menggeser atau mengatur kedudukan kepala lepas pada mesin bubut

sebesar hasil perhitungan (Gambar 9). Keuntungan pembubutan tirus dengan cara ini

adalah dapat membubut tirus berukuran panjang dan proses pemotongannya dapat

dilakukan secara otomatis. Sedangkan kekurangannya adalah tidak dapat membubut

tirus diameter dalam dan besar pergeseran kepala lepasnya terbatas, sehingga tidak

dapat membubut tirus yang nilai ketirusannya besar.

58
Gambar 9. Pembubutan Tirus Dengan Mengeser Kepala Lepas

Sebelum melakukan proses pembubutan tirus diperlukan perhitungan cermat

agar mendapatkan hasil ketirusan sesuai tuntutan pekerjaan.

Gambar 10. Dimensi Benda Kerja Tirus

Berdasarkan gambar di atas, maka pembubutan tirus dengan menggeser kepala lepas

dapat dicari dengan persamaan 6.

𝐿 𝐷 − 𝑑 ................................................................................................(6)
𝑜𝑓𝑓𝑠𝑒𝑡 = ( )
𝑙 2

Keterangan:

Offset = Nilai pergeseran

L = Panjang benda kerja (mm)

l = panjang ketirusan (mm)

1.5) Pembubutan Alur (Groove)

Pembubutan alur adalah proses pembubutan benda kerja dengan tujuan membuat

alur pada bidang permukaan (luar dan dalam) atau pada bagian depannya sesuai

tuntutan pekerjaan.

59
1.6) Pembubutan Ulir

Proses pembubutan ulir pada mesin bubut standar, pada dasarnya hanyalah

alternatif apabila jenis ulir yang diperlukan tidak ada dipasaran umum atau jenis ulir

yang dibuat hanya untuk keperluan khusus. Mesin bubut standar didesain tidak khusus

untuk membuat ulir saja, sehingga saat melakukan pembubutan ulir diperlukan waktu

yang relatif lama, hasilnya kurang presisi dan sebelumnya perlu memahami teknik

pembubutannya. Berbeda dengan mesin bubut yang dikendalikan CNC (Computer

Numerical Control), proses pembubutan ulir menjadi sangat efisien dan efektif, karena

sangat memungkinkan membuat ulir dengan kisar (pitch) yang sangat bervariasi dalam

waktu relatif cepat dan hasilnya presisi. Nama-nama bagian ulir segi tiga dapat dilihat

pada Gambar 11.

Gambar 11. Nama-nama Bagian Ulir

2) Proses Pemesinan Frais

Proses pemesinan frais (milling) adalah proses penyayatan benda kerja

menggunakan alat potong dengan mata potong jamak yang berputar. Proses

penyayatan dengan gigi potong yang banyak yang mengitari pisau ini bisa

menghasilkan proses pemesinan lebih cepat (Widarto, 2008: 186). Permukaan yang

disayat bisa berbentuk datar, menyudut, atau melengkung. Permukaan benda kerja bisa

60
juga berbentuk kombinasi dari beberapa bentuk. Mesin (Gambar 12) yang digunakan

untuk memegang benda kerja, memutar pisau, dan penyayatanya disebut Mesin Frais

(Milling Machine).

a b
Gambar 12. Mesin Frais (a) Tipe Vertical dan (b) Tipe Horizontal

Mesin frais juga paling mampu melakukan banyak tugas dari segala mesin

perkakas. Permukaan yang datar maupun berlekuk dapat dilakukan di mesin frais

dengan penyelesaian dan ketelitian istimewa. Mesin Frais ada yang dikendalikan

secara mekanis (konvensional manual) dan ada yang dengan bantuan CNC (Computer

Numerical Control).

2.1. Parameter Proses Pemesinan Frais

Ada beberapa parameter utama yang harus diperhatikan dalam melakukan

proses pemesinan frais di antaranya:

2.a. Kecepatan Potong (Cs)

Pada saat proses pengefraisan berlangsung, cutter berputar memotong benda

kerja yang diam dan menghasilkan potongan atau sayatan yang menyerupai chip,

serpihan-serpihan tersebut dapat juga berbentuk seperti serbuk (tergantung dari

61
bahan). Kemampuan mesin menghasilkan panjang sayatan tiap menit disebut

kecepatan potong (sayat), yang diberi simbol Cs (Cutting Speed) (Bambang, 2015:

34). Apabila ukuran diameter alat potong dan kecepatan putaran mesin diketahui,

maka untuk mencari kecepatan pemotong persamaanya adalah:

𝐶𝑠 = 𝜋. 𝑑. 𝑛 (𝑚/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡).........................................................................................(7)

Keterangan:

Cs = Cutting Speed (m/menit)

d = Diameter Cutter (mm)

n = Putaran Spindle (Rpm)

π = Konstanta (3,14)

Pada prinsipnya kecepatan pemotongan suatu material tidak dapat dihitung

secara matematis. Karena setiap material memiliki kecepatan potong sendiri-sendiri

berdasarkan karakteristiknya dan harga kecepatan potong dari tiap material ini dapat

dilihat di dalam tabel yang terdapat didalam buku atau referensi, untuk lebih jelasnya

mengenai harga kecepatan potong dari tiap material dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Cutting Speed untuk Proses Frais


High-speed steel cutter Carbide cutter
Material
ft/min m/min ft/mn m/min
Machine steel 70-100 21-30 150-250 45-75
Tool steel 60-70 18-20 125-200 40-80
Cast iron 50-80 15-25 125-200 40-80
Bronze 65-120 20-35 200-400 80-120
Alumunium 500-1000 150-300 1000-2000 150-300
Sumber: Rahdiyanta, 2010:3

62
2.b. Kecepatan Putaran Mesin

Putaran Mesin adalah kemampuan kecepatan putaran mesin dalam satu menit.

Mengingat dalam hal ini nilai kecepatan potong untuk setiap jenis bahan sudah

ditetapkan secara baku, maka komponen yang bisa diatur dalam proses penyayatan

adalah putaran mesin/benda kerja (Bambang, 2015: 35). Sehingga persamaan untuk

menghitung putaran adalah:


𝐶𝑠
𝑛 = 𝜋.𝑑 𝑟𝑝𝑚..........................................................................................................(8.a)

Karena satuan Cs dalam meter/menit sedangkan satuan diameter pisau/benda

kerja dalam millimeter, maka persamaanya menjadi:


1000.𝐶𝑠
𝑛= 𝑟𝑝𝑚....................................................................................................(8.b)
𝜋.𝑑

Keterangan:

n = Putaran Spindle (rpm)

Cs = Kecepatan Potong (m/menit)

D = Diameter Cutter (mm)

2.c. Kecepatan Pemakanan (Feeding)

Umumnya mesin frais dipasang tabel kecepatan pemakanan atau feeding dalam

satuan mm/menit. Jadi misalnya pada mesin disetel besar kecepatan pemakannya 28,

artinya kecepatan pemakanan pisau frais sebesar 28 mm/menit. Makin kecil kecepatan

pemakanan pisau frais, kekasarannya makin rendah atau lebih halus. Tabel besar

pemakanan pada mesin baru berlaku jika mesin frais tersebut dijalankan dengan

cara/mode otomatis. Dibawah ini adalah persamaan untuk menghitung feeding:

𝐹 = 𝑓𝑥𝑛 (𝑚𝑚/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡)...........................................................................................(9)

63
Keterangan:

F = Kecepatan Pemakanan (mm/menit)

f = Gerak Pemakanan (mm/putaran)

n = Putaran Spindle (rpm)

Feed dapat dinyatakan sebagai rasio gerak benda kerja terhadap gerak putar

pisau frais. Dalam menentukan feed, faktor yang harus diperhatikan adalah:

a. Kedalaman pemakanan.

b. Tipe pisau frais.

c. Bentuk pisau frais.

d. Material benda kerja.

e. Kekuatan dan keseragaman benda kerja.

Tabel 8. Feed untuk Proses Frais


Steel Steel Steel Steel
Type of Alumi- Brass Bronze
Mild Mild Tough Alloy
Cutter nium 110 130
150 180 200 250
Face 0,55 0,55 0,45 0,28 0,23 0,20 0,18
Slab 0,43 0,43 0,35 0,23 0,18 0,15 0,13
Slot S&F 0,33 0,33 0,28 0,18 0,15 0,13 0,10
End 0,28 0,28 0,23 0,13 0,13 0,10 0,10
Form 0,15 0,15 0,13 0,10 0,07 0,05 0,13
Saw 0,15 0,13 0,10 0,07 0,07 0,05 0,05
Sumber: Rahdiyanta, 2010:4

2.d. Waktu Pemesinan Pengefraisan Rata

Berdasarkan prinsip kerja mesin frais dan gambar 13, untuk mencari waktu

pengefraisan dapat dihitung dengan persamaan 10:

64
a b

Gambar 13. Gambar skematis proses frais vertikal (a) dan frais horizontal (b)

𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑚𝑒𝑗𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑚𝑚


𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑒𝑚𝑒𝑠𝑖𝑛𝑎𝑛 (𝑡𝑚) = =
𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑝𝑒𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑚𝑚/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

𝐿
𝑡𝑚 = ..............................................................................................................(10.a)
𝑆′

𝐿 = 𝑙𝑎 + 𝑙𝑤 + 𝑙𝑣.................................................................................................(10.b)

𝑆 = 𝑠. 𝑛................................................................................................................(10.c)

Keterangan:

t = jumlah mata sayat alat potong 𝑙𝑣 = panjang kelebihan akhir (mm)

s = pemakanan tiap mata potong S’ = pemakanan setiap menit

n = kecepatan mesin (rpm)

L = jarak tempuh pemakanan kesulurahan (mm)

𝑙𝑎 = panjang kelebihan awal (mm)

𝑙𝑤 = panjang benda kerja (mm)

65
2.2. Teknik Pengefraisan

Proses pengefraisan agar dapat menghasilkan produk sesuai tuntutan pekerjaan,

maka banyak cara/ teknik yang harus dikuasai oleh seorang operator. Berikut akan

dijelaskan beberapa teknik pengefraisan yang umum dilakukan untuk dapat

menghasilkan sebuah produk yang standar.

2.a. Teknik Pengefraisan Rata Posisi Mendatar (Horizontal)

Jenis mesin yang digunakan pada proses pengefraisan benda kerja ketika posisi

mendatar adalah jenis mesin frais horizontal, dan alat potong yang digunakan adalah

pisau frais mantel (plain milling cutter) sebagaimana terlihat pada (Gambar 14).

Gambar 14. Pengefraisan Rata Posisi Mendatar

2.b. Teknik Pengefraisan Rata Posisi Tegak (Vertical)

Pengefraisan bidang rata proses pemotongannya dapat dilakukan dengan posisi

pemotongan tegak, menggunakan pisau frais jenis shell endmill cutter (Gambar 15).

Langkah kerja pengefraisan rata posisi pemotongan tegak pada prinsipnya sama

dengan mengefrais rata posisi pemotongan horizontal. Maka dari itu dalam

melaksanakan pengefraisan rata posisi pemotongan tegak, prinsip-prinsip langkah

kerja utamanya ikuti sebagaimana pengefraisan rata posisi pemotongan mendatar.

66
Gambar 15. Pengefraisan Bidang Rata dengan Shell End Mill Cutter Posisi Pisau
Tegak

Pada jenis mesin frais universal, dalam melakukan pengefraisan bidang rata

dapat juga dilakukan dengan menggunakan pisau frais jenis shell end mill cutter yang

posisi pisaunya dipasang mendatar langsung pada spindel mesin.

Gambar 16. Pengefraisan Bidang Rata dengan Shell End Mill Cutter Posisi Pisau
Mendatar

2.c. Teknik Memperbesar Lubang Pada Mesin Frais

Proses memperbesar lubang pada sebuah benda kerja dengan mesin frais, pada

umumnya dilakukan karena diameter alat potong untuk membuat lubang berupa mata

bor ukurannya tidak dapat mencapai ukuran diameter lubang yang diinginkan,

sehingga perlu dilakukan pembesaran lubang dengan alat potong pembesar lubang

(boring head).

67
Gambar 17. Memperbesar Lubang Pada Mesin Frais Dengan Boring Head

3) Kualitas Geometris

3.1. Pengertian

Kualitas merupakan pernyataan atas suatu produk secara total pada unsur atau

komponen yang menyusun produk dan yang memberikan nilai tambah. Menurut

Goetch dan Davis dalam Puji (2017: 22) bahwa, “Kualitas adalah suatu kondisi

dinamis yang berkaitan dengan produk, pelayanan, orang, proses, dan lingkungan yang

memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan. Dari beberapa definisi tersebut, dapat

disimpulkan bahwa kualitas adalah keseluruhan produk dan jasa yang meliputi

marketing, engineering, manufacture dan maintenance yang dalam pemakainannya

sesuai dengan kebutuhan dan harapan dari pelanggan.

Sedangkan geometris berasal dari bahasa Yunani Kuno Geo yang berarti

“Bumi”, Metron yang berarti “pengukuran” adalah cabang matematika yang

bersangkutan dengan pertanyaan bentuk, ukuran, posisi relatif tokoh, dan sifat ruang.

Geometris yang ideal meliputi (1) ukuran/dimensi yang teliti; (2) bentuk yang

sempurna; dan (3) permukaan yang halus sekali (Rochim, 2001: 3). Jadi dapat

68
disimpulkan bahwa kualitas geometris merupakan tingkat baik dan buruknya suatu

produk dalam hal ini adalah benda kerja dilihat dari ketepatan ukuran atau dimensi,

bentuk yang sempurna atau ideal dan kehalusan permukaan.

3.2. Karakteristik Geometrik

Ada beberapa karakteristik geometrik, di antaranya meliputi:

3.a. Dimensi atau ukuran yang tepat

3.1) Panjang

Panjang merupakan dimensi yang menunjukkan suatu benda dengan jarak dari

ujung satu ke ujung yng lain. Alat yang digunakan untuk mengukur panjang di

antaranya yaitu mistar, vernier caliper, mikrometer sekrup.

Gambar 18. Mengukur Panjang dengan Vernier Caliper


3.2) Diameter

Diameter merupakan garis tengah suatu lingkaran yang membagi lingkaran

menjadi dua bidang dan juga merupakan tali busur terbesar dalam sebuah lingkaran.

Diameter ada dua yaitu diameter luar dan dalam. Alat untuk mengukur diameter luar

di antaranya vernier caliper dan micrometer. Sedangkan untuk mengukur diameter

dalam biasanya menggunakan vernier caliper.

69
Gambar 19. Pengukuran Diameter Luar Dan Pengukuran Diameter Dalam
Menggunakan Vernier Caliper

3.3) Kedalaman

Kedalaman merupakan jarak antara permukaan terluar dan permukaan paling

dalam (dasar). Kedalaman pada praktik pemesinan frais yang paling sering diukur

adalah kedalaman alur, lubang, dan lain-lain. Alat yang digunakan untuk mengukur

kedalaman biasanya adalah vernier caliper.

Gambar 20. Pengukuran Kedalaman menggunakan Vernier Caliper

3.b. Bentuk yang ideal

3.1) Kelurusan

Suatu permukaan dikatakan lurus apabila permukaan tersebut berbentuk garis

lurus jika digambarkan dalam bentuk garis. Maksudnya ialah suatu benda yang

diperiksa kelurusan permukaannya dalam panjang tertentu ternyata dalam

pemeriksaannya tidak ditemukan adanya penyimpangan bentuk ke arah horizontal

atau vertikal yang berarti, maka dikatakan permukaan benda tersebut lurus dan ketika

70
digambarkan secara grafis maka akan diperoleh bentuk garis lurus. Kelurusan dari

permukaan suatu komponen sangat penting perannya dalam permesinan. Meja-meja

mesin bubut, sekrap, frais, dan gerinda memerlukan kelurusan yang sangat teliti (Sudji,

1996: 56).

3.2) Kesikuan / Ketegaklurusan

Kesikuan merupakan salah satu dimensi dari benda ukur. Pemeriksaan kesikuan

dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya menggunakan penyiku, dial gauge,

dan blok ukur. Diantara cara tersebut, cara yang paling sederhana adalah dengan

penyiku. Pengukuran yang lebih teliti lagi dapat menggunakan blok ukur, jam ukur

atau auto kolimator.

3.3) Kesejajaran

Secara umum ada dua elemen kesejajaran yang perlu diperhatikan dalam

pengukuran (metrologi industri) yaitu kesejajaran antara bidang dan kesejajaran antara

gerakan. Akan tetapi cara pemeriksaan kesejajaran untuk kedua elemen kesejajaran

tersebut pada dasarnya sama. Salah satu peralatan ukur yang sesuai untuk memeriksa

kesejajaran ini adalah jam ukur (dial indicator) atau pupitas.

3.c. Permukaan yang halus

Suatu komponen mesin mempunyai karakteristik geometri yang ideal apabila

komponen tersebut sesuai dengan apa yang dikehendaki (sesuai karakteristik

fungsional), dan mempunyai ukuran / dimensi yang teliti, bentuk yang sempurna, dan

permukaan yang halus sekali (Rochim, 2001: 3). Tetapi dalam kenyataanya tidak

mungkin untuk membuat suatu komponen mesin dengan karakteristik geometrik yang

71
sempurna. Penyimpangan-penyimpangan selama proses pembuatan pasti terjadi

sehingga produk tidak lagi memiliki karakteristik geometrik yang sempurna.

e. Kelengkapan Sarana dan Prasarana Pada Praktik Pemesinan Kompleks

Berdasarkan kurikulum JPTM FT UNY edisi 2016, maka kelengkapan sarana

dan prasarana praktik yang harus ada pada pelaksanaan pembelajaran Pemesinan

Kompleks yaitu:

1) Sarana Praktik

Sarana praktik yang harus ada pada pelaksanaan pembelajaran Pemesinan

Kompleks dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Sarana Praktik Pada Pemesinan Kompleks


No. Kompetensi Sarana Praktik
1. Proses membubut bentuk ulir Mesin bubut dan kelengkapannya
Mesin bubut turret dan
Proses membubut bentuk dengan alat
2. kelengkapannya, alat bantu jig
bantu turret
and fixture
Proses menggerinda bentuk pada mesin Mesin bubut dan kelengkapannya,
3.
bubut dan mesin gerinda botol
4. Proses mengefrasi bentuk helixcal Mesin frais dan kelengkapannya
Proses mengebor dan mengefrais Mesin frais dan kelengkapannya,
5.
bentuk dengan alat bantu jog and fixture jig and fixture, dan mesin bor
Proses mengefrais dengan alat bantu Mesin frais dan kelengkapannya,
6.
flying cutter dan alat bantu flying cutter
Mesin EDM (Electrical
Proses membubut bentuk (lubang dan
7. Discharge Machine) beserta
alur) dengan mesin EDM
kelengkapannya

Selain sarana pada Tabel 9 terdapat sarana pendukung yang harus ada pada

pelaksanaan pembelajaran Pemesinan Kompleks yaitu palu plastik, mesin gerinda

duduk, perlengkapan K3, kikir, penyiku, jangka sorong, dial gauge, dial protector,

dan meja perata.

72
2) Prasarana praktik

Prasarana praktik yang harus ada pada pelaksanaan pembelajaran Pemesinan

Kompleks yaitu: (1) area kerja mesin bubut; (2) area kerja mesin frasis; (3) area kerja

mesin gerinda; (4) ruang dosen; (5) ruang teknisi; (6) ruang alat dan bahan; (7) toilet;

(8) ruang teori; (9) tempat cuci tangan yang layak; (10) sistem pencahayaan yang baik;

(11) sistem sirkulasi udara ayang baik; dan (12) tingkat kebisingan yang baik.

5. Tanggapan

Tanggapan merupakan sinonim dari kata persepsi yang pada hakekatnya adalah

proses kognitif (pemahaman pengetahuan) yang dialami oleh setiap orang di dalam

memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran,

penghayatan, perasaan, dan penciuman (Miftah, 2005: 141). Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia kata Persepsi memiliki arti tanggapan (penerimaan langsung dari

sesuatu. Sedangkan menurut Sugihartono (2013: 8) persepsi adalah kemampuan otak

dalam menerjemahkan stimulus. Stimulus itu sendiri merupakan suatu rangsangan dari

luar diri manusia, dengan demikian persepsi merupakan proses untuk menerjemahkan

atau menginterpretasi stimulus yang masuk dalam alat indera.

Berdasarkan pendapat dari para ahli tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa

tanggapan adalah proses pengamatan yang sifatnya kompleks dalam menerima dan

menginterpretasikan informasi-informasi yang berada di lingkungan dengan

menggunakan panca indera. Tanggapan lebih kompleks jika dibandingkan dengan

proses penginderaan. Proses penginderaan hanya merupakan langkah awal proses

tanggapan, penginderaan memberikan gambaran nyata mengenai suatu objek,

sedangkan tanggapan mampu memahami lebih dari gambaran nyata objek tersebut.

73
Jadi, apabila seseorang memiliki tanggapan tentang suatu obyek dengan menggunakan

panca indera berarti ia mengetahui, memahami dan menyadari tentang obyek tersebut,

dalam proses tanggapan individu akan mengadakan penyeleksian apakah stimulus itu

berguna atau tidak baginya, serta menentukan apa yang terbaik untuk dilakukan

(tingkah laku).

a. Faktor-faktor Terjadinya Tanggapan

Tanggapan setiap manusia terhadap suatu stimulus beragam dikarenakan adanya

faktor-faktor yang mempengaruhi tanggapan tersebut. Menurut Miftah (2005: 154)

faktor-faktor yang mempengaruhi tanggapan seseorang berbeda antara satu dengan

yang lainnya, faktor-faktor tersebut adalah:

1) Faktor Intern

Terdiri dari perasaan, sikap, kepribadian, individual, prasangka, keinginan atau

harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan

kebutuhan juga minat dan motivasi dari individu.

2) Faktor Ekstern

Terdiri dari latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan dan

kebudayaan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerakan, hal-hal

baru dan familiar atau tidak ada saingan suatu obyek.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa faktor perhatian adalah faktor yang sangat

mempengaruhi tanggapan. Perhatian dipengaruhi oleh faktor eksternal penarik

perhatian seperti gerakan, intensitas, kebaruan, dan perulangan serta faktor internal

pengaruh perhatian seperti faktor biologis dan faktor sosiopsikologis. Walgito (2004:

115-118) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perhatian ada dua

74
faktor yaitu faktor yang berasal dari stimulus atau dari luar individu yang terdiri dari

intensitas atau kekuatan stimulus, ukuran stimulus, perubahan stimulus, ulangan dari

stimulus, dan pertentangan atau kontras serta faktor individu yang terdiri dari sifat

struktural dan sifat temporer individu, dan aktivitas yang sedang berjalan pada

individu. Pendapat ini menekankan bahwa faktor yang sangat mempengaruhi

tanggapan adalah perhatian karena adanya stimulus dari luar dan aktivitas individu

yang sedang berjalan.

Rakhmat (2005: 55-62) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi

tanggapan secara garis besar terdiri dari faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor

fungsional merupakan faktor yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan

hal-hal lain yang termasuk faktor-faktor personal, sedangkan faktor struktural

merupakan sifat stimuli fisik dan efek saraf yang ditimbulkannya. Sedangkan Sarwono

dkk. (2009: 103-106) menyebutkan faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan

tanggapan di antaranya adalah perhatian, latar mental (mental set), kebutuhan, sistem

nilai, tipe kepribadian, dan gangguan kejiwaan. Perbedaan faktor-faktor tersebut yang

menyebabkan perbedaan tanggapan dari masing-masing individu. Pendapat ini

menyatakan bahwa kebutuhan dan faktor pesonal atau kepribadian menyebabkan

tanggapan orang berbeda.

Sehingga dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi tanggapan yaitu perhatian, kebutuhan, dan kepribadian.

Sehingga dalam penelitian ini adanya perbedaan perhatian, kebutuhan dan kepribadian

masing-masing mahasiswa tentang pelaksanaan pembelajaran praktik Pemesinan

75
Kompleks akan menimbulkan tanggapan yang berbeda pula antara mahasiswa satu

dengan mahasiswa yang lainnya.

b. Proses Tanggapan

Walgito (2010: 102) menyatakan bahwa proses tanggapan terdiri dari adanya

objek yang menimbulkan stimulus, kemudian terjadi proses kealaman atau proses fisik

dimana stimulus mengenai alat indera, lalu stimulus yang diterima alat indera

diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak atau yang disebut proses fisiologis, dan

berikutnya adalah proses psikologis atau proses interpretasi di dalam syaraf otak. Alat

indera merespon suatu stimulus kemudian diinterpretasikan oleh otak sehingga

individu mengerti apa yang dimaksud oleh alat indera, hal inilah yang disebut

tanggapan.

Penginderaan manusia memiliki hubungan yang erat dengan tanggapan.

Penginderaan merupakan tahap awal terbentuknya sebuah tanggapan. Stimulus atau

rangsangan yang mempengaruhi tanggapan berasal dari dalam maupun luar diri

individu. Stimulus yang berasal dari dalam di antaranya adalah perasaan, latar

belakang dan faktor budaya serta pengalaman hidup masing-masing individu. Hal

inilah yang menyebabkan tanggapan masing-masing individu terhadap suatu hal

berbeda-beda. Proses tanggapan dapat terjadi pada setiap individu, dari bagan di

bawah (Gambar 21) dapat disimpulkan bahwa dalam diri mahasiswa, tanggapan terjadi

karena suatu objek menimbulkan stimulus yang ditangkap oleh panca indera, lalu

diinterpretasi atau diterjemahkan oleh syaraf otak. Kemudian timbullah respon

terhadap objek yang ditangkap panca indera. Respon inilah yang disebut sebagai

tanggapan mahasiswa.

76
Stimulus Stimulus Stimulus
(Faktor Luar) (Faktor Luar) (Faktor Luar)

Struktur Respon
Pribadi (Tanggapan)
Individu

Faktor Intern Faktor Intern Faktor Intern


Gambar 21. Proses Tanggapan
Sumber bagan: Walgito (2010: 103)

B. Kajian Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Agus Setiyawan (2014) mahasiswa FIS UNY

dengan judul “Persepsi Siswa Terhadap Kompetensi Pedagogik dan Profesional

Guru IPS SMP di Kecamatan Eromoko Kabupaten Wonogiri”. Jenis penilitian

adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa siswa SMP di Eromoko memiliki persepsi yang baik terhadap kompetensi

pedagogik dan profesional guru IPS. Hal ini dibuktikan persepsi siswa terhadap

kompetensi pedagogik guru IPS SMP di Kecamatan Eromoko dengan nilai

kategori sangat tinggi 8,72%, tinggi sebesar 81,03%, cukup sebesar 9,74% dan

kurang sebesar 0,51 %. Sedangkan persepsi siswa terhadap kompetensi profesional

guru IPS SMP di Kecamatan Eromoko dengan nilai kategori sangat tinggi sebesar

1,54%, tinggi sebesar 70,26%, cukup sebesar 27,18% dan kurang sebesar 1,03%.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Amirudin (2017) mahasiswa FT UNY dengan judul

“Studi Kelayakan Sarana dan Prasarana Bengkel Pemesinan di SMK

Muhammadiyah Prambanan”. Jenis penilitian deskriptif menggunakan pendekatan

77
kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan persentase kelayakan sarana sebesar

33% dan prasarana 37,5% persentase data tersebut dikonsultasikan pada

Permendiknas No.40 tahun 2008 sehingga dapat disimpulkan sarana dan prasarana

bengkel pemesinan tersebut tidak layak. Kemudian hasil penjaringan persepsi

siswa diperoleh kelayakan sarana dan prasarana masing-masing sebesar 71% dan

66% yang artinya menurut persepsi siswa sarana dan prasarana bengkel tersebut

layak.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Angga Ade Saputra (2016) mahasiswa FT UNY

dengan judul “Proses Pembelajaran Dalam Praktik Pembubutan Mesin

Konvensional Kelas XI Prodi Mesin di SMK Negeri 2 Yogyakarta”. Jenis

penelitian yang digunakan yaitu penelitian deskriptif. Hasil penelitian

menunjukkan proses guru mengajar tentang mesin bubut konvensional dalam

praktik di SMK N 2 Yogyakarta berlangsung dibagi menjadi 2 sesi masing-masing

16 siswa mengingat keterbatasan tempat praktik. Dalam memberikan materi dari

awal pertemuan, guru memberikan dukungan penuh bagi siswa baik dukungan

maupun pengetahuan. Guru selalu mengawali dan menutup proses belajar dengan

berdoa bersama. Guru memberikan materi pengantar dan selalu memberikan

kesempatan bagi siswa yang tidak memahami untuk bertanya. Kemudian proses

siswa dalam belajar mesin bubut konvensional di SMKN 2 Yogyakarta dilakukan

sesuai arahan guru. Dalam melakukan praktik, beberapa siswa masih banyak

bercanda dan tidak serius meskipun berhadapan dengan peralatan yang dapat

membuat kecelakaan praktik misalnya terkena mesin yang sedang berputar dan

sebagainya. Siswa juga masih banyak yang kurang mengindahkan keamanan

78
seperti tidak menggunakan alat safety misalnya kacamata maupun sepatu yang

dapat melindungi kaki jika terkena benturan atau alat-alat yang jatuh.

C. Kerangka Berpikir

Bagian ini akan diuraikan kerangka berpikir tentang tanggapan mahasiswa

terhadap pelaksanaan pembelajaran praktik Pemesinan Kompleks di bengkel

pemesinan JPTM FT UNY ditinjau dari:

1. Tanggapan mahasiswa terhadap pelayanan pada pelaksanaan pembelajaran

praktik Pemesinan Kompleks di bengkel pemesinan JPTM FT UNY.

Keberhasilan mahasiswa dalam praktik merupakan hasil pengukuran

terhadap peserta didik yang terdiri dari beberapa aspek yaitu kognitif, afektif, dan

psikomotor yang dapat diukur menggunakan instrumen tes relevan. Pencapaian

tersebut didapat tentu dengan adanya dukungan yang dapat menunjang

pelaksanaan pembelajaran dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi keberhasilan mahasiswa dalam praktik. Salah satu faktor yang

dapat mempengaruhi keberhasilan mahasiswa dalam pembelajaran praktik adalah

pelayanan yang dilakukan baik dosen (instruktur) maupun teknisi yang diberikan

kepada mahasiswa (praktikan).

Pelayanan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau

kelompok dengan landasan faktor materi melalui sistem, prosedur, dan metode

tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan

haknya. Pelayanan dalam hal ini erat kaitannya dengan hal pemberian kepuasan

dari instruktur dan/ teknisi terhadap praktikan, pelayanan yang baik terhadap

79
praktikan maka dapat memberikan kepuasan yang baik pula bagi praktikan,

sehingga praktikan dapat lebih semangat dan terdorong motivasinya dalam proses

pembelajaran praktik.

2. Tanggapan mahasiswa terhadap kemampuan praktik pada pelaksanaan

pembelajaran praktik Pemesinan Kompleks di bengkel pemesinan JPTM FT

UNY.

Pembelajaran praktik merupakan suatu proses untuk meningkatkan

keterampilan peserta didik dengan menggunakan berbagai metode yang sesuai

dengan keterampilan yang diberikan dan peralatan yang digunakan. Selain itu,

pembelajaran praktik merupakan suatu proses pendidikan yang berfungsi

membimbing peserta didik secara sistematis dan terarah untuk dapat melakukan

suatu keterampilan. Pembelajaran praktik merupakan ciri khas dari pendidikan

vokasional sehingga penting adanya untuk diimplementasikan dalam pelaksanaan

pendidikan vokasional.

Kemampuan praktikan yang baik merupakan indikator bahwa pembelajaran

praktik dalam perkuliahan tersebut berjalan dengan lancar. Kemampuan praktik

dapat dilihat dari segi proses dan hasil. Segi proses misalnya, peserta didik harus

dapat menguasai teori sehingga ketika proses pembelajaran praktik tidak asal

dalam menentukan langkah kerja, parameter, membaca gambar teknik dan

sebagainya. Kemudian selain itu yaitu sikap praktikan/peserta didik ketika

melaksanakan pembelajaran praktik, contohnya sikap bertanggung jawab, jujur,

dan ulet. Dilihat hasil praktik, misalnya peserta didik dapat menghasilkan benda

kerja (produk) yang baik dari segi kelurusan, kehalusan, dan dimensi. Jika

80
kemampuan mahasiswa atau praktikan sebagian besar tidak baik maka akan ada

beberapa masalah/kendala dalam proses pelaksanaan pembelajaran praktik

tersebut.

3. Tanggapan mahasiswa terhadap kelengkapan sarana dan prasarana pada

pelaksanaan pembelajaran praktik Pemesinan Kompleks di bengkel JPTM

FT UNY.

Sarana dan prasarana bengkel merupakan aset yang dapat mempermudah

dalam pencapaian suatu usaha. Pengaturan dan penataan sarpras yang ada

merupakan hal yang sangat penting. Lay out mesin, kenyamanan (bebas polusi

suara & udara, tingkat pencahayaan, aliran udara), dan akses yang baik dalam

sebuah bengkel merupakan hal yang wajib dilakukan. Keberhasilan mahasiswa

dalam praktik tidak akan tercapai tanpa sarpras yang memadai serta adanya

fasilitas praktik yang baik dan nyaman dalam bengkel. Tidak dipungkiri bahwa

sarana dan prasarana menjadi salah satu faktor pendukung dalam mencapai proses

pembelajaran agar lebih berkualitas terutama bagi calon tenaga pendidik, oleh

karena itu sarana dan prasarana pada perguruan tinggi harus memenuhi kriteria

sesuai standar yang ada.

Sarana dan prasaran yang baik akan bisa mengakomodasi kebutuhan peserta

didik dalam pembelajaran praktikum. Selain itu dengan fasilitas dan sarana

prasarana yang baik akan meningkatkan prestasi peserta didik seperti penelitian

yang dilakukan oleh Heru Budi Setiawan (2001) yang berjudul “Pengaruh Fasilitas

Bengkel Dan Lingkungan Praktik Terhadap Prestasi Kerja Bangku Siswa Kelas I

Jurusan Mesin Di SMK N 2 Yogyakarta”. Hasil penelitian tersebut yaitu fasilitas

81
bengkel yang lengkap dan relevan akan meningkatkan hasrat peserta didik untuk

melaksanakan praktik, dengan demikian hasil praktik akan optimal (baik) sehingga

akan berpengaruh terhadap prestasi peserta didik, dalam hal tersebut adalah

prestasi praktik kerja bangku.

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana tanggapan mahasiswa terhadap pelayanan pada pelaksanaan

pembelajaran praktik Pemesinan Kompleks berdasarkan Kurikulum Pendidikan

Teknik Mesin edisi revisi 2016 di bengkel pemesinan JPTM FT UNY?

2. Bagaimana tanggapan mahasiswa terhadap kemampuan praktik pada pelaksanaan

pembelajaran praktik Pemesinan Kompleks berdasarkan Kurikulum Pendidikan

Teknik Mesin edisi revisi 2016 di bengkel pemesinan JPTM FT UNY?

3. Bagaimana tanggapan mahasiswa terhadap kelengkapan sarana dan prasarana pada

pelaksanaan pembelajaran praktik Pemesinan Kompleks berdasarkan Kurikulum

Pendidikan Teknik Mesin edisi revisi 2016 di bengkel pemesinan JPTM FT UNY?

82

Anda mungkin juga menyukai