Anda di halaman 1dari 7

ISLAM DAN DEMOKRASI

ISLAM DAN DEMOKRASI


Islam dan demokrasi, setidaknya terdapat tiga pandangan tentang: 

Pertama, Islam dan demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda. Islam tidak bisa
disubordinatkan dengan demokrasi karena Islam merupakan sistem politik yang mandiri (self-
suffcient). Dalam bahasa politik muslim, Islam sebagai agama yang kaffaah (sempurna) tidak
saja mengatur persoalan keimanan (akidah) dan ibadah, melainkan mengatur segala aspek
kehidupan umat manusia termasuk aspek kehidupan bernegara.

Kedua, Islam berbeda dengan demokrasi jika demokrasi didefinisikan secara procedural seperti
dipahami dan dipraktikkan di Negara-negara Barat. Kelompok kedua ini menyetujui adanya
prinsip-prinsip demokrasi dalam Islam. Tetapi, mengakui adanya perbedaan antara Islam dan
demokrasi. Bagi kelompok ini, Islam merupakan sistem politik demokratis kalau demokrasi
didefinisikan secara substantif, yakni kedaulatan di tangan rakyat dan negara merupakan
terjemahan dari kedaulatan rakyat ini.

Ketiga, Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem politik demokrasi
seperti yang diperaktikkan negara-negara maju. Islam di dalam dirinya demokratis tidak hanya
karena prinsip syura (musyawarah), tetapi juga karena adanya konsep ijtihad dan ijma
(konsensus). Di Indonesia pandangan ketiga ini lebih dominan karena demokrasi sudah
menjadi bagian integral sistem pemerintahan Indonesia dan negara-negara muslim lainnya.

Definisi Demokrasi

Demokrasi adalah sebuah tatanan Negara /pemerintahan yang bersumber dari rakyat, oleh
rakyat, untuk rakyat. (benyamin Franklin). Demokrasi memberikan kepada manusia dua hal :

1.    Hak membuat hukum

2.    Hak memilih penguasa

Demokrasi dalam berbagai bidang


MEMAHAMI DEMOKRASI DALAM PEMBUATAN HUKUM :

1.        Dalam Islam membuat hukum adalah haram. Karena yang berhak membuat hukum
hanya Allah, bukan manusia
Firman Allah SWT (artinya) :  
"Menetapkan hukum hanyalah hak Allah." (QS Al-An'aam : 57) 

Walaupun ayat tersebut bersifat umum, tapi itulah titik kritis dalam demokrasi yang
sungguh bertentangan secara frontal  dengan Islam. Pada titik itulah, demokrasi
disebut sebagai sistem kufur. Sebab  sudah jelas,memberi hak kepada manusia
untuk membuat hukum yang bertentangan dengan hukum syara’ adalah suatu
kekufuran.
Firman Allah SWT (artinya) : 
"Barangsiapa yang tidak menetapkan hukum dengan apa yang diturunkan Allah,
maka mereka itu adalah orang-orang kafir." (QS Al-Maa`idah : 44)
 
2.        Menentukan kesepakatan (musyawarah)
a.    Bila sudah ada hukum nya maka memusyawarahkan nya haram. Manusia
hanya boleh membahas mengenai masalah teknis saja.
b.    Bila yang dimusyawarahkan itu berkaitan dengan masalah Uslub (Teknis) maka
boleh pendapat manusia diminta.
contoh : dalam musyawarah itu akan dibahas masalah status minuman
kemaksiatan, maka dalam hal ini tidak boleh ada pendapat manusia yang
mendukung . Sebab statusnya sudah jelas Haram, yang perlu dimusyawarakan
adalah masalah uslub (teknis) pelarangannya dilapangan, misalnya siapa bagian
operasi sweping di toko-toko minuman, siapa bagian memburu produsennya,
siapa yang menghukum pelakunya dll.  
 
Contoh musyawarah (memasukkan pendapat orang lain) yang dilakukan nabi :
a.         Rasulullah saw pada waktu menentukan strategi di Perang Badar Al Kubra, Beliau
berpendapat untuk memenangkan pertempuran pasukan harus menguasai tempat
tertentu, tetapi kemudian ada seorang sahabat (Khubab bin Mundhir) yang
menanyakan kepada beliau apakah hal ini pendapat beliau ataukah wahyu dari
Allah. Bila wahyu maka tidak akan dibantah, tetapi bila hal ini pendapat nabi,
maka Khubab mengusulkan untuk menempati sebuah wadi (oase) di medan
Badar. Rasulullah kemudian menjelaskan ini bahwa hal ini adalah pendapat beliau
pribadi, dan kemudian beliau menarik pendapatnya dan kemudian menerima
pendapat Khubab sebab Khubab adalah orang yang tinggal di daerah tersebut
dan merupakan orang yang paling kenal dengan medan pertempuran, seraya
mengabaikan pendapat pribadi dan pendapat shahabat-shahabat yang lain.  
b.         Kita dapat mengambil ibroh dari kisah terjadinya perang Uhud. Rasulullah
sebenarnya menginginkan pasukan bertahan di dalam kota, akan tetapi mayoritas
shahabat (terutama shahabat-shahabat yang usianya masih muda) memilih
menunggu musuh di luar kota Madinah. Karena suara mayoritas menghendaki
menunggu musuh di luar kota, maka Rasulpun memutuskan untuk menunggu
musuh di luar kota, walaupun beliau sendiri menginginkan di dalam kota. Bertahan
dalam kota atau menunggu musuh di luar kota adalah masalah-masalah teknis
(strategi) pertempuran yang diketahui oleh banyak orang, karena semua shahabat
adalah penduduk kota Medinah,yang mengerti seluk beluk kota Medinah. Jadi
masalah betahan di dalam kota atau menunggu musuh di luar kota bukan
masalah wahyu yang sudah dinash. Dari sinilah kita bisa mengambil ibroh bahwa
dalam masalah-masalah urusan teknis yang telah diketahui banyak orang, maka
boleh diambil suara terbanyak.

MEMAHAMI DEMOKRASI DALAM MEMILIH PEMIMPIN :

System memilih penguasa/ kepala negara hal tersebut masih dapat


didiskusikan dan bersifat furu’ (cabang).
Alasan :Rasul tidak pernah menentukan secara jelas bagaimanakah teknis
memilih khalifah/pemimpin negara. Begitu juga peralihan kekuasaan dari satu khalifah
ke khalifah yang lain semasa banyak sahabat masih hidup, sehingga menjadi Ijma'
shahabat bahwa boleh menggunakan beberapa uslub untuk memilih khalifah atau
kepala negara. Dengan demikian dalam memilih siapakah calon kepala negara/Khalifah
boleh dengan banyak teknis dalam hal ini mengambil suara mayoritas juga dapat
dilakukan dan menggunakan Ahlul hali wal aqdi (parlemen) Juga dapat dilakukan . Jadi
untuk memilih calon kepala negara (khalifah) dalam Islam bisa dicari dengan uslub
(teknis) pemilihan umum.

Persamaan dan Perbedaan Islam dan Demokrasi

Persamaan Islam & Demokrasi


Dr. Dhiyauddin ar Rais mengatakan, Ada beberapa persamaan yang mempertemukan
Islam dan demokrasi. Namun, perbedaannya lebih banyak. Persamaannya:
1.     Jika demokrasi diartikan sebagai sistem yang diikuti asas pemisahan kekuasaan,
itu pun sudah ada di dalam Islam. Kekuasaan legislatif sebagai sistem terpenting
dalam sistem demokrasi diberikan penuh kepada rakyat sebagai satu kesatuan
dan terpisah dari kekuasaan Imam atau Presiden. Pembuatan Undang-Undang
atau hukum didasarkan pada alQuran dan Hadist, ijma, atau ijtihad. Dengan
demikian, pembuatan UU terpisah dari Imam, bahkan kedudukannya lebih tinggi
dari Imam. Adapun Imam harus menaatinya dan terikat UU. Pada hakikatnya,
Imamah (kepemimpinan) ada di kekuasaan eksekutif yang memiliki kewenangan
independen karena pengambilan keputusan tidak boleh didasarkan pada
pendapat atau keputusan penguasa atau presiden, jelainkan berdasarka pada
hukum-hukum syariat atau perintah Allah Swt.
2.    Demokrasi seperti definisi Abraham Lincoln: dari rakyat dan untuk rakyat
pengertian itu pun ada di dalam sistem negara Islam dengan pengecualian
bahwa rakyat harus memahami Islam secara komprehensif.
3.    Demokrasi adalah adanya dasar-dasar politik atau sosial tertentu (misalnya, asas
persamaan di hadapan undang-undang, kebebasan berpikir dan berkeyakinan,
realisasi keadilan sosial, atau memberikan jaminan hak-hak tertentu, seperti hak
hidup dan bebas mendapat pekerjaan). Semua hak tersebut dijamin dalam
Islam.
 
Perbedaan Islam & Demokrasi
1.    Demokrasi yang sudah populer di Barat, definisi bangsa atau umat dibatasi batas
wilayah, iklim, darah, suku-bangsa, bahasa dan adat-adat yang mengkristal.
Dengan kata lain, demokrasi selalu diiringi pemikiran nasionalisme atau
rasialisme yang digiring tendensi fanatisme. Adapun menurut Islam, umat tidak
terikat batas wilayah atau batasan lainnya. Ikatan yang hakiki di dalam Islam
adalah ikatan akidah, pemikiran dan perasaan. Siapa pun yang mengikuti Islam,
ia masuk salah satu negara Islam terlepas dari jenis, warna kulit, negara, bahasa
atau batasan lain. Dengan demikian, pandangan Islam sangat manusiawi dan
bersifat internasional
2.    tujuan-tujuan demokrasi modern Barat atau demokrasi yang ada pada tiap masa
adalah tujuan-tujuan yang bersifat duniawi dan material. Jadi, demokrasi
ditujukan hanya untuk kesejahteraan umat (rakyat) atau bangsa dengan upaya
pemenuhan kebutuhan dunia yang ditempuh melalui pembangunan, peningkatan
kekayaan atau gaji. Adapun demokrasi Islam selain mencakup pemenuhan
kebutuhan duniawi (materi) mempunyai tujuan spiritual yang lebih utama dan
fundamental.
3.    kedaulatan umat (rakyat) menurut demokrasi Barat adalah sebuah kemutlakan.
Jadi, rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi tanpa peduli kebodohan,
kezaliman atau kemaksiatannya. Namun dalam Islam, kedaulatan rakyat tidak
mutlak, melainkan terikat dengan ketentuan-ketentuan syariat sehingga rakyat
tidak dapat bertindak melebihi batasan-batasan syariat, alQuran dan asSunnah
tanpa mendapat sanksi.

Pandangan Ulama tentang demokrasi


 
Yusuf al-Qardhawi
Menurut beliau, substasi demokrasi sejalan dengan Islam. Hal ini bisa dilihat dari
beberapa hal. Misalnya:
- Dalam demokrasi proses pemilihan melibatkkan banyak orang untuk mengangkat
seorang kandidat yang berhak memimpin dan mengurus keadaan mereka. Tentu
saja, mereka tidak boleh akan memilih sesuatu yang tidak mereka sukai. Demikian
juga dengan Islam. Islam menolak seseorang menjadi imam shalat yang tidak disukai
oleh makmum di belakangnya.
- Usaha setiap rakyat untuk meluruskan penguasa yang tiran juga sejalan dengan
Islam. Bahkan amar makruf dan nahi mungkar serta memberikan nasihat kepada
pemimpin adalah bagian dari ajaran Islam.
- Pemilihan umum termasuk jenis pemberian saksi. Karena itu, barangsiapa yang tidak
menggunakan hak pilihnya sehingga kandidat yang mestinya layak dipilih menjadi
kalah dan suara mayoritas jatuh kepada kandidat yang sebenarnya tidak layak, berarti
ia telah menyalahi perintah Allah untuk memberikan kesaksian pada saat dibutuhkan.
- Penetapan hukum yang berdasarkan suara mayoritas juga tidak bertentangan dengan
prinsip Islam. Contohnya dalam sikap Umar yang tergabung dalam syura. Mereka
ditunjuk Umar sebagai kandidat khalifah dan sekaligus memilih salah seorang di
antara mereka untuk menjadi khalifah berdasarkan suara terbanyak. Sementara,
lainnya yang tidak terpilih harus tunduk dan patuh. Jika suara yang keluar tiga lawan
tiga, mereka harus memilih seseorang yang diunggulkan dari luar mereka. Yaitu
Abdullah ibn Umar. Contoh lain adalah penggunaan pendapat jumhur ulama dalam
masalah khilafiyah. Tentu saja, suara mayoritas yang diambil ini adalah selama tidak
bertentangan dengan nash syariat secara tegas.
- Juga kebebasan pers dan kebebasan mengeluarkan pendapat, serta otoritas
pengadilan merupakan sejumlah hal dalam demokrasi yang sejalan dengan Islam.
 
Salim Ali al-Bahnasawi
Menurutnya, demokrasi mengandung sisi yang baik yang tidak bertentangan dengan
islam dan memuat sisi negatif yang bertentangan dengan Islam. Sisi baik demokrasi
adalah adanya kedaulatan rakyat selama tidak bertentangan dengan Islam. Sementara,
sisi buruknya adalah penggunaan hak legislatif secara bebas yang bisa mengarah pada
sikap menghalalkan yang haram dan menghalalkan yang haram. Karena itu, ia
menawarkan adanya islamisasi sebagai berikut:
-  Menetapkan tanggung jawab setiap individu di hadapan Allah.
- Wakil rakyat harus berakhlak Islam dalam musyawarah dan tugas-tugas lainnya.
- Mayoritas bukan ukuran mutlak dalam kasus yang hukumnya tidak ditemukan dalam
Alquran dan Sunnah (al-Nisa 59) dan (al-Ahzab: 36).
- Komitmen terhadap islam terkait dengan persyaratan jabatan sehingga hanya yang
bermoral yang duduk di parlemen.
 
PEMILU & PEMUNGUTAN SUARA
Ada yang beranggapan bahwa Pemungutan suara atau Pemilu adalah bentuk
perampasan hak Allah Swt sebagai Hakim karena dalam Pemilu keputusan ditentukan
manusia, bukan Allah. Pernyataan ini tidak benar karena :
1.    kita bicara tentang Pemilu di negeri muslim: kandidatnya muslim, pemilihnya pun
muslim dan keterlibatan nonmuslim dalam proses itu sangat tidak signifikan.
2.    adanya campur tangan namusia untuk menentukan jalan hidupnya selama masih
dalam kaidah umum nash syariat Islam. Allah Swt berfirman, ”hadirkanlah dua
orang saksi yang adil di antara kamu”.(QS ath Thalaq:2). ”Jika kamu khawatir
adanya perselisihan antara keduanya, hendaklah kamu hadirkan seorang hakim
dari keluarga suami dan seorang hakim dari keluarga isteri”. (QS an Nisa:35).
3.    jika kita perhatikan dengan seksama Pemilu atau pemungutan suara menurut
Islam adalah pemberian kesaksian terhadap kelayakan calon pejabat negara
atau calon anggota dewan. Oleh karena itu, si pemilih harus punya kelayakan
sebagai seorang saksi adil dan baik perilakunya sehingga orang banyak ridha
kepadanya. Allah azza wa Jalla berfirman, ”hadirkanlah dua orang saksi yang
adil di antara kamu”. (QS ath Thalaq:2) ”dari saksi-saksi yang kamu ridhai.” (QS
al Baqarah:282). 
http://yanawulan.blogspot.co.id/2012/06/islam-dan-demokrasi.html

Anda mungkin juga menyukai